Disclaimer:

Aku bukan pemilik dari semua karakter yang akan dan terlibat dicerita ini. Aku hanya meminjam/menggunakan karakter milik pengarang mereka.

Naruto milik Masashi Kishimoto dan High School DxD milik Ichiei Ishibumi.


[Arc 1: Kisah yang menghilang]

[Chapter 12: The Lost Saga - Bagian III: Ophis]

Di sebuah rumah kayu, terlihat Mito sedang duduk di pinggir ranjang di dalam salah satu kamar disana. Dia menatap Ophis yang terbaring lemah di ranjang tersebut. Mito tidak tahu kenapa, dia merasa sedih saat melihat sosok kecil Ophis yang terbaring lemah seperti itu padahal gadis kecil perwujudan Ōroboros Dragon itu bisa dibilang musuhnya.

Mito menatap wajah Ophis yang begitu memprihatinkan di penglihatannya, Naga yang selalu menantangnya bertarung itu sekarang tidak bisa melakukan apapun untuk hanya sekedar berbicara.

Mito kembali mengingat tahun-tahunnya yang tidak terhitung jumlahnya dia bertarung di celah dimensi tanpa ada yang tahu. Ophis, Naga yang entah kenapa tidak punya wujud Naga itu selalu ingin menyingkirkannya dari celah dimensi dan Naga itu menyebut keheningan itu adalah rumahnya, tempat kelahirannya.

"Ophis..."

Nada itu, nada dari seseorang yang sedang sedih dan khawatir keluar begitu saja dari mulutnya. Mito terdiam, kembali mengingat kejadian sebelumnya sebelum dirinya menemukan Ophis dalam keadaan memprihatinkan seperti itu...

Flashback

Mito terbang meninggalkan pulau tidak berpenguni yang terdapat lingkaran sihir seperti milik Ophis, dia sangat cemas saat ini seakan sesuatu yang buruk sedang terjadi kepada Naga yang selalu menantangnya bertarung itu.

Mito melesat dengan kecepatan tinggi hingga tidak dapat dilihat oleh mata manusia. Hari ini adalah siang hari, jadi dia berusaha menjaga eksistensinya tetap tersembunyi dari mata manusia karena itulah dia bergerak cepat untuk mencari keberadaan Ophis.

Berbagai tempat yang biasa Ophis datangi telah dia kunjungi, tapi Naga tidak terbatas tanpa wujud Naga itu tidak dia temukan disana. Mito semakin merasa cemas saat memikirkan keadaan Ophis, dia tidak tahu kenapa dia mengkhawatirkan seseorang yang selalu mengusik dirinya saat sedang mencari jalan ke dunia tempat sang Tenshi-sama berada.

Satu-satunya yang bisa Mito pikirkan saat ini mungkin karena dia sudah menganggap Ophis teman sekaligus rivalnya. Terlalu sering bertemu dan bertukar pukulan membuat dia merasa seperti memiliki kehidupan lain di samping mencari keberadaan seseorang yang hanya dia ingat nama dan auranya selama ini.

Mito berhenti memikirkan pencariannya akan sosok malaikat yang dia lupakan wajahnya itu sejenak disaat Ophis datang dan berkata "Great Red aku akan menyingkirkanmu dari rumahku!" Setiap Ophis datang untuk menantangnya bertarung, Ophis selalu terlihat lebih dan lebih menunjukkan emosinya yang begitu banyak tersembunyi di balik kosongnya sorot mata abu-abu miliknya.

Mito tidak tahu apa saja yang di alami oleh teman bertarungnya itu selama ini, tapi apapun itu dia tahu satu hal yang sangat pasti, Ophis, Naga itu begitu membencinya meski tersembunyi di balik wajah datar dan sorot matanya yang kosong.

Menggeleng pelan, Mito terus melesat jauh kearah yang tidak diketahui kemana tujuannya, yang jelas dia hanya mengikuti instingnya sebagai Naga yang sudah bepergian ke berbagai tempat tanpa ada yang tahu selama ribuan tahun. Instingnya mengatakan Ophis ada di dunia manusia, dia percaya itu dan saat ini dirinya mencari di sebuah hutan entah di belahan bumi bagian mana dia tidak tahu dan tidak peduli, yang ada di pikirannya saat ini adalah keadaan Ophis yang tidak tahu kenapa dia malah mengkhawatirkan Naga itu.

Mito terdiam, dia merasakannya, meski lemah dia bisa merasakan energi Naga milik Ophis di hutan itu. Mito diam, dia mengambang di udara memperhatikan area sekitar hutan itu untuk mencari keberadaan Ophis tapi dia tidak menemukannya.

"Ophis, dimana kau berada?"

Mito melayang turun secara perlahan dari yang awalnya terbang di ketinggian awan hingga sampai berada di sekitar 100 meter di atas permukaan tanah.

Mito memperhatikan sekitarnya sekali lagi dan dia menyipitkan matanya ketika iris kuningnya melihat ada semacam kabut aneh yang menyelimuti bagian tertentu di hutan itu.

"Itu... efek penggunaan Sacred Gear, Dimension Lost."

Mito yang menyadari itu mencoba untuk membuka ruang dimensi namun tidak bisa.

"Ophis ada di dimensi buatan Sacred Gear itu, apa yang terjadi?"

Mito berpikir bingung, namun itu tidak lama karena dia segera mengesampingkan pemikirannya.

"Aku harus masuk ke dimensi buatan itu, aku khawatir Ophis berada dalam bahaya didalam sana."

Lanjutnya, Mito segera mencoba lagi untuk membuka ruang di sekitarnya. Gagal, coba lagi, gagal, coba lagi, seperti itu seterusnya selama beberapa kali percobaan hingga akhirnya celah mulai terbuka di ruang dimensi di sekitarnya. Dari yang awalnya kecil, kini perlahan ruang itu mulai terbuka semakin lebar hingga tubuh manusianya cukup untuk masuk ke dalam.

Mito masuk, dan dia bisa merasakan dengan jelas energi Naga milik Ophis yang melemah dan ada dua energi iblis beserta satu Naga? atau malaikat jatuh? entahlah namun yang jelas dia merasakan energi kekuatan Ophis mengalir ke dalam tubuh mahluk itu.

Tanpa bertanya apapun, Mito merubah kembali wujudnya ke wujud Naganya dan mulai mengumpulkan energi positif dan negatif hingga menciptakan bola hitam khas serangan mahluk tertentu. Mito kemudian menelan bola hitam itu dan sedetik berikutnya dia membuka mulutnya, targetnya adalah seseorang yang berdiri di dekat Ophis yang memiliki aura iblis dan satu Half-Dragon.

Syuuut!

Cahaya laser merah melesat dengan kecepatan tinggi kearah targetnya dan itu terus melesat jauh mengikis permukaan tanah jauh di depannya, namun kedua mahluk itu berhasil menghindari serangan itu dengan terbang.

Boooom!

Terjadi dentuman keras jauh disana, dan tidak lama setelah itu terjadi getaran pada dimensi buatan disekitarnya.

"Penggunanya melepaskan dimensi buatan ini, aku harus segera berubah kembali."

Bersama dengan itu, Mito kembali ke wujud manusianya. Itu terjadi bertepatan dengan hancurnya dimensi buatan itu seperti sesuatu yang di gulung. Setelah proses pelepasan penggunaan kekuatan Sacred Gear Dimension Lost tersebut, Mito segera menghilang dan muncul di dekat Ophis.

Flashback End

Mito menatap Ophis sejenak, dia kemudian berdiri dan berjalan keluar dari kamar itu. Di luar ketiga pengikut sang Tenshi-sama, berdiri seperti menunggu dirinya keluar dari kamar tersebut. Mito berjalan menghampiri mereka dan mengajak mereka bertiga duduk di ruang tamu, setelah berada di ruang tamu mereka duduk tentunya untuk meminta penjelasan dari Naga yang beberapa hari terakhir ini mengikuti tuan mereka.

"Jadi Mito-san, kenapa kau membawa Naga itu kesini?"

Mito menatap ke arah Raynare yang bertanya tersebut dengan tatapan khawatir meski menjadi tenang setelahnya. Mito menghela nafas pasrah melihat betapa tajamnya ketiga sosok yang dia ketahui memiliki identitas sebagai ras Flügel tersebut menatapnya.

"Harus aku mulai dari mana cerita ini?..."

Saga of Ophis

Ophis PoV.

Aku melihat, aku muncul dari keheningan itu. Saat itu adalah hari pertama aku lahir. Aku yang saat itu tidak tahu apa-apa hanya berdiam diri dengan tubuh besarku yang panjang. Aku tidak tahu itu wujud apa pada saat itu, namun aku memiliki kebiasaan untuk melahap bagian terkecil dari tubuhku karena bagian itu menarik perhatianku.

Bagian itu sekarang aku ketahui sebagai ekor. Hari demi hari terlewat begitu saja meski aku tidak tahu akan hal itu, tapi aku tahu sekarang karena aku sudah hidup disana sangat lama sekali. Pada suatu hari, aku tidak sengaja membuka celah kecil di keheningan itu yang aku anggap rumahku. Saat itu aku di dorong oleh rasa penasaranku akan hal yang baru aku lakukan itu hingga pada akhirnya apa yang aku lakukan itu membuahkan hasil. Celah itu membesar dan terus membesar hingga seukuran dengan besar tubuhku yang aku ketahui sekarang sebagai wujud ular.

Aku keluar ke dunia keberadaan untuk pertama kalinya. Aku begitu antusias untuk menjelajahi tempat asing yang penuh kehidupan itu meski wujudku adalah ular raksasa aku merasa seperti anak manusia yang begitu gembira saat melihat sesuatu yang belum pernah aku lihat. Aku bisa terbang, ya, aku bisa terbang tanpa sayap atau apapun saat itu, sampai sekarang pun aku masih bisa terbang tanpa sayap meski terkadang aku menggunakan sayapku, tapi sayapku tidak ada pada saat itu.

Aku terbang bebas di tempat asing yang sekarang aku sebut dunia manusia. Tempat itu begitu indah pikirku saat itu. Aku terbang tanpa mengkhawatirkan apapun, dengan ekspresi senang di wajah ularku aku melihat dunia itu dengan begitu senang dan tanpa terasa hari-hari menyenangkan itu perlahan mulai berakhir.

Manusia menemukanku, mereka memburuku. Apa salahku? Aku bertanya-tanya saat itu. Aku pikir mereka ingin berteman denganku, bermain bersamaku, tapi tidak, mereka memburuku, ingin membunuhku, dan mereka menyebutku, Monster.

Hari demi hari aku lewati, aku akhirnya menangis untuk pertama kalinya saat itu, itu aneh jika memikirkan diriku yang seekor ular raksasa menangis, tapi pada saat itu aku hanyalah mahluk yang baru keluar dari rumahku, tempat kelahiranku, yang sekarang dikuasai si merah sialan itu.

Aku menggulung tubuhku disuatu hutan, aku lahap ekorku untuk menghilangkan perasaan sakit di hatiku yang pada saat itu aku tidak tahu apapun tentang itu. Aku meringkuk jika seandainya tubuhku adalah tubuh manusia seperti sekarang.

Hari demi hari setelah itu, aku belajar sesuatu. Aku belajar untuk mengecilkan tubuhku dan itu berhasil dengan begitu mudahnya seakan aku dilahirkan memang untuk bebas mengubah ukuran tubuhku.

Aku menjadi ular kecil biasa, aku melihat manusia, aku belajar dari mereka meski mereka mengejar dan memburuku aku tidak marah atau apapun karena aku tidak tahu apa-apa pada saat itu. Lalu setelah beberapa tahun berlalu aku akhirnya memahami banyak hal dan aku tahu alasan kenapa manusia menyerangku, mereka takut padaku, mereka takut pada sesuatu yang disebut Monster.

Namun aku masihlah naif, manusia tidak hanya takut pada Monster, mereka juga takut terhadap hewan beracun dan aku tidak tahu itu. Pada saat itu aku mencoba mendekati anak manusia, aku pikir karena tubuhku sudah kecil mereka tidak akan takut padaku, tapi aku salah, justru karena tubuhku kecil mereka menjadi mudah untuk memukulku, menyiksaku dengan kayu, itu sangat sakit, aku menangis pada saat itu tapi tentu manusia tidak tahu itu.

Aku melarikan diri, aku pikir mereka tidak akan mengejarku tapi aku lagi-lagi salah, mereka tetap mengejarku, mereka ingin membunuhku meski aku tidak tahu apa-apa pada saat itu, aku tidak menyerang mereka, aku hanya berpikir untuk berteman yang pada saat itu aku menganggap teman itu sebagai tempat untuk bermain, itulah yang aku pelajari dari manusia, lebih tepatnya anak-anak mereka.

Tapi mereka, para manusia dewasa itu ingin membunuhku. Pada saat itu aku masuk ke dalam hutan dan bersembunyi di bawah daun-daun kering yang berserakan disana. Aku membuat tubuhku menjadi sangat kecil hingga mereka tidak bisa melihatku. Lagi-lagi aku melahap ekorku untuk menenangkan hatiku yang sakit entah karena apa, aku tidak tahu pada saat itu.

Beberapa hari setelah kejadian itu, aku mulai menjauhi manusia, aku masih belajar dari anak-anak mereka meski tetap bersembunyi dengan wujud kecilku. Aku mengamati semua yang anak-anak manusia lakukan pada saat itu hingga beberapa tahun lamanya.

Aku pun kembali berpikir bahwa manusia dewasa tidak bisa dijadikan teman karena mereka bisanya cuma memusuhi mahluk lain yang mereka tidak sukai. Pada suatu hari, aku kembali mencoba mendekati anak manusia, tapi aku mendekati yang sedang sendirian untuk menghindari kejadian yang sama terulang kembali.

Aku menemukannya, seorang anak kecil berumur sekitar lima tahun sedang menangis sendirian di pinggiran desa tempat yang selama ini aku jadikan sekolah jika di masa sekarang. Aku menghampiri anak itu, aku juga bisa merasakan aura sesuatu yang mirip denganku yang pada saat itu aku tidak tahu apa itu.

Setelah dekat, aku menggunakan kemampuanku untuk berkomunikasi dengan anak itu.

"Halo," Kata itu adalah apa yang keluar dari mulut kecilku. Aku lihat anak itu tidak menyadari kehadiranku didekatnya, sekali lagi aku mengatakan kata "Halo," Pada anak itu dan akhirnya anak itu merespon suara kecilku.

Anak itu mencari asal suaraku dan aku untuk pertama kalinya merasa gugup yang pada saat itu aku tidak tahu itu perasaan apa. Aku yang sudah merasa gugup tidak sanggup untuk mengeluarkan suara lagi karena bahkan itu adalah suara dan kata pertama yang aku ucapkan sejak aku dilahirkan.

Aku terdiam, aku hanya diam mengamati anak itu yang mencariku sampai anak itu bersuara.

"S-siapa?"

Suara anak itu terdengar ketakutan, dia menoleh kesana dan kemari untuk mencariku padahal aku ada tepat di depannya, sangat dekat sekali dengannya. Tapi aku gugup saat itu sehingga aku tidak mengeluarkan suara lagi sampai anak itu pergi dari sana. Usaha pertamaku gagal, tapi aku tidak berhenti, aku mencari anak lain yang sendirian, namun selalu gagal karena perasaan gugup yang muncul saat aku sudah mengeluarkan dua suara memanggil dengan kata "Halo" tersebut.

Hari demi hari kembali berlalu dan hari itupun tiba, hari dimana anak yang pertama kali aku temui sendirian itu berhasil menemukanku. Dia terlihat takut pada saat itu, beruntungnya aku kembali bersuara untuk menenangkan anak itu, "A-aku ingin berteman denganmu," kalimat itulah yang aku ucapkan pada anak itu.

Aku lihat anak itu semakin takut, aku bisa melihat tubuhnya gemetar saat mendengar suaraku lagi, tapi aku tidak menyerah, aku kembali bersuara, "Jangan t-takut, aku tidak akan menyakitimu," itulah kalimat berikutnya yang aku ucapkan pada anak itu hingga pada akhirnya anak itu percaya padaku, lagi pula aku hanya mahluk kecil yang bahkan lebih kecil dari sesuatu yang disebut hewan berbahaya, ukuranku saat itu aku buat seperti ukuran cacing tanah.

Aku diangkat ke tangan anak itu, aku kaget, aku pikir anak itu mau memukulku karena aku tidak pernah melihat sesuatu yang disebut 'teman' mengangkat tubuh temannya, tapi aku salah, anak itu tersenyum padaku, itu begitu menyenangkan bisa melihat senyuman manusia untukku yang pertama kalinya.

Pada saat itu aku untuk pertama kalinya mendapatkan sesuatu yang disebut teman. Hari demi hari berlalu, aku dan anak itu yang aku tahu bernama Honoka menjadi teman, anak itu tidak menyakitiku, dia senang bermain bersamaku tapi lagi-lagi kesenangan itu harus berakhir tidak lama setelah itu.

Honoka, dia dibunuh oleh seseorang dan sesuatu yang ada di dalam tubuhnya diambil oleh orang itu, itulah apa yang sekarang aku ketahui sebagai Sacred Gear, aku tidak tahu Sacred Gear apa yang dimiliki oleh Honoka tapi dari auranya itu pastilah aura Naga.

Aku marah, ya, aku marah untuk pertama kalinya dan tanpa ampun aku mengamuk, menghancurkan segalanya sampai seluruh desa itu musnah bersama seseorang yang mengambil Sacred Gear Honoka. Dan aku kembali sendirian, itu sangat menyakitkan melihat tubuh tidak berdaya, kaku, tidak bernyawa Honoka, teman pertamaku dan terakhirku.

Lalu, lagi-lagi aku melahap ekorku untuk menenangkan diriku, dan pada akhirnya aku pergi dari tempat itu menuju ke tempat lain yang jauh dari tempat kematian Honoka, teman pertamaku.

Setelah sampai di suatu tempat, aku dengan wujud besarku terbang dan sekali lagi membuat para manusia mengejarku hingga akhirnya ada seseorang yang menyebutku Ophis, aku tidak punya nama atau apapun kecuali sedikit pengetahuanku yang aku pelajari dari anak-anak manusia di tempat pertama.

Manusia-manusia dewasa itu ingin membunuhku seperti sebelumnya dan aku hanya lari, pergi menjauhi mereka hingga aku sampai di sebuah hutan dan berdiam diri disana. Bertahun-tahun aku berdiam disana sampai ada yang menemukanku yang pada saat itu sedang malahap ekorku dan dari sanalah aku kembali diburu dan kemudian disebut sebagai Ōroboros Ophis, atau Ular yang malahap ekor.

Aku yang pada saat itu sudah tidak peduli dengan manusia dewasa, mulai menyerang mereka, menghancurkan mereka, mati, semua manusia mati dengan begitu mudahnya, peristiwa itu terus berlanjut hingga ada seseorang yang mengaku Raja para Dewa datang ingin membunuhku karena katanya aku telah membunuh pengikutnya. Aku hanya melawan Dewa itu hingga dia hancur, sekarat dan pada saat itu muncullah sepasang sayap di punggungku di sekitar kepalaku dan aku menjadi terlihat menyeramkan di mata manusia ataupun siapapun dan julukan itu datang, julukan yang sampai sekarang masih melekat di namaku, itu adalah...

Ōroboros Dragon, Ophis.

Ya, itulah diriku, dari yang awalnya hanya ular raksasa tanpa tahu apa-apa, kini menjadi sesuatu yang disebut Naga. Sejak saat itu, mulailah berdatangan orang-orang atau mahluk-mahluk yang ingin mengalahkanku tapi tidak satu pun diantara mereka dapat mengalahkanku. Aku tidak tahu dari mana datangnya kekuatanku, yang kemudian membuatku mendapatkan julukan lain sebagai Infinite Dragon God yang pada saat itu sama sekali tidak berarti apa-apa bagiku, hingga sekarang pun julukan itu masihlah tidak berarti karena...

Aku tetap kalah dari si merah yang datang entah dari mana, menempati rumahku yang aku tinggal selama beberapa ratus tahun? entahlah, aku sudah tidak ingat jumlah pastinya.

Bertahun-tahun aku ditantang oleh sekian banyaknya mahluk yang mengaku Dewa namun bagiku mereka tidak ada bedanya dengan manusia hanya saja mereka memiliki sedikit kelebihan dari pada manusia.

Aku bosan, ya, itu adalah pertama kalinya aku bosan dengan dunia keberadaan, dan aku ingin kembali ke rumahku dan menikmati keheningan itu lagi karena aku lahir disana, itu adalah rumahku seharusnya tapi saat aku kembali kesana, aku melihat si merah sudah ada disana seperti sedang mencari sesuatu, aku tidak tahu apa yang dia cari dan aku tidak peduli.

Aku memanggilnya tapi dia mengabaikanku, aku terus memanggilnya tapi dia juga terus mengabaikanku seakan aku tidak ada disana meski aku yakin si merah itu tahu akan kedatanganku ke celah dimensi yang merupakan rumahku.

Aku yang mulai merasa kesal karena diabaikan, mengumpulkan kekuatanku dan mulai menyerangnya. Aku yang selama ini selalu ditantang oleh banyak mahluk yang mengaku Dewa justru dihiraukan begitu saja oleh Naga yang pada saat itu aku pikir lemah, tidak mungkin mengalahkanku karena aku sudah mengalahkan banyak Dewa, membunuh mereka dan membuat mereka takut hanya untuk bertemu denganku. Tapi... si merah, dia mampu mengimbangiku hingga membuat celah dimensi, rumahku itu mengalami keretakan, membuatku dan si merah jatuh ke lubang retakan dimensi tersebut.

Aku tidak tahu itu dimana, aku melihat tempat itu kosong tidak ada apapun kecuali, pohon. Aku tahu itu adalah dunia manusia seharusnya tapi disana tidak ada kehidupan lain kecuali tumbuhan. Aku juga melihat si merah mengubah tubuhnya menjadi tubuh manusia, lebih tepatnya anak perempuan berambut merah panjang.

Aku yang masih kebingungan dengan sekitarku mencoba meniru si merah, ya, itu adalah pertama kalinya bagiku mengubah tubuhku ke wujud manusia. Pada saat itu aku berpikir, kenapa pengetahuan itu tidak dari dulu aku ketahui, seandainya aku tahu dari dulu pasti aku bisa memiliki teman tanpa perlu khawatir harus dikejar-kejar, diburu untuk dibunuh, aku menyesal tidak memikirkan hal itu, tapi terlepas dari pemikiran itu, aku mulai kembali berpikir untuk kembali ke rumahku karena si merah sepertinya sedang mencari sesuatu, aku juga mendengar si merah berteriak memanggil seseorang dengan sebutan "Tenshi-sama!" seperti itu.

Aku yang sudah mengubah wujudku menjadi sesosok manusia, lebih tepatnya anak laki-laki berumur 10 tahun, mulai mencoba untuk kembali ke rumahku dengan cara merobek dimensi, itu seharusnya berhasil tapi nyatanya pada saat itu aku tidak mampu merobek dimensi. Aku tidak tahu apa yang terjadi, aku pun berpikir keras pada saat itu sampai pikiranku kembali pada si merah, ya, aku pikir pada saat itu yang menyebabkan aku tidak bisa kembali ke rumahku, adalah dia.

Aku terbang dengan sepasang sayapku, menghampiri si merah yang sedang berteriak memanggil 'Tenshi-sama' yang aku tidak tahu siapa. Aku kemudian kembali menyerangnya sambil berkata "Apa yang kau lakukan!? Cepat buka jalan ke rumahku yang kau tutup!" begitulah, tapi respon yang aku terima dari si merah hanya tatapan kesal yang diarahkan padaku, aku saat itu melihat si merah seperti seseorang yang kehilangan sesuatu yang begitu berharga baginya dan pada akhirnya aku mendengar dia berkata "Jangan menganggu, atau aku akan membunuhmu!" itulah yang dia katakan, tentu saja aku menjadi tambah kesal, dan dengan itu pun aku kembali bertarung dengan si merah.

Tidak perlu aku jelaskan secara detail apa yang terjadi pada saat itu, cukup satu kata saja sudah cukup untuk menggambarkan apa yang terjadi dan kata yang tepat untuk peristiwa itu adalah Kehancuran.

Dimana-dimana hanya ada kehancuran, ledakan akibat serangan yang aku lancarkan terhadap si merah menghancurkan apapun, dan serangan si merah begitu mengerikan karena hanya dengan sebuah bola hitam kecil ledakan yang begitu besar meluluhlantakkan semuanya bahkan seranganku tidak berarti apa-apa pada saat itu, itu sangat jelas sekali merupakan wujud sejati dari kehancuran.

Bumi bergetar, angin panas berhembus begitu kencangnya sampai-sampai sayapku terpaksa aku hilangkan karena jika tidak aku pasti akan lebih mudah terhempas oleh gelombang kejut akibat serangan si merah pada saat itu. Aku untuk pertama kalinya merasa takut, kekuatan si merah begitu besar, bahkan lamanya pertarungan itu hingga berjam-jam dan si merah tidak pernah menunjukkan tanda-tanda kekuatannya menurun, sedangkan aku yang memang sudah di kenal sebagai Naga tidak terbatas, tidak perlu ditanyakan lagi, aku masih baik-baik saja meski mengalami luka akibat serangan mematikan milik si merah.

Pada saat itu aku menyadari adanya sesuatu yang mendekat ke arah kami berdua, itu sangat cepat, seperti cahaya berwarna emas. Cahaya itu datang dari belakang si merah dan yang tidak aku percayai itu berasal dari suatu tempat di sisi lain tempat itu, aku tidak bisa melihat siapa pelemparnya.

Itu terjadi begitu saja, sebuah tombak energi aneh namun suci dan sangat murni menembus tubuh si merah dan menembus tubuh ularku juga yang memang melayang berhadapan dengan si merah dengan wujud asliku. Tombak itu terus melesat jauh dan menghantam permukaan tanah berpuluh-puluh kilometer jauhnya, dan itu meledak dengan dahsyatnya bahkan terjadi getaran hebat di permukaan bumi, udara menjadi begitu gila hembusannya sampai aku dan si merah jatuh menghantam permukaan tanah yang masih bergetar.

Setelah tertembus tombak itu, wujud ularku menghilang digantikan dengan wujud anak laki-laki seperti sebelumnya saat diawal pertarungan. Aku tidak tahu kenapa, tubuhku sangat lemah pada saat itu dan seseorang muncul dari ketiadaan di tengah-tengah kami berdua, dia seorang pria yang mungkin berumur 20 tahunan, memiliki rambut pirang dan bermata biru langit yang terlihat sangat indah untuk terus dipandangi.

Pada saat itu, aku tahu itu hanya penampilannya saja, sosok itu adalah seorang malaikat, di punggungnya terdapat satu sayap putih bersih di sisi sebelah kanan punggungnya. Malaikat itu, apa dia yang baru saja menyerangku dan si merah barusan? itulah pikirku saat itu. Aku jelas tidak terima itu, aku yang sudah mengalahkan banyak Dewa kalah oleh seorang malaikat bersayap satu? jangan bercanda!

Aku begitu sombong pada saat itu dan dengan mengobarkan kekuatanku, aku melesat untuk menyerangnya dan dia menghilang lalu muncul beberapa ratus meter dariku, malaikat itu memegang sebuah tombak energi aneh beraura suci itu lagi, aku lihat dia bersiap untuk melemparkan tombak itu dan dalam sepersekian detik, tubuhku sekali lagi tertembus tombak itu dan tombak itu terus melesat jauh hingga terjadi ledakan besar sekali lagi.

Aku jatuh, aku ambruk, terkapar diatas genangan darahku sendiri, darah merah yang selama ini tidak pernah aku lihat keluar dari tubuhku. Saat itu aku sadar, malaikat itu berada di kelas yang jauh diatasku karena aku tidak merasakan adanya penggunaan kekuatan yang besar dari tombak yang malaikat itu lemparkan, namun hasil dari serangan itu begitu mematikan.

Aku masih sadar, aku masih bisa mendengar, melihat, meski tubuhku terkapar tidak berdaya. Aku melihat malaikat itu kembali muncul di dekatku, aku juga mendengar suara si merah memanggil malaikat itu dengan sebutan yang aku dengar tadi... jadi malaikat itu kah yang dicari oleh si merah? itulah yang muncul di pikiranku saat itu, sebelum aku kehilangan kesadaranku, aku mendengar beberapa kalimat dari malaikat itu dan si merah...

"Aku tidak ingin membunuh anak-anak seperti kalian, jadi aku akan mengirim kalian ke tempat lain yang layak untuk kalian tinggali, disini sudah tidak ada apa-apa lagi."

"Tenshi-sama, tolong jangan pisahkan aku darimu!"

"Tenshi-sama, aku ingin mengikutimu!"

Itulah apa yang aku dengar, aku ingin pingsan tapi aku masih mencoba bertahan, aku ingin mendengar lebih banyak percakapan mereka, terutama sosok Tenshi-sama itu yang katanya ingin mengirimku ke tempat yang layak untuk kami tinggali meski sepertinya si merah menolak untuk dikirim oleh malaikat itu.

Setelah beberapa saat aku mencoba mempertahankan kesadaranku, aku pun akhirnya kehilangan kesadaranku dan ketika aku terbangun dari pingsanku, tubuhku sembuh total dan aku berada di dunia manusia bukan ditempat tadi, tapi yang beda dari tubuhku, pada saat itu tubuhku bukanlah tubuh anak laki-laki melainkan tubuh pria tua dan setelah itu, aku lupa dengan apa yang terjadi di tempat antah berantah itu dan aku pun tidak peduli.

Pada saat itu aku kembali ke celah dimensi dan aku lagi-lagi melihatnya, si merah yang seperti sedang mencari sesuatu. Pada akhirnya aku memutuskan untuk menetap di dunia manusia untuk belajar banyak hal, namun tentu saja hanya dari anak-anak manusia karena aku masih tidak menyukai manusia dewasa.

Kehidupanku dimulai lagi sejak saat itu, hingga beribu-ribu tahun lamanya dan tentunya aku selalu menantang si merah untuk mendapatkan rumahku kembali meski aku selalu kalah darinya.

Itulah kisah hidupku, sosok yang disebut Infinite Dragon God, Ōroboros Dragon, Ophis.

Ophis PoV. End

Saga of Ophis, End.

[To Be Continue]

Author Note:

Yah halo!

Ah telat satu hari updatenya gara-gara kuota habis pas mau up, menyebalkan. Padahal cuma tinggal tekan update doang malah habis...

Aku gak tau mau ngomong apa, yah gitu chapter ini menceritakan kisah masa lalu Ophis, berikutnya Great Red n terakhir Naruto.

Bisa dibilang Ophis akan ingat seperti itu saat sadar nanti karena itu muncul di mimpinya saat gak sadarkan diri.

Maaf kalo mengecewakan, yang kupikirkan cuma bisa kayak gitu.

Ari Putra Bakati: Jawabannya bisa iya bisa tidak.

Tamu - Uzumaki: Hai, salam kenal n selamat datang di FFN!

Yah mungkin hanya segitu aja pada a/n kali ini karna aku gak tau mo ngomong apa. Makasih banyak buat yang udah mampir kesini.

N

Cyaaa In Next Chapter!

[𝕂𝕒𝕥𝕒𝕪𝕠𝕜𝕦𝕟𝕠𝕥𝕖𝕟𝕤𝕙𝕚]

Azking's v2 Out!!!