.

Kill The King And Starting A New Journey Alone


.

.

BRAKKK! Pintu ruang singgasana didobrak paksa dari luar. Mayat para prajurit terlempar kesegala arah. Disana berdiri Arzio yang sudah bermandikan darah masuk ke dalam ruangan seorang diri. Sontak saja semua prajurit yang berjaga di sana langsung ambil posisi melindungi raja mereka.

Pimpinan ksatria maju paling depan dan menghunuskan pedangnya. "Lancang kau! Apa kau tahu perbuatanm-"

"DIAM KAU PECUNDANG!" Bentak anak itu dengan suara parau "Pak tua bangsat! Kau menipu kami! Kenapa ada Hydra di dungeon yang katamu untuk pemula itu!?"

"Jadi kau berhasil mengalahkannya ya?" Balas raja itu dengan santainya seakan tak ada beban atas tewasnya rekan-rekan Arzio. "Jika begitu. Maka kau lah yang pantas untuk gelar pahlawan. Sebenarnya itu adalah ujian yang kami berikan pada para pahlawan yang kami panggil ke dunia ini. Setelah sekian lama, akhirnya kami menemukan pahlawan yang berhasil melalui ujian kami."

"Jadi maksudmu kematian teman-temanku itu tak ada harganya!?"

"Tidak usah marah begitu." Ujar raja itu lagi. "Kami akan memanggil pahlawan dari dunia lain lagi untukmu kalau kau mau."

"BANGS***TT!" Arzio Murka. Dia mengepal tinjunya kuat-kuat. "Tidak akan aku biarkan hal itu terjadi lagi. Tidak akan adalagi yang menderita karena keegoisan mu!"

Menu Character select muncul. Arzio memilih Kamen Rider Ghost dan seketika tubuhnya dipenuhi asap hitam pekat. Dia pun berubah menjadi Kamen Rider Ghost. "Akan aku akhiri semua ini untuk selamanya! Dengan membunuh kalian semua!" Geram sosok itu dengan suara parau yang bergema. Dia melayang terbang di ruangan itu.

Semua orang yang ada disana terkejut dibuatnya. Tak terkecuali sang raja. Dia tak pernah tahu ada kekuatan seperti ini dari para pahlawan 'yang dia panggil'. "Apa yang kalian tunggu? Tangkap dia!"Titahnya.

Layar skill miliknya bercahaya. Beberapa skill yang diberikan oleh Iosa aktif dengan sendirinya. Seolah pengetahuan tentang skill itu masuk ke otaknya begitu saja. Tanpa ragu lagi, Ghost langsung mencobakannya. "Lightning Penumbra!". Dia mengarahkan tangannya ke atas. Petir dahsyat turun menyambar istana itu. Akibatnya atap ruang singgasana hancur. Istana itu langsung terbakar oleh api. Para prajurit dan bangsawan yang ada disana tewas tersengat aliran listrik.

[5 Hero Stone Acquired]

Para penyihir kerajaan berdatangan. Mereka langsung saja merapalkan mantera dan menembakkan sihir mereka pada Ghost. Sihir-sihir itu menembus tubuh Ghost begitu saja. Tak satupun ada yang bekerja. Ghost pun membalas. Dia munculkan Gan Gun saber lalu dia ubah ke mode Gun. Dia tembak para penyihir itu satu persatu.

[5 Hero Stone Acquired]

Ghost berpaling ada si raja yang masih berdiri di dekat singgasananya seorang diri. Gan Gun Saber kembali dia ubah ke mode pedang. Dia melayang turun ke hadapan lelaki itu. Tangannya gemetaran ingin segera menggorok leher pak tua itu.

Tiba-tiba satu lagi skill aktif. 'Return to Iosa' tertulis pada nama skill. Arzio tersenyum sinis dibalik helmnya saat melihat nama skill itu. "Kau akan membayar dosa mu. Padaku, dan pada sang dewa!"

"T-Tunggu! Aku melakukan ini demi dunia ini! Jika tak kulakukan ini, maka dunia ini akan hancur!" si raja membela diri. "Kau tak bisa melakukan ini padaku!"

SLASH

Ghost menebas lengan kiri pak tua itu. Pria tua itu pun langsung menjerit kesakitan sejadi-jadinya. Dia jambak rambut pria itu, lalu dia dekatkan wajahnya. "Kalau begitu akupun melakukan ini demi dunia asalku. Takkan ku biarkan kau membawa siapapun ke dalam penderitaan di dunia hina ini lagi." Katanya. Kali ini dia injak-injak tubuh pria itu lalu dia tendang tubuh pria itu hingga terlempar jauh. "Jika kalian tak mampu mempertahankan dunia kalian sendiri, maka kalian tak pantas hidup di dunia ini!"

"Sekarang, biar sang Dewa yang menentukan hukuman kalian. Return to Iosa!" Ghost mengangkat tangannya. Dari langit tercipta lingkaran sihir yang kemudian menjelma menjadi Black Hole. Lubang hitam itu menghisap istana tadi beserta seluruh isinya. Banyak yang mencoba menyelamatkan diri, tapi tak satupun dari mereka berhasil lolos. Semuanya terangkat kelangit dan masuk ke dalam lubang hitam raksasa itu.

[25 Hero Stone Acquired]

Selesai. Semuanya selesai. Istana itu beserta seisinya lenyap tak bersisa. Sisanya dia serahkan pada Iosa. Entah mau dia apakan mereka semua. Tak ada lagi yang tersisa disini. Arzio puas. Kini dia dan Sofia harus melakukan pemakaman untuk teman-teman mereka yang tewas di sarang Hydra.

.

.

.

.

Hujan turun dengan derasnya di luar sana. Usai memakamkan teman-temannya, Arzio hanya berdiam diri di kamar miliknya itu. Tubuhnya terus saja gemetaran semenjak mereka keluar hidup-hidup dari dungeon yang ternyata adalah sarang Hydra itu. Takut, Marah. Perasaannya bercampur aduk.

Setelah upacara pemakaman selesai, dia dan Sofia menyewa 2 kamar di sebuah penginapan di kota. Saat itu ibukota kerajaan sedang kacau karena istana kerajaan yang hilang di telan lubang hitam di langit. Para prajurit, bangsawan dan penduduk panik akibat kejadian itu. Mereka mengkambing hitamkan para iblis. Jadi Arzio lolos dari kecurigaan.

Dia mengecek inventory-nya. Saat ini di punya 26 Hero Stone. Di Dunia ini, dia membutuhkan Hero Stone untuk mengaktifkan skill pemberian Iosa, juga meng-unlock Zi-O dan Zero-One bersama masing-masing formnya. Beberapa Hero-Stone sudah terpakai saat dirinya mengamuk di istana. Nampaknya Iosa membantunya dan mengaktifkan beberapa skill dengan paksa yang membuatnya harus kehilangan beberapa Hero Stone. Namun dia tak akan menyalahkan si Dewa itu. Saat itu dia memang membutuhkannya.

"Masing-masing 250 Hero Stone untuk Zi-O dan Zero-One..." Gumamnya dengan muka pucat. "Aku juga butuh Hero Stone untuk mengaktifkan skill. Ini menarik...tapi aku benar-benar nggak punya motivasi saat ini."

Pintu kamar terbuka. Disana berdiri seorang wanita cantik berambut coklat yang sangat dia kenal. Pahlawan healer, Sofia. Wanita itu masuk dan duduk di samping Arzio. Kala itu dia hanya mengenakan baju tidurnya.

"Kau baik-baik saja Arzio?" Tanya Sofia. "Kau kelihatan tidak sehat."

"Aku hanya sedikit terguncang." Jawab anak itu. "Di dunia asalku aku hanyalah seorang anak yang cinta damai dan selalu menghindari permusuhan. Tapi baru dua hari di dunia ini aku sudah membunuh banyak sekali orang. Ku rasa, mentalku tak siap. Rasanya batinku sedikit sakit. Mungkin ini yang disebut depresi ya...Kukira awalnya aku akan berkenala di sebuah dunia yang penuh ceria. Nyatanya..."

Sofia memeluk tubuhnya. Tentu saja Arzio sempat kaget dibuatnya. Namun wanita itu menenangkan dirinya. "Tak apa. Semua ini bukanlah salahmu. Kita tak punya pilihan lain. Semua yang kau lakukan itu, demi kita semua kan?" ucap Sofia lembut.

Arzio terdiam. Dia sedikit tenang. "Kau mungkin benar. Semua ini demi kebaikan kita semua. Aku harus berhenti berfikir naif."

Sofia tersenyum puas menyadari aksinya barusan berhasil. Dia mencoba mengganti topik agar anak itu tak terus-terusan kepikiran akan 'dosa-nya' itu. "Jadi, mulai dari sekarang apa yang akan kau lakukan?"

Arzio menggeleng. "Tidak tahu. Kalau mengikut dari game-game rpg dan anime, aku akan pergi mendaftar di guild petualang dan hidup sebagai seorang petualang. Menyelesaikan quest dan mendapat bayaran. Tapi kurasa dengan semua harta yang kita dapat dari sarang Hydra sudah cukup untuk menghidupi kita sampai mati."

"Bagaimana dengamu, Sofia-san?" Giliran Arzio yang bertanya.

Sofia berfikir panjang. "Aku tidak tahu. Saat ini aku benar-benar tak tahu menahu tentang semua ini. Jadi satu-satunya yang bisa aku lakukan hanyalah bergantung padamu, Arzio." Jawabnya. "Ya...itupun jika kau tidak keberatan."

"Tentu saja. Sofia-san adalah satu-satunya orang yang ku punya di dunia ini. Aku tak mau kehilangan dirimu juga." Balas anak itu.

"Hee...apa itu sebuah lamaran?" Goda wanita itu. "Jadi kau tidak keberatan dengan wanita yang usianya lebih tua darimu ya?"

"Eh!? B-Bukan begitu. Maksudku..."

"Hihihi. Aku becanda kok." Kata Sofia sambil tertawa. "Yah...akupun nggak masalah sih."

"Sofia-san...ku mohon berhenti menggodaku..."

Arzio jadi salah tingkah. Sofia pun tersenyum puas. Setidaknya dengan begini dia bisa mengangkat kesedihan anak itu walau hanya sesaat. Dia pun kemudian membaringkan tubuhnya di atas kasur milik Arzio.

"Ano...Sofia-san. Apa yang kau lakukan?" Tanya anak itu.

"Sudah malam. Ayo kita tidur." Ajak wanita itu.

"Lalu, kenapa kau tidak tidur di kamarmu?"

"Aku takut tidur sendiri. Apalagi aku belum terbiasa sama dunia ini. Kau tak keberatankan?" Tanya Sofia. Dia kemudian dapat ide untuk menggoda anak ini lagi. "Atau jangan-jangan kau takut tidur dengan seorang wanita? Perjaka tulen ya?"

"Glek" Arzio terkesiap. Keringat dinginnya bercucuran. "T-T-Tentu saja tidak! Aku ini pria jantan! Benar! Tidur dengan seorang wanita bukanlah apa-apa bagiku! Aku sudah sering tidur dengan wanita! Itu bukan masalah!" Katanya membela diri.

"Heee...benarkah?" Tanya Sofia. Dia sedikit tertawa melihat tingkah anak itu. "Kalau begitu kenapa kau tidak kemari dan tidur bersamaku?"

"I-Itu...Anu...anu..." Sesaat dia ragu. Tapi kemudian dia buang semua kebimbangannya itu. Dengan wajah merah padam dia tidur di kasur membelakangi Sofia.

"Hey ayolah. Kenapa kau membelakangiku begitu?"

"Tidak. Tidak ada alasan khusus kok. Aku lebih suka begini."

Sofia tertawa kecil. Sepertinya Arzio sudah tak lagi mengingat kesedihannya. Dengan begini, dia pun bisa tidur dan beristirahat dengan tenang.

"Selamat malam, Arzio." Ucap wanita itu.

.

.

.

.

Keesokan harinya seperti yang direncanakan, Arzio dan Sofia pergi menuju Guild petualang. Saat ini situasi kerajaan masih kacau. Prajurit disiagakan di semua sisi. Beruntungnya tak ada yang tahu dalang dari hilangnya istana kerajaan bersama para petinggi dan sang Raja. Dengan begini, Arzio pun bebas dari segala tuduhan. Tapi jika diharuskan, dia tak akan ragu menghancurkan kerajaan ini sepenuhnya.

Saat ini Arzio membutuhkan Hero Stone untuk mengakses Zi-O dan Zero-One, juga untuk mengaktifkan skill miliknya. Sejauh ini cara yang dia ketahui untuk mendapatkan hero stone hanyalah dengan menyelesaikan pencapaian khusus seperti membunuh raja, dan juga mengalahkan monster. Berdasarkan pada pertarungan terakhirnya melawan hydra, sepertinya semakin kuat monster yang di lawan, semakin banyak pula Hero Stone yang didapat. Maka dari itu menjadi seorang petualang adalah keputusan terbaik yang dia punya.

Sofia sendiri tak keberatan ikut dengan Arzio. Mengingat dia sama sekali tak punya tujuan di dunia ini lagi, dia hanya bisa menggantungkan dirinya pada anak itu. Meskipun dia sedikit risih dengan tatapan orang-orang yang terpesona memperhatikan dirinya.

"Cantik sekali ya..."

"Mereka suami istri?"

"Apa dia seorang dewi?"

Bisikan-bisikan itu terdengar jelas di telinganya berkat kekuatan pahlawannya yang membuatnya mampu membaca isi hati siapapun yang dia lihat. Sofia pun hanya bisa menahan diri dengan wajah yang merah padam.

Di tengah perjalanan mereka, Arzio dan Sofia di hadang oleh gerombolan pasukan kerajaan yang langsung mengepung mereka semua. Tentu saja, Arzio langsung bersiap untuk mengakses Kamen Rider Ghost.

"Tunggu!" Seru seseorang dari balik para pasukan. Sosok itu keluar. Seorang anak laki-laki nan gagah berani berambut putih dengan armor yang megah. Arzio tahu orang ini. Dia adalah pangeran di kerajaan ini. Kabarnya dia di usir dari istana oleh sang ayah karena suatu alasan. "Aku Servegus, pangeran sekaligus pewaris tahta di kerajaan ini!"

"Oh..." Arzio manggut-manggut. "Jadi kau tahu kalau akulah yang sudah menghabisi nyawa ayahmu dan seisi istana ya? Kau mau balas dendam?"

Anak itu menggeleng. "Aku memang bersedih atas kematian ayahku. Tapi aku pun tak bisa menyalahkan kalian. Apa yang dilakukan oleh ayahku itu, memanggil pahlawan dari dunia lain untuk kepentingan perang, adalah hal yang salah. Aku sudah mencoba menghentikannya tapi dia malah mengusir diriku keluar dari istana. Sekarang dia sendiri yang terkena imbasnya. Apa yang terjadi, adalah karma yang sudah seharusnya dia terima."

"Lalu? Apa tujuan dari kedatanganmu kemari pangeran? Tidak. Yang mulia raja?"

"Memang benar aku adalah pewaris tahta. Tapi kenyataannya saat ini aku masihlah belum mampu memimpin kerajaan ini. Baik secara mental maupun pengalaman. Satu-satunya harapan kami adalah kalian para pahlawan. Terutama untuk nona Sofia. Meskipun ini tak pantas kami ucapkan, tapi kami mohon! Bantulah kami! Pimpinlah kerajaan ini! Jika terus dibiarkan begini, para bangsawan akan bertindak semena-mena, rakyat akan menderita dan kerajaan ini akan hancur!"

"Lalu apa yang membuatmu berfikir kalau aku bisa mempercayaimu? Apa jaminan kalau kau tidak akan melakukan hal yang mengerikan pada Sofia-san seperti apa yang dilakukan ayahmu pada teman-temanku?"

"Karena jika kami sampai berbuat macam-macam, kau akan mengamuk dan menghabisi kami semua sama seperti yang kau lakukan pada ayahku dan seisi istana." Kata Servegus lantang. "Aku tidak sebodoh ayahku. Jika kau seorang diri mampu mengalahkan Hydra itu, maka tak ada satupun orang yang bisa mengalahkanmu. Bahkan sekalipun seisi kerajaan ini bersatu. Aku mohon, bantulah kerajaan ini! Jadilah ratu kami! Selamatkanlah kami, nona Sofia!"

Si pangeran bersama ajudan dan para prajurit berlutut dihadapan mereka. Sofia pun merasa kasihan. "Baiklah. Aku bersedia. Bawa aku bersama kalian." Jawab wanita itu.

"Sofia-san? Kau yakin!?"

Sofia mengangguk. "Walaupun ini awalnya adalah kesalahan mereka, tapi jika dibiarkan terus begini maka seluruh kerajaan akan kacau bukan? Aku memanglah bukan seorang raja atau apalah. Tapi setidaknya dengan pengalamanku sebagai manager selama beberapa tahun, aku bisa menangani masalah ini. Sisanya tinggal aku pelajari disana."

"Jika kau tak keberatan, aku pun tak dapat mempermasalahkannya. Hanya saja..."

"Anda tak perlu khawatir tuan Arzio." Sela si pangeran. "Aku Servegus Tyrion, bersumpah atas nama ibuku di surga, akan menjaga nona Sofia sekuat tenaga ku! Bahkan meski aku harus mengorbankan nyawaku!"

Arzio terdiam. Sejujurnya dia tak tahu pilihan apa yang harus dia buat. Dia benar-benar takut. Tapi dia sadar dia tak bisa terus begini. "Aku mengerti. Kalau begitu aku serahkan 'kakak'-ku ini padamu. Tolong jaga dia, pangeran Servegus." Ucap Arzio sedikit ragu.

"Waahh!" Sofia mendadak melompat dan memeluk Arzio. "Jadi sekarang aku udah jadi onee-chan mu ya? Ayo panggil aku onee-chan dong Arzio-kun."

"S-Sofia-san hentikan!"

"Kalau begitu baiklah. Kami akan segera membawa nona Sofia ke istana darurat kami selagi Istana Kerajaan kembali di bangun. Aku akan memastikan yang mulia nona Sofia mendapatkan pelayanan yang layak." Ujar Servegus.

"Kapan-kapan kunjungi aku yah!" Sofia mencium piki Arzio. "Dah Arzio."

Arzio hanya terdiam. Ciuman barusan memberinya MIGHTY CRITICAL STRIKE! Ini pertama kalinya ada wanita lain selain ibunya yang mencium dirinya. Dia hanya diam dan melambaikan tangannya...Sampai kemudian sebuah ide muncul di otaknya.

"Tunggu!" Seru anak itu.

Sang pangeran pun berbalik. "Ada apa tuan Arzio?" Tanya dia.

"Aku tahu membangun istana baru akan memakan banyak waktu dan uang. Semakin banyak uang, semakin besar dan semakin cepat istananya bukan?" Kata Arzio. Dia membuka inventory-nya lalu mengambil 500 koin emas. "Kalian bisa gunakan ini."

Semua orang yang ada disana membelalak tak percaya. Tiba-tiba saja seonggok besar koin emas muncul di samping Arzio. "B-Ba-Bagaimana bisa!?" Tanya Servegus takjub.

"Aku menyimpannya." Jawab Arzio pendek. "Mungkin tak seberapa, tapi aku ingin kau gunakan ini untuk membangun istana baru."

"TAK SEBERAPA!?"

"Arzio-kun! Apa kau sadar dengan ucapanmu barusan? Dengan uang sebanyak itu kau bisa membeli sebuah negara." Hardik Sofia.

"Oh, kalau begitu sisanya kau simpan saja Sofia-san." Jawab anak itu dengan entengnya. "Kau simpan saja di inventory mu. Ya anggap saja hadiah perpisahan dariku."

Arzio berbalik dan pergi dari sana. "Yah, sisanya kuserahkan pada kalian. Semoga saat kita bertemu nanti, semuanya sudah menjadi lebih baik." Ucapnya pamit.

Arzio sudah memutuskannya. Dia akan pergi berkelana. Guild petualang bukan lagi tujuannya. Dia akan pergi dari kota itu, mencari kehidupan barunya di dunia ini.

"Berlagak keren itu asik juga ya..."

.

.

.

.

[25 Hero Stone Acquired]