Malaikat Merah Jambu
Disclaimer: Masashi Kishimoto, Nexon Korea
Rated: T
Genre: Military, School, Romance.
Peringatan keras! Serius deh! One-Shot, OOC, EYD Hancur, Typo(s)
Enjoy.
[…]
[…]
[…]
[…]
Terlihat seorang pemuda berambut pirang berantakan tengah berjalan di lorong gedung utama Schale. Di tangan pemuda tersebut terlihat sedang menggenggam secangkir kopi sembari melajutkan perjalanannya menuju ke ruang kerja miliknya.
Beberapa minggu belakangan ini ia merasa sangat lelah karena berbagai masalah yang menimpanya, tak salah ia sering disebut sebagai magnet masalah oleh sahabatnya. Hari ini ia tak berniat melakukan banyak pekerjaan, hanya merapikan beberapa dokumen, makan siang, dan kemudian pulang ke rumah. Terdengar sangat klise tapi itulah Naruto.
Ia sudah sangat lelah sekarang hingga ia berpikir untuk segera kabur dari tempat ini dan pergi ke suatu tempat terpencil, di mana ia bisa bersantai sambil menikmati ramen tercintanya. Jika saja Schale tidak menjanjikan gaji yang cukup tinggi seperti sekarang, ia mungkin sudah benar-benar pergi dari tempat ini. Tak sadar akan pikirannya, kedua kakinya sudah membawanya ke hadapan pintu ruang kerjanya.
Tanpa perlu berlama-lama ia mengambil kartu tanda pengenalnya dan menempelkan benda tersebut ke arah mesin pembaca yang tertempel di samping pintu ruang kerjanya.
*BEEP*
Suara dari benda itu terdengar menandakan pintu telah terbuka dan ia pun berjalan masuk ke dalam ruangan tersebut. Tepat setelah ia berniat untuk duduk di kursinya, Naruto membeku di tempat. Matanya menolak untuk percaya akan apa yang ada di depan matanya.
"Ahh sensei! Ohayou."
Pemuda tersebut kemudian berbalik untuk mengecek apakah ia salah masuk ruangan, tapi seperti yang ia lihat. Ia masuk ke ruangan yang benar dan gadis ini berada di dalam ruangannya dalam keadaan terkunci. Ia tak mau memikirkan hal ini terlalu panjang, ia sudah terlalu lelah untuk menghadapi gadis ini.
"Ohayou Mika." Balasnya singkat yang kemudian duduk di samping gadis tersebut.
"Ayo kita bekerja lebih keras lagi hari ini sensei."
Gadis bernama Mika tersebut berucap dengan nada riang. Pertama mengenal gadis ini Naruto seperti melihat cerminan dirinya dimasa lalu, di mana ia sangat periang dan juga bersemangat. Tapi kini ia mengerti kenapa sahabatnya selalu menyebutnya berisik, terlalu lama berhadapan dengan gadis ini bisa membuat tenaganya habis.
"Tidak kah kau punya pekerjaan yang lebih penting, selain berada di sini?"
"Kau tenang saja sensei, aku sudah meminta izin dengan benar kali ini." Balasnya singkat. "Lagipula Nagi-chan tak akan marah jika aku mengunjungi mu sensei."
"Kau bukan lagi mengunjungi ku, tapi menempel padaku tau?!"
"Hahaha... Kau bisa saja sensei."
Kejadian tersebut berawal ketika Tea Party nama dari satuan OSIS Trinity meminta bantuan kepadanya guna mengajar kelas remidial atau yang lebih dikenal dengan nama Make-Up Work Club yang sebenarnya hanya kedok belaka guna mencari seorang pengkhianat. Singkat cerita, Naruto menggunakan caranya sendiri untuk menyelesaikan masalah internal antar kedua sekolah tersebut, ia bahkan berhasil membawa kembali salah satu ketua Tea Party yang hilang guna membantunya menangani masalah ini.
Pada akhirnya perjanjian Eden Treaty berhasil ditandatangani kedua belah pihak berkat bantuannya serta seluruh anggota Tea Party. Perjuangan yang ia lakukan memang tidaklah mudah, tapi cukup membuat beban yang ia emban selama ini terasa berkurang.
Tapi perjuangan tersebut terasa sia-sia jika pada akhirnya ia mendapatkan masalah baru lagi. Sejak Tea Party meminta bantuannya, Mika selalu bertindak sebagai tangan kanannya, tiap kali Nagisa meminta bantuan. Sejak masalah kedua sekolah itu mereda karena perjanjian damai mereka berhasil ditandatangani, gadis tersebut terus menempel padanya.
Bukan hanya ketika ia berada di Trinity, tapi juga ketika ia bekerja seperti sekarang. Gadis ini bahkan tidak cocok lagi disebut sebagai tangan kanannya, ia lebih cocok disebut sebagai sekretaris pribadinya, dibanding Yuuka, yang memang kadang suka berkunjung ke kantornya guna mengecek pengeluaran pribadinya.
"Sensei, dokumen ini ditaruh di mana?"
"Kau bisa menaruhnya di sana." Balasnya sembari menunjuk ke arah tumpukan kertas yang berada tak jauh darinya.
Yah bukan hal yang buruk, pikirnya, ketika melihat gadis tersebut membantu pekerjaannya. Hanya merasa sedikit aneh ketika kau terbiasa bekerja sendiri, kemudian ditemani seorang gadis cantik yang sangat periang dalam melakukan pekerjaan. Hei, kau seharusnya bersyukur sialan.
"Mika, bisa bantu aku merapikan dokumen ini."
"Tentu sensei. Aku akan segera ke sana setelah merapikan dokumen ini." Balasnya ramah, sembari menaruh tumpukan dokumen yang ia bawa.
Scene Break
Setelah bekerja cukup lama Naruto akhirnya selesai dengan pekerjaannya merapikan dokumen. Ia berniat untuk memejamkan mata sejenak sembari menunggu jam makan siang tiba, pikirnya. Lagipula gadis yang menemaninya tersebut tengah asik membaca sebuah novel.
"Sensei, saatnya istirahat makan siang." Ucap gadis tersebut sembari menutup novel yang ada di tangannya.
"..."
"Sensei?"
"Hihi... Muka tertidurnya sangat lucu."
Gadis tersebut terlihat tengah memainkan pipi sang guru, sebelum tangannya berhenti di goresan pipi yang terlihat seperti kumis kucing tersebut. "Fufu..." Tawanya singkat sebelum melanjutkan kegiatannya tersebut. Sayang kegiatannya harus terhenti karena detik berikutnya suara notifikasi membangunkannya.
Mika seketika langsung membeku di tempat duduknya, ia merasa kesal sekaligus malu. Apa yang merasuki pikirannya hingga melakukan perbuatan berani seperti tadi. Mendengar suara notifikasi yang muncul, Naruto tentu saja langsung bangun dari tidurnya dan mengecek tabletnya.
"Sensei kami membutuhkan bantuanmu, Hifumi dan yang lainnya sedang menuju ke D.U. Sea Bay. Titik koordinatnya akan segera ku kirimkan sekarang!"
"Oii oii, tunggu sebentar Arona!" Balasnya setengah berteriak ke arah tablet yang ia pegang sekarang.
Tak ada waktu untuk berpikir tentang kesialannya hari ini, ia sudah bersumpah sekarang. Ia akan mengambil cuti yang panjang setelah masalah ini selesai, masa bodo dengan pekerjaannya, jika Schale ingin memecatnya setelah ini ia akan dengan hati menerimanya. Tapi sebelum melakukan itu, ia harus melaksanakan tanggung jawabnya terlebih dahulu.
"Mika, hubungi Momoka untuk menyiapkan helikopter untuk kita."
"Siap sensei." Balasnya singkat.
Padahal Mika masih ingin lebih lama bersama senseinya tersebut. Dalam hatinya ia merasa sangat kesal sekarang, panggilan tugas tadi benar-benar mengganggu momen menyenangkannya bersama sensei. Padahal ia sudah merencanakan setelah ini untuk makan siang bersama, mungkin Mika harus mengurungkan niatnya terlebih dahulu, dan segera menghubungi Momoka sekarang.
Scene Break
Harus Naruto akui, ancaman yang ada di depan matanya saat ini tidak dapat dianggap remeh. Ia tak berpikir ke-empat gadis tersebut dapat menangani monster raksasa dengan codename Perorodzilla berwujud seperti Momo Friends tersebut. Bahkan jika mereka dibantu oleh sang ketua osis sekalipun, Naruto masih sangsi jika mereka bisa mengalahkan makhluk tersebut.
"Sensei, aku akan turun untuk membantu mereka." Ucap Mika sebelum melompat turun dari helikopter yang mereka tumpangi.
"Mikaa!" Teriak Naruto dari atas helikopter. "Hah... Gadis itu memang penuh dengan semangat."
'Sangat mirip dengan dirimu yang dulu, bukankah begitu?'
'Ya.'
Tepat setelah gadis tersebut mendarat, ke-empat gadis tersebut sontak melihat ke arah belakang mereka dan menemukan salah satu ketua osis mereka sedang berdiri disana dengan raut wajah mengerikan.
"Anoo... Mika-senpai... Apa yang sedang senpai lakukan di sini?" Tanya Hifumi dengan nada waspada.
"Hmm... Tentu saja menghajar makhluk tersebut." Balasnya dengan senyum mengerikan. "Karena sudah mengganggu waktu berharga ku." Lanjutnya disertai raut wajah yang berubah 180 derajat.
Hifumi yang melihat hal tersebut hanya bisa tersenyum masam. Ia tahu, kalau senpainya satu ini sangat tidak suka diusik masalah pribadinya. Ia hanya bisa berdoa semoga misi kali ini berjalan lancar tanpa kendala, atau begitulah harapannya.
'Firasatku tak enak' Pikir Naruto dalam benaknya.
Tepat setelah Mika menyerang makhluk tersebut secara membabi-buta, Peroro juga menyerang secara membabi-buta. Menyebabkan bangunan yang mereka gunakan sebagai pijakan hancur.
'Bukankah ini gawat?!'
Tanpa pikir panjang, Naruto dengan sigap mengambil pelontar gas air mata yang ada di dalam helikopter tersebut, kemudian menembakkan gas tersebut tepat ke mata Peroro yang mengakibatkan makhluk tersebut tak lagi dapat menyerang untuk sementara waktu. Sementara itu ia segera berteriak ke arah pilot helikopter tersebut untuk segera turun ke bawah guna melakukan evakuasi.
""Sensei!"" Teriak mereka serentak.
"Naiklah, kita akan menyusun ulang strategi."
""Ha'i""
Setelah mereka semua naik, Naruto segera menyusun ulang strategi yang akan ia lakukan. Dibantu oleh Arona ia segera memerintahkan sang pilot untuk menuju ke salah satu gedung di sana yang masih berdiri. Setelah menganalisis karakteristik dari Peroro Naruto segera memberikan briefing singkat pada murid-muridnya tersebut, sebelum mereka turun dari atas helikopter.
"Dengarkan aku. Peroro memiliki dua kelemahan, yang pertama ada pada matanya dan yang kedua ada pada anak-anak yang ia keluarkan tadi..." Jelasnya secara singkat. "Selanjutnya aku ingin Hifumi untuk mengalihkan perhatian anak-anaknya tersebut. Sedangkan Azusa dan Mika bisa fokus untuk menyerang titik lemahnya. Hanako dan Koharu akan fokus memberikan support pada kalian bertiga. Apa semuanya jelas?"
""Jelas sensei!""
"Bagus, sekarang saatnya berangkat!"
Tepat setelah ia mengatakan hal tersebut, mereka semua mulai menyebar sesuai arahan yang ia berikan tadi. Hifumi mengeluarkan hologram yang menampilkan Peroro raksasa dari dalam tasnya guna mengalihkan perhatian musuh. Setelah perhatian musuh berhasil teralihkan ke arahnya, Azusa dan Mika mulai menyerang titik lemah Peroro. Koharu dan Hanako terlihat berada di posisi belakang karena mereka bertindak sebagai support.
'Sudah kuduga peluru biasa tak berefek banyak padanya.'
Naruto sudah menduga hal ini, tipe makhluk di depannya ini bukan lah tipe makhluk biasa, melainkan sebuah roh. Dengan cepat ia segera mencari amunisi bertipe khusus guna memberikan efek yang fatal bagi Peroro. Seingatnya, ada beberapa yang tersisa dari misi beberapa hari yang lalu. 'Dapat!' Pikirnya senang ketika menemukan beberapa butir peluru yang tersisa.
"Hifumi, tolong pancing perhatian Peroro kepadamu!" Ucap Naruto melalui intercom yang ia gunakan.
"Azusa! Tangkap ini!" Teriak Naruto dari atas helikopter sembari melempar sebuah kantong kecil ke arah Azusa yang kemudian ditangkap dengan mudah olehnya.
"5.56 mystic. Gunakan itu untuk menembus pertahanannya." Jelasnya secara singkat. "Itu tak banyak, jadi gunakan dengan baik." Lanjutnya kemudian.
"Baik sensei!" Balasnya singkat.
'Tepat seperti apa yang kupikirkan.'
Setelah ia memberikan peluru khusus tersebut kepada Azusa, Peroro terlihat kesakitan, mata yang biasa ia gunakan untuk menembakan laser tak bisa lagi ia gunakan, yang tersisa sekarang hanyalah anak-anaknya saja.
"Mika! Selesaikan ini!" Teriak Naruto memberi komando dari atas helikopter.
"Ha'i sensei"
Dengan cepat Mika menghabisi musuh yang tersisa di hadapannya. Setelah itu Peroro terlihat hilang keseimbangan dan jatuh ke dasar lautan yang dalam. Dengan itu mereka berhasil menyelesaikan misi kali ini dengan baik berkat bantuan sensei.
Scene Break
Malam hari terlihat seorang pemuda ditemani salah satu muridnya tengah menyusuri lorong gedung utama yang terlihat disinari rembulan menerangi lorong yang sedang mereka lewati saat ini. Tak ada lagi siswa ataupun anggota Schale yang terlihat berlalu-lalang di sana. Hingga akhirnya kedua kakinya membawanya sampai pada ruang kerjanya.
Ia segera masuk ke dalam setelah membuka kunci pintu ruangan tersebut, kemudian duduk dengan kasar di kursi meja kerjanya. Ia tanpa sadar melihat sebuah bento bertingkat di samping meja kerjanya, yang ia yakini adalah milik Mika. Untuk kali ini saja Naruto sudah tidak peduli lagi dengan harga dirinya, perutnya sudah sangat lapar, ia belum makan dari pagi dan hanya sarapan dengan secangkir kopi, dan ia terlalu malas untuk beranjak dari ruangan tersebut untuk membeli makan malam. Jadi keputusan terakhir miliknya hanyalah untuk meminta sedikit bekal milik gadis tersebut.
"Mika, bolehkan aku mencicipi sedikit bekal milikmu?"
Mika yang mendengar hal tersebut pun membeku di tempat. Ia akhirnya kembali mengingat rencana awalnya tadi siang ketika ia menyiapkan bekal untuk dimakan bersama dengan sensei.
"Tapi sensei, itu bekal tadi siang. Lagipula aku tak yakin apakah rasanya masih enak."
"Tak apa, lagipula aku terlalu malas untuk pergi keluar sekarang."
Setelah mengatakan kalimat itu Naruto dengan cepat membuka bento tersebut dan melihat isinya. Ada berbagai macam lauk di sana, mulai dari kaarage, telur gulung dan tempura. Di sisi satunya ia melihat ada enam buah onigiri. Dalam benaknya ia berpikir, kenapa gadis ini bisa makan begitu banyak. Tidakkah ia takut berat badannya naik?
Dengan cepat Naruto mengambil sebuah onigiri dari kotak bekal tersebut dan memakannya. Naruto membeku di tempat usai memakan onigiri tersebut. Ia merasa hidup kembali setelah tidak makan berhari-hari padahal hanya beberapa jam. Tangannya bergerak sendiri ke arah sumpit yang ada di sana yang kemudian ia gunakan untuk meraih telur gulung yang kelihatannya sangat enak tersebut. Sial, pikirnya. Hanya dengan makanan seperti ini perutnya sudah menjadi tawanan gadis tersebut. Ia tak bisa membayangkan pemuda yang akan menjadi suaminya kelak, mungkin pemuda tersebut benar-benar beruntung bisa mendapatkannya.
"Ba-bagaimana… Rasanya sensei?" Tanya Mika dengan nada takut.
"Mhakanam ini shunguh emnak." Balasnya dengan mulut penuh dengan makanan.
"Awawa…"
Walaupun jawaban yang dikeluarkan oleh senseinya itu terdengar kurang jelas, tapi ia paham apa yang dimaksud senseinya dan itu membuat ia malu. Muka putihnya terlihat memerah dan kedua tangannya ia gunakan untuk menutupi muka putihnya yang memerah karena malu tersebut.
*glek*
"Cobalah sendiri." Tukasnya sembari mengarahkan sumpit berisi kaarage ke arah Mika.
Gadis itu sontak membeku di tempat, ia tak pernah berpikir akan sampai ke tahap seperti ini bersama dengan senseinya. Ia dengan cepat menggelengkan kepalanya dan melahap kaarage tersebut.
"Enak kan!"
"Mmm" Mika hanya mengangguk lemah sebagai jawaban. Ia terlalu malu untuk berbicara sekarang.
"Masakanmu ini sangatlah enak. Aku jadi iri dengan lelaki yang akan menjadi suami mu kelak." Tukasnya tanpa sadar tentang efek samping yang disebabkannya barusan.
"…"
Mika terlihat menundukkan kepalanya semakin dalam sembari menutupi mukanya dengan kedua tangannya. Senseinya tak sadar dengan apa yang ia ucapkan barusan. Perasaannya Mika saat ini tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Hatinya sangat senang sekarang, dalam pikirannya ia sangat ingin berteriak sekeras mungkin jika saja senseinya tidak berada di sini mungkin ia sudah melakukannya dari tadi.
Semua emosi serta amarah yang ia pendam sejak siang tadi serasa menguap begitu saja. Ia mungkin tak akan bisa tidur malam ini karena terlalu senang, pikirnya. Ia harus mencari referensi makanan lebih banyak lagi malam ini, ia berencana untuk memberikan kejutan untuk senseinya tersebut. Atau begitulah pikirnya.
Scene Break
Hari ini, seperti biasa. Mika datang ke kantor senseinya pagi-pagi sekali. Membawa bento bertingkat seperti kemarin, tentu dengan isian yang berbeda dari kemarin. Namun karena sedang dalam suasana hati yang senang ia tak sadar jika jam sudah menunjukkan waktu makan siang, namun pemuda yang ia tunggu tersebut tak menunjukkan batang hidungnya sedikitpun.
Ia kemudian mengeluarkan ponselnya dari saku dan mencari nama seseorang dari daftar kontaknya. Ia kemudian memanggil kontak tersebut dan mendengarkan nada tunggu yang terdengar. Namun kemudian gadis tersebut menoleh ke arah sampingnya di mana meja senseinya tersebut berada, ia mendengar suara ponsel dari dalam laci meja kerja tersebut.
Ia kemudian beranjak dari tempat duduknya dan bergerak untuk membuka laci tersebut. Seperti yang ia lihat ada ponsel dari orang yang sedang ia hubungi sekarang. Untuk saat ini ia masih berpikir positif, ia hanya berpikir mungkin senseinya sedang libur dan meninggalkan ponselnya di laci meja kerjanya.
Tapi pikiran itu harus ia buang jauh-jauh karena hingga sekarang senseinya masih belum muncul juga. Ia sudah datang ke sini setiap hari, bahkan hari minggu ia tetap datang, karena siapa tau senseinya akan muncul pada hari itu.
Rin, salah satu anggota Schale yang melihat kejadian tersebut hampir setiap hari akhirnya memutuskan untuk memberi tahu Mika tentang ke mana perginya pemuda yang mereka panggil sensei tersebut.
"Ano Mika-san, apakah kau punya waktu sebentar?"
"Tentu. Silahkan Rin-san." Balas Mika, sembari mempersilahkannya untuk duduk disalah satu kursi yang ada disana.
"Aku minta maaf sebelumnya karena tak mengatakan hal ini sejak awal." Jeda Rin sejenak sebelum melanjutkan. "Naruto-sensei telah hilang sejak misi terakhir yang ia lakukan bersamamu."
Mika yang mendengar hal tersebut membeku di tempat. Dalam hatinya ia merasa menyesal tak mengantarkan senseinya tersebut pulang. Tapi ia tak patah semangat begitu saja, ia akan terus datang kemari sekaligus mencari keberadaan senseinya itu.
"Hingga saat ini kami terus berupaya untuk mencari keberadaan Naruto-sensei, tapi belum membuahkan hasil sama sekali." Lanjut Rin dengan nada menyesal.
Rin tau gadis di depannya ini sangat menyukai sensei mereka itu, maka dari itu ia tak tega untuk memberi tahu kabar menyedihkan ini kepadanya. Lagipula Naruto-sensei adalah satu-satunya tenaga pengajar yang ada di Kivotos, bahkan senseinya tersebut dipilih secara langsung oleh Presiden mereka yang telah lama menghilang.
Pencarian terhadap hilangnya Naruto terus dilakukan. Bukan hanya Mika, tapi hampir seluruh sekolah yang ada di Kivotos ikut membantu pencarian tersebut. Hingga akhirnya tim pencarian memutuskan untuk menyerah mencari keberadaan Naruto karena pemuda tersebut sudah hilang tepat setahun penuh.
Disisi lain Mika sudah tak lagi memiliki hak sebagai salah satu pemimpin Tea Party karena gadis tersebut sudah lulus dari sekolahnya. Gadis tersebut masih belum menyerah untuk mencari keberadaan sensei tercintanya itu, ia berniat melanjutkan pencariannya itu sendirian tanpa campur tangan orang lain, lagi pula tanggung jawabnya sebagai salah satu pemimpin Tea Party sudah ia lepas sehingga ia bisa fokus untuk mencari keberadaan senseinya itu sekarang.
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
END
AN: Halo semua, seperti biasa kuucapkan terima kasih banyak karena sudah mampir kemari. Entah apa yang merasuki hingga bisa terlempar ke fandom ini XD. Tak ada yang spesial di sini, hanya sekedar curhatan author setelah menyelesaikan chapter eden treaty. aku berusaha berhati-hati agar tak memasukkan spoiler kedalamnya. yah memasukkan spoiler pun kurasa tak masalah, lagi pula siapa yang akan mampir kemari selain orang nyasar hahaha. Jika kalian suka dengan cerita ini tak ada salahnya untuk memberikan review sebagai penyemangat untuk ku. Sekian AN kali ini, mohon maaf jika terlalu panjang. hehehe.
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
"... Dan begitulah kisah malaikat merah jambu yang berusaha mencari keberadaan pangerannya."
"Lalu apakah malaikat tersebut berhasil bertemu dengan pangerannya, kaa-san?"
"Kita akan simpan itu untuk lain waktu. Oke~"
"Heee~."
"Sekarang tidurlah... Mimpi yang indah."
Setelah mengatakan hal tersebut wanita itu terlihat berjalan meninggalkan kamar itu dan menutup pintu kamar tersebut dengan perlahan. Ia kemudian berjalan ke arah laki-laki berambut pirang yang sedang duduk diatas sofa ruang tamu sembari menonton acara televisi.
Wanita itu kemudian duduk di samping laki-laki tersebut sebelum pada akhirnya bergelayut manja padanya. Ia menempelkan tubuhnya sangat erat pada laki-laki tersebut. Seakan-akan tak akan membiarkan ia pergi ke manapun.
"Apakah kau akan terus menempel seperti ini?" Tanya laki-laki itu dengan nada penasaran.
"Sampai ajal menjemput aku tak akan melepaskannya." Balas wanita tersebut senyum yang lebar.
"Kalau begitu biarkan aku menikmati tubuh indahmu ini." Ucapnya, sembari mendorong wanita tersebut.
"Kyaah.." Teriaknya, yang dengan cepat kemudian ia tutup dengan kedua tangannya.
Wanita tersebut kemudian terlihat menarik kepala laki-laki itu dengan perlahan ke arahnya dan kemudian membisikkan sesuatu ke telinga laki-laki tersebut.
"Bisakah kita melakukannya di tempat lain, sensei~?"
Tanpa pikir panjang laki-laki itu langsung membawa istrinya tersebut pergi dari ruang tamu dan segera menuju ke kamar mereka.
"Kyaaa!"
Terkadang kau harus pergi ke tempat yang sepi untuk mengerti kebebasan hati. Dengan begitu, malam ini akan menjadi malam yang panjang bagi kedua pasangan suami istri tersebut.
