Author Note : Ini explisit. Harap maklum pilihan kata yang vulgar, serta situasi yang absurd karena jujurly saya berusaha menulis komedi ini (sorry kalau cringe). Kalau baca ini abaikan Nalar, soalnya ini emang cacat logika ditulis sekedar hiburan belaka tanpa ada unsur edukasi. He..he..he...

Sumpah aku malu banget nulisnya dan banyak adegan di kepalaku yang gak aku tulis. Harap maklum kalau kurang detail. Kalian bayangin aja sisanya sendiri gunakan kekuatan imajinasi.


Enyahlah Saingan!

Part 5

" I am Horny too!"

Langkah Gaara terhenti. Dengan secepat kilat ia kembali bergabung di tempat tidur bersama Ino.

"Apa ini artinya kau setuju, tanpa merasa ada paksaan, tanpa adanya tekanan?" Gaara bertanya sekali lagi demi memastikan ia tak akan dituntut atas pasal pemerkosaan dan pelecehan seksual.

"Kenapa kau bertanya terus, Mood ku jadi ambyar. " Ino pun bermuka masam. Gaara sebagai pro- player masa tak bisa membaca suasana. Wanita pirang itu pun berguling kembali, menutup tubuhnya dengan selimut. Dia merasa menyesal dan malu mengakui kondisi tubuhnya yang agak meremang tapi bukan akibat demam.

Gaara menyibak selimut dan berguling merapat. Ia merangkul Ino dari belakang. Ino diam saja tak bereaksi. Dia menutup mata bersikap pasif, tapi diam-diam menikmati dada bidang yang menempel di punggungnya. Menanti manuver macam apa yang akan dia lakukan setelah mendapatkan lampu hijau.

"Hey wanita egois, Apa kau seketika bersikap dingin hanya karena aku terlalu banyak bicara?" Bibirnya mendekat di daun telinga Ino.

"Aku tak berminat lagi." Meski berkata begitu Ino malah semakin merapatkan tubuh mereka. Ia merasa haus, tetapi rasa haus dalam dirinya bukanlah sesuatu yang bisa dituntaskan oleh segelas air. Bokong Ino menyentuh benda yang keras dan dia merasa senang menemukan bukti Gaara masih antusias.

"Kau ini benar-benar memusingkan." Telapak tangan Gaara meluncur dari bawah tulang rusuk menuju perut di mana dia membuat gerakan memutar dengan lembut.

Ia memutuskan untuk tak membuat serangan frontal. Seks yang seperti ledakan memang menyenangkan, tapi dalam kondisi Ino yang sedang sakit dan sepertinya juga memilih bersikap pasif, ia harus lebih mengambil inisiatif. Meski berkata iya, Keraguan wanita itu masih terasa dan ia dengan keahlian tangan dan bibirnya akan menyingkirkan keraguan itu.

"Ke mana tanganmu pergi?"

"Ke tempat yang menurutku perlu disentuh."

Di balik baju tidurnya, Ino merasakan pijatan lembut di area dada. Payudaranya yang berukuran cukup besar diremas dengan pelan. Sesekali ujung jari lelaki itu mencubit dan mengesek putingnya.

Ino mencoba untuk tidak menggeliat, tapi deretan ciuman dan isapan di leher dan tengkuknya memberikan sensasi geli yang sanggup membuat bulu kuduknya meremang. Tubuh yang tadinya sedikit meriang terasa setingkat lebih panas dan Ino mendadak ingin menanggalkan setiap jengkal kain yang menutupi tubuhnya.

"Kau menyukainya?"

Pertanyaan itu dijawab oleh erangan yang terdengar seperti kata iya di telinga. Gaara diam-diam senang karena sentuhannya membuat Ino sampai kehilangan kata-kata. Dia pun menekadkan diri untuk berbuat lebih jauh.

Terbiasa bekerja multi tasking, Gaara membuat dirinya sibuk. Demi membuat Ino lebih bernafsu, dia menstimulasi tiap titik yang menurutnya sensitif. Bibir serta lidahnya menggoda daun telinga wanita pirang itu, tangan kanan masih memainkan puting yang kian mengeras sementara tangan kiri turun dan meraba hingga ke bawah.

Ino yang lengah tak menyadari salah satu tangan Gaara telah menyelinap ke balik celana dalamnya. Pupil wanita itu melebar dengan keterkejutan, tapi dia menyambutnya dengan perasaan positif. Secara refleks Ino membuka kaki lebih lebar agar jari-jari Gaara yang panjang mudah mengeksplorasi.

Menyelami bagian intim wanita bukan perkara baru baginya, ia hafal semua bagiannya di luar kepala. Setiap wanita memiliki reaksi dan sensitivitas berbeda. Ia ingin melihat reaksi Ino. Apa yang terjadi jika ia menyentuhnya di sini. Di tempat yang basah, lembap dan mulai berlendir.

Ino menyentakkan pinggul manakala sebuah jari menerobos dalam liang miliknya. Dia pun merintih.

"Kau basah."

Suara Gaara yang berbisik di telinganya menambah getaran nafsu yang diterjemahkan dengan baik oleh otot-otot yang menghuni panggulnya.

Jari-jemari Lelaki itu ternyata mampir hanya untuk sekedar menggoda. Dengan telunjuk berbalut cairan yang licin ia kembali menyusuri area vulva dan menemukan apa yang ia cari.

Gaara mengesek dan menjentikkan jari di atas klitoris yang mulai membengkak. Wanita dalam pelukannya mendesah dan bergerak semakin liar.

Gaara berkonsentrasi mengabaikan friksi tak langsung dari bokong Ino yang tengah menggeliat di atas ereksinya. Dia tahu kepuasannya mudah di dapat dan sebagai partner dia harus membantu Ino menemukan kepuasan terlebih dahulu.

Di antara nafas yang terengah dan nikmat yang melanda, Ino menemukan kembali kalimatnya. Ia menghentikan tangan Gaara. "Aku lebih suka melakukannya telanjang."

Gaara melepaskan Ino dan duduk bersila di kasur menanti wanita itu menelanjangi diri. Dia sengaja tidak membantu karena ingin menikmati pertunjukan strip tease ini. Gaara sudah melihat Ino telanjang, dia juga sudah menyentuhnya, tetapi tetap saja dia menatap wanita pirang itu dengan antusias. Gerakan sederhana seperti membuka kancing baju terlihat erotis. Ia lebih tertarik melihat Ino ketimbang stripper di klab malam.

Ia dengan sabar menanti Ino melepas celananya, tetapi wanita itu malah berkacak pinggang. "Aku tak mau melakukan ini sendirian."

"Apa kau butuh bantuan?"

"Tidak, tapi supaya adil kau juga harus melepas celanamu." Ino menunjuk celana panjang satin yang dikenakan Gaara.

" I see ! Apa aku perlu menghitung sampai tiga dan kita melakukannya bersama?"

"Pertanyaan bodoh macam apa itu." Ino melempari Gaara dengan celana dalamnya. Bagaikan orang mesum Gaara mendekatkan celana dalam itu ke hidungnya menghirup aroma khas Ino. Sial, Sepertinya dia ketularan fetishnya CEO Hatake.

Wanita pirang itu menggeleng dalam hati. Apa Gaara selalu seperti ini? Termasuk dengan wanita lain?

Gadis-gadis di kantor berkata lelaki itu dingin, misterius, sedikit bicara tapi cukup peka dengan sekelilingnya. Memang di kantor lelaki itu selalu berwajah datar kecuali saat bersamanya. Tiap kali membuka mulut, Ino selalu membuat Gaara terprovokasi. Meski ia tak punya niat menjadi menyebalkan.

"Boleh aku menyimpannya?" Tanya sang lelaki berambut merah.

"Untuk apa?"

"Souvenir. Bukankah malam itu kau juga memberikan satu untukku? Cinderella meninggalkan sepatu kaca untuk pangeran, sementara kau meninggalkan celana dalam. Bagaimana aku bisa menemukanmu kembali bermodal celana dalam?"

"Setelah malam itu apa kau berusaha mencariku?"

"Aku ingin menanyakan namamu, tapi kau keburu pergi. Ternyata takdir menghubungkan kita."

"Sebagai rival." Ino menampik ide memikirkan Gaara sebagai hal lain. "Dan sebagai rival aku tak akan membiarkanmu mencoba mendominasiku."

"Aku tak tahu kita masih bersaing."

Ino merangkak melintasi kasur menuju Sisi di mana lelaki itu berdiri. Tangannya terjulur untuk meraih penis yang tengah ereksi. Gaara menghentikan tangan Ino yang mencoba menyentuhnya. Ia malah membungkuk membawa jari-jari lentik Ino ke bibirnya dan mengisapnya dengan lembut.

Ujung lidah Gaara yang bersentuhan dengan ujung jarinya membuat darah Ino berdesir meski ia bingung lantaran Gaara menolak aksinya. Ino bersimpuh di ranjang membiarkan Gaara meraih tangannya yang lain.

Lelaki itu menyeringai menggunakan celana piyama satin yang tergolek di lantai ia mengikat tangan Ino dan mendorong wanita itu hingga terlentang.

"Apa yang hendak kau lakukan?"

Tubuh Ino terjepit oleh berat badan Gaara yang menindihnya. Tangannya yang terikat tak bisa bergerak lantaran Gaara menguncinya.

"Dokter bilang orang sakit harus beristirahat, Jadi Ino sebaiknya kau tak melakukan apa-apa. Nikmati saja."

Ino membuka mulut untuk protes, tapi ia malah terbungkam. Lidah lelaki itu menyelinap lebih dahulu sebelum dia sempat menarik nafas. Semakin dalam ciuman Gaara, semakin berdebar ia dibuatnya. Ino menutup mata dan pasrah. Membiarkan lelaki itu mengambil kemudi.

Waktu terasa kabur bagi Ino. Segala hal di luar sana menghilang dan terlupakan. Hanya ada dia, Gaara dan nafsu mereka. Ia merasakan bibir Gaara meninggalkan jejak di sekujur tubuhnya, tak satu tempat pun terlewatkan oleh ciumannya. Dia bahkan dengan lancang membuat gigitan kecil di atas payudara Ino dan membuatnya merintih.

Rintihan pelan berganti menjadi erangan rendah. Wanita pirang itu menggelepar. Menggerakkan kepala ke kiri dan ke kanan. Sepasang kakinya bersandar di bahu Gaara dan tangan lelaki itu menopang bokongnya.

Kepala dengan rambut merah menunduk di antara kedua kaki Ino. Dia bisa mendengar suara-suara vulgar yang dihasilkan oleh pertemuan bibir Gaara dan vaginanya. Ino terengah sembari menggigit bibir, mencoba menahan suara cabul yang hendak terlontar. Pinggul dan perutnya terasa menegang akibat aksi lelaki yang beberapa saat lalu menjadi rivalnya.

Jari-jari kaki Ino menekuk, keringat membasuh kulitnya. Lidah yang ahli menyapu tiap sudut keintiman. Menggelitik klitoris yang kian sensitif, bahkan menyelami liang vagina yang semakin basah. Saliva berbaur dengan cairan cinta dan Ino dibuat mengelepar bak ikan terdampar.

Ino merasa agak menyesal bersikap kukuh dan keras kepala. Andai saja ia setuju dari awal sudah berapa banyak kesenangan yang akan dia dapatkan. Koleksi mainan favoritnya pun tak bisa disandingkan dengan kehebatan lidah lelaki yang kaya asam garam di dunia persengamaan.

Lelaki ini tak sekedar bullshit, Dia bahkan lebih tahu tubuh Ino dari pada dirinya sendiri. Sesumbarnya berdasar, Pantas saja banyak wanita yang akhirnya mengejar Gaara. Kalau di wanita berpikiran positif dia juga pasti akan jatuh cinta, tapi sayangnya Ino mengenal dan melihat terlalu banyak lelaki bersikap seperti buaya sebab itu Ino mengadopsi pendekatan yang sama. Lelaki memperlakukan Ino sesuka hati, Maka dia juga bisa melakukan hal yang sama. Salahkah dia menjelma menjadi buaya betina agar tidak dimakan?

Gaara merasa fasih dengan reaksi tubuh Ino dan ia tak berminat berhenti hingga wanita itu mengibarkan bendera putihnya. Dari vulva yang terbuka Gaara menyelipkan lidah sedalam yang ia mampu untuk mencicipi wanita itu. Dia tak bisa mendeskripsikan bagaimana rasa Ino, tapi aroma dan rasa yang khas sama sekali tak terasa terganggu. Malah ia merasa lebih terangsang.

Liang berwarna merah muda yang licin begitu mengundang untuk dimasuki. Gaara mendorong jari tengah dan telunjuknya. Membuat gerakan mengaruk, mengaduk dan keluar masuk. Memastikan titik G-spot terstimulasi. Tak ada yang lebih penting dari membuat wanita menyebalkan ini puas dengan begitu mungkin Ino akan kembali untuk mendapatkan kenikmatan lainnya. Gaara berniat membuat Ino kecanduan pada seks yang mereka lakukan. Bersamaan dengan gerakan jarinya, Ia mengulum klitoris Ino yang sudah jadi sangat sensitif.

Wanita pirang itu terkesiap, Mata aquamarine nya melebar oleh hasrat dan nikmat.

"Ga...a..ra, berhenti." Ucap Ino terbata di antara nafasnya yang terengah. Ino tak sanggup, Ia merasa ada sesuatu yang hendak mengalir dan dia ingin menahannya. Otot-otot di sekitar panggulnya menegang bagaikan sedang menahan pipis. Ia tak pernah merasakan hal seperti ini.

Gaara mengabaikan permintaan Ino. Ia malah menarik dan mendorong jarinya semakin cepat hingga terdengar suara kecipak air dari dalam vagina Ino.

Ino tak bisa menahannya lagi, belum lagi Gaara mengisap klitorisnya dengan keras membuat Ino tak bisa konsentrasi sama sekali. Tubuhnya mengejang dan Ino menyerah membiarkan dirinya terseret sensasi yang diciptakan oleh lelaki itu. Dam yang menahan kenikmatannya pun rubuh. Ia dibuat gemetar oleh orgasme yang hebat.

"Ahh...hn."

Secara mengejutkan cairan menyembur dari vagina Ino. Tubuhnya yang menegang seketika lemas dan relaks. Gaara tak membiarkan Ino menikmati orgasmenya dengan tenang karena jari-jari lelaki itu kembali mengisi liang vaginanya yang sensitif. Hanya dalam beberapa detik Ino kembali ke puncak. Otot-otot vaginanya berkontraksi dengan ritmis. Cairan kembali menyembur bak air terjun membuat seprai dan kasurnya basah.

Gaara menyeringai dengan puas dan kembali menjilati vagina yang lelah setelah diobrak-abrik. Ia tak berniat memberikan Ino waktu untuk recovery. Misinya kali ini adalah demolition. Membuat Ino kalah dan memakan ego-nya sendiri. Barangkali dengan begitu ia tak akan menjadi salah satu dari sekian banyak pria terlupakan di buku penaklukan Ino.

Ino benar-benar lemas. Ia telah membuka ikatan tangannya sendiri. Ingin ia berbaring terlentang dengan damai, tapi Gaara tak berhenti menstimulasinya. Selangkangannya makin terasa menggelenyar. Bahkan hembusan nafas di area itu cukup untuk membuat Ino menggeliat.

Belum sempat wanita malang itu mengatur nafas. Gaara mengangkanginya. Membuka kaki Ino selebar-lebarnya. Lubang yang sensitif itu mengangga, lebih dari siap untuk menerima pasangan alaminya.

Ekspresi Gaara membuat Ino menelan ludah. Dia tak akan menerima alasan apa pun yang Ino lontarkan untuk berhenti sejenak. Ino hanya bisa mengerang kembali ketika Gaara menyatukan tubuh mereka. Penis yang besar itu melesak tanpa hambatan berarti.

Gaara kemudian mencium bibirnya dengan lembut, Membuat Ino merasakan rasa dirinya sendiri yang tertinggal di bibir lelaki bertato itu.

"You feel great." Bisiknya di telinga Ino.Liat, basah dan menjepit. Ia harus fokus bila tak ingin semua ini berakhir dalam satu menit.

Wanita itu melingkarkan lengan di leher Gaara. Merangkulnya erat seakan lelaki itu adalah jangkar yang mencegahnya semakin hanyut dalam pusaran gairah. Tubuh mereka bergerak dalam harmoni. Ritme lembut dan pelan yang membuat Ino merasa tengah berayun antara rasa nikmat dan tak nyaman akibat menampung benda yang terlalu besar. Bara api kembali menyala di perutnya.

Jika tadi Gaara memberi sekarang lelaki itu serasa merampas. Pagutan bibirnya kian menuntut, menjajah tubuh Ino dan membuatnya penuh. Begitu penuh hingga meregang.

Rasa ini seharusnya tak asing bagi Ino, tapi melakukannya dengan Gaara kali ini terasa berbeda. Hatinya kalut melihat bagaimana Gaara menatapnya saat tubuh mereka bergelut menjadi satu. Itu bukan mata lelaki yang berniat melepas nafsu. Mereka berdua tahu ini mungkin lebih dari sekedar seks dan mencari kepuasan. Mereka tak lagi orang asing seperti kali pertama bertemu, tapi mereka kini adalah dua orang yang tahu dan mengerti kepribadian masing-masing.

Gaara dan Ino sama-sama tahu apa yang hilang dari hidup mereka yang terlihat penuh hingar bingar tetapi juga sepi. sebuah kehangatan yang sanggup mrncairkan penjara es yang mereka bangun sendiri. Dalam kehadiran Gaara ia menemukan itu.

Ino tahu mengapa ia merasa membencinya, karena melihat Gaara bagaikan menatap ke sebuah cermin yang menunjukan Ino kekurangan dari pilihan hidup yang dia anggap sempurna. Kesepian itu, tawa kosong, seks tanpa makna. Padahal yang sama-sama mereka inginkan adalah keintiman dan seseorang yang memahami mereka.

Ino mendesah dan menggeliat, melingkarkan kaki di pinggang Gaara membuat tubuh mereka semakin lekat. Reaksi Ino membuat Gaara melupakan kendali dan menghunjam dengan semua energi yang ia miliki.

Tonight this women is mine.

Ino kembali merintih melaraskan gerakan pinggulnya dengan tempo yang semakin meningkat. Ia merasakan Gaara jauh melesak ke dalam hingga ke ujung rahim. Tiap friksi yang terasa dari dinding vaginanya membuat tubuhnya semakin tegang.

Ino terhanyut dan pasrah mengikuti arus yang membawanya kembali ke puncak kenikmatan lagi dan lagi. Hingga pita suaranya lelah menyerukan nama lelaki itu. Rasa hangat dan puas menyeruak dari dasar perut Ino bersamaan dengan air mani yang menyembur dan mengisi rahimnya.

Kedua insan itu terkulai lemas, tapi Gaara masih enggan melepaskan pelukannya. Ino menatap lelaki itu sebentar kemudian menghela nafas.

"Apa kau menemukan hal untuk dikomplain?" Gaara bertanya pada Ino.

"Tidak, Ini memuaskan." Biasanya setelah ini Ino akan pergi dan melupakan partnernya, Tapi ini rumahnya, ranjangnya. Jadi ia tak bisa pergi ke mana-mana.

Wanita pirang itu menguap lebar. "Aku lelah."

"Tidurlah." Gaara merasa agak kecewa karena ia berniat untuk lanjut ke ronde berikutnya. Dia wajib maklum karena Ino juga masih sakit. Gaara buru-buru berdoa entah memohon pada siapa agar lain waktu Ino kembali mengizinkannya. ia tak mau malam ini menjadi malam terakhirnya.

Ino memejamkan mata, anehnya dia merasa cukup aman berbaring bersama Gaara. Hubungan Toxic-nya dengan Hidan yang berlangsung lama benar-benar membuatnya trauma. Sejak itu ia tak pernah berniat mendedikasikan dirinya lagi untuk laki-laki.

Laki-laki tak akan bisa diubah sekali bejat akan bejat selamanya, bodoh bila berpikir cinta bisa mengubah segalanya. Ia menghabiskan masa mudanya untuk meluruskan Hidan tapi yang ia dapat hanya rasa sakit hati. Hidup ini bukan cerita wattpad.

Lelaki yang berbaring di sampingnya saat ini juga bejat. Seorang playboy yang bangga dengan pencapaiannya. Apa Ino menyukainya? Jawabannya iya, tapi lelaki seperti Gaara tak perlu diseriusi dan wanita seperti dirinya juga tak bisa serius. Mereka berdua petualang ranjang. Bosan dengan cepat jadi tak mungkin bisa menjalin hubungan sehat.

Sudahlah Ino malas berpikir, toh dia juga tak butuh laki-laki selain untuk memanasi ranjangnya. Tak lama ia terlelap dan bermimpi sebuah rumah dengan tawa anak kecil.

Gaara diam tak bergerak mendengar tarikan dan hembusan nafas Ino yang teratur. Dia menggosok wajahnya dengan kalut. Bisa-bisanya dia lupa soal pengaman dan juga dengan lancang keluar di dalam. Ini dosa besar.

Oke dia tak perlu panik kan? Pasti Ino memproteksi dirinya dengan minum pil, tidak mungkin Ino juga selebor mengingat kehidupan seksualnya sangat aktif. Gaara menyingkirkan kekhawatirannya secepat pikiran itu datang. Dia pun memilih ikut tidur sambil memeluk Ino. Kapan lagi wanita ini lengah. Waktu yang tersisa kurang dari seminggu, tapi belum tentu juga Ino bersedia lagi bermain-main dengannya.

Rasanya dia enggan pergi, sebab meski menyebalkan Ino membuat dirinya nyaman apalagi ditambah bonus seks yang luar bisa. Mungkin ia akan menemukan sesuatu yang sama di Korea.

Sesuatu yang hangat dan menyenangkan seperti ini.