Seseorang, dengan kurang ajar menghidu rahangnya seolah menikmati setiap harumnya, dan tangan lain memerangkapnya dalam cengkeraman lengan di sekitar bahunya. Jangan lupakan bagaimana tangan kasar yang bebas lainnya menggosok paha kirinya dengan sentuhan ringan yang mengerikan.

"Hmm, beb, harum seperti perkiraan." Dan seluruh sisinya tiba- tiba di kelilingi makhluk besar berbagai warna kulit dan rupa. Hanya saja wajah mereka sama- sama menampilkan seringai menjijikkan.

.

X-Men

(Yang tentu saja bukan milik saya)

Chara : Charles Xavier & Erik Lehnsherr

Warning : Kekerasan, umpatan, ucapan kurang sopan. Dan bromance, mungkin.

Tentu saja, penjara, narapidana dan hal buruk lainnya.

.

Break The Line Part 2

Enjoy~

"Daniel." Bob menyapa, wajahnya mengkerut tajam tidak senang.

"Yo, Bob. Tidak adil memonopoli pendatang baru untuk dirimu sendiri." Pria di punggungnya berseru. Charles bisa merasakan ia sedikit mencemooh Bob dengan seringaiannya.

"Ada tiga pendatang lain, mengapa tidak mulai dari yang lebih tua."

"Kenapa harus memilih barang lama, jika ada yang gres di sini. Benarkan?"

Semua tertawa. Lalu tangan di bahu menyentuh dagunya. Membawa Charles dengan paksa menoleh dan hampir menyatukan bibir mereka. "Hai, Sweety. Kau punya mata yang bagus, aku ingin mengenalmu terlebih dahulu. Jadi dengan siapa aku harus memanggilmu?" Lidah panjang dengan jorok menyentuh bibirnya. Membuat Charles mengernyit sebelum menggigit bibir bawahnya sebagai reaksi menghindari kebocoran emosi.

Namun gerakan itu malah mengundang kekehan sensual dari penyandranya. Di seberang melalui ujung mata, Bob nampak lebih masam, tapi tidak melakukan komentar lebih lanjut. Jika diambil kesimpulan, mungkin status Daniel lebih tinggi dari pada Bob sendiri, dengan orang- orang kekar dan botak mengelilingi mereka seperti lalat.

"Well, Daniel –kurasa, aku akan dengan senang hati menjawabmu jika..." Charles memulai, lebih waspada dengan sentuhan yang hampir menemui privasinya. Tapi seberapa muak emosinya dengan sentuhan- sentuhan itu, Charles tidak akan bertindak gegabah dengan reaksi yang berlebihan. ".. kita memulainya dengan berbicara normal." Lanjutnya, menatap tepat mata hitam Daniel.

Sekali lagi ucapannya mengundang tawa, dan kekehan untuk pria yang menempel di punggungnya. "Normal?" Dia mengangkat alisnya yang tebal, begitu pula Charles.

"Ya, duduk di sampingku. Tidak memelukku di depan semua orang, kuharap."

"Well, Sweetheart, kupikir kamu harus tahu bahwa hal semacam ini adalah lebih dari normal untuk sebuah percakapan."

"Dan apa yang menurutmu tidak normal?"

Sentuhan kembali terasa di pipi kanannya, ditujukan untuk merangsangnya. Charles sempat melirik tangan nakal itu, tapi kembali pada dua bola mata yang masih menatapnya intens. "Saat aku mengacaukanmu dengan mulutku, mungkin, atau mengdobrak lubang sempitmu di depan semua anak buahku. Di sela nyanyian indahmu yang merangsang." Tawa keras mengudara, siulan dan sorakan penuh godaan menjadi backsound atas jawaban Daniel.

Charles dapat melihat hampir semua narapidana mencuri pandang ke arah mereka, tapi beberapa sipir di sudut nampak tidak terlalu mempermasalahkannya. Dan Charles tidak akan melihat muka masam Bob lebih jauh.

Mengangguk pelan, Charles menarik ujung- ujung bibirnya sedikit, untuk memberikan kesan ramah yang lansung disambut kekehan antusias beberapa orang "Baik, kau bisa memanggilku Xavier."

Daniel melotot, namun bukan seperti ekspresi marah, hanya kurang setuju dengan nama yang ia ajukan, "Nonono~! Honey, bukan itu maksudku. Kami perlu nama depanmu, karena firasatku mengatakan kita akan akrab untuk beberapa waktu." Komentarnya disela gelengan kepala, bibirnya cemberut lucu seolah memberikan ketidaksetujuannya kepada kekasihnya yang nakal.

Tapi Charles bukan.

"Dan kenapa kamu begitu yakin dengan hal itu?"

"Apalagi pilihanmu, memangnya? Lihat sekelilingmu, bagaimana mata mereka mengarah padamu, cepat atau lambat beberapa pria itu akan mendatangimu untuk menandai, mungkin suatu waktu bisa saja kau ditemukan remuk dan banyak luka di suatu tempat, meninggalkan jejak senggama di mana- mana dengan anggota badan berceceran."

"Itu menjijikkan." Charles mengernyit.

"Nah, jika kau menjadi kekasihku, aku akan melindungimu. Mereka tidak akan berani menyentuhmu, dan tentu saja, kau aman. Bahkan di tengah anak buahku, bagaimana?"

"Apa ada pilihan untuk menolak?"

"Hei, jangan buru- buru menjawabnya, Sweety. Ini kesempatan yang menguntungkan, jadi kekasihku dan kau dapat kebebasanmu."

"Beri waktu aku untuk memikirkannya."

Mereka saling menatap untuk beberapa saat. Charles masih tersenyum ramah padanya. Lalu Daniel menyeringai, sekali lagi menjilat ujung bibirnya sebelum berbisik di telinga, "Aku akan menunggumu. Temui aku di gym setelah kau memutuskannya, sayang." Kemudian benar- benar melepaskannya dan beranjak menjauh.

Setelah kepergian kelompok itu, Charles kembali lagi pada makanannya. Tapi rasa mual karena muak dan dipermalukan membuat selera makannya runtuh. Diapun meletakkan sendoknya, dan mulai menatap Bobby yang masih diam di depannya.

"Serius, Charles. Jangan terlibat."

"Dan kira- kira bagaimana caranya aku menolak?" Mengusap bekas air liur daniel dengan tangannya. Dia mengernyit jijik.

"Temui Erik, menempel padanya. Dia tidak tertarik apapun karena dia selurus penggaris. Menyukai dokter muda yang cantik di klinik. Jadi dia hanya akan menganggapmu bocah setidaknya."

"..." Sesaat Charles tidak memberikan tanggapan, matanya fokus melihat ke arah Daniel dan kelompoknya pergi. "Dia punya pengaruh?"

"Siapa, Erik?"

"Daniel."

Bobby mengerang, cukup keras dan benar- benar jengkel. "Rumor mengatakan dia salah satu kepercayaan Apolo."

Menarik, pikir Charles. Menyeringai senang dalam hatinya. Dia pikir untuk menemukan Apolo akan sangat sulit karena dia begitu di takuti, bahkan hanya dengan menyebut namanya. Tapi rupanya, tali itu malah menunjukkan diri.

"Nah, aku tidak berselera makan. Apa kita akan melanjutkan perjalanan?"

"Mari kita lewati Gym. Itu tidak akan baik untukmu. Kita ke lapangan saja. Mengenalkanmu kepada beberapa penghuni lain yang layak."

...

Melepaskan diri dari pengawasan Bobby itu sulit, apalagi di tengah- tengah narapidana tua yang senang memeluknya dan mengacak- acak rambutnya dengan brutal. Menyebutnya mirip dengan anak laki- laki mereka.

Teman- teman Bobby. Bukan pria- pria yang kelebihan hormon seperti beberapa orang. Hanya sekelompok pekerja bayaran yang sedang menyiangi rumput. Sangat berisik namun tidak menindas. Lebih seperti pria- pria yang mudah diintimidasi.

Dia kembali ke selnya saat hampir waktunya membersihkan diri. Mendapati sekali lagi dua pria Erik dan Logan bersantai di kamar selnya, merokok.

"Bagaimana tour kecilmu? Punya sugardady?" Logan bertanya, lebih dulu dan dengan nada acuh tak acuhnya seperti saat pertama kali bertemu.

"Well, aku ingin menawarkan Erik menjadi sugardady- ku sebenarnya." Melangkah menuju kasurnya, Charles merebahkan diri. Dari atas, dia bisa mendengar Logan mendengus.

"Congrats, Lehnsherr. Dia memilihmu." Bukan benar- benar ucapan selamat, Charles hanya mendengus geli kala menangkap nada mencemooh itu.

"Maka siapkan pantatmu, Charlie. Aku yakin dia suka menendang dan menamparnya." Lanjutnya.

"Aku akan menantikannya." Candanya menganggapi.

Dia lelah karena perjalanan yang jauh, juga karena menghadapi suasana yang tidak menyenangkan setibanya di lingkungan penjara. Jadi dia pikir tidur sejenak tidak akan menjadi masalah. Toh, tidak mandipun dia masih wangi. Kata beberapa narapidana.

...

Selama dua hari, Daniel tidak menemuinya. Mungkin dia benar- benar memberi Charles waktu untuk berpikir. Charles telah berusaha mencari gosip tentang seseorang yang memiliki koneksi dengan mafia inggris. Tapi semua selalu sama, hanya ditinggalkan. Menurutnya ini tidak akan ada hasilnya. Dan Erik bukan kandidat narasumber yang baik untuk kesehatan mentalnya. Ucapannya selalu pedas dan kebanyakan membuat Charles merasa seperti bicara dengan tembok. Jadi satu- satunya pilihan adalah menemui Daniel. Meminta informasi.

Tapi Daniel menginginkan pantatnya. Jadi bagaimana Charles bisa mengatasinya?

Dia benar- benar tidak ada niatan menjadi pelacur seseorang. Atau menjalin hubungan di penjara busuk ini. Hanya saja dia senang memuaskan rasa penasarannya yang berhasil menggelitik ujung pikirannya. Bersenang- senang.

"Kau mau ke mana?" Bobby Drake berseru. Saat Charles meletakkan tongkat baseball ke tanah dan mulai berdiri.

"Ada sesuatu yang harus kulakukan."

"Apa itu?" Bob memaksa. Suaranya cukup keras dan bahkan khawatir. "Kamu tidak berurusan dengan orang- orang tengikkan?"

"Hanya menemui seseorang, jangan khawatir."

"Daniel, pasti dia."

"Ayolah, Bob. Hanya, jangan ikut, okey?"

"Kamu gila!"

"Cepat atau lambat, dia juga pasti akan menemuiku. Akan kukatakan aku dipihak Erik seperti saranmu, tenang saja."

"Dia tidak akan senang, kau bisa dikerayok jika menemuinya sendiri. Biarkan dia menemuimu sendiri."

Menggeleng pelan, Charles menghela napas. "Dia menyuruhku menemuinya."

"Kita bawa Erik."

"Tidak, tenanglah. Aku akan baik- baik saja, okey? Tidak akan lama." Charles senang memiliki teman yang mengkhawatirkan keselamatannya. Namun dia juga tidak senang saat ada yang mempersulitnya. Dengan keras kepala, Charles melangkah, meninggalkan Bobby yang frustasi di belakang.

Lapangan berada di halaman tengah gedung- gedung besar penjara. Gedung gym berada di sisi lain dari gedung sel penjara. Saat dia melitasi beberapa narapidana lain yang sedang berkerumun dengan sebuah buku dan pensil, Charles mendekat. "Hai, bolehkah aku minta selembar kertasmu dan pensil, tolong?"

"Untuk apa?" Si pemegang pensil mengernyit. Nampak curiga.

"Aku baru di sini, perlu mencatat beberapa aturan agar tidak lupa. Aku tidak punya kertas dan pensil."

"Baik, sebaiknya kembalikan pensilku nanti."

"Ya, terimakasih, siapa namamu?" Charles menerima barangnya, tersenyum ramah memberikan keyakinan. "Alvin."

"Baik, sampai jumpa Alvin." Memasukkan barangnya ke kantung celana, Charles kembali melangkah. Menatap gedung besar di depannya yang cukup ramai.

Saat dia memasuki gym, semua mata hampir tertuju padanya, bersiul seolah dia gadis perawan yang mengenakan pakaian seksi. Dia bisa melihat Daniel keluar dari kegiatan angkat bebannya. Menyeringai senang melihat kedatangan Charles.

"Yo, Sweetheart. Kau sudah memutuskan?" Pria itu hampir meraih pinggangnya. Tapi Charles lebih cepat untuk melangkah mudur. Sebisa mungkin menampilkan senyuman canggung dan malu- malu.

"Yahh, tolong jangan di depan umum."

"Wow. Apa itu undangan?" Terbahak senang, Daniel tidak melangkah lebih lanjut. "Jadi perlu tempat privasi?"

"Ya, tolong."

Melambaikan tangannya, Daniel mengirip personilnya keluar. Beberapa nampak melompat girang dan bahkan ada yang terbahak seolah menang di medan perang. "Dan tutup pintunya." Ucap Daniel sebelum pintu bebar- benar di tutup.

Setelah semua pergi, Daniel mendekat. Menempelkan hidung mereka dan hampir melahab bibir Charles namun terhenti begitu ujung tajam pensil mengenai kulit lehernya. Tidak cukup melukainya.

"Apa ini, Honey?"

"Aku ingin bicara, dan aku belum setuju."

"Yeah, salahku." Terkekeh ringan, Danien mundur. Menatap Charles yang kembali tersenyum ramah, menyimpan pensilnya di tangan.

"Aku ingin tahu, beberapa orang memperingatkanku tentang pria yang memiliki pengaruh di penjara, bahkan punya hubungan dengan kepala penjara sendiri. Tapi mereka tidak mau menjelaskan padaku lebih lanjut. Kupikir aku akan menemukan jawabannya padamu. Kalau tidak salah, dia punya julukan Apolo."

Charles bisa melihat senyum Daniel luntur. Matanya sedikit awas menatap padanya. Bahkan saat dia mulai duduk di salah- satu alat kebugaran. Tidak jauh darinya. "Dan kenapa kau ingin tahu soal dia?"

"Hanya penasaran?"

Sejenak Daniel diam. Mengernyit untuk mempelajari Charles lebih dalam, "Aku yakin mereka telah memperingatkanmu untuk mengabaikannya. Untuk tidak menyentuh rumor dan membicarakannya."

"Ya, mereka."

"Dan kamu masih bertanya padaku?"

"Dan aku bertanya padamu. Aku cukup penasaran apa dia benar- benar terlibat dengan mafia." Daniel menyipitkan mata, untuk beberapa lama mereka saling menatap.

"Oh, sayang, rasa penasaranmu bisa saja membunuhmu. Apa yang akan kau lakukan jika aku salah satu anteknya? Kamu bisa saja terbuang di kantong plastik."

"Dan kamu adalah?"

"Aku tidak mengenalnya."

"..."

"Ya, aku tahu dia, tapi kami tidak saling mengenal." Daniel berdiri, masih mengawasi Charles melalui mata elangnya. Juga sempat melirik pada genggaman tangan kecilnya pada pensil. Mereka masih dian untuk beberapa saat, saling mempelajari dari posisi masing- masing. Sejenak Daniel melihat alis tipis charles berkerut, wajahnya penuh perhitungan. Namun itu hanya sekejap sebelum pemuda itu tersenyum ramah, seolah pertanyaan yang baru saja ia lontarkan bukanlah masalah yang berarti.

"Yeah, mau bagaimana lagi. Sepertinya memang hubungan kita tidak akan akrab untuk kedepannya, Dan." Tangannya terangkat, menghembuskan napas seolah- olah kekecewaan baru saja merundungnya. Namun ia mampu melepaskannya.

"Dan kenapa harus begitu? Jadi kau menolakku?"

"Ya, maaf." Charles menggigit bibirnya, wajahnya kecewa karena tidak bisa menerima Daniel. Seketika perasaan marah menggelegak di dalam dada Daniel, hal itu diekspresikan melalui ekspresinya yang gelap dan keras.

"Dan kau berpikir bahwa setelah menolakku, kau akan bisa keluar dari sini? Oh, Xavier sayang, kau salah jika kau berpikir aku akan melepaskanmu begitu saja. Saat aku menawarkanmu menjadi kekasihku, artinya kau hanya punya dua opsi. Bercinta denganku atau menolak dan digilir semua orang." Perlahan punggung berotot Daniel menegak, diikuti suara pintu yang terbuka.

Beberapa narapidana anteknya masuk dan menyebar. Mengurung Charles di tengah- tengah mereka. di depannya Daniel menyeringai. "Well, Charles. Kau sangat menarik, dan bodoh. Kupikir kau akan mengajak temanmu, Bob, karena dia mengenalku lebih banyak daripada siapapun."

Di sisi Charles, pemuda itu dengan tenang mengamati sekelilingnya. Tidak ada celah, tapi dia memiliki pensil di genggamannya. Gerakannya mungkin juga terbatas karena alat- alat kebugaran tersebar. Ini akan menjadi bunuh diri.

Mengangkat satu alisnya, Charles menegakkan tubuh, "Ya, aku memang bodoh." Ujarnya sebelum maju menyerang. Semua mulai bergerak. Dan kerusuhanpun terjadi.

Charles dengan lincah melompati alat treadmill di sisi kanannya. Menghindari terjangan Daniel. Itu berlanjut dengan beberapa orang hampir memukulnya dari belakang. Charles mempunyai tubuh kecil, dan gerakannya lincah. Ia sempat berputar untuk menghindari pukulan dari arah depan, menggenggam lengan di sisi kanan tubuhnya dan menariknya untuk mengirimkan tendangan di ulu hati. Dan pukulan dengan siku pada wajah di belakang tubuhnya. Dua orang ambruk, setidaknya sebentar untuk memberikan Charles ruang menyerang yang lainnya.

Daniel tersingkir, tapi dia berteriak- teriak marah seolah kesal dengan kemampuan antek- anteknya. Di saat ada kesempatan, Charles meraih gagang lad pulldown mechine. Berayun untuk memberikan tendangan di dada seorang narapidana di dekatnya sampai roboh. Sekaligus memberinya dorongan untuk melompat lebih jauh menghindari serangan dari sisi kanan dan kiri. Tapi dia terlambat menyadari seseorang di sisi lainnya, yang menendang tulang rusuknya dari samping, membuat dia terpental dan jatuh di atas bantalan alat penbentuk otot paha. Dua orang menerjang maju, mengunci Charles di tempatnya. Tapi tangannya lebih cepat untuk mengirim tusukan di bahu atas salah satunya, dan menendang perutnya sehingga memberinya ruang. Sebelum kembali meraih seseorang di belakangnya untuk menarik kepalanya dan mengirimkan tusukan di leher sisi bagian kanan. Darah terciprat, mengenai wajah Charles dengan deras. Tanpa perasaan dia mencabut pensil itu, mengabaikan sama sekali teriakan kesakitan mereka, dan membuat semua yang tersisa menggeram marah padanya.

Setelah ini, sepertinya Charles tidak akan bisa menghentikan dirinya melukai yang lain. Lagi pula pilihannya hanya dua, melukai atau dilukai.

.

To be continue

Teruntuk siapapun yang menemukan dan membaca cerita saya. Terimakasih banyak, sangaaat banyak sekali. Dan saya akan sangat senang jika tiba- tiba ada pesan "Halo" untuk saya, tentu saja itu akan membuat saya tidak merasa sendirian di fandom ini. Meski saya pesimis cerita saya akan ditemukan, apalagi dibaca seseorang kecuali diri saya sendiri.

Salam damai, BrotherBee.

Dear, My Guest.

Hello, my dear guest..

First of all, I want to thank you for visiting my story. Even reading it while pooping and eating. Really, I'm so glad someone would read my story, even though your "hello" was quite a shock to me. it's funny instead of freaking me out.

I just uploaded my first story in this fandom, and didn't really expect anyone to find it and even read it. because I see only a few active in the x-men fandom.

Your review surprised me, really. On the other hand I'm glad that you read it, and hope I can learn to write well. I hope to learn from you how. and on the other hand just feel, yeah it's shocking how you threaten me.

To be honest, unfortunately, I'm not very good at commenting on a story. Actually, I'm more of a silent reader. Because I myself am far from writing a cool story, even like shit that is forced to swallow. And I'm afraid my comments won't please you.

Then, I thought I'd try to read your story first. And I found two different authors from the two stories you recommend. I'm afraid, it's not you. maybe you can send me the link of your story. I guess, my PM is open to you, my friend.

but I do not guarantee to be able to read it correctly if your story is in English. like in my story, i use indonesian, and not good in international language. Oh, I had to write this reply with the help of google translate. I hope I wrote it correctly.

Oh my god, it seems I wrote too many replies to your review.

yeah, basically I'm glad someone greeted me here. I hope I can chat with you about how to write well, make cool stories, and be your friend.

A potential amazon prize winner, I hope. Greetings to your girlfriend from me, my friend. Wish you a long-lasting relationship.

Thank you very much.