Chapter 2. Memancing

Tidak seperti biasanya, malam itu Taufan bersantap malam dengan suapan-suapan besar. Tidak hanya besar-besar, frekuensi suapannya juga lebih cepat daripada biasanya. Begitu cepatnya Taufan bersantap malam sampai-sampai dia selesai lebih dahulu daripada Solar yang juga terkenal cepat ketika makan, meskipun cepatnya Solar makan karena porsi makannya yang tidak terlalu banyak.

"Tumben Fan kamu makan begitu?" Gempa yang juga sedang bersantap malam melirik ke arah kakaknya. Alis Gempa mengangkat sebelah dan dahinya mengerenyit keheranan.

"Afu lafi lafar!" jawab Taufan cepat selagi ia mengunyah makanan di dalam mulutnya.

Sebuah geraman bercampur dengkusan kesal dari Gempa langsung membuat Taufan buru-buru menelan makanan di dalam mulutnya. Tidak lupa Taufan meneguk air untuk mendorong turun makanan yang baru saja ditelannya ke dalam kerongkongan dan menepuk-nepuk dadanya.

"Aku lagi lapar." Taufan mengulangi jawabannya.

"Ngga biasanya Kak Ufan makan kayak orang kesurupan ...," celetuk Blaze yang juga sedang bersantap malam dan duduk bersebelahan dengan Solar.

Taufan mengedikkan bahunya. "Namanya juga lapar. Memang Solar atau Ice doang yang boleh makan cepat?" komentarTaufan sebelum lanjut menyendok nasi beserta lauk rendang ke dalam rongga mulutnya.

"Hati-hati piringnya bolong, Kak." Solar pun ikutan menyindir. Berbeda dengan kakak-kakaknya yang lain, Solar biasanya makan sambil memainkan ponselnya. Seperti biasa, tangan kanan menyendok nasi dan lauk ke dalam mulut sementara tangan kiri memegang ponsel.

Taufan membalas sindiran dari si adik terkecil dengan sebuah lirikan sebal yang berlangsung hanya sepersekian detik saja. "Taruh dulu ponselmu, ngga usah terlalu ngebet gitu kalau mencari ...," sindir Taufan balik.

Kedua kelopak netra Solar mendadak membelalak lebar sementara dia terbatuk-batuk dengan tidak elitnya. Sesuap nasi yang tengah dikunyahnya pun menyembur keluar dari mulutnya dan mengenai ponsel yang ia pegang. "Kak Ufan?!" Solar menatap horor pada Taufan.

Sementara yang ditatap Solar terkekeh geli, lengkap dengan mimik muka jahil.

Di sisi lain, Gempa terbengong keheranan menyaksikan interaksi di antara kakak dan adiknya. "Kalian kenapa?" Gempa lanjut bertanya dengan kelopak mata yang mengedip cepat.

"Ng-ngga ada apa-apa," tukas Solar. Sekejap saja dia merasa sangat tidak nyaman duduknya dan mulai gelisah seakan tengah menduduki pohon kaktus.

"Nah selesai." Pada saat yang hampir bersamaan, Taufan menghabiskan sisa makanan di piringnya. Tanpa membuang-buang waktu, dia langsung berdiri dan melangkah menuju dapur. Tidak lupa Taufan membawa piring makan beserta sendok yang ia pakai untuk dicuci.

Dengan langkah lincah, Taufan mendaki anak tangga rumah menuju lantai dua, di mana kamarnya berada. Tidak sabar lagi rasanya dia untuk mencoba aplikasi RomeoRomeo yang ia dapat dari Fang siang tadi. Tanpa gangguan, Taufan bisa mencoba aplikasi itu secara maksimal.

Waktu terasa bergulir begitu cepatnya saat Taufan menjelajahi lebih dalam fitur-fitur aplikasi RomeoRomeo. Memang aplikasi dating itu tidak berbeda jauh dengan aplikasi media sosial biasa, hanya saja peruntukannya yang sedikit berbeda.

Namun sebelum menggunakan fitur yang tersedia, Taufan lebih dahulu mengunggah foto dirinya untuk dijadikan tampilan profilnya. Secara teliti Taufan mencari foto dirinya yang tersimpan di dalam ponselnya dan menemukan beberapa foto yang sekiranya cocok untuk ditampilkan.

Setelah beberapa saat mencari dan menelusuri memori ponselnya, akhirnya Taufan menemukan sebuah foto yang ia rasa bisa digunakan sebagai foto utama profilnya.

"Kata Fang, pakai foto yang paling ... menggoda ... Aku rasa ini cukup menggoda." Sebuah senyum penuh kepuasan mengulas di wajah Taufan saat ia berhasil mengunggah foto yang ia jadikan foto utama profilnya.

Setelah foto profil, mulailah Taufan mengisi biodatanya pada aplikasi itu.

"Ah ... aku uke atau seme ya?" gumam Taufan seorang diri. "Kupilih fleksibel saja, biar aman," ucapnya lagi sembari memilih opsi yang tersedia pada pengisian biodata aplikasi yang tengah dicobanya.

Opai-opsi yang lain tidak terlalu membingungkan karena hanya data-data dasar saja seperti tinggi badan, berat badan, hobi dan hal-hal lain yang memudahkan orang lain mengenal Taufan. Sebentar saja semua data-data diri Taufan terlengkapi dan tibalah saatnya bagi Taufan untuk menggunakan aplikasi pergaulan itu secara efektif.

Salah satu fitur yang langsung membuat Taufan tertarik adalah fitur pencarian. Aplikasi RomeoRomeo itu dengan mudahnya menyeleksi pencarian berdasarkan kategori yang diinginkan oleh Taufan. Kali ini Taufan memilih opsi terdekat.

Degup jantung Taufan menguat seiring dengan terpacunya hormon adrenaline dari otaknya. Semakin terpacu adrenaline Taufan, semakin bersemangat pula ia jadinya. Apa yang dirasakan remaja bernetra biru safir itu hampir sama saat ia berada di atas skateboard-nya dan memacu kencang skateboard itu sekuat tenaga pada jalan menurun.

"Heheheheh." Taufan terkekeh saat ia melihat hasil pencarian berdasarkan jarak terdekat. Tidak mengherankan, dia melihat profil Fang yang jaraknya hanya sekitar dua kilometer dan profil Solar yang berjarak kurang dari lima ratus meter. Kedua profil itu pun terlihat sedang online.

Tidak berapa lama berselang pun sebuah notifikasi pesan dari aplikasi RomeoRomeo muncul di layar ponsel Taufan.

"Kak Ufan RUSUH!" Begitulah isi tulisan pesan yang diterima Taufan. Nama SmartGeek dari si pengirim pesan itu tidak dikenal oleh Taufan namun foto profil pengirim pesan itu tidak lain dan tidak bukan adalah Solar. "Aku nyaris ketahuan Kak Gempa!"

"Hahahaha." Taufan mengetik balasan pesan kepada Solar. "Tapi ngga ketahuan 'kan?"

Memang ekspresi wajah Solar tidak terlihat dalam pesan tertulis seperti itu, namun Taufan bisa membayangkan wajah cemberut Solar selagi adiknya itu menulis dan mengirim pesan.

"Dari mana Kak Ufan tahu aplikasi ini?" Solar lanjut mengirim pesan sekaligus bertanya. Jelas sekali terlihat bahwa dia mengalihkan topik pembicaraan.

"Fang." Taufan membalas pesan dari Solar. "Aku ngga sangka ada aplikasi macam begini."

"Selamat datang ..." Walau tidak terdengar karena dalam bentuk tulisan, tetap saja nada sarkastik dalam pesan tertulis Solar itu bisa terasa oleh Taufan.

"Eh ya, Sol ...," lanjut Taufan mengetik pesan. "Ngapain kita ngobrol di aplikasi begini? Kan kita serumah."

"Privasi,Kak." Datanglah pesan jawaban dari Solar. "Bisa kebongkar semua aibku kalau dekat-dekat Kak Ufan ..."

Pesan balasan dari Solar itu membuat Taufan mengrenyitkan dahi, ditambah dengan bibir sedikit monyong cemberut. 'Kesannya aku ini tukang ngegosip ya?' keluh Taufan di dalam batinnya.

Daripada menghabiskan waktu dengan mendebat Solar, Taufan memutuskan untuk menjelajahi profil-profil yang terlihat sedang online pada aplikasi RomeoRomeo itu. Apa yang ditemukan Taufan pada profil-profil yang dibacanya membuatnya meneguk ludah. Jantung Taufan pun berdegup semakin kuat. Foto-foto dari beberapa profil yang sempat dibuka oleh Taufan begitu sensual dan menggoda. Ingin sekali rasanya Taufan mencoba menegur orang-orang dibalik profil yang begitu menggoda namun jari tangannya terasa sangat berat untuk mulai mengetik dan berkenalan.

Mungkin kalau sebatas berkenalan untuk berteman, Taufan tidak merasa canggung apalagi takut. Dia dikenal sangat supel dan mudah bergaul dengan siapa saja. Taufan tidak pernah pilih-pilih dalam berteman, sangat berbeda dengan kakaknya yang tertua, Halilintar. Namun seluas-luasnya pergaulan Taufan, dia tidak pernah berkenalan untuk berkencan atau berpacaran. Mencari pertemanan di media sosial khusus untuk berpacaran adalah sesuatu yang sangat baru baginya. Selama ini yang Taufan ketahui, berpacaran itu terjadi

Gemetaran jari telunjuk Taufan tak kunjung berkurang. Sebaliknya, ujung jarinya itu malah semakin kuat bergetar seiring dengan keraguan yang semakin menjadi. Tibalah Taufan pada titik antara iya dan tidak, antara semangat dan kecemasan.

Tiba-tiba ...

"Aah!" Taufan memekik terkejut saat ponselnya mendadak bergetar. Sebuah notifikasi psan muncul pada layar ponselnya.

Buru-buru Taufan membuka pesan yang baru saja ia terima. Kembali ia meneguk ludah saat mengetahui bahwa pesan yang ia terima itu berasal dari aplikasi RomeoRomeo.

"Halo, kamu imut sekali. Bolehkah saya berkenalan dengan kamu?" Begitulah isi pesan yang dibaca oleh Taufan.

Beberapa saat lamanya Taufan terdiam, nyaris melongo sembari menatap layar ponselnya. Dia membaca nama si pengirim pesan itu untuk memastikan bahwa si pengirim itu bukanlah Fang yang sedang jahil. "Papilon." Begitulah nama si pengirim pesan yang dibaca oleh Taufan. Hanya saja masalahnya, profil orang yang menyapa Taufan itu tidak memasang foto.

"Ah sebodo amat, aku coba saja," gumam Taufan senyap. Dia pun memantapkan niatnya dan membalas pesan dari orang tak dikenal itu. "Halo juga. Boleh kok kenalan. Namaku Taufan, BoBoiBoy Taufan." Begitu isi pesan balasan Taufan.

Di tengah rasa gugup dan penasaran, otot-otot pada kedua kaki Taufan mulai bergerak secara tidak disadari oleh si empunya. Mulailah Taufan menggoyang-goyangkan kedua kakinya secara cepat dan tanpa beraturan.

Detik demi detik yang berlalu terasa seperti berjam-jam lamamya bagi Taufan, apalagi ketika aplikasi RomeoRomeo itu menginformasikan bahwa Papilon, lawan bicara maya Taufan itu sedang mengetik pesan balasan.

"Oho. Salam kenal, Taufan," ucap Papilon dalam pesannya kepada Taufan. "Aku suka dengan senyummu, begitu ceria. Mungkin karena birunya matamu yang seperti permata."

Melebarlah cengiran di wajah Taufan yang dipadu dengan kedua alis mata yang melengkung ke atas dan kedua netra biru safirnya yang berbinar-binar. 'Wuaaah, di-dia suka dengan aku?' bisik Taufan di dalam batinnya.

"Terima kasih, Papilon. Boleh aku lihat fotomu?" ucap Taufan dalam pesan balik kepada Papilon.

Tidak lama berselang, sebuah foto pun diterima oleh Taufan. "Wow ...," gumam Taufan saat dia melihat untuk pertama kalinya wajah orang yang mengajaknya berkenalan.

Wajah Papilon yang melonjong dan berkulit putih jelas sekali menunjukkan bahwa dia bukan orang Asia seperti Taufan. Rambutnya yang pirang keputihan menjuntai gemulai panjang sampai melampaui pundaknya. Penampilan Papilon boleh dibilang sedikit fenimin untuk ukuran pria remaja seumuran Taufan.

"Kamu ... cantik?" komentar Taufan melalui aplikasi. Sempat Taufan mengutuk dirinya sendiri setelah mengirim pesan yang baru saja ia tulis. Dia khawatir komentarnya itu akan menyinggung Papilon yang baru saja dikenalnya.

"Terima kasih." Begitulah jawaban Papilon yang membuat Taufan sedikit terkejut. Paling tidak Taufan bisa bernapas lega karena lawan bicaranya itu tidak tersinggung dengan komentarnya. "Hey Taufan, kamu tinggal di daerah mana? Aku di Kuala Lumpur." Sebuah pesan lagi muncul di layar ponsel Taufan.

"Aku di Pulau Rintis. Lumayan jauh dari KL," balas Taufan.

"Besok hari Sabtu. Bagaimana kalau kita ketemuan di Kuala Lumpur. Aku mau ngobrol-ngobrol sama kamu, Taufan." Undangan yang begitu mendadak dari Papilon membuat jatung Taufan terasa melompati satu detakan. Tidak pernah Taufan menyangka bahwa ia akan mendapatkan teman baru secepat itu. Kembali kebimbangan dan keraguan menyerang batin Taufan. "Ah maaf, mungkin terlalu cepat ya aku mengajak ketemuan?" Sebuah pertanyaan lagi terkirim dari Papilon.

Buru-buru Taufan membalas pertanyaan dari teman barunya itu. "Ngga kok. Aku mau. Kebetulan aku juga besok lagi free."

Sebuah emoji hati besar terhantar dari Papilon ke layar aplikasi di sisi Taufan. "Baiklah kalau begitu. Fan-Fan. Besok sore jam lima aku tunggu di stasiun Kuala Lumpur ya? Kamu pasti naik Aero Train 'kan?

"Oke, Papilon. Kita ketemu besok ya? Eh ya, apa Papilon ini nama asli kamu?" Taufan balas bertanya.

"Ah bukan. Nama asliku ... Maripos."

.

.

.
Bersambung.