"Jadi kau kabur dari rumah?"

Sebuah pertanyaan keluar dari mulut pria pirang dengan setelan pakaian kantoran, namun dia bukan pegawai kantoran. Dia hanya guru yang kebetulan sedang mengintrogasi seorang siswi di sekolahnya.

Gadis yang ada di depannya itu mengangguk kecil, dia sebenarnya tak kabur dari rumahnya sendiri, namun pergi dari rumahnya karena kedua orang tuanya yang selalu bertengkar serta tak memiliki waktu untuknya.

"Tidak, aku tak kabur, malahan aku sudah izin pada mereka untuk pergi dari rumah."

"Lalu jika kau sudah pergi, maka kau akan kemana? Kau tahu kan jika pelajar sekolah dilarang keras untuk bekerja, walau hanya sebatas kerja paruh waktu."

Gadis itu menundukkan kepalanya, dia tak tahu apa yang harus dikatakannya pada sang guru, dan membuat pria itu menghela napas pasrah.

"Aku akan menolongmu."

Gadis itu menatap guru pirangnya itu dengan tatapan terkejut. "Se-sensei?!"

"Tinggallah bersamaku, tapi dengan beberapa syarat."

"Ka-katakan."

"Pertama, kau diharuskan untuk membersihkan apartemen yang aku tempati, kedua jika kau bisa memasak, maka masaklah sesuatu atau kita bisa bergantian untuk memasak."

"La-lalu."

"Fokuslah terhadap pelajaranmu."

"..."

"Ichika Nakano-kun, jalanmu masih panjang, kau harus kuat menghadapinya."

Gadis bernama Ichika itu terdiam sejenak, kemudian tersenyum kecil sembari menatap gurunya itu. "Baik! Aku akan berusaha! Mohon bantuannya sensei!"

...

..

.

Naruto by Masashi Kishimoto

Goutubun Hanayome by Haruna Negi.

Warning: OOC, AU, Typo, Lemon, Smut.

Pairing: Naruto x Ichika.

...

..

.

Enjoy it!

Chapter 1:

Ichika Nakano, gadis yang masih berusia enam belas tahun itu baru saja keluar dari rumah orang tuanya dan memutuskan untuk mencari tempat tinggal sendiri. Dia sudah muak akan kelakuan kedua orang tuanya yang setiap harinya selalu bertengkar, bahkan dirinya seolah tak di perhatikan sama sekali oleh mereka.

Ichika tak masalah jika dia dipanggil anak broken home atau sebagainya, karena memang itu adalah benar, dan dia tak akan membantahnya.

Dan Ichika bersyukur saat ada sosok guru yang memperhatikannya, sosok guru yang sudah dia kenal sejak kelas satu sekolah menengah atas. Guru itu bernama Naruto Uzumaki, dia pria yang sangat baik serta menjadi guru populer di sekolah.

"Nakano-kun, kau boleh menggunakan kamar yang satunya jika kau mau!"

"Baik sensei."

Keduanya sampai di apartemen Naruto setelah Ichika mengambil koper serta tas yang berisi pakaian dan benda yang berharga baginya, tak lupa juga dia membawa buku-buku pelajarannya.

"Aku akan memasak sesuatu untuk makan malam, kau bisa mandi atau beristirahat sebentar."

Ichika mengangguk kecil, dia pun pergi ke kamar yang seolah sudah disiapkan oleh Naruto untuknya. Ichika segera membereskan semua barang-barang miliknya dan bergegas untuk mandi air hangat.

Dia menikmati mandinya malam ini, seolah semua sudah disiapkan oleh Naruto. Jika dia menolak, mungkin dia tak akan bisa menikmati hal ini.

"Nakano-kun, sudah selesai?"

"Hampir selesai sensei."

Nada bicara Ichika masih agak gugup, dia merasa tak enak dengan Naruto, dia juga berharap jika kedua orang tuanya akan segera berdamai.

Ichika kemudian keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai celana rumahannya serta kaos putih polos, handuk masih bertengger di lehernya dan air sedikit membasahi rambut merah jambunya itu.

"Kemari, dan makanlah Nakano-kun!" Hatinya kembali tersentil, Ichika seolah tak kuat menahan rasa sedihnya, dan itu membuat Naruto khawatir padanya. "Sudahlah, lupakan sejenak kedua orang tuamu, dan kita makan malam bersama."

"Terima kasih... Sensei..."

Keduanya pun menikmati makan malam mereka dengan khidmat. Beberapa saat kemudian, Naruto dan Ichika duduk bersebelahan di depan televisi yang sedang menyala. Setelah makan malam, Naruto meminta Ichika untuk berbicara padanya.

Ichika mengatakan jika dirinya benar-benar muak, dia juga menceritakan semua hal tentang kedua orang tuanya. "Mereka seolah berfoya-foya dengan uang mereka sendiri, dan melupakan anak semata wayangnya ini. Mereka bertengkar tiap hari menyalahkan satu sama lain, dan saling menuduh bahwa mereka itu selingkuh dibelakang." Ichika terus meluapkan emosinya pada Naruto.

"..."

"Sensei, apa aku lebih baik mati? Apa mati adalah jalan satu-satunya untukku?"

"Bunuh diri adalah jalan yang buruk Nakano-kun." Naruto menepuk kepala Ichika, dia mengusapnya pelan dan membuat Ichika tenang. "Kau bisa berjalan sendiri tanpa kedua orang tuamu, buat mereka bangga padamu Nakano-kun."

Ichika mengusap air matanya, dia tersenyum tipis mendengar perkataan dari gurunya itu.

"Aku akan berusaha, sensei."

-o0o-

"Pelajaran hari ini selesai, kalian boleh pulang!" Naruto menutup bukunya, dia membereskan semua peralatan mengajar yang dia bawa. "Jangan lupa kerjakan tugas kalian di rumah, dan kita akan membahasnya saat pelajaran."

Mereka dengan serentak mengiyakan perkataan Naruto. Satu persatu dari murid itu mulai keluar dari kelas serta ada beberapa murid yang memang punya kegiatan klub di sore hari.

Kelas kosong dan hanya menyisakan Ichika yang sedang melamun, dia menatap ke luar jendela kelas. Wajahnya seolah tak menunjukkan semangat sama sekali, dia hanya menatap murid lain yang sedang melaksanakan tugas klub masing-masing.

Ichika sangat betah di kelasnya, tanpa menyadari kehadiran Naruto yang tengah duduk di meja sebelahnya. Ichika benar-benar menikmati pemandangan sore hari itu.

"Nakano-kun, kau tak mengikuti kegiatan klub?"

"Uzumaki sensei?" Ichika menoleh sedikit, kemudian dia kembali memandangi jendela itu. "Aku seolah tak ada minat untuk masuk klub sama sekali."

Naruto terdiam sejenak. "Seharusnya kau masuk ke salah satu klub di sekolah ini, untuk menambah nilaimu."

"Aku tak akan masalah dengan hal itu sensei, masa depan tak jelas seperti ini mana bisa memilih sebuah klub? Sebagai seorang yang suka menyendiri, aku tak ingin bersosialisasi dengan orang lain." Ichika menoleh, Naruto terkejut saat melihat gadis itu menahan tangisnya.

Naruto tahu bagaimana rumitnya keluarga Ichika, bagaimana muaknya Ichika saat melihat keluarganya berantakan seperti itu, seberapa kesalnya dia saat tahu orang tuanya ada yang berselingkuh. Bagi Naruto itu sudah sangat menyakitkan melihat hal tersebut.

Naruto dengan sadar menghapus jejak air mata yang keluar dari kelopak mata gadis itu, dia tersenyum menatap gadis yang sekarang tinggal bersamanya.

"Mungkin aku tak banyak membantu, tapi aku akan berusaha untuk bersamamu, berada di sampingmu, selalu."

Sebuah janji yang membuat Ichika terenyuh mendengarnya. Air matanya semakin deras mengalir membasahi pipinya, dia menggigit bibir bawahnya menahan tangisnya.

Dia sangat berterima kasih pada gurunya ini, Naruto mau menolongnya.

"Entah berapa kali aku harus mengucapkan terima kasih padamu sensei, kau benar-benar menolongku."

"Aku mungkin tak membutuhkan terima kasihmu, karena kau harus fokus terhadap pendidikanmu, tapi..." Naruto mengusap kepala Ichika. "Sama-sama Ichika-chan."

Ichika kembali tersenyum menatap Naruto, dia mengangguk kecil menanggapinya.

"Pulanglah lebih dulu, sensei akan membereskan beberapa hal di ruang guru!"

"Ya, aku pergi dulu." Ichika beranjak dari tempat duduknya, kemudian sedikit menundukkan kepalanya untuk memberikan hormat pada gurunya, dan pergi dari hadapan Naruto. Ichika sendiri membawa kunci cadangan yang diberikan Naruto padanya.

Naruto pun beranjak dari tempatnya, dia berjalan keluar dari kelas tersebut untuk pergi ke ruang guru. Dia tak memiliki pikiran aneh pada Ichika, dia hanya ingin menolong gadis itu.

Namun, langkahnya menuju ruang guru terhenti akibat seorang wanita berdiri di depannya dengan tatapan datarnya, seorang wanita berambut pirang pucat panjang dengan kulit putihnya itu membuat Naruto menghentikan langkahnya.

"Jadi Kusanagi-sensei, ada apa sehingga kau menghalangi jalanku?"

Kusanagi Shion, seorang guru yang juga populer di sekolah itu. "Uzumaki sensei, ada apa Antara kah dengan Nakano-san?"

Naruto menaikkan sebelah alisnya, dia mengetahui tabiat asli dari guru itu, sosok wanita yang menginginkan segalanya, sosok wanita yang tak ingin kalah dalam berbagai hal. "Kau ingin tahu? Bagaimana jika aku tak memberitahumu?"

"Aku akan melaporkanmu pada kepala sekolah!"

Naruto tertawa keras mendengarkan ancaman yang diberikan oleh Shion. "Sensei kau tahu, kau mengatakan sebuah pernyataan konyol yang biasa dikatakan anak kecil yang sedang mencari kesalahan lawannya." Naruto menghentikan tawanya, dia tersenyum tipis pada Shion. "Aku tak mengerti kenapa kepala sekolah bisa menerima guru sepertimu? Apa yang ada di dalam pikiran kepala sekolah? Hm, aku tak tahu."

Shion menggeram marah mendengar ocehan yang keluar dari mulut Naruto.

"Sosok guru cantik yang menjadi primadona sekolah, waw, kau hebat." Naruto kemudian menatap Shion dengan tatapan intimidasi. "Sekarang menyingkirlah dari hadapanku!" Suara Naruto serak dan membuat Shion sedikit tertegun mendengarnya. Dengan segera, wanita itu menyingkir dari hadapan Naruto membuat sang pemuda berjalan pergi dari hadapannya.

Ia meninggalkan Shion yang tengah menatapnya marah, Naruto membiarkan hal tersebut karena memang Shion tak perlu tahu urusan pribadinya dengan Ichika.

Sore menjelang malam, Naruto baru saja pulang ke tempat tinggalnya. Dia membuka pintu apartemennya dan melihat sosok Ichika yang memasak sesuatu, dia juga melihat bahwa ruangan apartemen miliknya sudah bersih.

"Aku pulang!"

"Ah, selamat datang sensei." Ichika menoleh ke belakang, dia melihat Naruto yang baru saja pulang. "Seperti yang kau perintahkan, aku memasak untukmu serta membersihkan apartemen ini."

"Aku tak tahu harus mengatakan apa, tapi kerja bagus." Naruto berjalan mendekati Ichika, kemudian mengelus kepalanya.

"Terima kasih."

"Aku akan mandi terlebih dahulu, siapkan makanannya ya!"

"Um!"

Naruto pun melakukan ritual mandinya, namun kegiatannya itu harus terganggu oleh Ichika.

"Sensei, apa kau mau di gosok punggungnya?"

"Eh, apa?! Gosok punggung? Ja-jangan, tak usah! Kenapa kau menawarkan hal aneh seperti itu?"

"Mungkin saja kau mau melakukan itu, jadi aku akan senang hati melakukannya."

Naruto menghela napas. "Tak usah, kau hanya perlu membersihkan apartemen ini saja, lagipula aku ini laki-laki, dan akan kapan pun menyerangmu."

"Um, ya... Mungkin kau benar sensei."

Naruto kembali menghela napasnya, dia melanjutkan acara mandinya setelah suara Ichika tak dia dengar lagi. Naruto berpikir untuk yang kesekian kalinya, apakah hal dia lakukan ini adalah benar? Apakah dia melakukan hal yang benar? Batin Naruto, pertanyaan itu terus berputar di kepalanya. Namun, sedikit banyak dia bisa mengajari Ichika pelajaran yang tak dia bisa.

Setahu Naruto, Ichika mempunyai nilai yang standar, walau terkadang berada di bawah. Namun, dia melihat semangat dari gadis itu untuk belajar. Sebagai guru, dia seharusnya memberikan arahan serta pelajaran pada gadis itu.

Dia tahu juga mendengar jika Ichika terkadang tak belajar sama sekali, atau tak memperhatikan pelajarannya kala dirinya mengajar. Naruto memang memperhatikan semua muridnya, tapi khusus untuk Ichika dia akan menomorsatukan gadis itu, terlepas dari dia anak konglomerat atau apapun itu.

Ini sudah menjadi tugasnya. Seorang guru yang mendidik muridnya.

Naruto menyelesaikan mandinya, dia segera memakai pakaian yang sudah dia siapkan tadi. Dia pun pergi ke meja makan, di sana Ichika sudah menunggu sembari meminum teh hangatnya.

"Bagaimana mandinya sensei?"

"Segar seperti biasa."

"Baguslah kalau begitu."

Keduanya pun makan malam bersama, Naruto sesekali memperhatikan Ichika yang memakan masakannya sendiri, dia memperhatikan sikap gadis itu, Ichika seolah sudah sangat terbiasa akan kegiatan yang dilakukannya sendiri, seperti memasak.

Dia seolah memang di abaikan oleh kedua orang tuanya, walaupun dia adalah anak tunggal. "Apa ada yang salah dengan masakanmu?"

"Tidak sensei, aku hanya ingin menikmati makanan ini dengan memakannya pelan."

Nada bicara yang dikeluarkan gadis itu pun terasa menyedihkan bagi Naruto, dia seolah bisa merasakan sedihnya Ichika yang selalu makan sendiri dan melakukan hal dengan sendiri.

"Jika kita sedang berada di rumah, panggil saja aku dengan nama Naruto."

Ichika mendongak menatap Naruto. "I-itu kan tak sopan."

"Hanya saat kita di rumah saja, lalu aku akan memanggilmu Ichika."

Gadis itu terdiam sejenak, dia tak menyentuh makanannya untuk beberapa detik. "Baiklah,...Naruto..."

Pemuda pirang itu tersenyum kecil. "Bagus Ichika."

Tanpa sebuah suffiks sama sekali, Ichika agak ragu saat memanggil nama gurunya dengan nama kecilnya, namun itu adalah permintaan Naruto, dan dia menyetujuinya karena dia ada di tempat tinggal Naruto.

Namun, ini masih satu hari dia tinggal bersama Naruto, dan pemuda itu memintanya untuk memanggil nama kecilnya. Apakah ada maksud tertentu dari Naruto? Pikir Ichika. Dia kemudian melanjutkan acara makan malamnya bersama gurunya itu.

"Aku sudah selesai!"

Naruto meletakkan peralatan makannya, dia mengumpulkan peralatan makannya dan membawa peralatan itu ke tempat cuci piring, Naruto tahu jika dia sedang di awasi oleh Ichika, namun dia tak memperdulikannya.

"Bi-biarkan aku yang me--"

"Makanlah dulu, Ichika."

Ichika terdiam, dia pun melanjutkan acara makannya hingga semua lauk serta nasinya habis, Ichika segera membereskan peralatan makannya dan membawa peralatan itu ke tempat cuci piring. Kali ini Ichika mencuci semuanya dengan Naruto yang sedang mencari sesuatu di lemari pendingin.

"Bir?"

"Tidak Ichika, aku tak minum Bir, aku hanya mencari jus jeruk kaleng yang sudah kubeli beberapa waktu lalu."

Ichika terdiam sejenak, dia menemukan fakta lain tentang gurunya ini. Naruto sepertinya tak begitu suka dengan Bir. "Biasanya orang dewasa akan minum bir dan mabuk."

"Apakah aku terlihat seperti orang dewasa yang pemabuk?" Ichika menggelengkan kepalanya, dia pun diberikan sebuah kaleng yang berisi jus jeruk. "Ada pudding di lemari pendingin, jika mau kau bisa memakannya, anggap saja sebagai pencuci mulut."

Naruto membuka kaleng jus jeruknya, dan duduk di depan televisi. Dia juga mengambil tas yang selalu dia bawa ke sekolah untuk mempelajari beberapa materi yang akan dia ajarkan di sekolahnya.

Ichika masih terdiam, dia menggenggam kaleng jus itu, menatap Naruto dengan pandangan yang sulit untuk di artikan. Dian sekarang tahu jika Naruto adalah pribadi yang punya segudang misteri.

Seorang guru yang populer dan sangat misterius karena dia tak pernah mengekspos kehidupan pribadinya.

...

..

TBC, chapter 1 end.