.
The Mighty, The Amazing Mighty
.
.
"Mana Potion ini enak juga..." Gumam Dimitri setelah meneguk habis mana potion miliknya. "Aku bisa menjadikan ini sebagai pengganti vodka. Itung-itung buat mengurangi kecanduanku pada alkohol. Pulang nanti akan ku beli 1 botol."
Sehari perjalanan, Dimitri sudah sampai di tempat tujuannya. Tempat itu adalah sebuah desa kecil yang cukup lusuh. Ada yang janggal dari desa itu, sangat sedikit orang yang berada di luar. Kalaupun ada semuanya laki-laki. Dan lagi tatapan mereka padanya terasa tidak mengenakkan.
"Permisi. Aku dari Guild petualang, datang untuk menyelesaikan Quest." Seru pria itu sambil mengangkat kertas quest yang dia bawa. "Um...ini dari Shae. Apa Shae ada disini?"
Pintu sebuah rumah terbuka. "Ah, Shae, jangan!" Seru seorang wanita dari balik pintu itu. Tapi kemudian seorang gadis belia keluar dari sana dan berlari ke arah Dimitri sambil membawa sebuah keranjang. "A-Aku! Aku Shae! Aku yang sudah memberi misi itu." Ujar gadis itu dengan raut wajah yang ketakutan.
Semua orang nampaknya memperhatikan mereka. Dimitri langsung tahu kalau ada sesuatu yang tidak beres disini. Tapi dia tak mau terlalu menarik perhatian sekarang ini. Jadi dia akan pura-pura ikut bermain. Mungkin dia bisa mendapatkan sedikit-banyak informasi dari gadis ini. "Itu...mengumpulkan tanaman obat di hutan kan?" Tanya Dimitri.
"Permisi, apa ada yang bisa saya bantu tuan petualang?" Seorang pria tua datang menghampiri mereka berdua. Anak bernama Shea ini sempat sedikit takut saat pak tua itu datang. Yang mana hal ini kembali menaruh kecurigaan pada Dimitri. "Namaku Svein, aku kepala desa disini." Pria tua itu memperkenalkan diri.
"Oh, anak ini memintaku menemaninya untuk mengambil beberapa tanaman obat di hutan." Jawab Dimitri, tenang seperti biasanya.
"Oh, begitukah? Tapi saat ini desa sedang dalam kondisi yang gawat akibat munculnya monster di hutan. Akan sangat bahaya jika Shea sampai ikut." Cegah pak tua itu. "Ah begini saja, bagaimana kalau Shea membuat catatan dan anda mencarikannya sendiri? Saya akan beri bayaran lebih kok."
"Aku tak keberatan sih. Tapi aku tidak tahu bentuk dari tanaman yang akan di cari. Jadi akan lebih mudah kalau Shea ikut denganku." Dimitri mencari akal. Dia tak akan larut dalam permainan ini begitu mudahnya. Dia mencoba menekan kepala desa itu. Pria itu pasti berfikir jika Dimitri akan curiga kalau permintaannya di tolak terus. "Anda tak perlu khawatir. Aku tahu apa yang aku lakukan. Lagipula, aku ini cukup kuat loh!"
Svein berfikir panjang. Dia terlihat sedikit terpojok. "Baiklah." Dia menghela nafas panjang. Pria itu menghampiri Shea. "Shea, tolong jangan merepotkan tuan petualang kita yah..." Ujarnya seranya meletakkan tangannya di pundak gadis itu. Terkesan seperti seorang kepala desa yang ramah. Tapi mata Dimitri melihat jelas urat-urat tangan pria itu menonjol keluar. Pria itu jelas-jelas sedang mencengkeram kasar bahu anak itu.
"Nah ayo!" Ajak Dimitri. Dia tak menunjukkan ekspresi yang berbeda. Berharap mengecoh mereka dan pura-pura ikut ambil peran dalam permainan sandiwara ini. Dia raih tangan Shea lalu, dia bawa gadis kecil itu pergi dari desa. "Pikirmu akan semudah itu menipuku?"
Agar tak menimbulkan kecurigaan, Dimitri membawa Shea menuju hutan sesuai yang tertera dalam kertas misi. Dia membawa gadis itu masuk agak dalam. Kemudian...
DOR! DOR! DOR!
Dengan sebuah pistol yang dia tarik keluar dari jas abu-abu miliknya, dia lepaskan tembakkan pada 3 orang yang sedari tadi mengikutinya diam-diam sejak mereka meninggalkan desa. Pistol ini adalah 'cheat' lain yang dia terima saat dia terkirim kedunia ini. Tokarev TT-33. Tidak memerlukan amunisi karena yang ditembakkan adalah peluru sihir yang tak ada habisnya. Seperti Arzio yang memperoleh skill dari Iosa sebagai cheat ke dua setelah kekuatan Kamen Rider, Dimitri memperoleh pistol TT-33 sebagai cheat ke duanya.
"Akhirnya kita bebas juga..." Katanya lega. Dia menyimpan pistol itu kembali ke dalam jasnya. Dia sadar Shea terlihat sedikit ketakutan. Pria itu pun tersenyum. "Tenanglah, aku bukan orang jahat seperti mereka."
"Nah Shea, kenapa tidak kau mulai menceritakan padaku semua yang ingin kau ceritakan?" Dimitri bertanya lagi. "Si Svein itu, dia bukan kepala desa kan? Siapa dia?"
Shea menggelengkan kepalanya. "Mulai dari sekarang, dia adalah kepala desa. Itu perintah kerajaan..."
"Mulai dari sekarang?"
"Kepala desa yang lama sudah dibunuh. Pagi itu tiba-tiba mereka datang dan bilang kalau desa akan berada dalam kendali mereka. Pak kepala desa menentangnya lalu kepalanya dipenggal begitu saja." Gadis itu menjelaskan. "Kami semua diberi aturan yang sangat ketat oleh kepala desa yang baru. Tapi bukan hanya itu saja. Setiap minggu selalu saja ada 1 orang yang hilang. Sudah hampir 3 bulan tapi tak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dan yang terakhir...ayahku..."
"Jadi misi mengumpulkan tanaman obat ini hanyalah umpan agar ada yang mau menyelamatkan desa kalian?" Dimitri mengambil kesimpulan. "Begitu ya. Karena mereka orang-orang langsung dari kerajaan, pasti mustahil jika minta tolong secara langsung."
Pria itu menghela nafas panjang. "Haaahh...Padahal aku cuma mau hidup yang tenang." Gumamnya sambil menarik keluar TT-33 miliknya. Dia teringat akan kenangan masa lalu. Dimana dia terpaksa membantai sebuah desa dalam perang karena itu perintah langsung dari PBB. Itu adalah salah satu dosa besar yang dia perbuat dalam perang. Semua ini terasa seperti karma baginya. Dia menggenggam erat pistol miliknya penuh emosi. "Harusnya langsung saja kau bilang padaku saat kita berada di desa."
"Tapi...orang-orang itu akan-"
Shea nampaknya hampir menangis. Dimitri pun mengusap kepala gadis itu. Melihat pemandangan seperti ini. "Tidak perlu khawatir. Mereka tak akan bisa membunuhku. Aku ini terlalu kuat."
.
.
"Hei lihat dia kembali!" Ujar salah satu penjaga yang berdiri di gerbang masuk desa. Mereka sedikit keheranan dimana gadis kecil yang tadi ikut bersamanya.
"Hei kau. Bukannya tadi kau perg-"
DOR! DOR! DOR! DOR!
Peluru sihir milik senjata Dimitri telah terlebih dahulu menembus tubuh mereka. "Semuanya berlindung dalam rumah kalian! Aku akan membunuh mereka semua!" Sorak pria itu lantang.
Dengan pistol di tangannya, satu persatu bawahan Svein pun tewas. Seperti di Yugoslavia kala itu, mau itu laki-laki ataupun perempuan, tua ataupun muda, siapapun yang mengangkat senjata kearahnya mati di tangannya. Sebuah sejarah buruk yang kembali terulang bagi dirinya.
"T-Tunggu! Hentikan!" Svein menunjukkan batang hidungnya. "Apa kau sadar dengan apa yang sedang kau lakukan!? Kau berani menentang perintah keraja-"
Belum lagi Svein menyudahi ucapannya, kepalanya sudah hancur oleh peluru sihir milik Dimitri. Tak ada waktu untuk mendengar bacotan. Semuanya selesai. "Hei Shea, kau sudah bisa kemari." Panggilnya pada Shea yang bersembunyi di balik pagar
"Hooo kau pria yang kuat untuk seorang petualang Rank-F ya..." Ujar seorang wanita yang menampakkan diri entah dari mana. "Sungguh sangat disayangkan kita ada di pihak yang berseberangan. Namaku Aleida, aku adalah penyihir kerajaan Lantre."
"Jadi kau dalang di balik semua ini?" Dimitri kembali mengangkat pistolnya dan menarik pelatuk senjatanya. Beberapa tembakkan dia lepaskan dan mengenai wanita itu. Tapi sesuatu yang ajaib terjadi. Luka tembakan pada tubuh wanita itu sembuh.
"Apa-Apaan?" Tanya Dimitri tak percaya.
"Seperti yang kau lihat, aku ini abadi! Ini adalah hasil pencapaianku setelah puluhan tahun aku bereksperimen."
"Tidak. Yang aku tanyakan apa-apaan pakaianmu itu. Bukannya itu terlalu terbuka? Buah dadamu serasa terekspos bebas."
"..."
"..."
"Seperti yang aku bilang tadi. Keabadianku ini adalah hasil eksperimen sihir ku selama bertahun-tahun. Aku mengorbankan banyak elf dan demonkin untuk mendapatkan kekuatan yang luar biasa ini." Wanita itu memulainya kembali.
"Lantas, apa tujuanmu memperalat desa kecil ini? Ku yakin desa ini sama sekali tak ada artinya bagimu bukan?" Tanya Dimitri.
"Yah...dalam pencarianku untuk mendapatkan keabadian, aku menemukan sesuatu yang tak kalah berharganya."
Tanah tiba-tiba bergetar hebat. Dari dalam tanah jauh dari desa, sebuah makhluk aneh berwujud binatang berkaki empat dengan beragam macam kepala yang menyerupai hewan keluar. Dua pasang sayap dan ekor kalajengking. Sebuah iblis yang mengerikan.
"Dia adalah satu dari 13 iblis agung yang dulu hampir menghancurkan dunia. Siapa sangka aku yang jenius ini mampu menjinakkannya. Chimera. Tidakkah dia indah bagimu?" Kata wanita itu sambil tertawa kayak orang kesetanan.
"Dan orang-orang di desa ini...kau menjadikan mereka sebagai tumbal?"
"Seperti yang kau lihat, dia belumlah sempurna. Dia membutuhkan energi yang lebih besar agar bisa bangkit seutuhnya. Raja bodoh itu mau saja percaya dengan apa yang aku katakan. Dan sekarang aku menjadikan desa kecil ini sebagai ternak untuk makanan mainan kecilku yang berharga. Setidaknya sampai mereka semua habis dimakan."
"Aku yakin kau punya tujuan yang lebih besar dari pada itu. Apa yang sebenarnya kau inginkan. Apa yang akan kau lakukan setelah iblis ini sempurna seperti yang kau katakan?"
"Sudah jelas kan?" Wanita itu menyeringai jahat. "Aku...akan jadi dewa..."
"Heh, klise sekali. Sudah ku duga."
Dimitri menembak tubuh wanita itu lagi berkali-kali. Tapi sama seperti sebelumnya, semua itu tak ada artinya. Lukanya langsung sembuh seperti sedia kala. Dia merasa situasinya tak akan menjadi semakin baik.
"Sial..." Dia menggeram kesal. "Shea! Suruh semuanya pergi menjauh dari desa ini! Cepat!"
"B-Baik!"
Sesuai perintah Dimitri, Shea bersama yang lainnya pergi dari meninggalkan desa. Tentu saja Aleida tak membiarkannya begitu saja. Tapi Dimitri berhasil menahannya. Meskipun tembakannya tak mampu melukai tubuh wanita itu, tapi impact akibat serangannya tetap berhasil menghentikan pergerakan wanita tadi.
"Kau...!" Aleida beralih menyerang Dimitri. Dia melesat cepat menyerang pria itu. Cakar-cakar tajam tumbuh di jari-jemarinya. Dia sudah bukan lagi manusia.
BRAAKK
Tangan kanan Dimitri berubah menjadi Kuuga Mighty Form dan langsung menghantam wajah Aleida. Kepalanya hancur. Isi benaknya berhamburan. Tapi lagi-lagi, tubuhnya beregenerasi dan pulih. Dimitri pun tak punya pilihan selain melepaskan tembakan untuk menjaga jarak.
"Begitu ya...mendapatkan keabadian berarti harus membuang sisi kemanusiaanmu." Gumam pria itu. "Kau menyedihkan..."
Wanita itu hanya tertawa tak menghiraukan perkataan Dimitri barusan. "Kau tak memberiku pilihan..."
Aleida menjerit keras. Sebuah jeritan yang tak akan pernah keluar dari mulut seorang manusia. Monster raksasa yang tadi dia panggil datang mendekat mendengar suara jeritannya. Dimitri pun mengambil langkah mundur, bersiap untuk kemungkinan terburuk. Sungguh tak terduga olehnya, monster itu malah menelan Aleida, tuannya, hidup-hidup.
"A-Apa!?"
Tubuh monster itu bergejolak tepat setelah menelan Aleida. Perlahan wujudnya berubah. Warnanya berubah menjadi hitam legam dengan beberapa bagian yang merah menyala. Ukurannya membesar. Dia memakan Aleida untuk mencapai kesempurnaan. Tidak. Aleida yang menyerahkan dirinya.
"Pada akhirnya...Aku menjadi dewa!" Seru Aleida dari dalam tubuh iblis itu. Pada bagian puncak kepalanya, muncul kepala wanita itu yang kini terlihat lebih mengerikan. Dia menyatu dengan iblis itu.
"Kau wanita gila!" Seru Dimitri. Dia mencoba menyerang iblis itu dengan senjatanya, tapi semua itu tak ada gunanya. Dia pun berbalik dan bermaksud melarikan diri, tapi serangan dari monster itu meledak tepat di hadapannya. "BLYAT!" Dia pun terlempar dan jatuh terguling di tanah.
"Aarggh...padahal quest yang aku ambil cuma mengambil tanaman obat." Keluh pria itu. Dia kembali berdiri. "Kalau sudah begini..."
Dimitri mengambil ancang-ancang. Dia bersiap dengan pose khas yang selalu dia lihat di layar televisi. Matanya berpaling pada sang lawan yang ada dihadapannya. "Jika segitunya kau ingin bertarung denganku, maka lihatlah...diriku...HENSHIN!"
Tubuh Dimitri bercahaya. Armor-Armor berwarna merah muncul melindungi tubuhnya. Semua luka ditubuhnya mendadak sembuh seperti sedia kala. Mata merah besar dan tanduk emas menghiasi kepalanya. Dia bertransformasi menjadi Kuuga. Mengangetkan semua orang yang menyaksikannya.
"K-Kau kan...Kau yang mengamuk di kerajaan Eltisia hari itu!" Iblis itu membelalak tak percaya dengan apa yang dia lihat. Panik. Secara reflek dia tembakkan bola-bola api pada Kuuga.
Kuuga menghindar dengan berguling ke samping. Dia raih sebuah batang kayu yang berada tak jauh dari jangkauannya dan dia pegang layaknya sebuah tongkat. Dengan ajaibnya, batang kayu itu berubah menjadi tongkat panjang berwarna biru dan emas. Wujudnya juga ikut berubah menjadi warna biru-emas. Kuuga pun kemudian menggunakan tongkat tadi untuk menepis bola-bola api yang ditembakkan oleh iblis Aleida padanya.
Kuuga melompat dan melambung tinggi menuju Aleida. Dalam wujud ini, lompatannya jauh lebih tinggi dari pada biasanya. Sekuat tenaga dia hantamkan bagian ujung tongkat itu pada sang iblis hingga membuat iblis itu terpukul mundur. Namun si iblis tak mau kalah, dia membalas Kuuga dengan hentakan ekor miliknya. Akibatnya mereka berdua pun saling terlempar ke arah yang berlawanan. Kuuga bisa mendarat mulus sementara Aleida terlempar ke langit.
"Sudah saatnya." Kuuga menghirup nafas dalam. Untuk kedua kalinya, dia silangkan kedua tanganya di depan tubuhnya seperti posisi dia akan berubah tadi. Tenang. Jiwanya terasa tentram. Aliran energi berwujud cahaya muncul menari-nari mengelilingi dirinya. Kristal merah pada sabuknya berubah warna menjadi warna emas. Armor-armor nya yang berwarna biru terkelupas sehingga kini berwarna hitam kelam dengan beberapa bagian yang berwarna emas. Dia berubah menjadi Kuuga berwarna hitam.
"Cih! Mau berapa kalipun kau berganti warna, kau tak akan bisa menghentikanku!" Ejek iblis itu dengan nada menghina.
Kuuga tak menjawab, tak mempedulikannya. Dia bersiap. Kakinya menyala-nyala. Aliran listrik berwarna keemasan muncul menjalari tubuhnya. Ksatria itu kemudian berlari ke arah Aleida. Setiap langkahnya menimbulkan percikan api yang sangat panas dan semburan listrik. Tanah bergetar setiap kali dia menghentakkan kakinya. Lalu dengan satu lonjakkan kuat, dia melambung tinggi ke langit. Sebelum kemudian dia menukik tajam ke arah sang iblis dengan tendangan yang berpadukan cahaya. "HORIYAA!"
Iblis Aleida Tak tinggal diam. Dengan kekuatannya dia ciptakan bola-bola sihir lalu dia lemparkan ke arah Kuuga. Tak lupa juga dia ciptakan dinding pelindung berlapis-lapis untuk menahan serangan Kuuga. Namun diluar dugaannya, semua bola sihir itu tak mampu menghentikan Kuuga. Semua dinding pelindung yang dia siapkan ditembus dengan mudahnya. Dia mencoba menahan serangan Kuuga dengan sayap yang dia miliki, tapi semua itu sia-sia. Tendangan penghabisan milik Kuuga mendarat menghantam dadanya. Melemparkan iblis itu belasan meter kebelakang.
Aleida Tertawa cekikikan. "Dasar bodoh. Tak peduli serangan apapun yang kau berikan padaku, aku abadi!" Katanya sambil mencoba memulihkan tubuhnya yang terluka. Tapi tak ada yang terjadi. Tubuhnya tak bisa kembali sembuh seperti sebelumnya. Regenerasinya tak bekerja. Malah kini tiba-tiba saja simbol Kuuga muncul di tengah-tengah dadanya. "A-Apa yang terjadi!? Kenapa!?"
"Tak peduli kau menyebut dirimu dewa sekalipun, kenyataannya kau terlahir sebagai seorang manusia. Dan manusia selalu memiliki batas. Batasan yang disebut dengan konsep kehidupan dan kematian." Kuuga berdiri menantang iblis itu. Dia menunjuk ke simbol Kuuga yang bersinar terang di tubuh monster itu. "Simbol yang ada di tubuhmu itu, mengikat hukum kehidupan dan kematian. Keabadianmu, tak lagi ada artinya."
"Mustahil...aku...akan...mati?" Iblis itu membelalak tak percaya menghadapi kematian yang ada didepan matanya. Dia kemudian menutup matanya. Pasrah. Dia tersenyum menyadari ketidakberdayaannya. "Begitu ya..."
Perlahan tubuh Aleida retak sedikit demi sedikit. Retakan-retakan itu bersinar terang. Tak lama kemudian, tubuh iblis itupun meledak dengan hebatnya. Mengguncang bumi, menyapu segala yang ada di dekatnya. Pilar cahaya tercipta dari ledakan dan menjulang tinggi ke langit. Menjadi penanda kemenangan Kuuga, sekaligus mengakiri pertarungan diantara mereka berdua.
"Aku menang." Ujar Dimitri pelan.
"Entah kenapa, kemenangan ini benar-benar terasa sangat manis...Sangat berbeda dengan di medan perang."
"Jadi pahlawan...ternyata seru juga ya..."
