Di tengah daerah Shinjuku yang padat, tanpa banyak orang ketahui ada sebuah gedung putih yang dibatasi dengan baik hingga sedikit memiliki jarak dengan masyarakat yang ada di sana. Gedung putih yang tampak modern ini bukanlah gedung perkantoran seperti orang-orang pikir. Tidak ada tulisan nama gedung atau alamat seperti gedung perkantoran pada umumnya. Tapi ketika memasuki gerbangnya yang dijaga oleh tentara angkatan darat, siapapun akan tahu ini bukan gedung biasa.
Naruto melajukan Harley Davidson-nya memasuki gerbang dan berhenti tepat di antara pagar yang dijaga oleh dua orang tentara. Salah satu dari tentara itu pergi ke pos jaganya dan mengambil sebuah alat serupa pembaca barcode. Tentara itu langsung mengarahkan alat itu ke mata Naruto tanpa Naruto perlu turun dari motor. Alat itu memindai untuk beberapa detik sebelum sinar pemindainya berubah warna dari merah menjadi biru. Tidak lama, pintu gerbang terbuka secara otomatis.
Super Special Scum
Naruto U., Sasuke U., Sakura H.
Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto
But this story actually MINE!
Gendre: Criminal, Action, Detective, Friendship
Rate T+ (mungkin bisa berubah sewaktu-waktu)
Warning:
AU, OOC(maybe), ada kata-kata kasar, EYD, typo(s), misstypo(s), ngebosenin, gaje, aneh, dll
Don't like?
Just click back...
Pleas Enjoy!
"Terima kasih Genma!" Naruto berteriak ceria di tengah gerung suara mesin motornya yang memekakakkan telinga.
Petugas yang tadi memindai mata Naruto hanya mengangguk dari jauh, kemudian menjaga gerbang lagi bersama rekannya.
Naruto parkir di basement gedung utama dan langsung naik lift ke lantai paling atas, yaitu tempat Kakashi Kaicho, pimpinannya. Meski sudah malam, gedung ini masih aktif beroperasi, bahkan untuk para petinggi yang menjabat di sini. Di lift ada alat pemindai khusus yang mengharuskan Naruto memindai lencananya untuk membuat lift itu bergerak. Gedung itu memang bukan gedung yang bisa dimasuki sembarangan. Hanya intel-intel khusus yang bebas berkeliaran di sana, termasuk Naruto.
Lelaki bersurai pirang itu keluar dari lift dengan perasaan riang. Dia bergegas menghampiri meja Anko, asisten Kakashi yang ada di sebelah pintu masuk ruangan Kakashi.
"Konbanwa, Anko-san!" Naruto ber-ojigi sopan, dibalas dengan bungkukan badan yang sama oleh Anko.
"Kakashi-kaicho sudah menunggumu bersama temanmu yang lain," ujar Anko sambil mengetik pesan di tabletnya.
"Temanku? Kupikir hanya aku sendiri yang dipanggil ke sini."
"Apa kau lupa kalau bukan hanya kau yang dinon-aktifkan?" Anko menatap Naruto dengan senyum kecil, kemudian berdiri dan membukakan pintu untuk Naruto yang sedikit terkejut. "Silakan masuk, Naruto."
Ketika masuk, Naruto bisa melihat Kakashi sedang duduk di meja kebesarannya yang berada sekitar 50 meter dari pintu masuk. Di sofa ruang tamu sudah duduk seorang pemuda dengan warna rambut biru kehitaman bergaya spike. Pemuda itu bersedekap dan tidak menoleh sedikitpun pada Naruto yang baru masuk ke dalam ruangan padahal jarak mereka kurang dari lima meter. Anko keluar sambil menutup pintu kembali, membiarkan orang-orang di ruangan itu melakukan obrolan.
"Duduklah, Naruto."
Naruto pun berjalan ke arah sofa dan duduk di seberang Sasuke. Dia masih merasa heran kenapa Sasuke dipanggil juga. Apakah mereka sama-sama diaktifkan kembali?
"Aku tidak mengharapkan kalian datang ke sini di tengah malam seperti ini. Aku pikir kalian akan datang besok pagi. Tapi kurasa semakin cepat semakin baik." Kakashi bangkit dari tempat duduknya. Pria itu tidak memakai masker, menampakkan sayatan panjang vertical yang seolah membelah mata kanannya. Jika bersama para agen intel dia memang tidak pernah menyembunyikan bekas luka di wajahnya itu. Tapi jika bertemu dengan orang-orang selain agen, dia lebih senang menyembunyikan wajahnya dengan masker yang bisa menutup seluruh wajahnya kecuali mata kirinya.
Lelaki bersurai abu-abu itu duduk di sofa single di antara sofa Sasuke dan Naruto. Dia duduk tenang, menatap kedua pemuda itu bergantian. "Apa kalian tahu kenapa kalian dipanggil ke sini?" Tanya Kakashi. Meski samar, terlihat Kakashi tidak bersikap seperti biasanya. Lelaki itu seolah sedang berusaha mengendalikan diri, meski Naruto tidak tahu apa yang disembunyikannya.
"Kau akan mengaktifkanku kembali kan? Aku tahu orang sepertiku sangat dibutuhkan di sini," ujar Sasuke dengan nada datar. Dia memandang lurus pada Kakashi.
"Aku juga kan, Kaicho?" Naruto ikut bertanya. Dia khawatir kehadiran Sasuke di sini malah menandakan hal lain. Apakah Kakashi hanya akan memilih antara Sasuke atau dirinya untuk kembali aktif di sini?
"Ya, kalian berdua akan diaktifkan kembali. Dan istimewanya, ini berdasarkan rekomendasi dari Komisaris Jendral Kepolisian Jepang." Jawab Kakashi sambil tersenyum tipis. "Tapi jabatan kalian bukan lagi sebagai intel."
Sasuke dan Naruto mengernyit bersamaan. "Maksudnya?" Tanya Naruto.
"Apa kami jabatan kami diturunkan?" Tanya Sasuke, menambahkan pertanyaan Naruto.
"Sebaliknya, kalian justru naik pangkat." Kakashi memenyatukan kedua tangannya, menaruhnya di atas paha. "Kalian berdua akan bergabung dalam sebuah tim operasi intel elit."
"Aku dan dia? Yang benar saja, Kaicho!" Naruto memprotes. Dia sangat tidak sudi berada dalam satu tim dengan Uchiha sombong yang duduk di seberangnya itu. Dan sepertinya Sasuke juga memiliki pikiran yang sama.
"Sayangnya ini bukan tim yang kubentuk, tapi tim yang dibentuk langsung oleh menteri pertahanan." Ujar Kakashi lugas. "Singkatnya ini juga merupakan keputusan dari para atasan." Kakashi menatap bergantian pada kedua mantan anak didiknya saat mereka masih intel junior, baru kemudian melanjutkan ucapannya.
"Kepala Badan Intel sudah membahas soal nasib kalian di rapat minggu kemarin. Kalian tahu bukan, BAdan intel kita merupakan badan intel yang paling maju dibandingkan dengan badan intel lainnya. Sebelumnya badan intel kita memiliki sejarah yang sangat kelam, jika tidak bisa dibilang gagal. Intel kita butuh intel-intel professional yang bisa menjamin kesuksesan setiap misi dan patuh pada lembaga dan agar tidak membelot di kemudian hari. Tapi Kepala Badan Intel tidak melihat itu pada diri kalian. Kalian memang intel yang sangat berkualitas, tapi kalian tidak pernah taat aturan. Di masa depan bisa saja kalian membelot." Kakashi berhenti sejenak, memperhatikan wajah-wajah yang tampak terdiam di hadapannya.
"Kepala BIN sudah berencana memberhentikan kalian dengan tidak hormat, yang seharusnya dilakukan minggu depan. TApi minggu lalu, Komisaris Jendral Kepolisian, Hiruzen Sarutobi, meminta tolong pada Kepala BIN untuk membentuk suatu tim untuk melacak kasus yang mereka tangani saat ini. Dan akhirnya Pak Kepala memutuskan untuk menugaskan kalian." Jelas Kakashi dengan tenang.
"Tapi jika kalian menolak untuk bergabung dalam tim ini, maka kalian akan diberhentikan dari intel negara. Itu keputusan mutlak dari Kepala BIN yang disetujui oleh Menteri Pertahanan. Dan kalian hanya perlu memilih antara masih tetap bergabung dalam BIN atau tidak sama sekali."
"Bukankah itu berarti kalian memaksa kami untuk membentuk tim ini? Aku tidak masalah asal partnernya bukan dia." Sasuke menekankan kata dia untuk Naruto, membuat Naruto kesal setengah mati.
"Tim dan misi yang akan kalian lakukan ini adalah ujian kepantasan kalian untuk menetapkan apakah kalian masih layak berada di lembaga ini atau tidak. Kalau kalian tidak suka, kalian cukup keluar dari badian intel. Selesai." Kakashi mengangkat bahunya tidak ambil pusing. "Kalian bisa membicarakannya dulu kalau kalian mau. Aku tidak me-"
"Aku setuju!" Tiba-tiba Naruto menyahut. "Aku tidak mau diberhentikan dari intel. Aku masih tetap ingin di sini. Tidak peduli rekanku adalah ORANG PALING MENYEBALKAN dI Bumi, aku akan tetap melakukannya." Naruto sengaja menekankan frasa itu sambil menatap Sasuke, membuat pemuda itu melemparkan tatapan penuh kebencian dari mata obsidiannya.
"Jangan memutuskan seenaknya. Aku belum setuju."
"Setuju atau tidak setuju, itu urusanmu, Teme. Yang kutahu, kau juga pasti masih mau menjadi intel kan?" Naruto menaikturunkan kedua alisnya main-main, membuat Sasuke semakin jengkel.
Sasuke tidak memungkiri, didepak begitu saja dari lembaga tempatnya bernaung selama ini akan membuat usahanya terlihat sangat sia-sia. Dia masih ingin berada di lembaga ini, atau minimal berikan dia kesempatan sekali lagi untuk membuktikan dirinya. Dan sekarang kesempatan itu muncul di hadapannya.
Setelah beberapa terdiam untuk menimbang-nimbang keputusan dan membuat Naruto dan Kakashi yang sedari tadi memperhatikannya menunggu, akhirnya Sasuke bersuara. "Baiklah, aku setuju. Tapi aku harap kau tidak akan memasangkan aku lagi dengan di bodoh ini di misi selanjutnya."
"Sialan, kau pikir aku mau?!" Naruto memberikan death glare, dibalas dengan tatapan masa bodo dari Sasuke.
"Baguslah kalau kalian setuju," kata Kakashi sambil menghela napas. "Tapi sebelum kalian tahu tentang misi kalian, kalian harus meyakinkan anggota yang lainnya untuk ikut." Tambah Kakashi.
"Anggota yang lain?" Naruto bertanya dengan heran. Sasuke memperhatikan raut Kakashi.
"Ya. Tim kalian akan berisi 3 orang. Masalahnya teman satu tim kalian itu menolak dilibatkan dalam misis ini. Aku tidak tahu apa penyebabnya. Yang jelas Komisaris Jendral Kepolisian baru akan memulai misi itu jika teman satu tim kalian itu menyetujui." Kakashi menjelaskan dengan perlahan.
"Intel mana yang akan menjadi rekan kami? Apa intel dari luar negeri?" Tanya Sasuke kali ini.
"Sayangnya bukan. Dia adalah seorang dokter," Kakashi menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil menghela napas, membuat Naruto dan Sasuke yang mendengar jawabannya kaget luar biasa.
"APAAA?!"
.
.
.
.
.
Gadis bersurai merah muda sepunggung itu berjalan secepat yang dia bisa di tengah gerimis. Sial baginya karena tidak membawa payung juga tidak memiliki jas hujan di penghujung musim semi ini saat hujan bisa turun kapan saja bahkan di siang bolong sekalipun. Tapi Sakura—gadis itu tidak cukup peduli meski kebasahan. Dia lebih ingin cepat sampai di apartemennya.
Baginya dunia di luar apartemennya yang nyaman sangat berbahaya, sejak dia memberikan penolakan pada agen polisi yang tempo hari mengantar paket ke apartemennya dua minggu yang lalu. Dia merasa diikuti dan ada mata-mata asing yang mengawasinya entah dari mana—mungkin itu hanya perasaan paranoidnya saja, tapi tetap saja dia tidak merasa aman. Dia bahkan sampai membeli kunci rantai tambahan untuk apartemennya. Itu tidak berlebihan, Sakura tahu sekali bagaimana para polisi itu bekerja. Karena itu dia ingin menjaga privasinya seketat mungkin berharap dengan sia-sia markas besar kepolisian itu tidak mengganggunya lagi.
Barulah ketika Sakura sampai di depan pintu apartemennya, dia merasa lega. Gadis cantik itu menghela napas sambil menyisir rambut pinknya yang lepek karena hujan sambil tangan kirinya memasukkan kunci dan membuka pintu apartemennya. Setelah masuk, dia mengunci lagi pintu itu dan memasang rantai pengaman tambahan barunya. Dia mencoba mengintip lagi lewat lubang peep hole, kalau-kalau dia melihat ada orang berdiri di balik pintu apartemennya seperti polisi waktu itu. Tidak ada orang, kemudian dia menghela napas lagi.
Saat membalik badan, Sakura kaget setengah mati melihat ada dua pria tinggi besar berdiri di belakagnya entah mulai kapan. Saat gadis itu membuka mulut lebar-lebar untuk berteriak, pria berambut kuning langsung menutup mulutnya agak keras mengisyaratkan dia untuk diam. Teriakan Sakura teredam tangan pria itu.
"Stt, tenanglah, kami bukan orang jahat!" ujar pria berambut pirang itu panik.
Sakura mencoba menendang selangkangan pria itu, tapi kakinya ditahan dengan mudah dengan tangan yang tidak membekap mulut Sakura.
"Aduh, hampir saja masa depanku hancur,"ringis pria itu sambil melepaskan tangannya dari mulut Sakura.
"SIAPA KALIAN?!" Sakura berteriak sejadi-jadinya dengan panik, menatap bergantian dengan ngeri pada pria pirang dan pria berambut spike hitam kebiruan di sebelahnya.
"Sttt. Jangan berisik. Kami akan menjelaskannya. Jadi bisakah kau tenang?" Naruto—pria berambut pirang itu berusaha bernegosiasi. Bisa gawat jika wanita ini membuat keributan dan akhirnya mengundang orang-orang ingin tahu ke sini.
"KELUAR DARI APARTEMENKU SEKARANG JUG-HMP!" Teriakan Sakura teredam sebuah ciuman, yang membuat Naruto dan Sakura sendiri shock. Sasuke—pria berambut raven yang daritadi diam, tiba-tiba menciumnya! Sakura langsung kehilangan suara dan menjadi lemas seketika. Tubuh dan jiwanya seolah lepas dari tempatnya saat ini.
Sasuke terus mencium bibir Sakura dan melumatnya, lalu dengan mudah mengangkat tubuh Sakura yang tergolong mungil dan ramping itu ke arah sofa ruang tengah di apartemen gadis itu. Naruto sendiri hanya ternganga menyaksikan pemandangan nista rekan sejawatnya, sepertinya sama shocknya dengan Sakura sendiri. Sasuke mendudukkan Sakura di sofa sebelum melepaskan ciuman mereka. Dengan santainya lelaki bermarga Uchiha itu berdiri di hadapan Sakura dengan wajah tenang dan dingin, sementara gadis yang barusan dia cium ternganga dengan mata membesar, masih memproses kejadian yang dia alami.
"Apa kau sudah gila?!" Naruto membentak dengan suara sepelan mungkin pada Sasuke. Pria pirang itu mengernyit marah. "Kalau dia nanti menolak bagaimana?" tanyanya dengan kesal.
"Hn, yang penting dia sudah diam sekarang kan?" jawab Sasuke tidak ambil pusing, yang mebuat Naruto ingin menghantam kepalanya keras-keras. Bikin diam sih bikin diam, tapi tidak seperti itu juga kan?
PLUK!
Satu bantal mendatat mulut di wajah Sasuke, hasil lemparan tangan Sakura. Wajah gadis itu memerah dan terlihat kesal sekali.
"Apa-apaan itu tadi! Dasar kurang ajar! Itu namanya sexual harashment!" Sakura menjerit kesal, namun suaranya tidak terlalu besar karena rasa malunya lebih mendominasi.
"Terserah. Kami hanya perlu kau diam dan tidak kau menjerit lagi, aku bisa melakukan hal yang lain." Ancam Sasuke, yang dibalas dengan lemparan bantal kedua dari Sakura.
"Siapa kalian? Kenapa kalian ada di apartemenku?! Bagaimana kalian masuk?!" Sakura menunjuk-nunjuk kedua lelaki di hadapannya dengan kesal. Dia menghardik dengan suara yang pelan. Dia sepertinya cukup takut dengan ancaman Sasuke tadi. "Dan sebaiknya kau yang berbicara, aku tidak mau bicara dengan temanmu yang mesum itu!" Sakura menunjuk Naruto dengan bantal sofa, menunjukkan dia siap melempar benda itu kapanpun jika diperlukan.
"Baiklah."Naruto menggaruk pipinya canggung. "Sebelumnya kami minta maaf karena masuk ke apartemenmu tanpa permisi. Kami melakukannya bukan tanpa alasan, tapi memang karena ada hal yang cukup penting." Naruto menghela napas berat. "Perkenalkan, namaku Naruto, dan dia Sasuke—aku juga minta maaf atas tindakannya tadi. Kami adalah intel dari badan pertahanan negara." Naruto dan Sasuke menunjukkan tanda pengenal mereka berbarengan di hadapan Sakura, membuat Sakura terperangah kaget. Tenyata mereka benar-benar agen inter negara!
Sakura mengernyit kesal. Tentu saja, itulah alasan kenapa mereka bisa masuk dengan mudah ke apartemennya tanpa membuat kerusakan sedikitpun. "Ada perlu apa intel seperti kalian mendatangiku? Aku hanya warga sipil biasa, tidak pernah sekalipun berbuat kriminal." tanya Sakura penuh selidik.
"kau bukan warga sipil biasa." Kali ini Sasuke menyahut. "Kau dokter yang bekerja di tim forensik markas besar kepolisian. Dan aku yakin, kau tahu kenapa kami ke mari."Tatapan Sasuke sangat dingin dan menusuk, tidak membiarkan Sakura berkilah atau beralasan sedikitpun.
Sakura terdiam sejenak. Ya, dia sebenarnya bisa menebak kenapa dua orang ini mendatanginya. Ini pasti karena dia menolak misi yang diberikan oleh mabes dua minggu yang lalu. Sakura tahu cepat atau lambat pasti akan ada utusan lain dari mabes yang akan mendatanginya, hanya saja dia tidak menyangka bahwa utusan tersebut adalah intel negara "Dulu aku memang dokter forensik di mabes, tapi sekarang tidak lagi. Aku juga kaget kenapa yang mendatangiku bukan polisi utusan mabes, tapi agen intel negara seperti kalian. Tapi perlu kutegaskan, aku bukan lagi bagian dari mabes, jadi aku menolak melakukan misi, apapun itu." Sakura berusaha menjawab dengan tenang dan tegas. Dia sudah bersumpah untuk tidak terlibat dengan mabes lagi apapun alasannya.
"sebenarnya misi yang kau tolak itu bukan dari mabes," Naruto mengoreksi. "Misi itu diberikan langsung oleh kepala kepolisian jendral Jepang,yang disepakati oleh menteri pertahanan. Sejujurnya kami pun kaget kenapa dokter sepertimu ikut misi ini. Dan kami tidak akan mengetahui misi apa yang diberikan pada kami jika kami tidak berhasil mengajakmu bergabung." Jelas Naruto.
"Dengar ya, tuan intel negara yang terhormat. Aku tidak peduli siapa yang memberikan misi itu dan kenapa aku harus terlibat di dalamnya. Dalam dokumen yang diantar padaku waktu itu tidak disebutkan misi macam apa yang ditugaskan, apa peranku di sana, dan tujuan misi itu sendiri. Kurasa kalian juga sama bukan? Jadi untuk apa kalian repot-repot membujukku untuk ikut misi yang tidak jelas seperti itu."Sahut Sakura keras kepala.
"Memang seperti itu cara kerja kami. Misi rahasia akan diberitahukan ketika semua perangkat dan ornamen misi lengkap. Kau adalah salah satu ornamen itu, jadi kami membutuhkanmu untuk ikut kami dan mendengar bersama-sama misi apa yang akan kita emban." Jelas Naruto dengan lembut. "Karena itu, aku mohon ikutlah dengan kami ke markas besar intel negara. Di sana kau akan mendapat penjelasan lengkap."
"Aku menolak. Aku tidak mau terlibat." Sakura berkata final, membuat Naruto dan Sasuke menatap datar gadis itu. "Sekarang pergilah dari sini." Sakura menunjuk pintu keluar dengan dingin.
Sasuke dan Naruto diam sejenak. Kemudian kedua pria itu berjalan ke pintu keluar. Sakura mengamati kedua pria itu dengan tatapan puas. Akhirnya dia bisa menyingkirkan orang-orang itu dari apartemennya.
Namun tanpa Sakura sadari, kedua lelaki itu bergerak dengan secepat kilat, gerakan yang bahkan tidak sempat tertangkap mata Sakura. Di detik berikutnya Sakura merasakan kepalanya pusing dan penglihatannya menjadi gelap. Dia hilang kesadaran.
.
.
.
.
.
Mata Sakura rasanya begitu berat. Meski begitu Sakura berusaha membuka matanya, mengerjap-ngerjap. Matanya berusaha membiasakan dengan cahaya yang cukup terang dari ruangan tempatnya berada. Di mana dia sekarang?
"Akhirnya putri bangun juga."
Sakura tersentak ketika mendengar suara asing masuk ke telinganya. Seluruh indranya tiba-tiba menjadi awas detik itu juga. Sakura bisa melihat tidak jauh di depannya sesosok lelaki berambut abu-abu duduk di kursi kerja di ruangan yang benar-benar asing untuk Sakura. Ketika menoleh ke samping Sakura bisa melihat Naruto dan SAsuke—dua lelaki lancang yang menyusup ke apartemennya, dudul di sofa abu-abu. Belum sempat Sakura meneriaki dua lelaki itu, Sakura sadar, ternyata dia tidak bisa bergerak. Dia baru sadar, ternyata tubuhnya dililit sampai ke pundak dengan selimutnya sendiri, memenjarakan tangan Sakura. Lilitannya membuat tubuh Sakura terduduk tegak di sofa tempatnya duduk, cukup kuat tapi tidak membuatnya sesak. Keadaan ini membuat Sakura kesal setengah mati.
"Di mana aku? Kenapa aku terlilit seperti ulat begini?!" Sakura menendang-nendang kasar. Kakinya dibiarkan bebas dan tidak dililit rupanya. "Kalian! Bisa-bisanya kalian membuatku pingsan dan membawaku ke sini!" teriak Sakura pada dua pria di sebelah kanannya.
"Kau sangat sulit dibujuk, jadi kami terpaksa melakukannya, Sakura-san." Naruto terlihat sedikit bersalah sebenarnya pada gadis bersurai soft pink itu. Tapi dia memang tidak punya pilihan.
"Aku meminta maaf mewakili mereka." Sakura menolah pada pria berambut abu-abu yang tadi dia lihat. Pria itu mengenakan bacalva yang membuat hanya mata kirinya saja yang kelihatan. "Aku memang meminta mereka membawamu ke markas besar kami, tapi aku tidak menyangka mereka akan melakukannya dengan cara seperti ini." Sakura bisa mendengar pria itu menghela napas. Sepertinya pria itu sama frustasinya dengan Sakura perihal dua lelaki itu.
Naruto hanya nyengir disindir seperti itu oleh Kakashi, sementara Sasuke hanya diam sambil memejamkan mata.
"Perkenalkan, namaku Kakashi. Aku adalah kepala dari para agen intel." Kakashi memperkenalkan diri, lalu bangkit dari duduknya, berjalan mendekat ke arah sofa tempat ketiga orang yang lain duduk.
"sepertinya kau perlu mendidik mereka dengan lebih baik, kalau begitu." Sindir Sakura kasar sambile menatap tajam Sasuke dan Naruto.
"Mereka memang agen inter terburuk kami, asal kau tau," ujar Kakashi, membuat Naruto dan Sasuke menatapnya kesal, tapi membuat Sakura tersenyum puas. "Biar aku lepaskan lilitan di tubuhmu dulu sebelum kita bicara."
Benar saja, Kakashi membuka lilitan selimut di balik punggung Sakura dan membebaskan gadis itu untuk bergerak secara normal. Sakura sudah merencanakan pembalasan dendam di otaknya pada dua lelaki di sampingnya itu. Lihat saja nanti.
"Maaf karena membuatmu salah paham, Haruno Sakura. Mungkin dua bocah di sana sudah membahas kenapa kau terlibat dengan instansi kami. Sekarang aku akan menjelaskan lebih detail padamu."
"aku menolak mendengarnya." Sakura memotong dengan tegas. "Apapun itu , aku tidak ingin terlibat. Kau mungkin sudah tahu, Kakashi-san, aku bukan lagi bagian dari tim forensik markas besar. Aku juga tidak berniat terlibat dengan mabes ataupun dengan instansimu."
"Ya aku tahu. Tapi sama seperti kami, kau juga tidak memiliki pilihan untuk menolak." Kakashi menegaskn dengan lugas. "Misi ini ditugaskan langsung oleh menteri pertahanan, Sakura-san. Dan misi ini harus dijalankan suka atau tidak suka." Kakashi mengeluarkan satu remote dari saku celananya,kemudian menekan salah satu tombolnya. Tiba-tiba semua jendela di ruangan itu mengeluarkan bunyi aneh, tenyata muncul besi panjang dan berlihat berat menutupi jendela, serta pintu. Sakura terperangah melihatnya, berbeda dengan Naruto dan Sasuke yang tampak tenang.
"Jangan khawatir, ini hanya prosedur untuk membuat ruangan kedap suara. Karena misi yang kujelaskan ini hanya kalian yang boleh mengetahuinya." Jelas Kakashi, berusaha menenangkan Sakura yang kebingungan sebelum gadis itu bertanya lebih jauh.
"Misi ini termasuk misi kelas S." Saat Kakashi menyebutkan hal itu, Sasuke dan Naruto terperanjat, sementara Sakura masih kebingungan. "jangan bertanya dulu, Naruto, biar aku menjelaskan semuanya dulu. Mungkin kalian sudah tahu mengenai orang kasus puluhan orang dikabarkan menghilang di Tokyo. Awalnya hanya ada tiga orang yang dikabarkan menghilang. Ketika orang itu adalah wanita pekerja protitusi di kawasan Rapongi, sekitar lima tahun yang lalu. Ketiga wanita itu tidak ditemukan di manapun. Namun tiga minggu yang lalu di kawasan gudang Yokohama, seorang nahkoda muda menemukan sebuah koper di galangan kapal. Ketika dibuka, ternyara isinya tulang manusia. Dan baru diketahui, tulang itu milik salah satu dari tiga wanita itu, .
"ketika digeledah, ternyata ada lebih banyak potongan tubuh dan tulang busuk yang ditemukan di galangan itu, dalam sebuah kontainer muatan besi tua yang entah dimiliki perusahaan mana. Orang-orang bilang kontainer itu tidak pernah diambil dari gudang itu entah dari tahun berapa. Kasus itu akhirnya ditangani oleh intel, bukan oleh polisi lagi. Hal ni tidak diberitahukan tentunya pada masyarkat untuk mencegah keributan. Polisi dimintai data orang hilang selama lima tahun terakhir ini, dan ternyata sudah ratusan orang menghilang, bahkan akhir-akhir ini semakin banyak yang melaporkannya. Kasus inilah yang akan dibebankan pada kalian."
"tim analisis kami bilang, ini adalah ulah dari organisasi Red Flag, salah satu kartel berbahaya dari Asia. Kartel ini dikenal menjual narkoba dan senjata ilegal, tapi baru diketahui ternyata mereka juga memulai bisnis baru, yaitu jual beli organ manusia. Jual beli organ memang bukan hal yang dilarang, tapi kasus ini sepertinya berkata lain. Kami mendapat isu Red Flag menculik orang-orang dan mengambil organ mereka. Itulah yang membuat bisnis mereka ini perlu dihentikan."
Sakura, Naruto, dan Sasuke terlihat tegang di tempat mereka masing-masing saat mendengar kalimat terakhir dari Kakashi. Kakashi menatap mereka satu-satu, sebelum melanjutkan kembali penjelasannya.
"Sakura-san, menurut markas besar, selama kau menjadi tim forensik, kau sering mengambil sampel korban untuk melakukan analisis lebih jauh untuk mengungkap detail kematian korban. Kau juga pernah mendengar tentunya mengenai beberapa organ yang hilang dari jenasah yang disimpan di lab markas besar. Kasus ini ada hubungannya dengan itu juga. Karena itu, kau ditugaskan dalam misi ini." Kakashi menatap Sakura intens, sementara gadis bermata hijau itu tampak menerawang ke masa di mana dia masih menjadi tim forensi di mabes. Dia tahu hal itu, sebenarnya Sakuralah yang pertama kali menyadari hilangnya organ-organ itu pada jenazah di sana. Hanya saja dia berusaha merahasiakan keingintahuannya itu rapat-rapat dan tidak pernah bilang pada siapapun. Sakura cukup kaget bahwa Kakashi tahu bahwa dia tahu tentang kejanggalan itu, di saat Sakura belum pernah mengatakan tentang hal itu pada siapapun.
"Naruto dan Sasuke, tugas kalian adalah mencari lokasi penyimpanan organ yang diperdagangkan Red Flag berada. Dan Sakura-san bertugas menganalisis organ-organ itu. Kalian bersama akan berusaha menghentikan bisnis penjualan organ terbesar di Asia dan menyelamatkan ratusan orang yang mungkin akan menjadi korban selanjutnya."
Keheningan mengisi ruangan kedap suara itu. Masing-masing orang berkutat dengan pikiran mereka sendiri.
"Ini akan menjadi kasus yang sulit." Naruto berkomentar. Dia menggaruk kepalanya kasar. Naruto sadar betul, kasus besar seperti ini akan membutuhkan banyak sekali korban jiwa. Dia akan diminta membunuh, hal yang paling dia benci. Seperti Sakura, rasanya dia ingin menolak misi kali ini. Dia lebih baik diberhentikan secara tidak hormat daripada harus membunuh orang lagi.
Sementara Sasuke tampak bersenyum miring. Inilah misi yang dia butuhkan, misi di mana dia bisa menghukum banyak orang jahat. Dia tidak masalah jika harus dipasangkan dengan Naruto yang dia benci serta wanita merepotkan berambut pink itu. Jika memang ini bisa membuatnya kembali menjadi agen intelegen lagi, dia bersedia melalukannya.
Sakura tidak pernah sekalipun turun langsung ke lapangan, dia terbiasa melakukan misi di bagian pemeriksaan berdasarkan objek yang sudah disediakan mabes. Sekarang dia pasti akan diminta menganalisis organ tidak jelas yang belum diklasifikasikan sama sekali, acak dan berbahaya. Membayangkannya saja membuatnya ngeri. Hanya saja pertanyaannya, kenapa dia yang diminta melakukan misi ini? Kenapa bukan dokter forensik lain? Sakura benar-benar tidak mengerti.
"Apa akibatnya kalau aku tetap menolak untuk terlibat?" tanya Sakura gamang. Naruto tersenyum kecil, merasa terwakili oleh pertanyaan Sakura.
Kakashi terdiam sejenak, tampak bimbang apakah harus mengatakannya atau tidak. Sasuke menangkap gerak-gerik aneh Kakashi yang terlihat aneh itu. Instingnya berkata sepertinya ada yang aneh dengan kasus ini. Kakashi tidak biasanya terlihat seperti itu.
"Katakan, Kakashi-kaicho." Sasuke meminta—lebih tepatnya memerintah atasannya itu yang sudah terdiam selama beberapa menit.
"Jika salah satu atau kalian semua menolak misi ini," Kakashi menurunkan bacalvanya, sehinggal mata kananya yang memiliki bekas luka vertika itu terlihat jelas. "Aku harus membunuh kalian bertiga sekarang juga."
Kecuali Kakashi, semua orang di ruangan itu lupa rasanya bernapas, seolah jiwa mereka tersedot dalam pusaran kehampaan.
.
.
.
.
To be Continued
A/N: ada yang masih nungguin cerita ini? Jangan lupa tinggalin jejak ya. Aku bakalan update dan lunasin hutang fict2 ongoingku, tapi ga janji bisa cepat update karena memang sibuk kerja.. wkwk maklum budak korporat #plak. See you in the next chapter! :3
