Disclaimer : Harry Potter! J.K. Rowling
Hari, minggu, dan bulan telah berlalu, Harry menghindari Orion dan begitu pula sebaliknya. Dulunya tidak terpisahkan, sampai-sampai ada ungkapan jika kau ingin mencari Orion maka carilah Hadrian. Tapi, kini, dua remaja itu terpisahkan seolah tidak saling mengenal.
Harry makan di sudut terjauh dari aula besar dekat dengan pintu keluar hanya ditemani oleh Corvus dan Alphard. Sedangkan Orion dikelilingi oleh banyak orang. Bahkan Walburga tidak segan-segan untuk duduk di sampingnya sesekali.
Matanya tidak bisa lepas dari cincin pertunangan yang tersemat di jari manis sebelah kanan Walburga. Entah kenapa cincin itu selalu menarik perhatiannya, Harry terkadang mengutuk dirinya sendiri karena begitu memperhatikan apa yang tidak menjadi miliknya.
Sesaat pandangan matanya bertemu dengan Walburga, wanita itu tersenyum, dan senyuman itu seolah sedang mengejeknya. Harry hanya menanggapinya dengan senyuman lembut yang langsung dibalas tatapan tajam oleh Walburga. Dia terlihat kesal, jelas tidak mendapatkan tanggapan yang ia inginkan.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Alphard.
Harry tersenyum, "tidak pernah sebaik ini." Alphard tidak lagi bertanya matanya menatap Harry dan Orion bergantian.
Sisa sarapan ketiganya dipenuhi keheningan dan hanya suara sendok garpu yang beradu dengan piring serta hiruk pikuk siswa yang berada di aula besar.
Siang harinya, Harry mendatangi kamar mandi perempuan lantai dua dan membuka Kamar Rahasia. Tempat itu sudah menjadi tempat persembunyiannya. Tidak ada yang bisa menemukannya dan Harry sangat menikmati kesendiriannya saat ini.
Suatu hari, ia menemukan suatu ruangan yang benar-benar mirip seperti kamar yang pernah ditinggali oleh seseorang, lengkap dengan tempat tidur, meja belajar, dan buku-buku tua yang sudah lapuk termakan usia. Tanpa menerka pun Harry sudah tahu siapa pemilik ruangan itu.
Salazar Slytherin.
Harry duduk di atas kursi memandangi langit-langit kotor yang dipenuhi oleh debu dan serangga. Dia membuka tasnya dan mengeluarkan semua isinya.
Berbagai macam perkamen berserakan di atas meja. Harry berniat untuk menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Corvus dan Alphard memiliki jadwal kelas lain sehingga mereka tidak akan mencarinya untuk sementara waktu.
Ia menolak untuk membiarkan pikirannya kosong dan berujung memikirkan penyesalannya terhadap Orion. Dan ketika Harry tanpa sengaja bertatapan dengannya— mata perak yang selalu memancarkan kehangatan ketika menatapnya kini sedingin es.
Orang-orang bisa berubah 180 derajat dalam waktu satu malam.
Dan Harry sudah mulai terbiasa karena itu mengingatkannya pada Ron. Sahabat pertamanya yang menuduhnya telah berbuat curang di tahun keempat mereka. Serupa tapi tak sama. Kurang lebih seperti itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan keadaannya saat ini.
Menelan bulat-bulat kekecewaannya, Harry mulai menggoreskan pena bulunya di atas perkamen. Menulis sampai tangannya mati rasa dan itu jauh lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa.
Orion nyaris tidak menyadari ketika pelajaran sejarah sihirnya telah berakhir. Mata peraknya menelusuri setiap kursi yang ditempati oleh setiap siswa dan tidak ada Harry di mana pun. Mereka berbagi kelas yang sama dan Orion mengingat setiap jadwal Harry ketika ia tidak sengaja melihatnya di atas meja belajarnya. Otaknya dengan cepat mengingatnya dan mengembalikan jadwal itu ke tempatnya semula.
Tindakan itu dilakukan tanpa ia sadari. Tubuhnya dengan refleks bergerak, seolah-olah segala sesuatu yang berkaitan dengan Harry sudah berada di alam bawah sadarnya.
Orion menghela napasnya lelah. Dia sudah menuruti keinginan Harry, tapi semakin lama ia perhatikan tidak ada raut wajah bahagia di sana, yang ada hanya ekspresi wajah kesedihan dan sakit hati yang mendalam.
Setelah pesta pertunangan itu berakhir ia mendapat hukuman kurungan di dalam kamarnya selama dua minggu penuh. Tidak ada satu pun surat yang bisa melewati jendela atau pun pintu kamarnya. Semuanya harus melalui Arcturus terlebih dahulu.
Dia juga tidak meminta maaf pada Walburga, tidak pernah ada kata maaf yang keluar dari mulutnya, karena ia sama sekali tidak menyesalinya. Jika bisa memilih Orion lebih memilih memotong lidahnya sendiri daripada harus meminta maaf pada Walburga.
"Kau tahu, aku kira kau benar-benar lari sampai pesta itu dibatalkan. Tapi kenapa kau kembali dengan penampilan yang berantakan dan kotor?"
Orion menatap Abraxas sekilas sebelum membuka mulutnya dan kembali menutupnya. Dia memang kembali tanpa jubah luarnya, karena ia benar-benar melupakannya. Saat Orion kembali ke tempat itu keesokan pagi sebelum ia mendapatkan hukuman resminya. Jubah itu sudah tidak ada di sana dan ia berasumsi kalau Harry membawanya pergi bersamanya.
Ada perasaan lega dan sedih membanjiri hatinya. Untuk pertama kalinya Orion membuat Harry menangis. Dia tidak bermaksud untuk melakukan itu. Dia bahkan bersumpah untuk tidak pernah lagi melihat air mata dibalik mata hijaunya itu. Dan siapa pun yang melakukannya akan berurusan dengannya sebagai pewaris Black— atau bukan lagi— sebelum Harry menolaknya. Penolakan terbesar yang pernah Orion terima dalam hidupnya.
Diliputi sakit hati yang mendalam, Orion berusaha untuk melupakan Harry dengan mengabaikannya dan memberikannya tatapan dingin. Bertindak seolah mereka tidak saling mengenal.
Itu berhasil untuk satu bulan pertama, tapi bulan-bulan berikutnya adalah neraka, di mana Orion selalu melirik ke arah Harry yang sedang makan, menatapnya setiap ia memiliki kesempatan, memperhatikan Harry yang selalu meminum ramuan tidur tanpa mimpi setiap malamnya.
"Jadi?" Mendegar suara Abraxas di sampingnya membawa Orion kembali ke kenyataan.
"Tidak ada yang terjadi, aku hanya sedang menjernihkan pikiran ku dan meninggalkan jubah ku, ketika aku ingin mengambilnya lagi jubah itu terbang tertiup angin."
Tertiup angin? Kau ingin aku percaya itu? Ekspresi Abraxas menjelaskan semuanya.
Orion mengangkat bahunya, bangkit dari kursinya, "kita punya kelas ramuan, aku tidak ingin terlambat."
Abraxas menatapnya kesal, memang siapa yang membuat dirinya sendiri telat?
Terkadang sahabatnya itu bisa terlihat begitu pintar dan bodoh di saat yang bersamaan.
Abraxas menghela napasnya lelah dan mengikuti Orion di belakangnya, sekian lama berteman dengannya, tidak pernah ia sangka kalau Orion bisa dibuat bertekuk lutut oleh seseorang dan orang itu tidak lain dan tidak bukan adalah Hadrian Peverell.
Dia belum melihat Harry seharian ini. Terhitung sudah dua kelas ia lewati hari ini. Abraxas berharap untuk melihat Harry ada di kelas ramuan, agar ia bisa mencegah suasana hati buruk Orion lebih lama lagi.
Ketika melihat Harry duduk di dua kursi depan dari tempat duduknya dan Orion saat ini, Abraxas tersenyum. Harry terlihat lebih lelah dari biasanya. Kantong matanya semakin tebal dan wajahnya sedikit lebih pucat dari biasanya. Sepertinya dia habis berlari menuju kelas, ketika Abraxas melihat adanya keringat yang membasahi dahi dan pipinya.
Mereka akan menyeduh ramuan Amortentia, berpasangan dan seolah takdir sedang mempermainkan kedua Slytherin yang sedang berseteru itu, Profesor Slughorn memilih untuk memasangkan mereka berdua— Hadrian dan Orion.
"Kenapa kalian tidak bergerak? Kuali dan bahan-bahan itu tidak akan menyeduh diri mereka sendiri."
Harry adalah yang pertama bergerak, dia memilih untuk mengumpulkan bahan-bahan dan Orion adalah yang memotong semua bahan itu. Mereka mengerjakannya tanpa ada satu pun yang berbicara. Baik Harru dan Orion mengernyitkan hidung mereka ketika mulai mencium bau dari apa yang mereka sukai.
Aroma yang Harry cium mengingatkannya pada aroma bunga Violet, daun-daun musim gugur, kayu dari sapu kesayangannya— firebolt, dan aroma segar dan maskulin yang mengingatkannya pada Orion.
Sedangkan Orion, ia bisa mencium aroma danau tempat persembunyiaannya, aroma khas lavender yang selalu Ibunya gunakan, dan aroma manis seperti madu— yang mengingatkannya pada ciuman pertama yang ia lakukan dengan Harry.
Wajah keduanya memerah malu, sampai Profesor Slughorn mendatangi meja dua murid terbaiknya dan tersenyum sumringah melihat hasil warna yang menyerupai mutiara yang berkilau.
"10 poin untuk Slytherin karena berhasil membuatnya dengan sempurna, sejauh ini kalian adalah satu-satunya yang berhasil."
Ketika Harry dan Orion selesai memasukkan ramuan mereka ke dalam vial. Mereka tidak memperhatikan Algie Longbottom yang dengan panik memasukkan bahan-bahan secara acak ke dalam kualinya. Menyebabkan warna ramuannya menjadi hitam pekat dan mulai berasap, tidak lama setelah itu, kuali itu mulai meleleh dan meledak— memuntahkan semua isinya ke meja terdekatnya, yaitu meja Harry dan Orion.
Harry sebagai mantan seeker memiliki refleks yang lebih baik dibandingkan dengan Orion, ia berhasil menariknya menjauh dan membuat kepalanya terbentur lantai keras dengan Harry di atasnya membiarkan seluruh ramuan gagal Longbottom mengenai jubah, tangan, dan sedikit mengenai pipinya.
Harry mengerang sakit, dengan cepat dilepaskannya jubah miliknya dan Orion menarik mereka menjauh. "Hospital Wings." Kata Orion, napasnya memburu.
Kedua tangannya bergetar, "berpeganglah padaku."
Sambil menahan rasa sakit yang terbakar di kulitnya, Harry berpegang erat pada leher Orion. Setelah mendapatkan izin dari Slughorn mereka bergegas menuju madam Pomfrey. Sudah lama sekali Harry tidak merasakan luka bakar. Dulu Paman Vernon pernah menuangkan air mendidih di kedua tangannya karena menjatuhkan sarapan Duddley.
Dia masih ingat rasa sakitnya dan itu sangat tidak menyenangkan.
Harry menoleh menatap Orion, wajahnya pucat seperti hantu, diam-diam dia tersenyum dan menguburkan wajahnya di lekuk leher Orion lalu menghirup aromanya dalam-dalam.
Seperti biasa kedatangan Orion di Hospital Wing tidak pernah tenang dan menimbulkan keributan kecil, ia membaringkannya di ranjang kosong, tidak banyak pengunjung hari ini. Dilihat madam Pomfrey bergegas mendekatinya, memberikan pertolongan pertama pada kedua tangan dan pipinya. Rasa dingin membuatnya menggigil dan perlahan rasa sakit itu mulai mereda. Menyisakan bekas kemerahan yang akan hilang dalam beberapa hari.
Setelah madam Pomfrey mengoleskan sesuatu di pipinya dan di kedua tangannya, ia berpesan untuk tetap rutin menggunakan salep itu setelah mandi dua kali sehari, yang dibalas anggukan olehnya.
Orion mendekati Harry hingga ia berdiri di depannya. Harry mendongak dan tersenyum tipis, raut wajahnya kembali datar dan emosinya kembali stabil. "Kebiasaan lama mu sulit untuk dihilangkan. Masih bertindak seperti pahlawan padahal bukan."
Harusnya Harry sakit hati karena tindakannya yang super berani dibalas hinaan oleh Orion, tapi yang ada di pikiran dan hatinya hanyalah betapa leganya ada yang menyadari kalau Harry sama sekali bukan pahlawan, dia hanyalah Gryffindor berjubah Slytherin ceroboh yang tidak menghargai dirinya sendiri karena jiwanya sudah lama mati.
Orion menunduk, menangkupkan kedua pipi Harry, menempelkan dahi mereka bersama, dan memejamkan kedua matanya. "Jangan lakukan apa pun lagi untukku."
Sebelum Harry sempat menjawabnya, bibirnya sudah terkunci oleh bibir Orion. Dia bisa merasakan air mata mengenang di kedua matanya, lalu turun di kedua pipinya, ciuman mereka kali ini tidak manis, melainkan asin, tapi Harry tetap menyukainya.
Dia menarik Orion lebih dekat sampai kedua dada mereka menempel bersama dan merasakan cengkraman Orion di pinggangnya yang semakin erat. Lidahnya menekan bibir Harry dan ia dengan senang hati membuka mulutnya. Lidah mereka bertemu, saliva mereka menyatu dan menetes melalui dagu Harry.
Tangannya menelusuri helaian rambut lembut Orion, membelainya penuh kasih. Ketika dirasakan pasokan oksigen yang semakin menipis, keduanya dengan enggan menjauh dengan saliva masih menghubungkan kedua bibir mereka.
Orion tertawa, "siapa yang mengatakan aku akan meninggalkanmu meskipun aku sudah bertunangan? Apa kau tahu siapa Hadrian?"
Harry menggelengkan kepalanya, "jawabannya adalah tidak ada. Kau memegang janjiku di kereta tahun lalu, dan aku tidak pernah mengingkari ucapanku."
"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu." Tentu Harry masih ingat. Ia bahkan masih mengingat setiap detailnya ketika Orion menutupnya dengan ciuman singkat.
Dengan susah payah Harry menjernihkan suaranya yang serak. Menekan rona merah di kedua pipinya yang tidak hilang-hilang sejak Orion menciumnya. "Jadi aku seperti selingkuhanmu?"
Orion terkekeh mendengarnya, "tidak. Aku akan mencari cara untuk menghancurkan kontrak yang dibuat oleh Ayahku dan Pamanku."
"Apa kau sudah membaca isi kontrak itu?"
"Ya, sebagian, salah satunya adalah jika Walburga tidak bisa hamil atau terbukti tidak subur, lalu jika aku memilih orang lain, maka hak warisku akan jatuh ke tangan Pamanku, dan yang paling menarik perhatianku adalah jika aku bisa mendapatkan pengganti yang jauh lebih unggul dari segi keluarga dan kekuasaan dari apa yang dimiliki oleh Walburga saat ini, kontrak itu akan hancur, hilang menjadi abu."
"Yang jauh lebih berkuasa dan kaya dibanding Black?" Harry mengerutkan keningnya, ini jelas-jelas kontrak yang tidak sebanding. Siapa yang lebih berkuasa dan lebih kaya dibanding Black saat ini?
Malfoy memiliki kedudukan yang setara dengan Black meskipun lebih kaya, Malfoy tidak memiliki anak perempuan. Begitu pula dengan Lestrange, Avery, Nott, Rosier, dan Parkinson yang jelas berada di bawah Black.
Jawabannya adalah tidak ada.
Harry meringis memikirkan betapa liciknya Pollux ketika membuat kontrak itu dengan Arcturus.
"Benar-benar jalan buntu ya." Ucap Harry lemas.
"Tidak juga."
"Apa maksudmu?"
"Kau tidak menghitung dirimu sendiri."
Harry mengerjap, "aku? Lebih berkuasa dan lebih kaya dari Black? Mana mungkin." Ucap Harry tidak percaya.
Orion menggelengkan kepalanya, "Kau Hadrian Linfred Peverell adalah Peverell terkahir yang ada di dunia ini, satu-satunya. Keluarga darah murni yang jauh lebih tua dibandingkan denganku ataupun Malfoy. Itu saja sudah cukup sebagai syarat calon yang lebih kuat dibandingkan Walburga."
"Tapi aku laki-laki dan tidak bisa memberikanmu keturunan. Garis keluargamu akan mati kalau kau menikah denganku." Harry menelan salivanya pahit. Bukan itu yang ia inginkan.
Sirius. Tujuannya kembali ke masa lalu adalah untuk menciptakan dunia yang lebih baik untuk Sirius dan Regulus. Mereka layak mendapatkan kasih sayang yang sesungguhnya.
"Hadrian dengarkan aku." Harry mendongak menatap Orion. "Tadi saat aku memanggil madam Pomfrey, aku sempat melihat catatan medismu." Mulut Harry terbuka, wajahnya memerah marah karena privasinya baru saja dilihat oleh orang lain tanpa seizin dirinya, meskipun orang itu adalah Orion, tetap saja Harry tidak akan membiarkan siapa pun melihat catatan medisnya.
"Aku minta maaf dan kau bisa marah padaku nanti." Harry menatap Orion sejenak, hatinya luluh mendengar permintaan maaf yang begitu tulus.
"Lanjutkan."
"Dari apa yang kau katakan mengenai bahwa kau tidak bisa memberikanku keturunan, sudah aku simpulkan bahwa kau tidak mengetahui ini sama sekali."
Harry tidak tahu sudah berapa kali dia memasang ekspresi bingung seperti orang bodoh, dan Orion yang menyadarinya melanjutkan kembali penjelasannya. "Hadrian kau adalah seorang carrier. Yang artinya kau bisa hamil. Apa kau tahu seberapa kuat anak itu kelak karena terlahir dari suatu keajaiban yang sangat istimewa?"
Carrier? Mana pernah Harry mendengar istilah seperti itu.
"Jadi aku bisa punya anak?" Orion menganggukan kepalanya, Harry tersenyum begitu lebar sampai pipinya terasa sakit. Ia bertanya-tanya apakah Sirius akan tetap sama persis meskipun ia terlahir dari rahim yang berbeda? Ditatapnya Orion dan ia kembali tersenyum lagi. Gen dari keluarga Black sangat kuat, Harry cukup meyakini hal itu.
"Tapi Pamanmu tidak akan menerima ini dengan mudah."
"Memang tidak. Tapi bukan berarti aku tidak bisa melakukan sesuatu."
Harry tiba-tiba saja melompat dari tempat tidurnya dan memeluknya begitu erat, "inilah yang aku inginkan." Gumam Orion.
tbc.
