.

.

.

Pukul 2 lewat 49 menit malam.

Hampir 5 jam Hinata duduk menunggu. Berusaha terjaga agar tidak terlelap meski rasa kantuk memang sudah menyerangnya. Dirinya risau memikirkan kepulangan satu-satunya anggota keluarga miliknya yang tersisa. Mata Hinata tidak bergerak gelisah menatap pintu rumahnya. Berkali-kali para pelayan yang bekerja dirumahnya menawarkan diri untuk menunggu dan menyarankan agar Hinata tidur, namun sang empu menolak karena mustahil baginya tidur sedangkan hatinya merasa gelisah. Dia baru bisa tidur dengan nyenyak setelah memastikan semuanya baik-baik saja.

Kerisauannya ini bukanlah tanpa alasan. Andai saja siang tadi dia tidak mendengar sesuatu yang tidak mengenakkan ditelinganya. Sesuatu yang cukup untuk menyakiti hatinya. Hatinya terasa sesak saat kembali mengingat kejadian tersebut. Sejak mendengarnya Hinata berusaha meyakinkan dirinya bahwa semua itu tidak lebih dari omong kosong. Namun keterlambatan pulang seseorang yang dia tunggu saat ini seakan menjawab segalanya bahwa sesuatu yang dia anggap omong kosong itu benar. Tanpa sadar air matanya mengalir.

BRAK!

Hinata terperanjat mendengar pintu rumahnya dibuka paksa. Pelayannya tidak mungkin berani melakukan itu dan jika itupun seorang pencuri, itu adalah hal yang mustahil karena yang Hinata tahu keamanan mansion keluarga uchiha ini begitu ketat. Tidak ada pencuri yang berani mengusik uchiha kecuali jika dia bodoh karena menjemput kematiannya sendiri.

Berusaha bangun untuk melihat apa penyebabnya. Netra Hinata melebar setelah melihat siapa pelakunya. Akhirnya sang empu yang ditunggu datang. Meski membutuhkan waktu berjam-jam untuk menunggu, Hinata tak masalah akan hal itu, mengetahui seseorang yang dia tunggu kini telah kembali itu artinya usaha yang dia lakukan tidak sia-sia. Dengan cepat Hinata mengusap air matanya dan menghampiri dengan senyum menyambut kakaknya, Uchiha Sasuke.

"Nii-chan, Nii-chan sudah pulang?"

Senyum yang baru saja merekah kembali sirna. Hinata merasa ada yang janggal dari kakaknya. Mungkin orang yang tidak begitu mengenal kakaknya tidak akan sadar. Tapi Hinata tahu meski terlihat normal, samar-samar ada yang salah dari cara berjalan kakaknya. Kini kakaknya berhenti dihadapannya dan menatapnya lama. Dari jarak sedekat ini, Hinata bisa melihat wajah kakaknya yang tampak tidak biasa dan aroma asing tapi Hinata tahu apa itu. Alkohol.

Dug.

Yang ditanya tidak menjawab. Kepalanya justru dia jatuhkan pada bahu Hinata. Aroma menenangkan menguar dari ceruk Hinata, rasanya Sasuke ingin meneggelamkan kepalanya disana dan memeluk Hinata lebih kencang. Menerima perlakuan itu membuat jantung Hinata berdetak kencang. Aliran darah seolah-olah berkumpul disatu tempat dan meledak-ledak disana. Tak lama Hinata merasa berat badannya bertambah. Tubuh Sasuke bersandar padanya sepenuhnya, sepertinya dia kehilangan kesadaran akibat alkohol. Andai saja jika Hinata tidak mencium aroma lain dari tubuh kakaknya. Maka Hinata pasti akan menganggap kejadian ini sebagai bagian dari hidupnya yang terindah.

Dengan sabar, Hinata berusaha memapah tubuh Sasuke ke kamarnya sendiri yang terletak di lantai 2. Hinata bersyukur bahwa pintu kamar kakaknya tidak dikunci. Secara perlahan dia baringkan tubuh Sasuke senyaman mungkin. Membuka sepatu, jas, dan dasinya agar tidak sesak. Namun kegiatannya terhenti. Bibirnya bergetar menahan tangis ketika matanya melihat noda merah di sudut kemeja kakaknya. Bahkan lebih dari satu dua temukan.

Dalam waktu satu hari, entah untuk yang keberapa kalinya, Hinata merasa sakit hati. Hinata menangis sejadi-jadinya. Alkohol, aroma parfum wanita dan bekas lipstik di kemeja Sasuke. Tiga hal itu cukup menjelaskan kejadian apa yang menahan kakaknya hingga pulang lebih larut. Seharusnya dia tahu, begitu memiliki perasaan ini akan lebih baik jika Hinata menguburnya dalam-dalam.

Uchiha Sasuke. Sudah bertahun-tahun perasaannya terpendam. Hatinya dipenuhi oleh pemuda yang lebih tua lima tahun darinya. Perasaan Hinata terhadap Sasuke bukanlah perasaan seorang adik terhadap kakaknya, melainkan perasaan terhadap lawan jenis. Hinata sendiri terlalu takut untuk membayangkan bagaimana respon Sasuke melihat adiknya mempunyai rasa untuk kakaknya. Dimata Hinata, Sasuke adalah yang satu-satunya. Kakaknya, Sasuke adalah cinta pertamanya. Membayangkan pria yang dicintainya bersama wanita lain tentu menyakitkan.

"Hiks.. hiks.. aku mencintaimu, nii-chan." Aku Hinata disela isakannya.

Hinata terus menangis. Tubuhnya masih belum beranjak dari sana. Emosinya terlalu menguasai akal sehatnya. Selama bertahun-tahun, hidup berdampingan bersama seseorang yang kau cintai itu tidaklah mudah untuk menyembunyikannya. Dia selalu berhati-hati agar tidak ada satu pun yang menyadari perasaan hina miliknya, kini pecah sudah. Perasaannya yang selama ini terpendam meledak. Menumpahkan sebuab tangisan.

"Aku mencintaimu sejak lama nii-chan, hikss.. aku —hmpphh!!"

Hangat dan kasar. Itulah rasa yang Hinata dapatkan ketika menyadari bibirnya dibungkam. Sasuke melumatnya kasar. Lidahnya dia lesakkan ke mulut Hinata, menginvasi seluruh rongga mulutnya. Membuat Hinata mau tak mau mengecap rasa alkohol secara tidak langsung dari mulut Sasuke. Benang saliva tercipta ketika ciuman itu terlepas. Hinata terpaku berusaha mencerna apa yang terjadi pada mereka. Bagi Sasuke yang mabuk pasti menganggap itu bukanlah apa-apa karena detik selanjutnya kembali terlelap setelah berucap satu hal.

"Kau berisik."

.

.

.

~ ALL FOR YOU ~

SasuHina Pairing!

Slide NaruHina

Character belong to owner

Story belong me as author Himesaa27

DON'T LIKE, DON'T FLAME!!!

.

.

.

"Haah.."

Hinata menghela nafas untuk kesekian kalinya. Pikirannya kalut. Selain karena kurang tidur, pikirannya kacau memikirkan kejadian malam itu, —tidak, mungkin saja itu sudah pagi. Karena setelah ciuman itu, Hinata tidaj dapat menahan malu lagi untuk terus berada di kamar Sasuke. Cepat-cepat dia kembali ke kamarnya sendiri dengan wajah bak kepiting rebus. Hinata bersyukur tidak ada yang memergoki dirinya keluar dari kamar kakaknya di jam tersebut. Karena para pelayan sudah Hinata instruksikan untuk istirahat agar bisa bekerja tanpa hambatan untuk hari selanjutnya.

Disentuhnya bibir miliknya. Setelah dicium Sasuke dengan kasar, bibirnya agak membengkak. Bahkan saat Hinata, bangun dan keluar untuk sarapan pagi, kakaknya sudah tidak ada dirumah. Dadanya berdebar begitu membayangkan ciuman itu, Hinata merasa kupu-kupu berterbangan diperutnya. Jari-jarinya memainkan bibirnya. Hinata membayangkan seolah ciuman itu terjadi kembali. Namun mendadak berhenti karena tersentak begitu menyadari ada orang lain yang memasuki toilet selain dirinya.

Hinata merutuki dirinya dalam hati. Bisa-bisanya hal seperti ini terjadi. Usianya memang sudah menginjak tujuh belas tahun, tapi Hinata tahu dengan baik dunia orang dewasa. Terutama seks sebagai edukasinya. Membayangkan seorang pria dalam hal yang intim sangatlah memalukan. Sangat mudah mengetahui hal itu di era globalisasi ini.

Suara beberapa siswi terdengar diluar bilik toilet yang ditempati Hinata. Ini jam makan siang, pasti koridor ramai. Lagi, Hinata menghela nafas. Ini adalah waktu yang tidak disukainya.

Ceklek.

Toilet yang terisi suara berisik kini mendadak hening, karena seseorang yang baru keluar dari salah satu bilik. Memangnya dia siapa? Tentu saja dialah Hinata Hyuuga. Gadis yang menjadi primadona Konoha High School. Wajahnya yang cantik alami dan nilai-nilainya yang sempurna cukup menjadikannya sebagai sorotan publik. Hanya saja ada satu yang menjadi minus dari dirinya. Hinata menatap ketiga gadis itu, dan dengan santai mendekati mereka karena wastafel ada didepan satu-satunya cermin besar disana.

Tidak mudah untuk mengajak Hinata berbicara.

Begitu keluar darisana, Hinata bisa mendengar kata-kata yang membicarakan dirinya. Tapi dia tidak peduli. Image ini sudah dia usahakan selama bertahun-tahun. Jadi dia sudah terbiasa dengan perkataan orang-orang terhadap dirinya. Bahkan kini, Hinata berjalan di koridor dengan membelah kerumunan. Siswa-siswi yang berada disana langsung menghindar dengan otomatis memberi Hinata jalan untuk lewat. Tatapan dari kagum hingga iri terlihat jelas di ekspresi mereka. Namun Hinata tidak peduli. Hinata terus berjalan hingga langkahnya bergema dan punggungnya tak terlihat lagi.

.

Suara semilir angin menggesekkan ranting-ranting pepohonan. Rambutnya yang diurai berterbangan karena angin yang menerpanya. Udara bebas memang yang dia butuhkan dibanding mendekap ditoilet selama jam pelajaran. Bel sudah berbunyi satu jam yang lalu, siswa-siswi sudah kembali ke kelasnya masing-masing. Tapi Hinata hanya duduk di taman belakang sekolah. Tempat ini sudah menjadi tempat favorit Hinata sejak satu jam yang lalu.

Konoha High School adalah sekolah menengah atas yang dijalankan oleh perusahaan Uchiha. Kakaknya sendiri yang memimpin perusahaan itu semenjak pasangan uchiha dan putra sulungnya meninggal. Mengingat kejadian itu, membuat Hinata menyadari disaat-saat seperti itulah kakaknya mulai berubah.

"Membolos lagi di jam pelajaran, Nona?"

Hinata terperanjat ketika suara bariton berbisik tepat didekat telinganya. Ketika menoleh, alangkah terkejutnya Hinata melihat pelaku yang mengejutkannya.

"Uzumaki Naruto." desis Hinata, matanya menatap benci pada pria jakung yang tengah memakai jaket oranye dan celana training di hadapannya.

"Heh, jangan coba-coba kau menantang ku dengan tatapan kebencian itu, nona. Terlebih lagi ini di sekolah, panggil aku sensei." ucap Naruto mendengus

"Apa mau mu?"

"Mau ku? Tidak ada. Hanya melihat dari jendela atas salah satu murid ku sedang sendirian. Jadi tiba-tiba terlintas sebuah ide di kepalaku; 'Oh! Bagaimana kalau aku menghampirinya?' seperti itulah." Cerocos Naruto. Dia tertawa tanpa dosa.

"Murid mu?! Jangan bercanda! Kau itu mengajar di bukan kelasku, sekalipun iya aku takkan menganggap pria licik seperti mu sebagai murid ku!"

Hinata menyerapah dengan kencang sembari mengacungkan telunjuknya pada Naruto. Di taman hanya ada mereka berdua. Suasananya sangat sepi. Tidak akan yang percaya jika ada seseorang disana karena tempat itu jarang dikunjungi siapapun. Naruto memandang malas pada bocah bau kencur dihadapannya. Usia Naruto sama dengan Sasuke, bahkan semasa mereka sekolah pun tempat ini selalu menjadi tongkrongan mereka. Hanya saja jalan karir yang dipilih Naruto berbeda dengan Sasuke yang memilih meneruskan bisnis keluarga. Naruto lebih memilih bekerja sebagai guru olahraga selain karena dia suka olahraga, menjadi guru juga membuatnya terhindar dari pekerjaan merepotkan yang diwarisi oleh keluarganya.

"Oh ayolah, perkataanku kemarin itu tulus untuk memberitahumu. Bukankah itu justru membantumu?"

Naruto mengedikkan bahunya acuh. Kini dia duduk dengan santai di bangku taman yang Hinata duduki sebelumnya. Bibirnya menyeringai. Mengerjai adik sahabatnya ternyata lebih menyenangkan daripada menghukum murid yang nakal. Melihat Hinata dari sudut pandang ini bagaikan kelinci kecil yang berusaha menggertak mangsanya dengan tubuh bergetar.

Flashback

Sore sudah menjelang. Jalanan dipenuhi anak remaja yang memakai seragam. Kini adalah jam pulang mereka. Hinata salah satunya. Andai semua itu akan berjalan lancar jika saja Naruto tidak menghadangnya untuk bicara empat mata.

"Ck, apa yang kau lakukan?" tanya Hinata muak

"Hei, sopanlah pada gurumu. Walau saat ini ada sesuatu yang ingin aku sampaikan diluar peranku sebagai guru." Ucap Naruto misterius

"A-Apa maksudmu?"

Mendengar intonasi Hinata yang melemah, Naruto tersenyum penuh kemenangan.

"Kau takkan sanggup mendengarnya."

"Buatlah segalanya menjadi cepat, Uzumaki!" Gertak Hinata

"Hahahaha, kau ternyata sungguh tidak tahu ya.."

Hinata menatap jengkel pria dihadapannya ini. Tidak bisakah sehari saja dia menghilang dari hidupnya. Meski begitu, Hinata akui Naruto adalah orang yang dekat dengan Sasuke selain kakaknya dan entah kenapa si kuning ini selalu melaporkan apapun padanya tentang Sasuke padanya, padahal Hinata tak pernah meminta hal itu walau Naruto pun tahu perihal Hinata yang mencintai Sasuke diam-diam. Lalu perkataan Naruto selanjutnya, membuat dunianya runtuh seketika.

"Uchiha dan Uzumaki berencana menjalin ikatan bisnis yang kuat. Melalui hubungan pernikahan Uchiha Sasuke dan sepupuku, Uzumaki Karin."


Terimakasih sudah membaca. Ini fanfic pertamaku, review akan sangat membantu.

Chapter 01: Apprehensive

—Finish, 29 Desember 2021—

Next:

Chapter 02: Her Feeling