Disclaimer : Harry Potter! J.K. Rowling
Selagi mereka bersembunyi jauh dari jangkauan kedua orang tua Orion, Walburga, dan tamu undangan. Harry melangkahkan kakinya dengan takjub melihat sekeliling hutan yang ditumbuhi pohon-pohon yang daunnya terlihat berkilau menerangi kegelapan malam.
"Aku menemukannya secara tidak sengaja saat aku berusia 7 tahun," ucapnya lembut. "Aku mendengar ada yang memangil namaku, tapi aku tidak tahu siapa itu, dengan rasa keingin tahuan anak kecil, aku mengikuti suara itu sampai aku menemukan tempat ini, setelah itu siluetnya menghilang begitu saja. Tidak ada suara yang memanggil namaku lagi."
Perlahan Harry menolehkan kepalanya menatap Orion, "yang memanggilku saat itu memiliki warna mata yang sama denganmu. Saat aku pertama kali bertemu denganmu, aku sempat mengira bahwa kau adalah makhluk yang memanggilku kala itu."
Harry tidak berkata apa-apa, dia terlihat seperti sedang berpikir penasaran dengan makhluk yang menuntun Orion kemari. Apa mungkin Veela? Harry hanya pernah melihat Veela sekali di tahun keempatnya, Fleur Delacour. Meskipun dia bukan Veela sepenuhnya— hanya seperempat. Tapi tetap saja daya pikatnya cukup kuat untuk membuatmu bertindak di luar nalar akal sehatmu.
"Aku merasa bahwa kau— Hadrian ada untuk menarikku keluar dan menunjukkan apa yang sebenarnya aku inginkan. Aku selalu berandai-andai jika tidak pernah bertemu denganmu, aku akan menuruti semua keinginan orang tuaku, bahkan dengan senang hati menikahi sepupuku sendiri." Orion melangkah maju mendekatinya, mengangkat tangan Harry ke bibirnya, lalu menciumnya lembut di sana.
Wajah Harry kembali memerah, terlalu lama dalam wujud perempuan membuatnya benar-benar menjadi seperti perempuan. Begitu mudah pipinya menunjukkan warna merah muda dan begitu mudah jantungnya berdegup dengan kencang.
"Aku senang kau datang." Harry menatap Orion terpana, mata hijaunya kembali berair, di bawah pantulan cahaya bulan Orion terlihat sangat tampan. Tidak ada kata-kata yang bisa Harry ungkapkan untuk menggambarkan betapa sempurnanya pewaris Black yang kini berdiri di depannya dengan punggung tangannya yang masih berjarak sangat dekat dengan bibir Orion.
"Wajahmu memerah. Apa sangat dingin di sini?" Orion mengelus pipi Harry, alih-alih merasakan kulit yang dingin ia malah merasakan kulit yang hangat seperti baru saja terbakar sinar matahari.
Harry mengambil langkah mundur menepis tangan Orion pelan dari pipinya. "Tidak, kau tahu kita habis melakukan kejar-kejaran dan aku memakai sepatu hak tinggi, sepertinya itu membuatku sedikit lelah dan berkeringat."
Orion merasa lucu melihat temannya yang bersikap malu-malu. Rambut pirangnya tertiup angin menerpa kedua pipinya, Pamannya melakukan pekerjaan yang luar biasa mendadani keponakannya itu. Dan gaun yang dipakainya kemungkinan adalah gaun milik Ibunya saat masih remaja. Gaun biru pucat yang membalut tubuhnya dengan sempurna, Orion bahkan masih bisa merasakan hangatnya tubuh Harry saat di pelukannya tadi.
"Aku harap mereka segera menyerah." Ucap Orion, melangkah ke depan ke arah danau di depan mereka. Ia menekuk satu kakinya mencelupkan jari tangannya ke dalam air, membuyarkan bayangan dirinya sendiri di dalam pantulan air itu.
"Aku pikir kita harus segera kembali," Harry berkata ragu-ragu, ia memposisikan dirinya berdiri di samping Orion. "Aku tidak berencana untuk lari denganmu tadi. Aku hanya ingin melihatmu, lalu pergi dari tempat itu."
"Apa kau menyesal?"
"Maaf?"
"Aku bertanya, apa kau menyesal?" Orion menatap wajah Harry yang memucat.
"Tidak sepenuhnya." Katanya, "maafkan aku, aku tidak seharusnya membuatmu melakukan ini. Lari dari kedua orang tuamu dan tunanganmu. Tidak ada jalan lain selain kembali pada mereka." Orion terdiam tahu kalau Harry sedang berbohong kepadanya. Suaranya bergetar— penuh keragu-raguan.
Tidak tahu dari mana asalnya perasaan ini, tapi rasanya ia sudah mengenal Harry lama sekali. Lama bahkan sebelum Harry sendiri dilahirkan untuk bertemu dengannya di waktu yang sama.
Orion berusaha mengenyahkan perasaan itu berulang kali, karena itu adalah hal yang tidak mungkin.
Diperhatikan wajah Harry yang masih memucat. Tidak tega terus mendesaknya, akhirnya Orion menyerah. "Kau benar, sebaiknya kita kembali." Orion bangun mengelap tangannya yang basah dengan sapu tangan di sakunya. Tangannya terhenti ketika merasakan kotak cincin permata yang harus dia berikan kepada Walburga malam ini.
Pantas saja seperti ada beban berat di saku celanaku. Pikirnya, ingin sekali ia membuang cincin itu jauh ke kedalaman danau. Sampai tidak ada yang bisa menemukannya sekali pun mereka berusaha menyelam dan mencari cincin itu.
Dikeluarkannya cincin itu dari tempatnya. Permata emeraldnya berkilau tertimpa cahaya bulan. Cantik, hanya jika disematkan ke jari seseorang yang Orion inginkan. Cincin yang merupakan warisan keluarga Black. Dulu dipakai oleh Ibunya, lamaran yang indah Melania tersenyum lebar, air mata kebahagiaan menetes di kedua matanya yang indah.
Orion kembali mengingat-ingat album pernikahan yang pernah ditunjukkan oleh Ibunya sendiri.
Dalam hati berharap kalau ia juga bisa memiliki akhir bahagia seperti itu. Yang tentu saja itu adalah hal yang cukup mustahil terjadi, terutama jika kau berasal dari keluarga darah murni terpandang.
Salah-salah dan yang ditakutkan olehnya adalah ia jatuh cinta dengan kelahiran muggle.
Tapi hal itu tidak lagi menjadi ketakutan terbesar Orion, dia tidak jatuh cinta dengan muggle, melainkan jatuh cinta dengan seorang anak laki-laki yang adalah sahabatnya.
Hadrian Linfred Peverell.
Orion baru menyadarinya di akhir tahun ketiga mereka dan semakin bertambah besar ketika ia menerima fakta kalau ia harus menikahi sepupunya.
Orion tidak bisa membenci dirinya sendiri lebih dari ini ketika tidak ada yang bisa ia lakukan untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.
Dimasukkannya kembali cincin itu ke dalam sakunya. Membuangnya sama sekali bukan solusi, bisa-bisa ia dikutuk oleh leluhurnya karena telah menghilangkan cincin pertunangan keluarga mereka secara turun-temurun, yang sudah berusia ratusan tahun.
Orion berjalan lambat mulai meninggalkan tempat persembunyiannya. Tidak menyadari Harry yang hanya melihatnya dan tidak bergerak sama sekali. Mereka sebenarnya tidak terlalu jauh dari kediaman Black tapi ada penghalang untuk orang luar yang berusaha memasuki area mereka saat ini. Dan hanya Orion yang tahu cara memasuki penghalang itu.
Jadi cukup mustahil untuk kedua orang tuanya menemukan dirinya. Orion bisa saja bersembunyi di sini seharian tapi Harry tidak memiliki keinginan yang sama dengannya.
Wajahnya memerah malu, karena tidak memiliki keberanian yang dimiliki oleh Harry. Menjadi pengecut dan hanya memikirkan bagaimana caranya lari dari keluarganya sendiri.
"Orion!" Teriakan tertahan keluar dari mulut Harry. Ia berlari sempat beberapa kali tersandung akar-akar pohon yang mencuat, masih tidak terbiasa dengan sepatu yang ia pakai. "Tunggu!" Dengan tangan yang terulur Harry berhasil meraih pergelangan tangan Orion.
"Bersama denganku tidak akan membuat keluargamu menjadi lebih bahagia." Harry mendongak menatap mata Orion. Dilihatnya mata peraknya yang meredup, diliputi oleh emosi yang tidak terkendali. "Bahagia atau tidaknya keluargaku, itu tidak ada hubungannya denganmu Hadrian. Ibuku menyukaimu begitu pula dengan Ayahku. Bahkan sepupuku— Alphard yang selalu menutup dirinya menjadi begitu terbuka ketika bersama denganmu."
"Bukan itu yang aku maksud."
Orion menatap Harry penuh tanda tanya, "tapi keluargamu di masa depan." Harry menelan salivanya susah payah. Ia mulai merasakan kakinya yang sakit karena terlalu lama berdiri. Dia tidak mengerti kenapa perempuan bisa begitu mudah menggunakan sepatu yang bahkan tidak bisa membuat mu berjalan tanpa tersandung atau pun terjatuh.
"Sirius dan Regulus." Orion masih menunggu Harry untuk melanjutkan perkataannya. Kepalanya tertunduk dengan kedua tangannya yang masih menggenggam erat tangan kirinya.
Orion menariknya ke tepi membuka jubah luarnya dan membentangkannya di atas tanah. "Duduk." Perintahnya, dan Harry menurutinya tanpa kata-kata.
Dilepaskannya sepatu berhak itu, Harry mengelus kakinya berharap itu dapat meringankan rasa sakitnya. "Sampai berapa lama wujudmu akan bertahan?"
"Selama yang aku inginkan."
"Kau bukan menggunakan ramuan pollyjuice?" Tanya Orion terkejut.
Harry menggelengkan kepalanya, "tidak aku menggunakan transfigurasi, aku tidak tahu berapa lama aku akan berada di sini dan menggunakan pollyjuice jauh lebih berisiko. Aku tidak ingin orang-orang melihatku atau pun mengenaliku.".Sebagai Master of Death, sihirnya jauh berada di atas setiap penyihir yang ada di Inggris. Mantra-mantra tingkat lanjut yang belum mereka pelajari sudah ia kuasai. Sehingga men-transfigurasi dirinya sendiri adalah hal mudah untuk Harry.
Orion memandangnya takjub, melakukan tranfigurasi pada dirimu sendiri adalah hal yang sangat berbahaya, dan temannya itu baru saja melakukannya seolah itu bukanlah sesuatu yang sulit. "Aku tahu entah sudah berapa kali aku mengatakan ini, tapi, Hadrian, kau tidak pernah berhenti membuatku terkejut." Harry tersenyum malu, berusaha menyembunyikan wajahnya di lipatan kedua tangannya.
"Sesuatu yang ingin kau katakan tadi, apa kau masih ingin melanjutkannya?"
Harry menganggukkan kepalanya, "yang aku khawatirkan bukanlah keluargamu saat ini, melainkan masa depanmu. Kau akan memiliki dua orang anak yang luar biasa, Sirius dan Regulus, dan Walburga lah yang akan melahirkan kedua anakmu itu. Untuk itulah kau harus tetap menikah dengan Walburga. Katakan padanya kalau kau sedang menjernihkan pikiranmu, sehingga dia akan memaafkanmu— meskipun aku sedikit ragu tentang hal itu. Tapi jika kau memberikan dia beberapa hadiah mewah, Walburga akan melupakannya seolah itu bukan apa-apa."
Harry menatap Orion khawatir, dia tidak seharusnya bereaksi seperti itu. Tidak ada ekspresi terkejut atau sesuatu yang mengatakan padanya, bahwa ia sudah gila karena telah membicarakan masa depan yang tidak diketahui oleh siapa pun. "Kau bukan peramal."
"Memang bukan." Jawab Harry.
"Lalu kau ini apa?"
"Aku sebenarnya sudah mati." Kata-kata itu keluar dari mulutnya tanpa sedikit pun keraguan. Sambil menatap Orion lekat-lekat Harry kembali melanjutkan kisahnya, sepanjang Harry bercerita dari ia dilahirkan hingga menjelang kematiannya sebagai Harry Potter, Orion tetap tidak bergeming.
"Dan disinilah aku saat ini." Harry menutup kisahnya yang seperti dongeng.
Terdengar helaan napas keluar dari mulut Orion. "Mimpi burukmu selama ini adalah tentang anakku?"
"Ya."
"Apa dia sangat mirip denganku?" Harry kembali menganggukkan kepalanya. "Walburga telah menghancurkan masa depan anakku."
Harry menatapnya sedih, "tapi itu masih bisa diubah. Aku akan melakukan yang terbaik untuk melindungi Sirius dan Regulus."
"Bagaimana kalau seandainya mereka tidak pernah dilahirkan?"
Harry mengerutkan keningnya dalam-dalam, "apa maksudmu?"
"Aku menyukaimu. Sangat. Jika Ayahku mencabut hak warisku sebagai seorang pewaris karena telah memilihmu— Hadrian. Apa kau akan pergi bersama denganku?"
"Jangan konyol, Orion, kau tidak bisa melakukan itu." Balas Harry, suaranya sedikit meninggi.
Ada ekspresi ngeri yang tergambar di wajah Harry yang semakin memucat. "Aku mohon, kalau kau tidak bisa melakukannya demi dirimu, maka lakukanlah demi aku."
"Kenapa kau begitu peduli dengan masa depanku? Dengan kedua anak yang akan lahir kelak?"
"Karena..." Suara Harry tersekat dia kehilangan kata-katanya.
Tidak menunggu Harry lebih lama lagi, Orion bangkit, "ini sudah terlalu malam, kau harus kembali."
Orion terus berjalan ke depan, tidak peduli apakah Harry mengikutinya atau tidak. Ketika dia sampai di penghalang yang akan membuatnya keluar dari tempat persembunyiaannya saat ini, Orion menoleh ke belakang untuk yang terakhir kalinya, ditatapnya mata emerald Harry yang berkaca-kaca, Orion tidak sanggup melihatnya dan memutuskan untuk berpaling sebelum dia melakukan tindakan yang akan membuat Harry semakin membencinya.
Ketika punggung Orion sudah tidak terlihat lagi terdengar isakan tangis tertahan yang menyakitkan.
Dua minggu telah berlalu tidak perlu Harry melihat berita apa yang telah dimuat oleh Daily Prophet, karena dia sudah mengetahuinya. Berita kemenangan Dumbledore atas penyihir kegelapan Grindelwald, dan tentu saja berita pertunangan dari pewaris Black yang masih belum meredup sedikit pun.
"Kau sudah siap? Kita harus segera berangkat atau kau akan terlambat." Harry membawa barang bawaannya, dia akan kembali lagi ke Hogwarts, tahun keempat yang akan menjadi salah satu tahun terburuknya.
Malam itu, Harry bersyukur Pamannya tidak mengatakan apa-apa ketika melihatnya pulang sambil membawa jubah Orion yang masih tertinggal dan matanya yang memerah sehabis menangis. Ia menyadari kalau dirinya telah kehilangan berat badannya dan mencoba menyibukkan pikirannya dengan membaca buku-buku yang ada di perpustakaan Pamannya.
Jari-jarinya menyentuh permukaan dingin perhiasan gelang— hadiah pemberian natal Orion tahun lalu. Dikeluarkannya gelang yang masih ia simpan di saku celananya dan meletakkannya di atas meja. Lalu, pergi menyusul Pamannya yang sudah berada di depan gerbang, menunggu kehadirannya.
