Unlimited
Chapter 2.
The Beginning.
Berjalan menyusuri hutan, Naruto dengan tenang melangkah menuju lokasi yang sebelumnya ia tandai dengan scane Detect miliknya, Sudah tiga hari ia berjalan dan tiga hari itu pula dia sudah membunuh puluhan monster.
"Andai aku memiliki papan status, mungkin aku bisa tau jenis dan apa yang bisa aku lakukan."
Naruto bergumam membuat rubah kecil yang berada di atas kepalanya memiringkan kepalanya bingung.
"Ahh tidak kawan kecil, bukan apa apa"
Dalam tiga hari Naruto berada di dunia ini, dia sudah terbiasa dengan hidup barunya. Bahkan membunuh melihat atau membunuh monsterpun dia tidak merasakan apa yang namanya rasa bersalah, seakan dia memang di takdirkan untuk membunuh, mengerikan.
Angin berhembus kencang, menerbangkan beberapa daun yang menari menghiasi langit biru. Keindahan yang takkan pernah ada duanya bila di bandingkan dengan dunia nya. Naruto menatap kagum apa yang dia lihat setelah keluar dari hutan, sebuah keindahan yang dia idam idamkan menjadi kenyataan.
Luasnya padang rumput membentang, membuat Naruto menatap haru akan hal itu. Gunung gunung terlihat samar menjulang dari kejauhan, burung burung terbang dengan riang, dan aliran sungai yang indah mengalir dengan tenang.
"Jikapun aku mati sekarangpun tidak masalah, jika itu harus menjaga keindahan ini, ohhh sebuah desa"
Naruto melihat di tengah tengah padang rumput itu terdapat sebuah desa kecil, dirinya lalu berjalan menuju desa tersebut.
*
*
Desa werewolf, desa kecil di tengah padang rumput yang damai dan jauh dari kerajaan manusia maupun dari para demi-human lainnya. Mereka memilih tempat ini karena sumber daya alam nya yang mudah bagi mereka, ambil contoh dikelilingi hutan yang banyak dengan buah dan buruan, sungai mengalir yang selalu dilewati ikan ikan yang segar, serta pertambangan yang dibuat oleh mereka di bawah desa.
Namun kedamaian itu tak berlangsung lama semenjak posisi mereka telah diketahui oleh para manusia, sekarang mereka sedang berjuang sekuat tenaga melawan para manusia yang sudah membabat habis setengah dari mereka.
Kenapa para werewolf bisa tertekan oleh manusia yang botabenenya lebih lemah dari mereka?, jawabannya karena mage, dan para kesatria yang memiliki pertahan yang dipenuhi oleh sihir.
TRANKK JRASHHH
Salah satu werewolf berhasil menebas kepala manusia yang berduet dengannya, nafasnya terengah engah dengan beberapa darah yang mengalir di setiap tubuhnya.
"Cih, tubuhku sudah kelelahan hanya melawan beberapa manusia itu... apakah aku sudah tua ya aha ha ha"
"Rajaku, kau harus segera pergi dari sini bersama tuan putri, kita sudah kehilangan banyak dari ras kita, biarkan kami menahan mereka selagi anda pergi."
Salah satu werewolf berucap dengan lantang sembari menghunuskan pedangnya pada manusia yang perlahan berjalan mendekat.
"Apa maksud kalian?, jangan berfikir aku akan membiarkan kalian mati disini dan hidup dengan penuh penyesalan."
"Tapi raja..."
"DIAMLAH... sudah sepantasnya seorang raja melindungi rakyat nya."
Seluruh werewolf yang berada disana terdiam, perlahan dari mereka mengangkat pedangnya, merubah diri mereka menjadi serigala, dan mengeluarkan aura merah kehitaman pertanda diri mereka bangkit.
"Kita tunjukkan pada para manusia itu, siapa yang berkuasa di tanah kita."
*
"Wah wah wah, siapa yang menyangka rubah kecil ini bisa kembali mempertahankan kepercayaan diri mereka.. sungguh hebat."
Salah satu manusia dengan jubah merah serta armor penuh dengan emas, bisa di katakan pemimpin para manusia ini sedang memasang wajah mengejek pada para werewolf.
"Diam kau manusia hina, kami tidak akan mati semudah yang kau kira tanpa perlawanan."
"AHAHAHAHA... MENGGELIKAN, APA KAU YAKIN? APA KAU BISA MEMBERIKU LUKA?... LIHATLAH SEKELILINGMU!!"
Raja werewolf melihat sekeliling, dirinya serta werewolf yang tersisa sudah terkepung, para wanita serta anak anak telah di sandra di satu tempat, dan hanya tinggal mereka yang bisa bertarung mempertahankan harga diri mereka.
"Sudah lihat lihatnya? lalu bisa kau simpulkan apa maksudnya?, khukhukhu"
Pemimpin manusia itu berjalan selangkah dengan membentangkan kedua tanganya kesamping.
"KAU SUDAH KALAH SEJAK AWAL WAHAI RAJA WEREWOLF, SEJAK PERTAMA KITA BERPERANG KAU SUDAH TIDAK BISA MELAWAN KAMI PARA MANUSIA YANG MULIA, MENYERAH DAN MATILAH UNTUK KAMI"
"Jangan harap, aku yakin suatu saat akan ada dari kami yang akan membalaskan dendam kami, dan membunuh kalian se..."
"WAHAHAHAHAHAHA"
Raja werewolf terdiam dengan mata memincing saat manusia itu tertawa keras, dirinya mengeratkan genggaman pedangnya saat merasakan suatu hal yang tidak mengenakkan.
"Apa maksudmu para raja werewolf yang lainnya? pufft, aku akan memberi tau mu.."
pria itu menghunuskan pedangnya mengarah tepat pada sang raja werewolf, aura putih keemasan menyelimuti pedang tersebut.
"Mereka semua sudah mati!"
Raja werewolf membelalakan matanya, gigi taringnya saling menggertak karena menahan amarah yang membakar dirinya.
"Mereka semua mati di tanganku, sebelum aku kemari, aku telah mengirim sejumlah besar pasukanku menuju para werewolf yang lain, dan membinasakan mereka tanpa sisa."
"KURANG AJAR!!"
Dua dari mereka (werewolf) melesat menuju pria itu yang sekarang sedang memasang senyuman menyeringai.
"Bodoh"
JRASHHH JRASHHH
"TIDAKKK"
"AHAHAHA... WAKTU NYA MENGHUKUM MAKHLUK HINA SEPERTI KALIAN, SERANG!!"
Semua manusia yang ada di sana melesat menuju para werewolf yang tersisa, para mage sudah merapalkan mantra hanya tinggal menunggu bagaimana para werewolf itu binasa.
"HENTIKAN!!"
Para manusia itu berhenti, menatap kebelakang sang pemimpin manusia berada, tepat disana werewolf kecil berdiri dengan airmata yang berlinang.
"APA YANG KAU LAKUKAN, CEPAT PERGI!!"
"Tidak, aku tidak akan pergi sebelum menyelamatkan ayah"
"Are, ternyata dia anakmu?"
pemimpin manusia itu berbalik berjalan menuju werewolf kecil yang sekarang bergetar hebat.
"Cih"
Raja werewolf melesat cepat menuju pemimpin manusia itu, mengangkat tinggi pedangnya lalu dia tebaskan kearah manusia itu.
TRANK
Dua pedang saling bertabrakan, menghasilkan percikan dari keduanya, raja werewolf berdecak karena serangannya berhasil di tahan. Manusia itu mendorong raja werewolf dengan pedangnya yang membuat sang raja werewolf bersalto kebelakang. Belum siap karena menjaga keseimbangan akibat terdorong, manusia itu sudah ada tepat di hadapannya dengan pedang yang sudah terangkat bersiap menebas raja werewolf.
JRASHHH
"AHKKK"
Tebasan tepat mengenai dada sang raja werewolf, melintang dari bahu kiri hingga perut samping bagian kanan. Dirinya duduk berlutut menutupi bagian depan tubuhnya yang tak henti mengeluarkan darah.
"AYAHHHH"
Werewolf kecil itu berlari menghampiri ayahnya, melewati manusia yang berhasil melumpuhkan raja werewolf. Manusia itu membiarkan hal itu dengan wajah yang penuh akan kepuasan.
"Jika kau menyerah dan mati saat itu, mungkin putrimu ini akan menyusulmu tanpa perlu melihat suatu yang menyedihkan seperti ini."
Berucap dengan menghempaskan pedangnya kesamping membuang darah yang terpapar di pedangnya, manusia itu melangkah mendekati kedua werewolf itu.
"A..ayah, bertahanlah hiks kumohon hiks jangan tinggalkan aku hiks.."
Putri kecilnya menangis dengan memeluk dirinya tanpa memperdulikan darah yang menutupi baju miliknya. Mengangkat tangannya mengusap kuncup kepala putri kecilnya itu, memberikan senyum hangat yang membuat putri kecilnya semakin menjadi.
"Menyingkirlah rubah kecil, setelah aku membunuh ayahmu, berikutnya mereka lalu dirimu."
Werewolf kecil itu berdiri lalu membelakangi ayahnya dengan membentangkan kedua tanganya seakan menghalangi manusia itu agar tidak mendekat.
"Aku tidak akan membiarkannya!!"
Sorot mata tajam dengan pupil reptil berwarna kuning itu membuat manusia itu sedikit bergetar, namun perlahan dia tersenyum menyeringai.
"heh... kau hanyalah rubah kecil bagiku. Kalau begitu, MATILAH BERSAMA AYAHMU!!!"
WUSHHHH DUARRRR
Belum sempat manusia itu menebas kedua werewolf itu, sesuatu melesat dari atas dan membuat ledakan angin yang menghempaskan manusia dengan plat armor emas itu.
"argghh uhuk uhuk, siapa..."
Manusia itu berusaha berdiri menahan sakit karena beberapa puing bangunan rumah berhasil melukai dirinya. Tatapannya menajam terhadap sosok yang sekarang berdiri di balik kepulan asap. Saat asap dan debu itu menghilang, terlihat seorang pemuda berdiri membelakangi raja werewolf dan putrinya. Pemuda dengan rambut kemerahan di setiap ujuangnya, pakaian yang seluruhnya berwarna putih serta kelima cincin emas di setiap jari kirinya.
"Manusia?, kenapa seorang manusia menyerang sesama ras nya?, siapa kau ini?"
Kesal karena tak ada jawaban, manusia itu memperintahkan pasukannya untuk menyerah para werewolf dan pemuda itu.
"BUNUH MEREKA DAN MANUSIA TAK TAU DIRI INI!!!"
CTAK
Belum sempat semua pasukan menyerang para werewolf, pemuda itu menjentikkan jarinya dan seluruh prajurit manusia itu menghilang terkikis bagai abu yang tertiup angin.
"A..apa, tidak mungkin.."
Terkejut dengan fenomena yang tepat di depannya, manusia itu bergetar hebat dengan mempertahankan pedangnya di depan dirinya.
"Aku, Freed sellzen, kesatria terkuat dari Grigori Kingdom tidak mungkin kalah dari manusia hina"
Freed memegang pedang dengan kedua tangannya, mengarahkan ujung bilah pedang itu ke atas.
"Wahai engkau yang di takuti di dunia bawah, yang mengabdi untuk menjaga singgasana pluto, yang telah menjaga pintu dunia bawah Tartarus. Aku... Freed sellzen, memanggilmu untuk membumi hanguskan musuhmu. Muncullah..."
Langit tiba-tiba menggelap ditutupi awan hitam, petir bergemuruh hebat, angin bertiup kencang seakan ada yang maha dahsyat datang. Para werewolf hanya jatuh berlutut menyaksikan fenomena alam yang menakutkan bagi mereka, raja werewolf memeluk erat putri kecilnya. Pemuda dengan pakaian serba putih hanya diam menatap datar apa yang dilakukan oleh Freed.
"...Cerberus"
KABOOMM
Tanah yang memisahkan Freed dan pemuda itu meledak, mengeluarkan sosok anjing berkepala tiga dengan api menyala dari kepala hingga ekornya, cakar runcing yang bersinar, taring terlihat dari setiap geraman yang terdengar.
GRRRRR
"AHAHAHA, SEKARANG APA YANG AKAN KAU LAKUKAN MANUSIA HINA?, KAU TIDAK AKAN BISA MELAWAN PENGUASA PINTU DUNIA BAWAH CERBERUS. TAKUTLAH PADA KEKUATANKU!!!"
Pemuda itu menatap datar sosok cerberus yang setinggi gedung tiga lantai, dirinya tak gentar sama sekali. Berbeda dengannya, para werewolf termasuk kedua werewolf yang berada di belakangnya menatap takut sosok cerberus.
"Inikah sosok terkuat cerberus?"
"Benar, kenapa?, apa kau takut?"
"Sungguh candaan yang buruk"
"APA?, CERBERUS... MAKAN MANUSIA HINA ITU!!
Cerberus melesat bersiap menerkam pemuda itu yang sekarang tak bergerak dari posisinya.
"Jika aku membunuhnya, kestabilan neraka akan goyah, itu berarti aku hanya perlu menyegelnya"
"AHAHAHA, TIDAK ADA YANG BISA MENYEGEL MAUPUN MEMBUNUH CERBE..."
"Dimension of Void"
Freed terdiam, dirinya terbelalak melihat cerberus yang sekarang sedang tercengkram oleh tangan hitam dengan kuku runcing yang besar melebihi tubuh cerberus, menarik anjing kepala tiga itu kedalam menuju perut bumi, atau mungkin bisa dibilang hilang tanpa jejak, mungkin.
"MUSTAHIL, BAGAIMANA BISA KAU MENGALAHKAN ANJINGKU!!??"
Dirinya menjambak rambutnya frustasi, tak terima dengan kenyataan yang ada di depannya.
"Sudah kubilang, aku hanya perlu menyegelnya."
"DASAR MONSTER!!!"
Freed melesat bersiap menebas pemuda itu, dengan pedang yang ia aliri sihir suci freed menebaskan pedangnya.
GREP
Kembali, Freed menatap tak percaya dengan apa yang telah terjadi, ayunan pedangnya dapat ditahan hanya dengan dua jari yang menyapit sisi pedangnya.
"Tidak... mungkin"
"Kau mungkin kesatria terkuat, namun..."
"Soul eraser"
Perlahan, tubuh Freed penghilang menjadi abu, tertiup angin bagai tak pernah terlahir. Namun saat sebelum kematian menjemput, dirinya mendengar kalimat yang tak dapat ia percaya.
"...Kau tidak dapat mengalahkan mahkluk terkuat."
*
Keheningan tercipta, para werewolf tak mempercayai dengan apa yang terjadi didepan mereka. Sosok yang tak dikenal, dengan mudahnya mengalahkan cerberus dan manusia yang berhasil menyudutkan mereka. Sang raja werewolf menahan rasa sakit berusaha berdiri, dirinya berjalan mendekat kearah pemuda yang sekarang membalikkan tubuhnya menghadap dirinya.
"A..aku tidak tau siapa engkau namun, terima kasih sudah nenyelamatkan kami para werewolf"
Sang raja werewolf membungkuk, diikuti dengan para werewolf yang lainnya dengan sujud kesatria.
"Tak perlu berterima kasih, aku melakukan ini karena keinginanku sendiri."
Sang raja werewolf menegakkan tubuhnya lalu tersenyum kearah pemuda itu.
"Heal"
Seluruh werewolf termasuk sang raja bersinar, tubuh mereka mengeluarkan cahaya terang. Tepat setelah cahaya itu reda, mereka terkejut dengan apa yang terjadi pada tubuh mereka, sehat tanpa cacat.
"Apa kau yang melakukan ini anak muda?"
"Belum semuanya"
Pemuda itu berlutut, meletakkan tangannya menyentuh tanah.
"Recovery"
Cahaya kembali menyinari mereka, lebih tepatnya seluruh desa werewolf. Setelah reda, para werewolf kembali membelalakkan mata mereka karena melihat desa yang asalnya luluh lantah akibat penyerangan, kembali utuh seperti tidak terjadi apa-apa.
"Sungguh... siapa kau ini anak muda?"
"Aku...uhukk"
Pemuda itu menutup mulutnya dengan tangan kirinya yang sekarang mengeluarkan banyak darah, tubuhnya berlutut menahan berat badannya yang sekarang tak bisa dia tahan.
'Sial, aku sudah mencapai batasku'
BRUKKK
*
*
*
Issei menatap langit cerah dari balkon rumah Erlza, entah sudah berapa lama dirinya berada di dunia ini. Dan entah sudah berapa lama dirinya memikirkan bagaimana kondiri teman temannya di dunia dia berasal.
'Apa kalian baik baik saja?, terutama dirimu bouchou, aku merindukanmu.'
Issei bergumam dengan satu tangan menyentuh dadanya, meremasnya seakan menganggap dirinya tak mampu melindungi pujaan hatinya.
"Hyoudou-san, ayah memanggilmu"
Suara wanita menerpa pendengarnya, dirinya berbalik menatap Francesca yang sekarang sedang menunggu dirinya di pintu masuk.
*
Ruang makan, tempat dimana sekarang Issei makan bersama dengan keluarga Erlza selaku kepala keluarga. Rasa tak enak sedikit ia rasakan karena sudah beberapa hari dirinya menumpang hidup di sini tanpa memberikan investasi.
"Bagaimana lukamu Issei?"
Erlza membuka pembicaraan setelah acara makan mereka sudah selesai, istri Erlza sedang mencuci piring dibantu Francesca. Hanya tinggal mereka berdua yang berada di ruang makan, obrolan pria hem hem.
"Sudah membaik Erlza-san, terima kasih untuk semua yang kau berikan padaku, suatu saat aku ingin membalas kebaikanmu ini."
"Santai saja, aku tak keberatan jika itu kau, lagi pula mungkin anakku yang akan memarahiku jika aku mengusir dirimu, betulkan putri kecilku?".
"DIAMLAH AYAH!!"
Erlza tersenyum dengan satu mata tertutup, membuat Issei tertawa akan hal itu.
"Anu Erlza-san, bolehkah aku meminta sesuatu?"
"Apa yang kau ingin?"
"Aku ingin menjadi petualang"
Erlza menatap Issei tak percaya, istri Erlza tak sengaja memecahkan piring yang sedang di bersihkan, dan Francesca yang tiba-tiba gelagatan akibat terkejut. Benar, Kenapa Issei ingin menjadi petualang adalah karena dirinya sedikit membaca buku yang ada di rumah ini, tentang apa itu petualang, sistem dunia ini bekerja dan hal hal lainnya.
"Apa kau yakin Issei?, menjadi petualang tak semudah apa yang terpikirkan, apa kau siap menerima luka seperti saat dulu kami menemukanmu?"
Issei tiba tiba terdiam, pikirannya kalut akan masa lalu yang pernah dirinya lalui, tak melihat sekarang Erlza sedang di marahi habis habisan oleh istrinya karena membuat Issei mengenang kembali pahitnya hidup.
"Issei oi Issei!!"
"Ahh... ya? eh, kenapa dengan wajahmu Erlza-san?"
Issei menahan tawa karena melihat muka Erlza yang pucat dan penuh dengan bekas tamparan.
"Jika kau ingin tertawa, lakukan... lupakan soal wajahku, kapan kau akan berangkat?"
Issei berfikir dalam diam, dirinya memikirkan segala kemungkinan terburuk dari yang terburuk. Setelah yakin, dirinya menatap Erlza serius.
"Satu minggu dari sekarang, aku perlu berlatih dan membaca setiap buku yang ada di perpustakaan desa ini"
Erlza tersenyum, mengangguk dengan keputusan yang Issei buat.
"Pilihan yang tepat, mulai dari sekarang aku yang akan melatihmu sebagai mantan petualang"
"Eh... anda dulunya sang petualang?"
"Tentu, namun semenjak aku bertemu istriku, aku berhenti lalu membuka toko kecil kecilan"
Issei ber oh ria dengan mengangguk-angguk kan kepalanya.
"Lalu untuk urusan perpustakaan, biarkan anakku yang membimbingmu, karena kebetulan dia bekerja disana sebagai penjaga kualitas buku. Gahh aku lupa namanya namun sejenis itulah."
Issei berdiri lalu membungkuk, membuat Erlza sedikit gelagatan akibat ulahnya.
"Terima kasih, Erlza sensei"
*
*
Setelah pembicaraan dengan Erlza, Issei izin keluar menuju perpustakaan, bersama Francesca tentunya. Tak jarang Issei ditatap sinis oleh para pria yang seumuran dengannya, kenapa bisa?, karena Francesca di anggap sebagai ratu kecantikkan di usia remajanya, dan tentu saat Issei bersama Francesca, Issei mendapatkan aura permusuhan yang kental.
"Errr, apa kau tidak masalah berjalan bersamaku Francesca-san?, jika mau kau bisa duluan menuju perpustakaan"
"Ini lebih baik daripada kau harus tersesat di jalan yang bernama kehidupan"
'Sungguh kata kata yang tak asing bagi diriku'
Batin Issei dengan senyuman hambar.
Beberapa lama mereka berjalan, akhirnya mereka sampai di bangunan perpustakaan, yang di mana bangunan perpustakaan lebih besar setelah rumah pemilik desa ini. Membuka pintu dan masuk kedalam, Issei tercengah karena begitu banyaknya buku yang terpampang rapi dari setiap sudut yang ada.
"Hyoudou-san, silahkan cari buku seperti apa yang ingin kau baca, aku akan mulai bekerja."
"Ah, tentu, kalau begitu... semangat bekerjanya Francesca-san"
Issei berjalan kedalam menuju rak buku yang menarik perhatiannya, tak sadar jika Francesca sekarang sedang menutup seluruh mukanya dengan kedua tangannya akibat memerah malu.
*
Menatap setiap buku yang ada, membaca satu persatu sampul yang tertera, dirinya bingung harus bagaimana.
'Hei Naga pemalas, bisa kau membantuku mencari buku tentang detail dunia ini?'
'Lakukanlah sendiri bodoh, jangan mengangguku untuk suatu hal yang tidak penting'
'Asem, ku cincang kau kadal merah!!'
'Lakukan jika bisa otak mesum'
'Gahhh...'
Adu batin Issei hentikan setelah melihat sampul yang sedikit berbeda dari yang lain, berwarna merah gelap dengan corak emas di setiap sudutnya, menarik buku itu Issei sedikit tersenyum menyeringai setelah mendapatkan buku yang dia cari.
*
*
Langit sore pertanda sang malam bersiap menggantikan sang siang, setelah menemani Francesca bekerja, Issei sekarang pulang menuju rumah Erlza, dengan Francesca tentunya. Tak ayal Issei selalu mendapatkan tatapan permusuhan seperti tadi siang, namun Issei menghiraukan itu dan fokus kedepan dengan sesekali mencuri tatapan kearah Francesca yang tanpa sengaja tatapan mereka bertemu.
"Mau mampir ke BAR?"
"Memang kau punya uang?"
JLEB
Bagai tertusuk pedang cahaya Kokabiel, Issei memegang dadanya dengan wajah menangis ala anime. Hal itu membuat Francesca tertawa halus karena sikap konyol yang dimiliki oleh Issei.
Perlahan Francesca menggenggam tangan Issei lalu menariknya menuju BAR, hal itu membuat Issei sedikit blush karena sikap tiba tiba Francesca. Issei tersenyum tipis melihat keindahan yang terpapar dari diri Francesca.
'Mungkin, menjalani hidup di dunia ini tidak buruk juga'
'Kau jatuh cinta padanya otak mesum?'
'DIAM KAU KADAL!!'
*
*
Malam hari, dengan angin malam yang berhembus, dan dimana seluruh penghuni rumah sudah tertidur kecuali Issei yang sekarang sedang duduk di balkon kamarnya memegang buku yang dia pinjam dari perpustakaan. Menatap lama sampul buku itu tanpa membukannya, Issei menenangkan dirinya.
~Destiny of the World~
