Disclaimer.

Naruto: Masashi Kishimoto

High School DxD: Ichei Ishibumi

.

.

.

Pairing: Naruto x (Random Female)

Genre: Adventure, Action, Drama, Fantasy, Mystery, Supernatural

Rating: M

Alternate: High School DxD

.

.

.

Bloodlust

By Mulia Eska

.

.

.

Bab 2

.

.

.

Pagi cerah menyapa Kuoh, salah satu akademi sekolah elite yang beberapa waktu lalu dibuka untuk umum dari sebelumnya sekolah khusus perempuan.

Naruto tengah asyik bersandar pada pagar lantai dua sambil menulis kata-kata dalam lembar kertas tebal seraya melihat siswa-siswi memasuki aula sekolah. Banyak dari siswi itu berkumpul di bawah hanya untuk melihat dirinya, diiringi teriakan dan sorak kekaguman, Naruto hanya tersenyum tipis dan melambaikan tangannya untuk membalas perhatian mereka yang justru membuat aula tambah berisik.

"Menguping itu merupakan tindakan yang kurang sopan, apalagi dilakukan secara sengaja. Terlebih kalian juga mengintip," seru Naruto memutar tubuhnya setelah selesai dengan dokumen yang ia kerjakan.

"Jika kalian tanya aku," lanjut Naruto sambil memasang tutup pulpen.

Empat gadis primadona sekolah dibuat terkejut setelah sampai di tempat Naruto berdiri. Tahu ke mana pembicaraan ini akan mengarah, Rias dan Sona memandang ke wakil mereka masing-masing untuk meminta penjelasan yang membuat Akeno dan Tsubaki menggeleng takut karena tidak tahu apa-apa.

"Itu tidak perlu. Aku hanya tahu saja," ucap Naruto membuat Rias dan Sona mengarahkan pandangan mereka kepadanya.

"Nona Shinra, kau bisa mulai," ujar Naruto.

"Ketua Naruto, maksud dari kedatangan kami untuk membahas tindakan 'main hakim sendiri' yang dilakukan oleh seorang oknum tadi malam," seru Tsubaki setelah menundukkan tubuhnya sedikit.

"Hasil dari tindakan itu menewaskan satu korban, seorang malaikat jatuh bernama Raynalle," ucap Sona menambahkan. Naruto belum mau menjawab, ia menutup lembaran tadi dengan buku tebalnya.

"Kenapa kita tidak membahas ini sambil berjalan ke arah kelas, berhubung kita semua satu ruangan," ujar Naruto mempersilakan.

Ajakan itu diterima oleh mereka berempat, Naruto memimpin jalan. "Jadi, apa yang ingin kalian sampaikan?"

"Ketua Naruto, aktifitas semalam benar-benar bukan urusan manusia. Semua yang terjadi di malam itu jelas merupakan hal tabu untuk masyarakat biasa, bukan bermaksud menyinggung, tapi itu adalah sesuatu yang dilarang diketahui secara umum," seru Akeno.

"Oh, ya? Lalu, apa yang harus kulakukan untuk menebus semua itu, Nona Himejima?" ucap Naruto dengan suara sendunya yang kembali terdengar.

"Mudah, kau hanya perlu datang ke gedung belakang sekolah setelah pelajaran usai, Ketua Naruto," ujar Rias tersenyum.

Naruto tiba-tiba berhenti, membuat empat gadis di belakangnya terkejut dan menghentikan langkah. Naruto memutar tubuhnya menghadap mereka. "Baiklah, aku akan datang setelah pelajaran selesai."

Rias, Sona, Akeno dan Tsubaki tersenyum, mereka mulai berjalan menjauh, membuat Naruto menaikan sebelah alisnya.

"Kalian mau ke mana? Kita sudah sampai di kelas," seru Naruto. Hal itu kembali mengagetkan empat gadis primadona sekolah, mereka dengan serentak berjalan cepat memutar memasuki kelas. Naruto hanya menggelengkan kepalanya.

...

Bel pulang sekolah berbunyi, semua siswa-siswi akademi mulai berhamburan keluar kelas. Naruto mengambil jalan memutar untuk menghindari kerumunan dan langsung menuju ke tempat yang sudah dijanjikan sambil memakan roti isi yakisoba yang diberikan Akeno kepadanya.

Tiba di halaman belakang sekolah, Naruto membuang bungkus roti kosong itu ke tempat sampah yang sudah disediakan. Naruto melihat ke sekeliling sebelum ia mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya. Nampak gedung usang satu-satunya yang berada di belakang sekolah, membuat Naruto melangkahkan kakinya.

Sampai di tempat yang sudah ditentukan, berdiri tepat di hadapan pintu masuk. Naruto menjatuhkan puntung rokok yang sudah habis ke bawah dan menginjaknya. Sedikit merapikan seragamnya, Naruto memutar gagang pintu dan membukanya. Nampak sudah banyak yang menunggu kedatangannya, terutama seorang siswa berambut cokelat yang terkejut melihatnya. Bahkan ada Sona dengan kelompoknya berdiri di belakang kursi yang diduduki Rias.

"Maaf, aku terlambat," seru Naruto memasuki ruangan.

"Ketua Naruto," ujar Issei, ia masih sangat terkejut melihat ketua osis sekolahnya terlibat dalam masalah supernatural.

"Sore, Tuan Hyoudou," timpal Naruto seraya duduk di kursi sofa kecil yang berhadapan langsung dengan Rias.

"Baiklah, sebelum kita mulai membahas, aku mau--"

Naruto memberikan isyarat untuk berhenti sejenak, ia mengambil bungkus rokok dari dalam saku jasnya dan menarik satu batang dari sana, Naruto merogoh kantong celananya, mengeluarkan korek Zippo dan menyalakan rokok yang sudah bertengger manis di bibir merahnya. Naruto menunjuk piring kecil bekas kue di hadapan gadis loli yang langsung diserahkannya. Naruto meletakkan piring itu di dekatnya dan menaruh bungkus rokok dan koreknya ke meja kaca yang menjadi pembatas sofa.

Entah apa maksudnya, tapi seisi ruangan begitu asyik melihat tindak-tanduk yang dilakukan ketua osis mereka. Naruto memberikan isyarat agar Rias melanjutkan pembahasan yang sempat tertunda.

...

Naruto dengan sangat sabar mendengarkan penjelasan panjang-lebar dari Rias dan Sona tentang peperangan besar dalam mitologi injil yang melibatkan tiga fraksi, malaikat, malaikat jatuh dan iblis. Serta rahasia-rahasia dan perjanjian lama yang mengharuskan ras manusia tidak boleh ikut campur.

Setelah penjelasan berakhir, seluruh pasang mata tertuju padanya. Naruto mematikan rokoknya, terhitung sudah ada lima puntung di dalam piring kecil yang menjadi asbak dadakan.

"Pertama, aku harus meluruskan satu hal, apa yang terjadi di sekolah, tetaplah berada di sekolah. Dan karena jam sekolah sudah berakhir, aku ingin dipanggil dengan panggilan biasa. Bukan begitu, Kiba?"

"Betul sekali, Naruto-san," ucap Kiba dengan entengnya, membuat semua pandangan tertuju padanya. Kiba menggaruk belakang kepalanya karena sudah bertindak kurang sopan di hadapan pemimpin mereka.

Naruto hanya tersenyum kecil. "Kedua, aku akan jujur. Sebenarnya, aku sudah terlibat dalam hal ini sudah lama sekali. Selama ini juga aku tutup mulut. Terlalu cepat seribu tahun untuk umat manusia tahu tentang konflik ini."

"Tapi, Ketu--maksudku, Naruto-kun, sudah menjadi peraturan dunia bawah kalau ada penghuni Bumi atas terlibat baik secara langsung maupun tidak, akan ditidurkan dan dibangkitkan sebagai salah satu anggota keluarga iblis kelas atas," seru Rias.

"Maksudmu budak."

Rias termenung sejenak sebelum melanjutkan. "Ya, itu istilah kasarnya, tapi, ya, semacam itulah. Kau tahu, kami sudah tidak menggunakan kata 'budak' karena terlalu merendahkan potensial seseorang setelah kematian."

Naruto hanya mengangguk. "Cukup adil. Jadi, kenapa kita langsung saja memulainya?"

Semua yang ada di dalam ruangan itu kembali dibuat terkejut untuk kesekian kalinya. Naruto sudah berdiri, sikapnya begitu siap seakan-akan sudah sangat rela menjual jiwanya kepada sang iblis.

"Apa kau yakin, Naruto-san? Kau akan kehilangan hakmu atas surga," ujar Sona.

Sebelah alis Naruto terangkat. "Lakukan saja, Nona Shitori."

Rias dan Sona mengangguk satu sama lain untuk memulai ritual penukaran. Untuk awalan, Rias sebagai tuan rumah maju untuk mengklaim jiwa Naruto dengan bidak caturnya, namun tidak ada satupun yang maju, semua melihat kalau bidak catur milik Rias bergetar hebat. Rias membatalkan ritualnya, kini giliran Sona, namun kejadian yang sama kembali terulang, kali ini bidak catur milik Sona terpental jauh entah karena apa. Keadaan menjadi hening, ini fenomena langka yang sangat jarang terjadi.

Melihat suasana menjadi sunyi, Naruto berdehem untuk mendapatkan atensi semua orang sebelum melanjutkan. "Jika kalian, Nona Gremory dan Nona Shitori, menginginkan kontrakku dengan kedok kerjasama, aku akan dengan senang hati membantu dalam membasmi masalah. Tapi, aku memiliki caraku sendiri. Bagaimana kalau kita membuang semua omong kosong itu dan mulai saling percaya?"

Rias dan Sona kembali bertatapan dan mulai tersenyum, mereka mengangguk.

"Baiklah, Naruto-kun, kami akan percaya padamu," seru Rias.

"Mohon kerjasamanya," ucap Sona menundukkan tubuhnya diikuti anggota keluarganya. Rias juga melakukan hal yang sama, bahkan Issei yang sedikit telat menyadarinya, ia ikut menunduk.

"Sudahlah, jangan terlalu formal," ucap Naruto memecahkan keheningan. Semua yang ada di ruangan itu kembali normal setelah keadaan sempat berjalan tidak baik.

"Tapi, aku penasaran, Naruto-senpai, bagaimana bisa bidak-bidak tadi tidak mau memasuki tubuhmu?" ujar Issei yang membuat atensi semua orang tertuju pada Naruto.

Naruto masih terdiam, ia kembali ke aktifitasnya untuk menyalakan rokok, sebelum menjawab pertanyaan itu. "Aku sudah membuat kesepakatan dengan orang yang levelnya jauh lebih tinggi. Kesepakatan itu berisi semua yang menjadi tuntutanku dengan imbalan separuh jiwaku sudah diambil, dan akan sepenuhnya jika kesepakatan selesai."

"Kesepakatan apa, Naruto-kun? Dan dengan siapa?" seru Rias.

Naruto hanya diam, ia mematikan rokoknya yang mulai habis ke dalam piring kecil yang sudah penuh dengan abu rokok. Bisa dibilang, Naruto adalah seorang perokok yang sangat aktif, alasan kenapa ia begitu cepat hanya untuk menghabiskan satu batang rokok. Naruto mengambil segelas jus jeruk di atas meja dan meminumnya sampai habis.

"Aku akan meminum itu tadinya," ujar Koneko.

"Sudah jam malam, aku harus bekerja untuk menyelesaikan masalah yang ditimbulkan oleh kroco-kroco itu. Selamat malam, Tuan dan Nona-nona," ucap Naruto setelah menaruh gelas kosong itu kembali ke tempatnya dan pergi dari sana, mengabaikan pertanyaan yang dilayangkan Rias kepadanya.

"Naruto-kun, tunggu! Kesepakatan apa?! Dan dengan siapa?! Naruto-kun!" teriak Rias, wajahnya memperlihatkan kegusarannya.

"Rias, sudahlah!" seru Sona menghentikan langkah Rias.

"Mungkin, kakakmu, Tuan Sirzech, tahu soal ini, aku juga akan bertanya kepada kakakku. Untuk itu kita perlu bersabar," lanjut Sona. Rias mengerti, ia mulai melemaskan tubuhnya yang sempat menegang mendengar pernyataan Naruto barusan.

"Ya, kau benar, Sona. Setelah misi malam ini selesai, kau dan aku akan pulang ke dunia bawah."

.

.

.

Bersambung

.

.

.

A/N:

Gimana kesannya untuk chapter ini? Jangan lupa tinggalkan review.

Tertanda, Mulia Eska