Seirei Ninja

Summary

Menemukan dirinya di dunia lain, ninja pirang itu mencoba hidup dan beradaptasi dengan lingkungan barunya. Akan tetapi kehadiran berbagai gadis unik di kehidupan keduanya perlahan membawa keunikan tersendiri di kesehariannya.

.

.

Disclaimer

Naruto dan Date a Live dimiliki oleh pemilik aslinya. Author hanya meminjam mereka untuk kepentingan fanfic ini.

.

.

Genre

Utama : Romance. Drama. Friendship.

Selingan : Humor. Family. Action.

.

.

Chapter 1

Hidup Berbeda

.

.

.

Pada saat fajar datang, penduduk di kota yang diketahui adalah Kota Tenguu ini bergegas bangun demi bersiap melaksanakan aktivitas pagi mereka, entah itu berangkat kerja maupun pergi ke sekolah. Karena hari sudah pagi, maka tidak mengherankan kondisi jalan mulai ramai dilewati banyak kendaraan berbagai tipe.

Beralih ke salah satu rumah, seorang remaja laki-laki baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk jingga melilit sekitar pinggangnya, menuju kamar tidur yang merupakan ruangan pribadinya.

"Haah, rasanya segar sekali, dattebayo."

Laki-laki itu segera mengganti baju dan memastikan penampilannya di cermin. Merasa sudah cukup, dia bergegas ke dapur untuk membuat sarapan, akhirnya menuju meja makan ditemani sepiring nasi kari dan segelas air putih.

Menu yang sederhana memang, tapi karena ini tidak memberatkan pengeluarannya, maka itu bukan masalah besar.

Dia makan pagi dengan tenang.

'Kalau dipikirkan lagi, sudah berapa lama aku hidup di dunia ini?'

Saat Naruto bertarung menghadapi [Mother of All Chakra] bersama Sasuke, keduanya bertarung begitu sengit hingga pada puncaknya mereka berhasil menyegelnya dan membawa kedamaian di dunia shinobi.

Akan tetapi, kemenangan itu tidak berlangsung lama.

Sebelum tersegel, Kaguya sempat menyerang Naruto dan Sasuke dengan serangan terakhirnya, sehingga membuat mereka sekarat dan perlahan tewas. Karena kejadian itu sudah lama terjadi, Naruto lupa teknik apa yang digunakannya.

Namun, tanpa disangka ketimbang pergi ke alam kematian, Naruto menemukan dirinya di dunia ini, masih sehat seakan hal yang terjadi sebelumnya tak pernah terjadi.

Karena dirinya berada di wilayah asing, maka hal pertama yang dilakukan Naruto adalah mencari informasi, sekaligus membuat beberapa dokumen yang dibutuhkan agar bisa diakui sebagai bagian dari penduduk. Setelah semua persyaratan terpenuhi, barulah Naruto mencari tempat tinggal.

Entah dia sedang beruntung atau tidak, dalam perjalanan mencari rumah, Naruto tak sengaja menyelamatkan seorang pria dari mobil yang dikendarai pengendara mabuk. Setelah perkenalan singkat, pria itu ternyata pemilik dari sebuah gedung apartemen yang terletak di tengah kota, dan menawarkan Naruto untuk menyewa salah satu apartemennya.

Dengan begitu, Naruto tidak perlu khawatir lagi soal tempat tinggal, terutama ketika dirinya mendapat harga miring untuk satu bulan dari pemilik bangunan tersebut.

'Kalau dihitung dari hari pertamaku di dunia ini, mungkin sudah dua bulan berlalu.'

Naruto membawa peralatan bekas makannya ke wastafel untuk dicuci.

'Kurama?'

"Zzzz…."

Naruto tertawa kecil.

Tidak seperti kehidupannya di dunia shinobi(yang penuh pertarungan), di dunia ini Naruto tidak perlu khawatir ancaman setingkat Akatsuki muncul meneror dunia. Dengan begitu Kurama hanya memuaskan diri dengan tidur sepuasnya sepanjang hari.

'Dasar rubah,' pikir Naruto(terhibur).

Bunyi bel menarik perhatian Naruto.

"Sebentar!"

Naruto mengeringkan lengannya sebelum menuju pintu depan, mengintip sedikit lewat lubang kecil di pintu, menyadari siapa yang datang ke apartemennya di pagi hari ini.

Dia membuka pintu.

Seorang gadis berusia kurang lebih satu tahun di bawah usia Naruto berdiri di depannya. Tidak diragukan lagi gadis ini cantik. Dengan rambut perak mencapai punggung, iris mata biru, dan kulit putih halus. Laki-laki manapun pasti menginginkan gadis ini untuk menjadi pasangannya.

"Selamat pagi, Naruto!"

"Selamat pagi juga, Maria-chan."

Asahiko Maria adalah tetangga yang tinggal di apartemen sebelah Naruto. Maria baru pindah satu bulan yang lalu. Dari interaksinya dengan Naruto dan juga orang lain, Maria adalah perempuan yang ramah juga pekerja keras, baik di tempat kerja maupun di lingkungan sekitar.

Namun, entah mengapa setelah mengetahui mereka bekerja di tempat yang sama, Maria bersikeras membuatkan bekal makan siang agar Naruto tak jatuh sakit ketika bekerja.

Naruto menyadari rutinitasnya itu dilakukan setelah Naruto menyelamatkan Maria dari komplotan preman. Kejadiannya terjadi kira-kira dua minggu yang lalu.

Maria berseri, pakaian berupa baju berlengan pendek dan rok dikenakannya, lengkap dengan tas pinggang dan tampak membawa sebuah kotak.

"Aku kemari ingin menyerahkan kotak bento ini. Terima kasih karena telah meminjamkannya padaku."

"Sama-sama."

Naruto menerima kotak bekal tersebut.

"Besok siang aku akan membuatkanmu bekal sebagai gantinya." Maria berjanji.

Naruto menggaruk pipinya.

"Kau sudah sering membuatkanku bekal. Aku gak mungkin merepotkanmu setiap hari, dattebayo," kata Naruto.

"Kau terus saja bilang begitu." Maria cemberut, tersenyum kemudian. "Tidak apa. Kita 'kan rekan kerja. Lagipun, aku tidak keberatan sama sekali membuat bento untukmu."

Naruto tersenyum, melirik ke jam dinding dan beralih menatap Maria lagi.

"Ini masih pagi. Kau ada rencana pergi ke mana?" tanya Naruto (penasaran).

"Produk kosmetik kegemaranku sedang ada diskon hari ini. Aku harus dapat duluan sebelum kehabisan," jelas Maria.

Maria terdengar antusias mengungkapkan tujuannya keluar rumah pada Naruto. Entah apa alasannya.

"Semoga beruntung kalau begitu. Walau tanpa kosmetik sekalipun, aku pikir kau sudah cukup cantik apa adanya," ungkap Naruto (jujur).

Maria tersenyum.

"Aku tersanjung kau berpikir seperti itu."

Maria memperhatikan arloji di tangan kirinya lalu menatap Naruto lagi.

"Kurasa aku harus segera pergi. Nanti kita bicara lagi di lain waktu," kata Maria.

Naruto mengangguk.

"Berhati-hatilah," kata Naruto.

Meski Naruto tahu Maria bisa menjaga dirinya sendiri, sedikit pengingat seharusnya bukan ide yang buruk.

"Roger!"

Maria menunjukkan pose hormat, tertawa kecil, bergegas ke arah lift dan masuk ketika pintu lift terbuka.

Naruto sekilas tersenyum, menutup pintu apartemennya dari dalam...

…dan menampar pipinya sendiri.

'Lagi-lagi aku ngomong tanpa pikir panjang… sialan kau, Pertapa Genit.'

Sedangkan di lift, Maria menekan tombol menuju lantai dasar, menunggu turun dan mengingat lagi perkataan Naruto(yang menurut hatinya sangat menyentuh sekali).

"Semoga beruntung kalau begitu. Walau tanpa kosmetik sekalipun, aku pikir kau sudah cukup cantik apa adanya."

"..."

Maria tersenyum seorang diri dengan pipi merah.

.

.

.

(Break)

.

.

.

Siang hari beranjak tiba, Naruto berjalan di trotoar melihat sebagian besar bangunan telah buka. Naruto memperhatikan para pegawai di sana dengan sigap melayani pelanggan yang berdatangan.

Naruto menyadari restoran yang menyajikan makanan cepat saji cukup banyak pengunjungnya.

Tidak mengejutkan, tipe makanan itu selain lezat, juga membuat kenyang perut bagi para peminatnya. Meski kadar kesehatan makanan cepat saji terkadang dipertanyakan pakar kesehatan.

'Hmm, naik bus… atau jalan kaki?' pikir Naruto (mencoba membuat keputusan).

Dia bisa saja menggunakan jasa bus untuk bisa sampai ke tempat tujuannya. Dengan berjalan sebentar, dia sudah sampai di halte dan duduk sambil menunggu bus berikutnya datang.

Hanya saja, pilihan jalan kaki sebenarnya bukan pilihan buruk, terutama ketika Naruto tidak akan kelelahan hanya karena berlari sedikit.

'Mungkin akan lebih baik kalau aku jalan kaki. Aku gak buru-buru ini ke rumah-'

Nada dering tiba-tiba terdengar.

'Huh?'

Naruto mengeluarkan sesuatu, membaca nama yang terlihat di layar ponsel miliknya dengan alis terangkat, menekan ikon hijau.

"Yahoo Ruto-kun~. Kau masih di rumah?"

"Tidak juga. Aku sedang dalam perjalanan menuju rumahmu. Ada apa?"

Naruto penasaran, berpikir dia menghubunginya untuk membahas proyek kolaborasi manga mereka.

Kenyataannya, Naruto sudah memiliki pekerjaan tetap; sebagai penulis komik bergambar (alias manga) di bawah naungan perusahaan ternama di kota ini. Perusahaan ini bernama [Yggdrasil Sephira].

Lewat perusahaan ini juga Naruto mengenal seorang penulis manga yang kebetulan seumuran dengannya. Seorang gadis muda dengan semangat tinggi terhadap anime, game, juga animasi kartun lainnya.

"Oh! Kalau begitu bisa belikan aku makanan lokal sama bahan mentah lain? Tenang saja. Nanti uangmu kuganti."

"Boleh. Tidak masalah. Kirim saja daftar belanjaanmu kepadaku."

"Yeay~ Aku tahu aku bisa mengandalkanmu. Aku mencintaimu Ruto-kun! Nia-chan out~."

Panggilan terputus dari sisi sana.

Tertawa kecil, Naruto menyimpan ponsel ke tempat semula.

"Dasar dia itu," gumam Naruto.

Tepat seperti perkataannya, dia memasuki sebuah toserba(toko serba ada) setelah berjalan selama beberapa saat. Naruto mengambil keranjang belanja dan memilih kebutuhan pangan yang diinginkan Nia. Di antaranya paket onigiri dan daging ikan salmon segar.

Melewati rak makan lain, Naruto tidak sengaja melihat persediaan produk ramen dengan kemasan dan rasa yang baru, tanpa ragu mengambil beberapa.

"Mari kita lihat. Salmon, merica, sushi box, garam,…"

Naruto menghitung barang yang dipinta teman perempuannya itu, guna memastikan tak ada yang terlupakan.

'Yosh, sudah lengkap semua. Sekarang tinggal bayar.'

Dia menuju tempat pembayaran, beruntung karena tidak ada antrean, si penjaga kasir langsung menghitung harga yang harus dibayar untuk belanjaannya. Sambil menunggu, Naruto menengok keluar jendela, memperhatikan setiap orang berjalan lewat.

"Totalnya jadi…"

Naruto menyerahkan lembaran uang, menerima kembalian dan keluar dari tempat itu dengan membawa beberapa plastik. Berada di jalur aman, Naruto melangkah tanpa henti ke suatu arah, melihat lampu lalu lintas pindah ke warna merah.

Naruto menunggu lampu lalu lintas berubah lagi menjadi warna hijau.

Tidak lama setelah itu, Naruto menyeberang bersama pengguna jalan lain, hanya untuk berpisah dengan mereka dan akhirnya berjalan sendiri.

Naruto terus berjalan sampai akhirnya berhenti di depan sebuah rumah. Di samping pintu, terlihat semacam tombol bel yang di bawahnya terdapat tulisan kanji yang kalau dibaca berarti [Honjou].

Naruto menekan bel.

"Tunggu sebentar!"

Seseorang menyahut.

Suara langkah kaki terdengar semakin dekat. Pintu dibuka dari dalam, seorang gadis berambut abu-abu pendek dengan iris mata biru berdiri di hadapannya, mengenakan baju lengan pendek juga celana pendek. Ekspresinya bosan sampai akhirnya gembira menyadari siapa yang datang.

"Ruto-kun! Kau datang!"

Naruto menunjukkan beberapa plastik putih pada Nia.

"Kau bicara seakan bukan kau yang memanggilku kemari," kata Naruto(sweatdrop).

Nia menyengir.

"Ehehe, maaf, maaf. Aku cuma bercanda." Dia memperhatikan isi plastik lain. "Loh? Aku tidak ingat pernah memintamu membelikanku ramen."

"Ah, itu plastikku, maaf sampai terbawa."

Nia menyerahkan salah satu plastik pada Naruto, mengangkat bahu lalu berbalik.

"Yah, aku enggak keberatan jika kau mau menitipkan barangmu padaku. Mari masuk."

Masuk lebih dalam(setelah menutup pintu), mereka memasuki ruang tamu.

"Duduklah. Kau mau jus jeruk?"

"Terima kasih. Aku mau satu."

Nia menuju ruang dapur.

Sedangkan Naruto memperhatikan area ruang tamu begitu bersih dan tak ada bekas sampah sama sekali. Ini membuat remaja pirang itu terkesan.

Bukan berarti Naruto meragukan kemampuan Nia dalam hal bersih-bersih, tapi terkadang teman perempuannya itu suka bermalas-malasan saat melakukan tugasnya.

Naruto duduk di sofa usai menyimpan plastik belanjanya di meja kaca. Tidak lama berlalu, Naruto melihat Nia kembali dari dapur dan meletakkan gelas berisi jus di meja juga.

Seakan dia sadar, Naruto menerima glare dari Nia.

"Ini firasatku saja, atau kau tidak percaya aku yang membersihkan rumahku ini seorang diri?" tanya Nia (terdengar kesal).

Naruto tertawa canggung.

"Ada hal apa yang mau kau bicarakan denganku, Nia-chan?" tanya Naruto (berusaha mengganti pembicaraan).

Nia menghela nafas.

"Ini soal proyek novel gabungan kita," jawab Nia.

"Begitukah?" Naruto kebingungan. "Tunggu, bukankah kemarin aku sudah mengirim file volume lanjutan itu padamu? Jika misalkan ada kesalahan, padahal kau bisa memberitahuku lewat email saja."

Menggaruk pipinya, Nia menengok ke arah lain sambil tertawa canggung.

"Ahahaha… ya… soal itu…"

Firasat Naruto menjadi tidak enak.

"…aku tidak sengaja…"

Naruto mulai berkeringat wajahnya.

"…menghapus foldernya."

"…"

"…"

Menghembuskan nafas, Naruto beranjak dari sofa, perlahan mendekati Nia.

"Nia-chan."

"Ya, Ruto-kun?"

"Kau tahu kita ini sahabat 'kan?"

Secercah harapan dirasakan Nia.

"Ya."

Sekarang Naruto menunjukkan senyuman.

"Sebagai sahabat, bukankah wajar kita saling bantu?"

"Ya!"

"Bagus! Kau suka tempat peristirahatan di daerah mana?"

"Oh! Tentu saja aku mau di…"

Nia tersadar.

"…mana kewarasanmu itu hah?! Kenapa juga aku harus memilih lokasi mayatku dimakamkan?!"

Nia mengacungkan jari telunjuknya pada Naruto.

"Bahkan tanpa bantuanmu aku mampu mengatasi masalahku sendiri," kata Nia(nada percaya dirinya terdengar dibuat-buat.).

Tentunya dia bercanda soal ucapannya.

"…."

"…."

Nia berkedip, merasa tidak nyaman melihat Naruto diam saja dari tadi.

"Nia-chan pada Ruto-kun? Hello? Hello? Helllooo?"

Tak ada angin maupun hujan, Naruto mendadak menepuk pundak Nia dengan... ekspresi bangga di wajahnya?

"Aku selalu yakin akan ada saat di mana kau mau bertanggung jawab atas masalahmu sendiri. Semoga beruntung, wahai jiwa yang malang."

Sebelum bisa berjalan, Naruto menengok ke bawah dan menyadari kakinya dipegang Nia(yang menangis begitu deras).

"Aku cuma bercanda! Aku enggak mau kena marah malampir itu lagi! Kau harus membantuku Ruto-kun! Huwaaaaaaah!"

Naruto menahan senyumnya, paham mengapa Nia begitu ketakutan soal ini.

Wanita itu memang menyeramkan jika sudah membahas pekerjaan yang dikerjakan mereka.

Naruto menekuk lututnya agar tinggi kepalanya setara dengan Nia.

"Nia-chan," panggil Naruto (lembut).

"*hiks* ya?"

"Tadi juga aku hanya bercanda."

Nia menatap Naruto dengan ekspresi berharap.

"B-Benarkah?"

"Benar. Bagaimana kalau kita mengerjakan proyek itu sekarang?"

.

.

.

Nia tersenyum.

Naruto ikut tersenyum.

.

.

.

Nia mengedipkan matanya.

Naruto ikut mengedipkan matanya.

.

.

.

Nia tertawa.

Naruto ikut tertawa.

.

.

.

"Ah, mungkin mengerjakannya nanti saja. Aku ada urusan lain hari ini," kata Naruto (yang merasa ingin usil).

"…"

Nia menangis lebih deras.

Setelah kejadian barusan, Naruto dan Nia duduk bersebelahan, ditemani minuman juga snack di meja kaca depan mereka. Terdapat sebuah laptop di pangkuan Nia.

Naruto mengelus pipinya(yang cukup merah) karena ulah gadis di sampingnya ini.

"Kau tidak perlu mencubit pipiku begitu keras, Nia-chan," kata Naruto.

Nia cemberut.

"Hmph. Biarin. Salahmu sendiri yang usil berlebihan," balas Nia.

Naruto tertawa kecil, tahu yang dikatakan Nia memang benar karena itu dirinya merasa terhibur.

"Jadi? Apa masalahnya?" tanya Naruto.

"Aku masih ingat sebagian event yang harus kutulis. Tapi hal penting macam nama lokasi terbaru dan plot twist yang harusnya keluar di volume ini? Hilang dari pikiranku," jelas Nia.

Meski masih kesal, tak dapat dipungkiri suasana hati Nia sedang baik saat ini. Mungkin itu karena teman baiknya datang ke rumahnya untuk membantu masalahnya.

Atau mungkin karena sekarang mereka berduaan saja tanpa ada yang menganggu.

Eh, siapa tahu?

Naruto mengangguk.

"Sudah coba baca volume sebelumnya? Mungkin inspirasimu akan muncul kembali kalau kau melakukannya," saran Naruto.

Nia merenggut.

"Sudah. Tetap saja aku tidak bisa mengingat rancangan alurnya," gerutu Nia.

Diam sejenak, Naruto memikirkan cara untuk membantu teman perempuannya itu, sampai akhirnya dia menemukan jalan keluarnya.

"Aku tahu."

Nia penasaran.

"Bagaimana?" tanya Nia.

"Begini, kita masih diberi waktu lama untuk menyelesaikan kisah ini bukan? Ketimbang mengingat yang sebelumnya, bagaimana kalau kau menulis alur lain yang masih nyambung dengan volume sebelumnya?" usul Naruto.

Nia mengusap dagunya sambil memikirkan usul Naruto. Tak hanya memikirkan kelebihan, tapi juga kekurangan itu.

"Dengan begitu, gak cuma mengumpulkan hype, tapi juga bisa memperbaiki plot-hole bila enggak sengaja terselip. Tapi di sisi lain, harus menulis dari awal sambil membaca ulang volume yang sebelumnya dahulu… tugas yang sulit dilakukan untuk satu orang," ungkap Nia (cemas).

Naruto mencoba menenangkan rasa cemas Nia.

"Kita partner ingat? Jangan khawatir. Aku akan selalu membantumu," ujar Naruto.

Nia berkedip, lalu menyengir.

"Ehehe~, senangnya punya rekan yang bisa diandalkan sepertimu," ujar Nia.

Naruto terkekeh.

"Sama-sama."

Selang beberapa jam ke depan, mereka mengerjakan proyek itu.

[T-B-C]

A/N:

Huff, akhirnya bisa publish juga ni fanfic. Yuhuu ^_^

Setelah dipikir lagi author menunda dulu fanfic crossover antara Naruto dan DxD.

Sekarang ya fokus ke Naruto dan DaL :)

Karena ini masih awal, author tidak akan langsung ke plot utama. Setelah satu chapter atau lebih baru fic ini akan masuk ke plot utama.

Oh iya, di fic ini latar belakang sebagian karakter dibuat berbeda(tidak sesuai dengan versi asli) agar bisa sesuai dengan alur cerita fans ini.

Jadi jangan harapkan alur akan sama dengan versi canon ;)

Karna DaL terfokus ke romance, maka author buat Naruto di sini agak OOC(macam gak buta dengan perasaan perempuan) tentunya nanti disertai alasan sebab-akibat mengapa Naruto bisa seperti itu.

Jika ada kesalahan typo atau semacamnya bisa diberitahu di kolom review.

Terakhir…

Sampai jumpa di chapter berikutnya ;)

{Racemoon - Sign out}