Disclaimer:

Naruto: Masashi Kishimoto

Kimetsu No Yaiba: Koyoharu Gotoge

.

.

.

Pairing: (belum diketahui atau mungkin tidak ada pairing sama sekali)

Genre: friendship, scifi, horror, humor, fantasy, adventure

Rating: M

Setting: Alternate Universe (AU)

.

.

.

Is There Any Hope?

By Hikayasa Hikari

.

.

.

Chapter 2. Menjelajah

.

.

.

Perpustakaan luas dan berbentuk lingkaran. Setiap dinding batu bata bercat putih ditempeli dengan lemari buku bertingkat lima. Ada pintu lain yang berada di antara lemari buku. Pintu menuju ruangan lain.

Ada sofa panjang, meja, lemari pakaian, dan beberapa perabotan lainnya, mengisi di berbagai sudut ruangan. Ada juga lampu kristal yang terpasang di tengah langit-langit. Memberikan pencahayaan yang terang.

Tanjiro yang semula terpaku, lantas bersuara. "Hebat sekali. Ada perpustakaan rahasia di sini."

Naruto mengangguk sambil menyarungkan pedang yang terpasang di punggungnya. "Ruangan ini berada di lantai satu. Sementara rumahku berada di lantai dua dan tiga."

"Ya. Rumahmu itu tinggi sekali. Harus menaiki tangga untuk masuk ke sana."

Tanjiro tersenyum. Menuntun Naruto untuk tersenyum. Kemudian Naruto melepaskan jaketnya yang sudah ternodakan darah.

"Oh iya, kau baringkan saja Nezuko di sofa itu. Aku harus membersihkan diriku dulu," kata Naruto menenteng jaket dan masuk ke salah satu ruangan.

Tanjiro menuruti saran Naruto. Dia menuruni Nezuko dan membaringkan Nezuko dengan hati-hati. Nezuko bagai boneka tidak berekspresi. Membuat Tanjiro tidak tahan melihatnya.

"Maaf, Nezu-chan, Oni-san tidak bisa melindungimu. Oni-san memang payah," bisik Tanjiro. Matanya meredup.

Nezuko mendengar suara Tanjiro. "Oni-san tidak salah."

"Nezu-chan..."

Tanjiro duduk di pinggir sofa, mendekap kepala Nezuko ke dadanya. Meneteskan air mata. Hatinya perih karena merasa tidak berguna.

Naruto sudah selesai mandi. Membawa baki yang berisikan tiga ramen cup dan teh kalengan. Bergegas melangkah menghampiri Tanjiro dan Nezuko.

"Apa kau lapar, Tanjiro? Aku sudah menyiapkan makanan untukmu dan Nezuko," kata Naruto meletakkan baki itu ke atas meja di dekat sofa.

"Aku tidak lapar, Naruto," balas Tanjiro menggeleng. Menyeka air matanya dengan cepat agar tidak diketahui oleh Naruto.

"Kau harus makan agar tetap bisa hidup."

"Tapi..."

"Tetaplah tegar menghadapi situasi ini. Jangan menjadi lemah!"

Suara Naruto meninggi, cukup menyentakkan jiwa Tanjiro. Naruto bertampang serius. Alisnya menukik.

Lengang. Naruto dan kedua remaja itu diam. Lantas Tanjiro menghela napas untuk menenangkan hatinya.

"Baiklah, aku makan," ujar Tanjiro mengambil ramen yang sudah panas. Asap mengepul dari kuah panas di dalam gelas ramen. "Tapi, apa Nezuko bisa makan ini juga?"

"Kau coba sodorkan ramen itu padanya," tukas Naruto mengambil ramen miliknya.

Tanjiro menjepit beberapa mie dengan sumpit. Sumpit itu barusan dipatahkannya menjadi dua. Saat Tanjiro menyodorkan mie pada Nezuko, tiba-tiba Nezuko memukul kuat sumpit hingga sumpit beserta mie terlempar ke arah lain.

"Aku tidak suka itu," tolak Nezuko bertampang datar.

Tanjiro terperangah. "Itu berarti...

"Berarti Nezuko suka memakan daging manusia seperti zombie-zombie lainnya," potong Naruto, sibuk mengunyah.

"Yang benar saja?"

"Tunggu sebentar!" Naruto bangkit berdiri dari sofa yang berhadapan dengan Tanjiro dan Nezuko. Berlari masuk ke ruangan lain.

Naruto kembali lagi setelah beberapa saat. Dia membawakan dua potong ayam goreng besar yang ada di mangkuk. Nezuko mampu mencium aroma wangi yang memikat dari ayam goreng itu, langsung berlari dan menyambar dua potong ayam goreng itu.

Nezuko lahap memakan dua ayam itu sekaligus di dua tangannya. Tingkahnya membuat Naruto dan Tanjiro terperangah. Tidak biasanya Nezuko makan seperti itu.

"Persis yang kau katakan, Naruto. Nezuko suka memakan daging," kata Tanjiro membelalakkan mata.

"Dia tidak suka memakan manusia. Itu berarti dia memang aman bersama kita," tukas Naruto tersenyum.

"Tapi, bagaimana kalau ada orang yang mengetahui tentang dia?"

"Pasti dia akan dibunuh."

"Aku tidak mau itu terjadi pada Nezuko!"

Giliran Tanjiro yang memekik. Suaranya meninggi, nyaris seolah memecahkan telinga Naruto. Hatinya takut kehilangan Nezuko.

"Kau tenang saja. Selama kita bersembunyi di sini, tidak akan ada yang bisa menyakiti Nezuko. Aku jamin itu," ungkap Naruto duduk lagi di tempatnya tadi, "asal tidak ada yang mengetahui tempat ini, maka Nezuko akan aman."

"Ya. Terima kasih, Naruto," sahut Tanjiro mengangguk.

"Ya, sudah. Ayo, kita makan lagi!"

Naruto dan Tanjiro meneruskan kegiatan makan malam. Sempat memperhatikan Nezuko yang duduk di samping Tanjiro. Nezuko turut menatap Naruto dan Tanjiro. Sorot matanya tetap datar.

.

.

.

Ketika Tanjiro terbangun di pagi itu, Naruto sudah berpakaian rapi dan menyandang pedang di punggung. Tanjiro tidur di lantai keramik biru beralaskan karpet jingga dan terselimutkan kain tebal. Bangkit dan duduk.

"Selamat pagi, Naruto," sapa Tanjiro mengucek matanya yang masih terasa berat.

"Selamat pagi," balas Naruto berdiri di dekat pintu menuju lorong.

"Kau mau pergi kemana?"

"Mau membersihkan zombie-zombie di area perumahan ini."

"Hah? Sendirian saja?"

"Ya."

"Apa aku boleh ikut denganmu?"

"Tidak usah. Kau di sini saja, temani Nezuko."

Naruto membuka pintu, lalu menutup pintu. Tanjiro yang ingin menjawab, tersentak. Matanya melebar.

Naruto keluar dari pintu utama yang ada di ujung gang buntu. Secercah cahaya mentari telah menyapanya. Keheningan turut menyambutnya.

Naruto berjalan hati-hati seraya memegang erat gagang pedangnya. Matanya menajam, melirik kanan-kiri. Mengawasi keadaan dengan cermat, hingga langkahnya tiba di antara mulut gang dan jalan raya.

Tidak ada siapapun di jalan. Tidak ada mayat yang bergelimpangan di tanah. Seolah zombie-zombie itu raib dari muka bumi. Kenyataan itu membuat Naruto penasaran, menuntunnya untuk maju terus melangkah.

Naruto menempuh beberapa ruas dan menyisir beberapa rumah kosong. Tidak ada apapun di sana. Tapi, saat Naruto masuk ke salah satu rumah, Naruto dikejutkan dengan kemunculan dua zombie yang terbaring di bawah dua sofa.

Dua zombie berjenis kelamin perempuan dan laki-laki, berhasil menangkap kedua kaki Naruto dari kanan-kiri. Mereka tengkurap. Ingin menggigit kaki Naruto, tetapi beruntung, kaki Naruto terlindungi dengan sepatu boots.

Naruto menyabet pedangnya sehingga menimbulkan bunyi berdenting cukup halus. Pedang itu ditusuknya ke kepala zombie perempuan. Raungan keras terdengar dari zombie perempuan. Tidak lupa juga, Naruto menusukkan pisau ke kepala zombie laki-laki. Darah segar muncrat dari luka-luka tusukan di dua zombie.

Naruto menusuk dua kali kepala zombie-zombie itu. Setelah memastikan zombie-zombie itu tidak bergerak lagi, Naruto memperhatikan keadaan yang cukup gelap karena gorden-gorden menutupi jendela. Ruangan yang disinggahinya berantakan dengan darah yang sudah mengering di mana-mana.

"Apa zombie itu suka dengan kegelapan?" tanya Naruto pada dirinya sendiri. Kesimpulan yang didapatinya setelah menjelajah semua area perumahan mewah itu.

Tiba-tiba, terdengar suara teriakan yang membuat Naruto terkesiap. Naruto bergegas menarik pedang dan pisaunya. Berlari menuju asal suara jeritan tadi.

Asal suara teriakan tadi berasal dari dapur. Naruto mendapati seorang gadis remaja berambut hitam yang sedang menahan serangan zombie kecil. Zombie yang merupakan anak perempuan berusia enam tahun.

Gadis itu telentang di lantai kayu. Menghalangi terkaman gigitan zombie kecil dengan sekop. Sementara kedua tangan zombie yang terayun di udara, hendak mencakarnya, tetapi tidak bisa mengenainya.

.

.

.

Bersambung

.

.

.

A/N:

Chapter 2 up lebih cepat. Terima kasih.

Tertanda, Hikayasa Hikari.

Minggu, 24 Juli 2022