In This Moment oleh rossiex
BAB 1: Hermione
Pertempuran Departemen Misteri, 1996
Aku berlari bersama Harry dan Neville ke Kamar Waktu untuk menghindari kejaran Pelahap Maut. Setelah aksi Harry yang meledakkan puluhan bola kristal, kami bertiga terpisah dari yang lainnya. Sambil menunggu dengan cemas, kami berharap dapat bersembunyi di ruangan ini sebelum mencari teman kami yang lain.
Bagaimanapun, kekuatan kami belum cukup untuk mengalahkan Pelahap Maut. Siswa Hogwarts amatir vs Pelahap Maut berpengalaman. Sudah jelas berat sebelah.
Dari balik pintu terdengar langkah kaki kasar dan tergesa-gesa yang semakin dekat. Aku, Harry, dan Neville mengangkat tongkat sihir kami dan bersiap menghadapi serangan. Benar saja, tak butuh waktu lama pintu Kamar Waktu dihancurkan oleh mantra Reducto musuh.
Setelah penghalang terakhir dimusnahkan, muncul dua sosok Pelahap Maut lengkap dengan jubah hitam dan topeng aneh mereka.
"Akhirnya, berhenti berlari seperti tikus sialan," kata Pelahap Maut 1. Fisiknya lebih besar, tetapi juga lebih pendek dibandingkan yang ke-2.
"Harry, apa yang harus kita lakukan?" bisik Neville. Kami bertiga merapat, saling menguatkan.
Aku tidak bisa mengatakan keadaan kami bagus. Sebelum lari ke Kamar Waktu, kami sudah bertarung dengan beberapa Pelahap Maut lain yang dipimpin oleh Lucius Malfoy. Aku bergidik ketika mengingat seorang wanita muncul di samping Malfoy Senior dengan wajah gilanya. Seperti psikopat, keluar dari neraka untuk mengacau di bumi.
Orang-orang jahat itu membuat kelompok kami terpisah, dan di sini aku, berakhir bersama Harry dan Neville. Aku tidak tahu di mana keberadaan teman-teman kami yang lain, tetapi berharap mereka baik-baik saja.
"Gunakan mantra apa pun yang kita tahu" kata Harry.
"Incendio!" Neville adalah yang pertama melafalkan mantra.
"Confringo!" Kemudian Harry.
Aku melihat ketika mantra-mantra itu ditembakkan dan Pelahap Maut 2 dengan mudah menghapusnya sebelum mengenai dirinya. Begitu mudah, seolah itu kabut tipis yang hanya butuh ditiup agar hilang.
"Harry, kita harus mengalihkan perhatiannya dan keluar dari sini." Aku berbisik kepada Harry yang juga memfokuskan pandangannya ke musuh. Aku dapat mendengar napasnya yang kasar sama sepertiku, kami mengeluarkan banyak tenaga untuk berlari ke sini.
Mata hijau Harry bertemu denganku sesaat, sebelum dia mengangguk setuju. Dari samping kirinya, Neville menangkap maksud kami.
"Kalian sebaiknya tidak mencoba sesuatu karena itu tidak akan berakhir dengan baik, Nak." Pelahap Maut 1 melangkah maju.
Harry dan Neville maju dan menyembunyikan aku di belakang tubuh kurus mereka. Gondric, itu tidak membantu sama sekali, meskipun aku menghargainya, sungguh. Hanya saja ini situasi antara hidup dan mati dan mereka tidak bisa serius bermain pahlawan di sini.
Aku mencengkram masing-masing belakang baju mereka dan menariknya sejajar denganku. Tidak ada waktu untuk menjadi penakut!
"Kita harus melakukannya cepat. Malfoy sudah menunggu," kata Pelahap Maut 2.
Harry dan Neville tiba-tiba menarikku ke belakang, lagi. Aku menatap kesal pada mereka dan berniat memprotes, tetapi Harry bicara lebih dulu.
"Hermione, berdiri di belakangku." Kata-kata Harry membuatku risih.
"Kau pasti bercanda!" desisku. Aku ingin meneriakinya untuk berhenti bermain pahlawan, tetapi suara yang keluar tetap kujaga pelan.
"Harry benar, Hermione. Lucius Malfoy mengatakan untuk tidak menyakiti Harry, tapi kita tahu lebih baik, kau dan aku yang akan menjadi target serangan."
"Dan kau boleh berdiri di depan sedangkan aku tidak?"
"Itu karena aku Pureblood dan kau-"
"Mudblood. Jelas sekali," potongku masam.
"B-Bukan seperti itu," gagap Neville. "Kau tahu bukan itu maksudku."
"Hermione, please!" Harry kembali bicara.
Sebelum aku bisa membalas, kilatan ungu datang dengan cepat ke arah kami. "Protego!" Beruntung Harry dengan sigap memasang mantra perisai untuk memantulkan serangan musuh. Hantaman dari mantra yang tak diketahui itu sangat kuat, kami bisa dengan jelas merasakannya meskipun berada di dalam mantra pelindung.
"Merlin, itu menakutkan." Neville tidak salah, aku juga terkejut. Kami semua melakukannya. Jantungku berdebar kencang memikirkan kemungkinan yang bisa terjadi jika mantra itu mengenai kami.
Harry telah menyelamatkan nyawa kami.
Sekarang, terlalu beresiko untuk tetap bertahan. Akan lebih baik lari dan meminta bantuan. Aku mencengkeram bahu Harry dan mengucapkan terima kasih.
"Terima kasih sudah melindungi kami," ucapku.
"Sama-sama." Aku melihatnya meringis. Dia tiba-tiba menyentuh bekas lukanya yang legendaris.
"Harry, kau baik-baik saja?" tanyaku.
"Tidak. Kepalaku sakit," ringisnya. Berjuang melawan rasa sakit sampai keringat membasahi dahinya.
Ini buruk. Benar-benar buruk.
Aku menatap Neville, kami punya pemikiran yang sama. Sudah saatnya untuk pergi. Sementara aku menuntun Harry, Neville tetap mengangkat tongkatnya untuk pertahanan.
Perlahan, mantra pelindung yang diciptakan Harry memudar dan kami merasakan hawa dingin sekali lagi. Hawa dingin dari musuh kami. Aku memegang erat tongkat sihirku di tangan kanan dan Harry di tangan kiri.
"Kita harus cepat," bisik Neville. Dia bersiap mengalihkan perhatian Pelahap Maut dengan sihirnya sementara aku akan membantu dari belakang. "Kau siap?"
"Ya," balasku.
Dalam hitungan beberapa detik, kilatan mantra meluncur menyerang kami. Neville dengan cepat melafal Protego, kemudian giliranku menyerang.
"Petrificus Totalus!"
Mantraku berhasil mengenai Pelahap Maut 2. Aku melihat tubuhnya kaku tak bergerak. Itu memberiku sinyal menyeret Harry bersamaku pergi, Neville menyusul dengan cepat.
Kami begitu fokus untuk keluar dari Kamar Waktu sehingga melupakan Pelahap Maut 1. Itu terjadi begitu cepat. Satu detik aku bergerak dan detik berikutnya aku lumpuh.
Sesuatu telah menghantamku. Mantra apa pun itu, itu menyebar dari punggung ke seluruh tubuhku. Rasanya sakit sekali. Seperti sihirku ditarik paksa keluar, meninggalkan tubuhku menjadi cangkang kosong yang mudah diremukkan.
Tanganku kehilangan daya, melepaskan tongkat sihir dan Harry secara bersamaan. Beban tubuh membuatku terjatuh. Napasku tercekat dan penglihatanku menghitam.
Aku kehilangan kesadaranku.
Kali berikutnya aku tersadar, itu tak bertahan lama. Harry dan Neville tidak terlihat, Pelahap Maut pun sudah menghilang. Namun, aku masih berada di tempat yang sama, di posisi yang sama. Terbaring di lantai dingin yang basah dan bau menyengat dari darah.
Darahku.
Aku menarik napas pendek, rasa sakit yang tadinya hilang bersama kesadaranku, perlahan merangkak naik ke permukaan dan menyerangku secara brutal.
Aku menangis, merintih sakit, semuanya tak tertahankan. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kondisiku terlihat. Tubuhku masih lumpuh untuk bergerak memeriksa semua kerusakan.
Pertama kali dalam hidupku, aku merasa tak berdaya. Melebihi warisan darahku, melebihi hinaan Draco Malfoy dan kroninya, melebihi semua yang kubanggakan dengan percuma di hadapan Harry dan Ron. Hanya untuk berakhir seperti ini.
Begitu lemah. Begitu sakit. Begitu tak berguna.
Aku benci perasaan ini.
Pada momen ini, aku ingin mati. Aku lebih suka mati daripada harus merasakannya. Rasa sakit ini, dan emosi-emosi yang mencekik ini.
Yah, itu benar. Aku akan mati. Aku akan mati kehabisan darah. Gelitik basah di telingaku membuatku yakin. Darahku mengotori semuanya. Mengotori hidupku, masa depanku.
Mataku tertutup, bersiap untuk pergi selamanya. Aku akan melepas segalanya dan itu membuatku menyesal. Aku menyesal untuk Harry, dia harus menghadapi rasa sakit yang lebih besar, karena aku tidak bisa cukup membantunya.
Aku menyesal.
Ingatan tentang enam belas tahun hidupku berputar. Dari aku masih balita dan bersenang-senang dengan orang tuaku, kemudian keajaiban pertamaku, di mana aku mengeluarkan sihir pertamaku. Perasaan itu luar biasa. Begitu mengejutkan dan mendebarkan. Memberiku ketakutan sekaligus antusias.
Keajaiban kedua hidupku adalah Hogwarts, di mana aku mengenal Harry, Ron, dan teman-teman lainnya. Lagi-lagi, perasaan itu luar biasa. Aku bahagia. Aku mendapatkan rumah keduaku.
Terlepas dari masalah yang harus kuhadapi, aku sadar aku bahagia. Aku memilih bahagia, karena itulah aku akan mati dengan bahagia.
Bibirku yang kering perlahan melengkung, menyunggingkan senyum lemah. Di momen inilah ... keajaiban yang ketiga terjadi.
Di ambang kesadaranku yang menipis, sebuah tangan terulur dan menarikku keluar dari genangan darah.
Catatan author:
Hi, guys! Selamat datang di ceritaku yang baru. Ini akan jadi cerita pendek dengan 3 bab saja. Temukan juga aku di Wattpad dengan nama rossiex karena di sana aku lebih dulu memublikasikan karyaku.
