Enyahlah Saingan!

.

.

Part 1

Rasa frustrasinya tak bisa ditolong lagi. Dia telah bekerja keras mendedikasikan seluruh waktu dan usahanya demi memanjat dunia kooperasi yang didominasi para lelaki dan sekarang nasib promosi jabatan sebagai chief eksekutive marketing jadi terancam gagal lantaran sebagian besar anggota direksi yang beranggotakan bandot tua dengan pandangan konservatif ogah membiarkan wanita memegang kemudi.

Mereka seakan mengabaikan semua pencapaian dan pekerjaan yang dia lakoni sampai berdarah-darah selama dua belas tahun kariernya menjadi budak koperasi. Bagaimana ia tak frustrasi ketika impiannya yang hanya tinggal selangkah lagi tercapai terhalang oleh birokrasi dan ia semakin dibuat sakit hati saat mendengar dewan direksi mempertimbangkan orang lain untuk mengisi posisi itu.

Keparat gak sih, tiba-tiba merekomendasikan pegawai dari cabang lain untuk berkompetisi dengannya padahal dia yang selama ini bersusah payah membuat orang-orang di kantornya bekerja dengan efisien. Dia yang setiap hari pulang larut untuk overtime. Ia bahkan rela dijuluki sebagai Iblis dan tiran demi bisa menyelesaikan proyek tepat waktu dan memenuhi target penjualan.

"Owh... Screw them!" gumam Ino sembari menghabiskan gelas minuman berwarna amber. Biasanya ia akan memilih coktails dengan warna indah dan rasa yang manis, tapi malam ini ia merasa ia juga bisa menjadi sedikit manly dengan menegak whisky. Sayangnya menjadi mabuk malah membuat Ino merasa kesal tambah kesal. Apa lagi dia mendengar pria sial yang mengancam promosinya akan datang ke kantor. Ino lupa siapa namanya, katanya dia berhasil mereformasi anak perusahaan di Korea dan menghasilkan inovasi baru setiap tahun. Lelaki yang kata orang-orang thinking outside the box. Tanpa kenal dengan orang yang dimaksud, Ino menghujat dan memaki dalam hati. Kenapa juga pria itu mau bermain di kolam orang lain padahal dia punya kolamnya sendiri. Kenapa juga dia mau dipindahkan ke Jepang.

Ino menatap gelasnya dengan kosong. Teman-teman nya sudah lama pulang ke rumah masing-masing. Ino jadi merasa egois tadi memaksa mereka yang sebenarnya ingin segera pulang untuk bertemu pasangan dan anak untuk minum-minum dengannya.

Usianya sudah tiga puluh enam tahun, di luar pekerjaan hidupnya seperti gelas di hadapannya. Kosong! Ayah Ino telah lama meninggal dunia begitu pula ibunya. Teman-teman yang berada di sekelilingnya juga punya kesibukan sendiri dan lelaki, Jangan tanyakan lagi kebanyakan bertingkah seperti parasit. Setelah beberapa kali kandas menjalin hubungan, ia tak lagi berharap banyak pada lelaki. Ketimbang menjadi mainan, Yamanaka Ino memilih hubungan kasual, tanpa ikatan, tanpa beban, tanpa drama.

Ino meletakkan gelasnya di meja dengan kasar, bila saja gelas itu tidak tebal mungkin sudah akan pecah.

"Sepertinya kau terlihat kesal, Nona"

Suara lelaki asing yang terdengar seksi membuat Ino berpaling. Ino tak menyadari kursi di sebelahnya diduduki seseorang.

Ino merasa mendapatkan jackpot. Wajah lelaki itu sesuai seleranya. Cukup ganteng dengan rambut merah, mata sewarna jade pucat dan tato di kening.

"Apa pedulimu orang asing, Kekesalanku bukan urusanmu atau mungkin kau tertarik untuk menghiburku?"

"Bartender, Segelas whisky untuk nona yang cantik ini."

Tak lama berselang, Ino mendapati gelas penuh di depannya. Lelaki berambut merah itu tersenyum. "Apa itu cukup menghiburmu?"

Ino minum bagaikan ikan. Wishky yang keras itu diteguk bak air putih.

"Hei, Mengapa kau mengajakku bicara?"

"Karena aku bosan, Lagi pula kau wanita cantik. Siapa tahu kau mau menemaniku."

"Menemanimu mengobrolkah?"

"Apa kau terbuka untuk opsi lain?" Pancing lelaki asing itu. Buat Sabaku Gaara mendekati wanita adalah hal yang mudah, kadang tanpa perlu berkata pun gadis-gadis sudah mengejarnya. Mungkin ini efek dari wajah tampan warisan bapaknya ditambah aura anak nakal yang tak kunjung hilang dari balita.

Ino memandangi lelaki itu naik turun tanpa malu. Dada bidang (check), lengan yang terlihat kuat (check). Ino wajib melihat hal yang paling utama, hal yang paling penting baginya dalam memilih pasangan. "Bisakah kau berdiri."

Gaara mengerutkan kening, tapi ia menuruti saja mau perempuan itu. "Untuk apa?"

Ino kali ini menyelidiki bagian pinggang ke bawah. Dia cukup puas. Dijamin lelaki ini sudah pasti rajin squat untuk mendapatkan bokong seperti itu. "Inspeksi, aturanku wajib cek dulu sebelum pakai. Aku yakin kau dari tadi juga mengamatiku sebelum mengajak bicara."

"Yah, Aku mengamatimu sedang berkomat-kamit menyumpahi orang. Menarik sekali. Kau punya banyak kosa kata indah. Mulai dari bandot tua hingga Jancok. Katakan padaku siapa hantu-hantu kasat mata yang kau maki dari tadi."

"Oh, Cuma atasanku dan sainganku. Tahu lah beratnya beban hidup jadi budak korporat. Kerja delapan jam, enam hari seminggu terkadang lembur, tapi gak kaya-kaya."

"Kalau sudah terasa jadi beban kenapa tak berhenti saja?"

"Bagaimana ya. Aku suka pekerjaannya. Aku cukup suka uangnya. Hanya saja manusianya menyebalkan." Ino menghembuskan nafas dan meneguk minumannya lagi. "Aku merasa stres."

"Aku tak bisa memberimu saran selain minum lebih banyak. Mungkin setelah semua alkohol ini kau bisa menemukan ketenangan jiwa."

"Kau bijak sekali ya, Sayangnya aku sudah imun dengan alkohol. Aku butuh metode pengalihan yang lebih tinggi."

"Seperti?"

"Hm.. good seks." Ujar Ino tanpa malu. Dia wanita yang bicara apa adanya dan selalu jelas dalam mengutarakan kemauannya. Lagi pula lelaki di depannya, dilihat dari sisi mana pun terkesan seperti seorang player. "...,tapi menemukan lelaki yang benar-benar memuaskan itu agak sulit. Rata-rata mereka hanya bisa membual saja."

"Mau mencobanya denganku?" Gaara menawarkan diri.

"Hm.. sepertinya kau sangat yakin dengan kemampuanmu."

"Jam terbangku cukup tinggi." Jawab Gaara datar.

Ino tertawa, "Kau memang terlihat berpengalaman."

Gaara jadi terkesan. Biasanya jika dia bicara seperti itu para wanita akan mundur dengan teratur, tapi wanita ini punya mindset yang sama dengannya. Dia tak perlu khawatir dibebani dengan emosi dan harapan tak penting. "Bagaimana? Kau setuju atau tidak?"

"Kau sesuai seleraku dan aku menarik dimata mu. Why not!"

Hal paling penting dalam hubungan kasual bukanlah kepribadian atau latar belakang, tapi ketertarikan fisik. Seperti yang dia rasakan saat ini.

" Two can play this game."

"Tunggu apa lagi. Ikut denganku."

Gaara mengikuti Ino hingga ke toilet. "Di sini? Apa kau serius?" tanya lelaki itu penuh spekulasi.

"Apa kau takut? Kalau kau tak berani. Berarti kau bukan levelku." Ino melangkahkan kakinya masuk ke toilet wanita yang untungnya sepi. Entah kenapa Ino suka sekali melempar tantangan.

Tak suka diremehkan Gaara meraih tangan Ino dan menyeretnya ke salah satu bilik toilet. "Kau begitu percaya diri ya?"

Ino mendongak untuk menatap mata jade pucat yang bersender di pintu. Ia pun tersenyum sembari membiarkan jari telunjuknya menyusuri dada bidang yang tersembunyi di balik kemeja satin hitam.

"Mau bicara sampai kapan?" tangan Ino sudah bertengger di ikat pinggangnya dan Gaara menangkap tangan itu.

"Agresif, Aku suka."

Gaara meraih pinggang Ino dan melumat bibirnya dengan kasar. Di ruang yang begini sempit tak banyak manuver yang bisa dilakukan.

Tubuh mereka berimpit dalam pelukan, dua orang asing yang sama sekali tak mengenal. Bibir berpagut, saling melumat. Lidah lelaki itu membelai rongga mulutnya membuat Ino melingkarkan lengannya semakin erat di leher Gaara.

Sepasang tangan meluncur turun dari pinggang menuju bokongnya, ia tersentak kaget merasakan pijatan lembut di sana. Tak mendapatkan penolakan, Rok pendek yang wanita pirang itu kenakan tergulung di pinggang

Gaara mengeluarkan tawa kecil, cukup senang bisa menyentuhkan telapak tangannya pada kulit wanita ini. Begitu lembut dan kenyal.

'Pilihan pakaian dalam yang menarik' pikirnya dalam hati sambil membiarkan jarinya menyusuri detail renda yang melingkari pinggul wanita itu. Perlahan jarinya menyelinap ke dalam.

"Apa kau tipe wanita yang menggunakan g-string setiap harinya?" Gaara berucap dengan rendah di telinga Ino.

"Tentu saja, Kita tak pernah tahu kapan kesempatan itu datang. Aku wanita yang selalu siap mengantisipasi keadaan."

"Pilihan pakaianmu mempermudah pekerjaanku." Gaara menyentuh wanita itu tepat di intinya.

Ino mengerang tertahan. Beruntung dia mengenakan rok mini tanpa stoking. Jari-jari kakinya melengkung dalam sepatu hak tingginya akibat sentuhan pria itu.

"Kau menyukainya?" Ino mengangguk lemah.

Mendadak saja lelaki asing itu berlutut, kedua tangannya tersampir di paha Ino yang berdiri terentang.

"Was it real?" Ino menahan pekik yang nyaris keluar dengan menggigit bibir bawahnya. Lidah pria berambut merah itu terasa hangat menyapu vaginanya. Ino mendengar langkah kaki di luar sana dan suara percakapan wanita.

Ada orang lain di tempat ini dan Ia semakin berusaha untuk tidak membuat suara. Seakan mencoba mengoloknya gerakan lidah pria itu semakin liar. Tak ada sudut yang tak terjamah. Kaki Ino gemetar. Ia harus menyanggah dirinya dengan meletakkan tangan dibahu lelaki yang sedang berlutut dan memberi kenikmatan. Jarang-jarang ada pria yang seperti ini. Memberi servis ketimbang minta diservis.

Akhirnya desahan Ino meluncur tanpa bisa dihentikan tatkala mulut pria itu mencecap dan menghisap titik sensitifnya.

"Aku mendengar suara." Ino mendengar suara wanita di luar yang terdengar curiga. "Eh, Pintu toilet itu bukankannya dari tadi tertutup."

Jantung Ino berdegup kencang, Bagaimana bila mereka ketahuan, tapi anehnya situasi seperti ini membuat dia semakin terangsang. Ino membekap mulut dengan tangannya karena pria itu tak kunjung berhenti.

Gaara hanya bisa berdecak dalam hati, melihat betapa basah dan terangsangnya wanita ini. Perlahan ia menyelipkan jarinya kembali, memeriksa dinding-dinding otot yang berdenyut dan siap menerima tekanan dari luar.

Ino lega mendengar tempat itu sunyi lagi karena erangannya kembali pecah. Di stimulasi dari luar dan dalam membuat dirinya merasakan kenikmatan yang luar biasa. Dia berada diambang klimaks. Ino meremas bahu lelaki itu semakin keras. Dia tak bisa menahan lagi sensasi yang menggelitik seluruh Indranya.

Di bawah sana, Gaara menyeringai. Paling tidak ia sudah membuktikan kalau ia tak membual. Lelaki itu kembali berdiri mengusap bibirnya yang basah oleh cairan entah apa.

Ino menarik nafas panjang, menyeimbangkan tubuhnya dan merangkai kembali pikirannya yang tadi berserakan akibat orgasme nan kuat. Mata aqua marine- nya tertumpu pada wajah yang meradiasikan keangkuhan, tentu saja lelaki itu tahu apa yang dia lakukan dan sepertinya puas membuat tubuh Ino bereaksi seperti itu, tapi bukan permainan namanya bila tak ada perlawanan.

Ia tak akan berlutut di lantai yang ia sangsikan kehigienisannya. Ino duduk di toilet dan dengan mudah melepaskan ikat pinggang dan memereteli celana panjang yang Gaara kenakan. Ketika ia menarik turun boxer berwarna hitam, Nafas Ino tercekat. Ia sudah melihat banyak dan sudah merasakan banyak tetap saja ia merasa beda yang berdiri tegak dengan keras di hadapannya cukup impresif.

" I see, Kau terkesan." Gaara berseloroh. Sebenarnya ia lebih berharap dikarunia ukuran yang wajar-wajar saja, sebab kadang wanita mengeluh kesakitan karena ia terlalu besar. Bahkan sudah memakai pelumas pun masih sulit lewat dan ia menanti bagaimana reaksi wanita itu mencoba menanganinya.

"Aku belum pernah melihat yang seperti ini."

"Apa kau yakin kau memang seorang playgirl ?"

Ino tanpa ragu menggenggam benda itu dan memutar telapak tangannya cukup untuk membuat Gaara mendesis. Ino sangat terkesan. Ia membuka bibirnya dengan lebar untuk melahap kejantanan yang disajikan di depannya. Hampir mustahil untuk menelan semuanya, tapi Ino tahu trik yang bagus dengan memanfaatkan lidahnya. Kepala pirang wanita itu maju mundur dengan antusias mengulum ujungnya sejauh mulutnya mengizinkan kedua tangannya tertangkup dipangkal memijat dengan lembut.

"Shit! Kau benar-benar tahu apa yang kau lakukan ya."

Ino mendongak menatap lelaki itu dan memberikannya tatapan kotor. Siapa yang tak menjadi panas ditatap seperti itu.

"Apa kau mau aku mengakhiriku seperti ini? Aku hampir menyentuh garis finish." ucapnya sambil terengah.

Suara pop terdengar saat Ino menghentikan aktivitasnya secara mendadak. "Tak menyenangkan kalau berakhir begini." Ino meraih tasnya dan mengambil sebungkus kondom dan merobek bungkusnya.

"Wow, Apa kau membawa ini ke mana-mana?"

"Bukankah penting untuk bermain aman? Aku yakin kau juga menyimpan satu di dompetmu."

Gaara tidak mengelak, Ia lelaki dewasa dengan kehidupan seksual yang bisa dibilang hetic.

Ino menurunkan celana dalamnya dan berbalik memunggungi lelaki itu. Ia mengangkat roknya kemudian membungkuk. "Tunggu apa lagi?"

Wanita ini memang mengejutkan. Ia bahkan punya tendensi untuk mengatur dirinya. Gaara tak akan heran bila ternyata di bidang lain dia akan sama bossy -nya.

" Harder, Yes!" Ino memejamkan mata, bertumpu pada dinding bilik toilet. Sepasang telapak tangan mencengkeram erat bokongnya. Memastikan tubuh mereka selaras.

Rongga yang dia masuki terasa sangat sempit dan ketat. Beruntung sekresi yang dihasilkan cukup licin untuk membiarkannya meluncur hingga ke dalam. Menakjubkan melihat wanita itu menerimanya dengan utuh, tanpa mengeluh. Barangkali memang mereka terlalu horny untuk menyadari sedikit rasa tak nyaman.

Menarik, Ia tak pernah bertemu wanita yang membalutnya dengan begitu tepat, Rasanya seperti menemukan pakaian yang memang dibuat spesial untuknya. It fit perfectly. Gaara mengikuti petunjuk Ino. Jelas wanita ini tahu apa yang dia butuh kan dan sebagai lelaki ia tak boleh gagal mengeksekusi.

Ino merintih saat lelaki itu mendorong dengan pelan dan mengerang tatkala tempo dinaikkan. Ia melupakan stresnya sesaat dan bahkan tak lagi menyadari sekelilingnya. Mungkin orang di luar sana mulai curiga dengan bilik yang terkunci lama dan dipenuhi suara-suara, tapi Ino tak peduli. Ia hanya fokus pada rasa dan sensasi yang mengaliri seluruh tubuhnya bak aliran listrik.

Tubuhnya berasa terbelah, Meregang dan terus meregang. Menyesuaikan diri dengan ukuran penis yang menyodok hingga ke mulut rahimnya. Stimulasi yang dia terima membuat tubuhnya kembali bergetar. Mendadak saja semua kenikmatan itu terhenti dan Ino dihadapkan pada kekosongan. Ia pun mengerjap kebingungan.

Ino membalikkan tubuhnya untuk protes, tapi bibir lelaki itu membungkamnya lebih dulu dengan ciuman dalam. Ino dibuat lebih terkejut lagi ketika lelaki itu mengangkatnya. Kaki Ino yang tak lagi menyentuh lantai meliliti pinggul Gaara yang sedang menyatukan kembali tubuh mereka.

Ino terjepit di antara dinding kayu dan tubuh lelaki bermata jade itu. Memeluknya dengan erat seakan dia adalah tiang yang menyangganya di tengah amukan gelombang hasrat. Pinggul yang mengentak semakin cepat diikuti nafas yang terengah. Mereka berdua fokus berpacu menuju pelepasan.

Ino, tak bisa lagi bicara atau berkata. Hanya gumam tak jelas meluncur dari bibir mungil-nya. Teraduk-aduk dan luluh lantak, merupakan kata yang tepat untuk mendeskripsikan kondisi liang yang berada di antara ke dua kakinya. Ia merasa seluruh otot yang melekat di panggulnya menegang dan terbakar. Siap untuk meledak.

Di tengah-tengah kenikmatan itu ia mendengar sang lelaki mengumpat pelan.

"Aku sudah tak tahan."

"Ayo lah sedikit lagi. Aku bisa merasakannya."

Gaara mengetatkan rahang, mengumpulkan semua kontrol dirinya karena tak ingin dianggap membual. Wanita pirang itu mengerang lagi, sepertinya dia telah menemukan titik yang tepat.

Tanpa mengubah sudut dan kecepatan. Friksi di antara mereka menstimulasi g-spot yang sudah terlampau sensitif. Ino mencapai klimaks bersamaan dengan cairan yang menyembur. Selama beberapa saat tubuhnya mengejang dan menggelenyar dalam sensasi erotis. kenikmatan tumpah tanpa bisa dibendung. Ino merasakan lelaki itu sebentar lagi menyusul. Permainan ini begitu intens dan sepertinya mereka berdua sama-sama menang, terhanyut dalam euforia.

Lantai di bawah Ino terlihat becek dan celana Gaara yang melorot di kakinya juga agak basah terpercik oleh cairan yang sama. Ia menarik keluar penisnya dengan perlahan dan menurunkan wanita pirang itu.

Ino merapikan dirinya dengan cepat dan menyodorkan tisu pada partner seks nya. "That was great, thank you."

"Sama-sama."

Tanpa menunggu Gaara selesai membereskan penampilannya. Ino membuka bilik toilet yang mereka huni selama hampir empat puluh lima menit.

"Hei, Siapa namamu?" Tanya Gaara.

"Kau tak perlu tahu."

"Sepertinya kau melupakan sesuatu."

Celana dalam Ino masih tergeletak di lantai. Ino enggan memakainya lagi. Ia pun kembali melemparkan senyum seksi pada lelaki asing itu.

"Kalau kau mau simpan saja buat kenang-kenangan." Ino melangkah pergi dan menutup pintu toilet tanpa menatap lagi.

Gaara tercengang. Seumur-umur baru kali ini ia diperlakukan seperti seks toy, dipakai kemudian diabaikan. Ia memungut celana dalam itu dan menyimpannya di kantong. Hari pertamanya di negeri ini dia sudah bertemu dengan wanita berkepribadian unik, meski merasa sedikit tertarik dan seks-nya menyenangkan. Gaara tahu wanita dengan model seperti itu hanya akan membawa masalah. Memang lebih baik tak bertemu lagi.

.

.

Ino melangkah ke ruang pertemuan dengan dagu terangkat, Dia tak gentar. Target apa pun yang diminta oleh kumpulan kakek tua yang tak punya empati selain untuk profit akan dia penuhi. Jika ia tak sukses mendapatkan promosi ini bukankah hidupnya akan jadi menyedihkan dan tak berarti? Maka dengan segala cara ia harus mendapatkannya.

"Selamat pagi, Pak." Ino menyapa dengan hormat lima orang pria paruh baya yang menguasai saham perusahaan dia bekerja dan Kakashi Hatake sang CEO yang dibayar untuk mengatur jalannya perusahaan.

"Kau sudah tahu kan dipanggil untuk apa?" Tanya Kakashi pada Ino.

"Apa anda akan memberikan saya promosi jabatan?"

Lelaki berambut perak itu tampak merasa tak enak, Dia sendiri ingin mempromosikan Ino, tapi orang-orang di atasnya masih merasa butuh bukti kalau wanita ini benar-benar capable.

"Aku tak bisa memutuskan sendiri, sebab itu anggota dewan direksi berada di sini untuk mengujimu. Ino, kau sudah bekerja lama, dari staf biasa merangkak hingga posisi eksekutif asisten. Kinerjamu selama tiga tahun terakhir melampaui Anko yang merupakan kepala team marketing sebab itu kau diberi kesempatan ini."

Ino mengepalkan telapak tangannya. Dengan hasil seperti itu sudah jelas posisi yang ditinggalkan Anko harusnya menjadi miliknya mengapa harus diuji lagi.

Fugaku Uchiha, salah seorang anggota dewan direksi ikut bicara, "Yamanaka Ino, pekerjaanmu selama ini cukup impresif, tetapi market di negara ini sangat besar penting bagi perusahaan. Kami ragu kau bisa mengemban tanggung jawab sebesar itu. Selama ini persaingan hanya terjadi secara internal dan kami mulai berpikir untuk melakukan pertukaran pegawai antar cabang dari setiap negara. Mungkin hal itu akan membawa motivasi dan inovasi dalam perusahaan yang menurut kami stagnan."

"..., tapi pak, setiap negara punya karakteristik pasar yang berbeda-beda. Anda tak mungkin mengharapkan orang yang tak memahami selera pasar bekerja dengan baik. Saya sudah berkecimpung menggarap pasar Jepang selama dua belas tahun dan angka penjualan kita tak pernah turun."

"Masalahnya Nona Ino, Team marketing Jepang menggunakan strategi yang sama selama bertahun-tahun. Angka penjualan tidak buruk, tapi tak ada peningkatan signifikan artinya demografi pelanggan kita tidak berubah dan perusahaan gagal melakukan ekspansi sebab itu kami merasa Shakedown dibutuhkan."

"Maaf saya sedikit terlambat, Lalu lintas kota ini membingungkan saya."

Wajah anggota dewan direksi tampak semringah melihat orang yang baru datang. Ino menoleh untuk melihat siapa manusia tak sopan yang beraninya muncul terlambat di tengah rapat penting. Hampir saja rahang Ino jatuh akibat keterkejutan.

"Ino, Lelaki ini adalah Sabaku Gaara. Chief Eksekutif Marketing Korea. Selama tiga bulan ini dia akan bekerja denganmu. Lalu kita akan evaluasi." Kakashi Hatake memperkenalkan lelaki berambut merah itu pada Ino.

"Apa dia akan menjadi ketua tim?" Ino bertanya. Sebab untuk saat ini statusnya masih asisten dan lelaki itu sudah jadi Chief.

"Untuk sementara, Bila kinerja Gaara dinilai baik dia akan ditransfer secara permanen dan bila kau Ino terbukti lebih baik dari Gaara. Posisi yang ditinggalkan Anko akan jadi milikmu. Aku harap rivalitas kalian akan menghasilkan sesuatu yang positif."

Ino menatap saingannya dengan berapi-api. Dia akan menjatuhkannya dengan cara apa pun.

Menghadapi Ino yang menatapnya dengan permusuhan terselubung. Gaara hanya tersenyum. "Senang berjumpa dengan anda, Nona Ino Yamanaka."

"Karena Gaara sudah di sini. Bawalah dia untuk berkeliling dan bertemu dengan staf lain."

"Baik, Pak." Ino mengangguk.

Keluar dari ruang rapat. Gaara mengikuti Ino. "Dunia ternyata sempit ya."

"Kau tentunya bisa bersikap profesional."

"Tentu saja."

"Anggap saja kita tak pernah bertemu tadi malam."

"Kau dingin sekali. Padahal semalam kau begitu hangat padaku."

"Jangan macam-macam Sabaku Gaara, Kemunculanmu di kantor ini membuatku kehilangan promosi, tapi tak perlu khawatir dalam waktu tiga bulan aku akan membuatmu pulang kembali ke Korea."

"Benarkah, Kau tak bisa mengalahkanku semalam dan kau berpikir bisa menjungkalkan aku kali ini?"

" Oh, You never know how vicious i can be."

"Aku tak sabar bekerja denganmu."

Ino mengajak Gaara turun ke lantai departemennya. "Guys, Perkenalkan ini bos sementara kita. Sabaku Gaara." Ujar Ino dengan kesal. "Jika dia gagal memenuhi target dalam tiga bulan dia akan didepak. Kalian paham." Ino berharap rekan-rekan dan anak buahnya akan lebih setia padanya ketimbang si orang baru dan mempersulit pekerjaan Gaara dengan bersikap tak kooperatif.

"Salam kenal, Aku harap kalian bisa bekerja sama denganku."

Ino menunjuk pintu dengan tulisan Chief office. "Di sana tempat kerjamu."

"Kalau begitu Nona Ino, Bawakan semua file proyek yang sedang dikerjakan. Aku butuh waktu untuk mempelajarinya."

Ino bersedekap, "Mengapa aku harus membantumu?"

"Kita diharuskan untuk bekerja sama bukan? Dan jabatanmu asisten sudah seharusnya kau memberikan bantuan."

Ino membuang muka dan pergi. Wanita pirang itu memanggil Naruto. Salah satu staf yang bekerja untuknya.

"Naruto, Tolong kau layani orang itu. Berikan apa yang dia minta. Jangan sampai menggangguku."

"Baik, Bu."

Naruto pun mendekati Gaara. "Halo, Namaku Naruto, Staf Junior departemen ini. Ino memintaku menjadi asistenmu."

"Mohon bantuanmu Naruto, Apa kau tahu kode untuk mengakses komputer ini."

"Tunggu sebentar, Aku akan meminta Shino menyiapkan semua akses file untuk anda."

"Terima kasih. Omong-omong apa Ino selalu seperti itu? Tak ramah dan tak menyenangkan."

"Pak, Semua yang bekerja di lantai ini menghindari membuat masalah dengannya. Ino menakutkan, Entah berapa orang staf baru yang re-sign karena tak kuat bekerja bersamanya. Wanita itu kejam dan perfeksionis."

"Apa kau tahu dia punya kekasih?"

Naruto tertawa. "Semua lelaki yang mencoba mendekatinya dicabik-cabik."

"Apa kau pikir aku bisa mencoba mendekatinya?"

"Risikonya anda tanggung sendiri, Pak. Lagi pula Ino tak akan menyukai anda yang sudah merebut posisinya. Dia seseorang yang keras kepala."

"Aku suka tantangan, Naruto. Aku akan membuatnya suka bekerja di bawahku." Maksud ambigu Gaara tentu tak dipahami oleh lawan bicaranya.

"Semoga beruntung, Pak."

A/N : I am back with lemon. Sepertinya ini cuma 2 chapter aja. Udah lama gak nulis. Semoga kalian suka ya.