I'm sorry, but I love you

Naruto Namikaze x Hinata Hyuga

M

Naruto@Masashi Kishimoto

"Maaf Namikaze-san, tapi aku masih perawan." Ucap Hinata.

Ia tak berharap lelaki yang berdiri tepat di depan nya akan tertawa mendengar pengakuan nya. "Apa itu terdengar seperti sebuah lelucon ?" Tanya Hinata yang masih belum berani menatap lelaki yang katanya mau membayar mahal dirinya itu.

Lelaki itu berhenti tertawa meski masih meninggalkan sedikit kekehan sebelum tangan nya mengangkat dagu Hinata. "Maaf, aku benar-benar tidak ada maksud untuk menertawakan keperawanan mu."

"Lantas untuk apa kau tertawa ?" Tanya Hinata, kali ini ia bisa melihat dengan jelas wajah lelaki yang mengenalkan diri sebagai Naruto Namikaze itu.

Mata birunya benar-benar menyihir Hinata, bayangan pria buruk rupa dengan perut buncit ternyata tidak tergambar pada pemuda di depan nya. Jika feling Hinata benar maka lelaki di depan nya ini bukan lah pria jahat seperti pria hidung belang kebanyakan.

"Karena kau lucu Hinata-chan." Jawab Naruto sambil memainkan surai perempuan itu, suaranya terdengar sangat lembut bahkan saat memanggil nama Hinata dengan tambahan sufix chan, membuat jantung Hinata berdegup lebih cepat dari biasanya.

Hinata tersipu, buru-buru membuang muka namun tangan hangat Naruto menahan nya. Lelaki itu tak membiarkan Hinata lepas dari pandangan nya.

I've been watchin' you for some time, can't stop starin' at those ocean eyes. Dan Hinata tak bisa menahannya, ia sudah terjebak pada tatapan iris sebiru lautan itu. Ia sudah terjebak sangat dalam sampai ia tak sadar sejak kapan lidah lelaki itu bermain-main dalam mulutnya. Hinata tak bisa berpikir dengan normal otaknya tak mau bekerja, apa yang Naruto lakukan membuat sesuatu mendorongnya untuk melakukan hal yang sama—membalas ciuman lelaki itu—dengan pelan meski sedikit tergesa.

Hinta meremas kemeja Naruto, ia memejamkan mata seiring dengan permainan Naruto yang semakin memabukkan, ini bukan ciuman pertama yang Hinata lakukan dengan seorang lelaki, namun ini adalah kali pertama ia merasakan sensasi aneh di setiap gerakan yang Naruto lakukan.

Hinata hampir limbung jika saja tangan kekar Naruto tak menahan pinggang nya, permainan lelaki itu benar-benar membuat Hinata hampir kehilangan tenaganya.

"Apa kau baik-baik saja ?" Tanya Naruto sesaat setelah menghentikan ciuman nya.

"Iya. Aku baik-baik saja." Jawab Hinata sambil menjauhkan tubuhnya dari tubuh Naruto.

"Duduklah aku akan mengambilkan minuman untuk mu." Ucap Naruto.

Hinata mengangguk mengiyakan permintaan Naruto, ia duduk di sofa sambil memegang dadanya. Jantungnya terus berdetak cepat, rasanya sangat sulit untuk menormalkan kembali detak jantungnya, padahal ia sudah mencoba segala yang ia bisa, mempraktekkan ilmu yang ia dapat dari sekolah kedokterannya. Tapi sepertinya itu semua tidak ada gunanya. Terlebih saat Naruto kembali mengambil tempat di sisinya. Lelaki itu sepertinya tak mengindahkan keselamatan Hinata.

"Minumlah." Ucap Naruto sambil memberikan segelas air mineral pada Hinata.

"Terimakasih." Balas Hinata sambil menerima gelas berisi air mineral yang Naruto berikan.

"Jangan berterimakasih." Ucap Naruto membuat Hinata menatap heran ke arah lelaki itu. "Itu hanya air mineral Hinata, lain kali akan ku paastikan ada minuman yang layak kau konsumsi di apartemen ini."

Hinata cukup tersentuh dengan perlakuan Naruto terhadapnya, tapi bukankah lelaki itu akan mengakhirinya hari ini juga, dimana ia akan melakukan nya, menidurinya dan memberi uang seperti yang sudah Konan janjikan, tapi kenapa lelaki itu menyebut kata lain kali, apa lelaki itu akan tetap memakainya, bahkan setelah lelaki itu mengambil keperawanannya ?, Hinata terus bertanya-tanya dalam lamunan sampai sebuah tangan menyentuh pundaknya.

"Jangan berpikir macam-macam tentang ku." Ucap Naruto seolah mengerti tentang apa yang Hinata pikirkan.

"Aku tidak mengerti apa yang Namikaze-san katakan." Balas Hinata, ia sangat malu jika Naruto sampai mengetahui apa yang ada di pikirannya, meskipun tebakkan lelaki itu jelas benar adanya.

"Ck." Naruto mendecak, sepertinya lawan nya kali ini cukup imbang. "Ceritakan tentang diri mu Hinata."

"Konan sudah mengatakannya kepada ku, tapi aku ingin kau sendiri yang menceritakan semuanya kepada ku." Lanjut Naruto.

Hinata menghela nafas, dalam hati ia mengutuk Konan, kenapa pula perempuan itu memberi tahu Naruto tentang dirinya. Sampai sejauh mana Konan sudah mengatakan pada Naruto.

"Baiklah." Ucap Hinata.

Ia menghela nafas dan menceritakan semuanya kepada Naruto, tanpa terkecuali, bahkan dengan lancar Hinata menceritakan kepada Naruto keadaan keluarganya saat ini—sesuatu yang tidak pernah perempuan itu lakukan kepada siapapun—yang terlilit hutang dan jatuh miskin, bahkan ada beberapa aset yang memang sudah di sita Bank.

Naruto dengan setia mendengarkan cerita Hinata, tak terhitung beberapa kali perempuan itu menahan air mata yang hendak keluar dari matanya, bahkan terkadang ia harus mengehentikan ceritanya hanya untuk menahan air mata. Sebagai lelaki Naruto benar-benar ingin mendekap perempuan itu, membiarkan bahunya di basahi air mata, atau sekedar memberikan pelukan sebagai dukungan agar perempuan itu tetap kuat menghadapi cobaan yang tengah ia derita. Namun, kegigihan Hinata menahan air matanya adalah bukti bahwa perempuan itu tak ingin menunjukkan sisi lemahnya di hadapan orang lain. Jadi Naruto mengurungkan niatnya, hanya mendengarkan cerita Hinata sambil sesekali menimpali Hinata jika perempuan itu menanyakan sesuatu.

"Jadi Namikaze-san apa kau akan melakukan nya sekarang ?" Tanya Hinata, bahkan di balik ketegaran perempuan itu, Naruto bisa mendengar getaran pada suara Hinata.

Ya. Perempuan dihadapan nya ini benar-benar belum siap melepaskan keperawanannya. Dan Naruto bukanlah lelaki brengsek yang memaksa seorang gadis untuk melayani kebutuhannya, meskipun ia membayarnya. Tapi menurutnya, ia juga harus menunggu saat yang tepat, mungkin saat Hinata sudah benar-benar siap.

"Sejujurnya hari ini aku sedang lelah sekali." Bual Naruto. "Ciuman tadi hanya sebuah pembuka, agaar kau terbiasa, lagi pula kau sendiri yang mengatakan nya kan, bahwa kau masih perawan. Jadi kau juga membutuhkan waktu Hinata, atau mungkin kau bisa memikirkannya lagi."

"Tapi aku sangat membutuhkan uang itu Namikaze-san." Ucap Hinata, ia benar-benar sudah tak memperdulikan keperawanannya.

"Aku akan memberikan uang itu, selesaikan kuliah mu, lalu bekerja lah. Jika kau membutuhkan koneksi gunakan saja nama ku. Tidak akan ada rumah sakit yang menolak mu." Naruto mencoba bernegosiasi dengan Hinata.

Dua ratus juta bukanlah uang yang banyak untuk Naruto. Ia bahkan bisa memberikan nya pada Hinata tanpa perlu perempuan itu menjual keperawanannya.

"Aku bukan perempuan yang bisa menerima pemberian lelaki begitu saja." Ucap Hinata.

Naruto menggelengkan kepalanya—bingung—baru kali ini ia menemui perempuan yang keras kepalanya hampir menyamai dirinya. Aneh, bukankah seharusnya Hinata merasa senang karena ia tidak akan kehilangan mahkotanya, dan tetap mendapatkan uang yang ia inginkan, tapi kenapa perempuan itu malah bersikeras menolak kemurahan hatinya.

"Baiklah jika itu mau mu." Naruto memijit pelipisnya, ia tidak bohong saat mengatakan sedang kelelahan, bahkan sekarang kepalanya terasa seperti akan terbelah menjadi dua. "Menginaplah malam ini, buatkan sarapan untuk ku besok pagi."

"Maksud mu ?"

"Sepertinya aku sudah mengatakan nya Hinata, aku benar-benar sedang lelah." Jawab Naruto. "Kau tidurlah di kamar tamu, kita lanjutkan pembicaraan ini besok pagi."