IMPRIMARE

Wiell

Disclaimer :

Cerita ini milik saya, jika ada kesamaan bukan suatu kesengajaan. Apabila kalian melihat yang sama persis mohon beritahu saya.

Warning!

Typo. Boys Love. CHANBAEK


PROLOG


Usianya sudah 20 tahun, namun tanda itu belum juga muncul. Setiap malam Baekhyun memohon pada Sang Dewa agar segera memberikan tanda itu dan ia bisa membina kasih untuk selamanya. Jikalau boleh memilih, ia akan memilih seseorang yang tinggi dengan wajah yang tampan dan baik hati. Rasanya tak sabar untuk bertemu dengan sang belahan jiwa dan mengikat janji suci.

"Tandamu belum juga muncul?" tanya Ibunya untuk kesekian.

"Masih belum, mungkin sebentar lagi," ucap Baekhyun menenangkan.

Sebenarnya ia juga khawatir, perihal sebuah tanda yang terletak di telapak tangannya. Tanda itu dikenal dengan nama Imprimare. Ia akan muncul saat usianya 18 tahun dengan berbagai simbol, corak, maupun warna yang unik semacam tato permanen. Luhan sudah mendapatkannya, temannya di sebrang rumah yang seumuran, juga Kyungsoo teman kuliahnya. Tanda milik Kyungsoo adalah sebuah bunga lili dengan sulur yang panjang memenuhi telapak tangan kiri dan berwarna biru tua. Tanda yang sama juga muncul pada Jongin yang merupakan pasangannya, hanya saja terletak di tangan kanannya.

"Apa mungkin pasanganmu meninggal Baekhyun?"

"Ibu, jangan mengatakan hal yang aneh. Aku jadi takut."

"Lalu mengapa –"

"Sudah bu, aku harus pergi ke kampus dulu. Selalu doakan agar aku mendapat jodohku segera."

Pipi di kecup cepat, dan Baekhyun segera berlari menjauh. Enggan mendengar kalimat lain yang nanti malah menjatuhkan semangatnya. Motor dinyalakan dan Baekhyun memacu kencang. Mata kuliahnya akan dimulai dalam 20 menit dan Baekhyun tak ingin terlambat.

Sang Dewa tahu yang terbaik untuknya dan tanda itu akan muncul di saat yang tepat.

Namun semuanya begitu cepat. Kepalanya serasa berputar dan tubuhnya terguling di aspal. Rasanya sangat sakit, bahkan hidungnya mengeluarkan darah. Beberapa orang melingkarinya dan menanyakan bagaimana keadaannya namun rasa pusing lebih besar mengambil alih. Tak lama dan semuanya gelap.


IMPRIMARE


Tubuhnya sakit dan ia kesulitan untuk membuka matanya. Cahaya terlalu terang malah membuat Baekhyun kembali menutup matanya. Hingga aroma obat-obatan dapat dikenalinya. Mungkin ia ada di rumah sakit.

"Kau sudah sadar?"

Suara seorang lelaki terdengar sangat dekat. Baekhyun tak tahu pasti, namun sepertinya ia adalah orang yang menabrak atau malah menyelamatkannya. Tanpa menjawab, tangannya terangkat, memijat kepala yang pusing. Seorang dokter datang dan mulai memeriksa kondisi Baekhyun. Bersyukur ketika ia hanya mendapat beberapa luka kecil juga sebuah perban di kepala dan kaki kanan.

"Jadi kau adalah pasanganku?"

Matanya dibuka paksa dan membuat pusing mendera, menoleh pada sumber suara dan Baekhyun menemukan orang yang tak asing. Membuatnya melotot tak percaya. Bibirnya kelu untuk mengucapkan sepatah kata.

Sebuah telapak tangan tersodor padanya, memperlihatkan sebuah simbol dengan gambar burung phoenix yang berwarna merah gelap, "bentuknya sama dengan milikmu,"

Baekhyun mengangkat tangannya, memastikan apa yang telah dilihatnya salah. Namun tanda itu tercetak di telapak tangan kirinya. Ia bahkan tak tahu kapan tanda itu muncul.

Sama. Persis.

Dia adalah Chanyeol. Park Chanyeol. Lelaki yang sering melakukan pembulian pada mahasiswa dan melakukan banyak tawuran dimana-mana. Baekhyun pernah mendengarnya dan melihat sekilas bagaimana rupanya namun belum pernah sedekat ini. ia bahkan dengan sengaja menghindar, tak mau terusik oleh mahasiswa tukang buli itu.

"Kulihat kau adalah lelaki manis yang tidak banyak tingkah dan cenderung pendiam. Aku yakin banyak orang yang mengidamkanmu jadi pasangannya. Tapi aku tidak. Aku lelaki normal. Bagaimana bisa kau menjadi pasanganku?"

Wajahnya datar. Cukup tampan sesuai dengan doa Baekhyun namun dia bukan lelaki yang baik

"Aku juga tidak tahu," ucap Baekhyun lirih. "Memang siapa orang bodoh yang mau jadi pasangan pembuli sepertimu?"

Chanyeol mengangguk lalu berdiri, wajahnya berkilat emosi, tersinggung dengan ucapan Baekhyun, "baiklah, anggap saja kita tidak pernah bertemu. Untuk biaya rumah sakit aku sudah membayarnya. Selamat tinggal."

Pintu ditutup keras meninggalkan aroma woody dari parfum yang dipakai Chanyeol. Baekhyun tergugu. Napas pendek dan terengah, ia meraung seorang diri. Menangisi bagaimana takdir sebercanda itu dengannya.

Baekhyun pikir ia akan kesepian tanpa pasangan seumur hidupnya.


Bersambung –