Kelinci dan Rubah

Summary: Menyelamatkan dunia adalah keinginan Naruto. Untungnya cara yang dilakukan berlangsung secara damai.

Disclaimer: Naruto kepunyaan Masashi Kishimoto-sensei. Author hanya meminjam mereka saja.

Warning:

Summary hampir gak sesuai dengan isi cerita. Adult scene. Lemon. Mature. OOC. Lactation. MILF. Semi-canon.

I Hope You All Enjoy This Story :)

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Perang Dunia Shinobi ke-empat adalah perang bersejarah yang tidak hanya menyatukan kelima desa besar lainnya, tapi juga membuat mereka bersatu dalam mengalahkan musuh yang sama.

Beberapa kejadian mengesankan juga terjadi di medan pertempuran ini. Seperti tumbuhnya ikatan pertemanan antara Naruto dan Kyuubi aka Kurama, kedatangan para Hokage terdahulu via Edo-Tensei, bantuan tambahan dari Sasuke Uchiha dan rekan timnya.

Aliansi Shinobi sekuat tenaga berusaha mengalahkan Madara Uchiha dan Obito Uchiha. Awalnya mereka kewalahan, hingga akhirnya Naruto dengan Sasuke menerima kekuatan tambahan dari Hagoromo Otsutsuki, karena keduanya adalah reinkarnasi Ashura juga Indra. Berkat itu juga keadaan berbalik dan hanya masalah waktu sampai Aliansi Shinobi memenangkan perang.

Hingga pengkhianatan tak terduga dari Zetsu hitam, melahirkan kembali [Mother of All Chakra] alias Otsutsuki Kaguya ke dunia.

[Line Break]

Naruto tersentak menyadari dia terjebak di dimensi lain dan tidak melihat siapapun selain Kaguya yang melayang tepat di depannya. Sempat melihat ke bawah, Naruto memperhatikan kolam lava sebelum memandang lagi Kaguya.

'Ini buruk, dattebayo.'

Kurama tercengang. "Kau baru menyadarinya sekarang?"

'Err…'

"Uzumaki Naruto, aku ingin bicara padamu."

Kaguya memanggil dengan nada tenang

Sedangkan di sisi lain, Zetsu hitam tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Kaa-chan, apa yang kau lakukan? Ini saat yang tepat untuk menghabisinya."

Di saat bersamaan, Zetsu hitam berusaha menyerang dengan mendekati Naruto, seketika lenyap ketika Kaguya mencabutnya paksa dari sisi tubuhnya.

"…"

Naruto berkedip, tak menduga hal semacam ini dari Kaguya, tetap saja dia masih harus waspada dengan keberadaan sang Dewi Kelinci. Terutama ketika dia hanya seorang diri berhadapan dengannya saat ini.

'Membiarkannya terus bersuara adalah suatu kesalahan. Dia bahkan bukan anakku yang sesungguhnya.'

Kaguya memastikan penglihatannya tertuju pada Naruto.

"Sekarang karena keadaan sudah tenang, mari kita bicara."

"Bicara?"

"Pertama-tama, aku ingin mengucapkan terima kasih karena telah… membebaskanku dari pengaruh Shinju," kata Kaguya.

Terkejut, itulah yang Naruto rasakan ketika seseorang yang dikenal sebagai dewi di dunia shinobi ini terlihat begitu… rapuh. Tentu sebelumnya Naruto memang melihat Kaguya menampilkan emosinya seperti menangis, tapi itu hanya sesaat.

Tapi sekarang?

Naruto tidak lagi melihat seorang dewi yang bertujuan membunuh semua manusia karena memiliki energi yang seharusnya hanya menjadi miliknya seorang. Karena sekarang yang Naruto lihat adalah seorang wanita diliputi kesedihan mendalam, dan tidak tahu bagaimana mengatasinya, ketika tak seorangpun berniat membantunya dalam mengatasi dilemanya.

Terlebih di mata Aliansi Shinobi, Kaguya adalah ancaman yang harus diselesaikan tanpa gagal.

"Oh, err, sama-sama." Naruto tersadar sesuatu. "Tunggu, kau bilang pengaruh Shinju… apakah itu berarti tindakanmu selama ini bukan karena kemauanmu sendiri?"

Kaguya mengangguk.

"Aku munafik jika kedamaian tidak kuinginkan. Tetap saja, menggunakan segala cara untuk mencapai itu, bahkan sampai mengorbankan banyak nyawa tidak bersalah lewat konflik tak berujung… bukan, hal semacam itu bukanlah kedamaian, melainkan kehancuran secara perlahan. Dan aku tidak menyukainya.

"Oleh sebab itu aku memakan buah chakra dan menghentikan perang seorang diri, sehingga manusia bisa merasakan kedamaian tanpa perlu mengotori tangan mereka lagi."

Kaguya terdiam sejenak, sampai berbicara lagi.

"Akan tetapi… suara aneh tiba-tiba muncul di kepalaku, mengatakan bahwa kedamaian yang kuciptakan ini sementara, dan umat manusia akan selalu berperang untuk memenuhi ambisi egoisnya masing-masing. Dia juga bilang jika ingin kedamaian sejati terwujud, maka menghapus umat manusia dari planet ini adalah pilihan yang terbaik untuk mencapai itu.

"Tentunya aku menolak. Tapi seiring berjalannya waktu, setiap kali umat manusia berperang, aku yang harus turun tangan menghentikan konflik mereka. Lingkaran pertumpahan darah itu terus berlanjut hingga pada akhirnya aku… putus asa, dan suara itu berhasil menghasutku untuk melakukan hal-hal yang tidak kubanggakan jika dibicarakan."

Naruto mengerutkan keningnya, tampaknya memikirkan sesuatu dari perkataan yang diucapkan Kaguya.

'Menghasut hingga memaksanya melakukan hal buruk secara tak sengaja... ingat masa lalu kita, saat aku belum tahu namamu?'

Kurama berkedip, menyadari yang dibicarakan Naruto.

"…ku rasa aku memang berhutang maaf padamu. Mengingat di beberapa kejadian tertentu, aku nyaris membuatmu terbunuh karena efek chakra gelapku," kata Kurama.

'Aku cuma bercanda. Aku sudah lama memaafkanmu, jadi jangan tegang begitu, Kurama.'

"Heh, kau dan sikap memaafkanmu. Bukan berarti itu hal buruk sebetulnya."

Naruto terkekeh, mendapat perhatian lebih dari Kaguya.

"Apa ada yang lucu dengan ceritaku?" tanya Kaguya.

Dia tidak kesal, hanya merasa kebingungan.

"Tidak juga. Hanya saja mendengar ceritamu, itu sedikit mengingatkanku pada masa laluku."

"Ah, benar juga, kau Jinchuuriki dari Kyuubi no Kurama."

Kaguya penasaran.

"Semua kesulitan itu karena menyimpan kekuatan besar dalam dirimu, bagaimana bisa kau tidak termakan kebencian yang biasa dialami inang dari salah satu Bijuu? Apa mungkin itu karena kau reinkarnasi Ashura? Atau karena faktor lain? Jawab pertanyaanku, Uzumaki Naruto."

Alasan mengapa Kaguya mengetahui hal ini, karena saat 'kebangkitan'nya, informasi yang dikumpulkan Zetsu hitam masuk secara perlahan ke otaknya. Sehingga beberapa pengetahuan penting, seperti kehidupan umum seseorang yang menjadi Jinchuuriki, bisa diketahui Kaguya.

Naruto menggaruk pipinya, tidak tahu harus memulainya dari mana.

"Yah… meskipun kau bilang begitu, ada kalanya juga aku tidak bisa mengontrol emosiku sendiri dan dikuasai kebencian. Kalau dipikirkan lagi, ini tidak ada hubungannya denganku sebagai reinkarnasi Ashura, setidaknya menurut pendapatku."

"Lalu bagaimana? Bagaimana caranya kau tidak hanya dapat melepas kebencianmu, tapi juga berteman dengan Bijuu?"

Kurama menyeringai, tahu apa yang akan terjadi berikutnya.

Sedangkan itu, Naruto memejamkan matanya dengan senyum tipis, mengingat kalimat dari guru yang selalu memarahinya, tapi juga sering memperhatikannya.

"Mizuki, kau salah. Dia bukanlah Kyuubi. Dia adalah Uzumaki Naruto! Ninja dari Desa Konoha!"

"Jika kau tanya 'bagaimana', itu karena aku…"

Naruto membuka matanya, memperlihatkan ekspresi serius dari seorang yang percaya pada keyakinannya sendiri tanpa meragukan kepentingan orang-orang di sekitarnya.

"…memiliki orang-orang spesial yang berada di sisiku dan selalu siap mendukungku."

Kaguya tersentak, tapi kemudian lega karena berhasil mendapat jawabannya. Kalau dilihat dari latar belakang, sebenarnya dia dan Naruto memiliki beberapa kesamaan.

Mereka sama-sama menampung kekuatan besar(Naruto dengan chakra Kyuubi. Kaguya dengan chakra Shinju).

Keduanya memikul beban berat semasa hidupnya(Naruto sebagai Jinchuuriki. Kaguya sebagai Dewi Kelinci).

Namun, tidak seperti Naruto yang tidak selamanya ditelan rasa negatif, Kaguya nyaris seutuhnya pasrah pada kehendak Shinju.

Dia menjadi sadar betapa hebatnya laki-laki di depannya ini. Tentunya dia tidak membicarakan soal penguasaan chakra semata, tapi lebih pada ketahanan mental.

Tetap saja, satu pertanyaan terakhir terlintas di benak Kaguya.

"Sebenarnya, aku masih ada pertanyaan lain."

"Apa itu?"

"Apakah menurutmu… anak-anakku, mereka akan memaafkanku, setelah apa yang kuperbuat di masa lalu?"

Naruto terkekeh, entah mengapa merasa pertanyaan ini akan tiba cepat atau lambat.

"Tak ada keluarga yang saling membenci satu sama lain dalam jangka waktu lama. Bertengkar itu wajar, tapi dari setiap pertengkaran, terlahir ikatan kekeluargaan yang jauh lebih kuat dari sebelumnya."

Dia belum selesai bicara.

"Lagipula, aku yakin anak-anakmu bangga padamu sekarang."

"Huh?"

Dari semua jawaban, Kaguya tak menduga yang satu itu.

"Kau mungkin tidak menyadarinya, tapi berkat rancangan rencana Zetsu hitam, juga kehadiranmu, itu semua membuat seluruh ninja di Elemental Nations bersatu untuk satu tujuan. Mengabaikan perbedaan, dari awalnya musuh sekarang menjadi rekan.

"Dan juga, kau bilang kau menginginkan kedamaian, bukan? Jika itu benar maka kau bisa berbahagia, sebab usai semua ini berakhir, tak akan lagi ada perang. Kau bisa pegang kata-kataku, dattebayo!"

Naruto mungkin tidak menyukai apa yang direncanakan Zetsu hitam saat mengetahui itu. Akan tetapi, kenyataan bahwa setiap ninja yang dahulu pernah berperang satu sama lain sekarang saling bahu-membahu, membuktikan bahwa dibalik rencana buruk, dapat menghasilkan akhir yang baik.

"…."

Perlahan, bibir Kaguya yang dilapisi lipstick merah itu membentuk sebuah senyuman, seakan beban tak kasat mata di punggungnya telah tiada.

"Aku… mengerti. Terima kasih. Itu berarti banyak untukku."

Tertawa canggung, Naruto menggaruk pipinya.

"Sama-sama, tapi aku hanya mengatakan apa yang kupikirkan. Itu bukan sesuatu yang besar. Sungguh."

Kaguya tetap tersenyum, terhibur dengan sikap gugup pemuda ini.

Naruto mengingat sesuatu.

"Ano, maaf, aku lupa menanyakan ini, tapi tentang Mugen-"

Sebelah alisnya terangkat, Kaguya menunjuk keningnya sendiri, tetap tersenyum. Naruto melihat mata ketiga-nya telah tertutup.

"Kau tidak perlu khawatir. Sebelum aku menarikmu kemari, teknik itu telah kubatalkan."

"Yang jadi pertanyaanku, mengapa Zetsu hitam tidak menyadari detail kecil itu."

'Mungkin karena dia terlalu fokus pada musuh di depannya?'

"Huh, kurasa ada benarnya juga teorimu," kata Kurama.

"Jadi… Shinju, Pohon Suci, juga nama dari Juubi, apa aku benar?"

Kaguya mengangguk, tertarik dengan yang ingin ditanyakan Naruto.

"Ini mengenai Zetsu hitam, apakah kau benar-benar… err, ibunya?"

Kaguya menggeleng pelan.

"Jika yang kau pikirkan tercipta secara alami, itu bukan. Tapi dia tercipta saat diriku masih dalam kondisi pengaruh Shinju… kurasa alasan dia memanggilku 'Ibu', untuk memastikan aku masih di bawah kehendak Shinju."

"Dan kau bilang aku membebaskanmu dari pengaruhnya. Kapan aku melakukan itu?"

"Ingat saat kita saling menyerang dengan mengadu chakra kita? Benturan dari itu membuatku lepas dari kendalinya dan mengembalikan pikiranku menjadi normal kembali."

'Itu menjelaskan beberapa hal.'

Keheningan menyelimuti situasi mereka. Tak ada satupun yang berbicara lagi. Bukan karena tidak mau, tapi mereka kehilangan topik yang harus dibicarakan.

"Karena semuanya telah selesai. Aku rasa aku akan kembali ke yang lainnya." Naruto tidak lupa memperhatikan Kaguya. "Mau ikut bersamaku?"

Kaguya mengerutkan keningnya, memikirkan reaksi Aliansi Shinobi tentang kedatangannya. Itu pasti akan membuat kepanikan di antara mereka.

"Kau yakin itu pilihan bagus?"

"Tentu saja. Ah, jangan khawatir. Aku pasti akan menjelaskan semuanya pada mereka."

"Aku tahu kau akan berhasil melakukan itu." Kaguya memikirkan sesuatu. "Tetap saja, kita membutuhkan jaminan agar mereka percaya seutuhnya kalau aku tidak akan mengulang hal yang sama lagi ke depannya."

"Yeah… kurasa kau benar."

Naruto mencoba berpikir, melewatkan tatapan Kaguya yang mengamati fisiknya dari ujung rambut hingga kaki.

"Aku tahu."

"Benarkah? Apa itu?"

Kaguya tersenyum, senyum yang… terlihat nakal.

"Jadilah ayah dari anak-anakku."

"…"

"…"

Naruto berkedip, mengorek telinganya untuk memastikan sesuatu.

"Err, maaf, kau bilang apa tadi? Sepertinya telingaku barusan kemasukan lalat."

"Aku bilang; jadilah ayah-"

"O-Oke, aku paham. Tapi apa kau sadar maksud dari perkataanmu barusan?" tanya Naruto.

Diam-diam, dia nyaris terkena serangan jantung karena perkataan wanita Otsutsuki itu.

Kaguya mengangguk.

"Aku sadar ini membuatmu bingung. Maka dari itu tolong dengarkan penjelasanku dulu. Dengan diriku mengandung anakmu, itu akan menghilangkan keraguan di mata dunia kalau aku akan berbuat buruk lagi, terlebih jika kita menikah, kau dapat mengawasiku setiap saat tanpa menimbulkan kecurigaan dari berbagai pihak. Lagipula, bukankah lebih melegakan bila mengetahui pahlawan dunia yang mengawasi tahanan perang setiap waktu. Apa aku salah?"

"Penjelasanmu tidak salah… tetap saja…"

"Apa penjelasanku tadi kurang jelas?" Dia mengerutkan keningnya. "Atau mungkin kau jijik dengan penampilanku yang hampir tidak menyerupai manusia-"

Naruto tersentak dan bicara tanpa ragu.

"Bukan! Kaguya-chan kau itu cantik dattebayo! Hanya saja..."

Tersadar, Naruto merona, sedangkan wanita kuno itu tersipu mendengar pemikiran dia terhadapnya.

Kaguya mungkin telah berumur ratusan tahun dan memiliki kemampuan luar biasa, tetap saja dibalik gelarnya sebagai seorang dewi, Kaguya masih seorang wanita. Wajar jika dia mendapat pujian reaksinya akan sama seperti wanita pada umumnya; yaitu malu-malu.

"Hanya saja?"

"…menurutku, itu terdengar tidak adil bagimu. Seharusnya usai semua ini berakhir, kau dapat menikmati kebebasanmu di dunia yang telah damai ini."

Opini Kaguya tentang pemuda ini semakin meningkat.

"Soal itu kau tidak perlu cemas, melihat tingkah lakumu, aku bisa memastikan pernikahan kita nanti tidak akan mengorbankan kebebasanku. Hidup sendirian mungkin nyaman, tapi tak akan ada yang menyangkal hidup berdua jauh lebih bahagia."

Jika sebelumnya ada keraguan dalam diri Naruto, sekarang semua itu telah sirna.

"Kalau kau berpikir begitu… yah, kurasa aku menyetujui proposalmu ini," kata Naruto.

Kaguya puas. "Aku senang mendengarnya."

Seketika, area di sekitar mereka berganti dan mereka sudah berada di ruangan yang luas, hanya ada beberapa perabotan di tempat ini. Naruto kembali ke bentuk normalnya, memperhatikan lantai di bawah kakinya terbuat dari kayu kokoh.

"Apakah kamar ini bagus?"

"Ini bagus. Tapi untuk apa ruangan ini?"

Naruto menjadi teringat sesuatu.

"Jadilah ayah dari anak-anakku."

"….."

"….."

"Baiklah, kuserahkan sisanya padamu."

'Oi! Kurama!'

"Zzzz…"

Naruto melirik ke arah Kaguya, tertawa gugup.

"Kupikir… kita akan melakukannya nanti. Maksudku, jika kita terlalu lama di sini-"

"Satu hari di sini, sama seperti satu detik di luar sana," jelas Kaguya.

"Oh, syukur lah kalau begitu."

"Benar. Satu hal terakhir, apakah di era ini kegiatan bersenggama sudah mengalami perkembangan?"

"Jika yang kau maksud 'perkembangan' adalah semakin bertambahnya variasi posisi berhubungan intim setiap saat, maka jawabannya iya."

Karena tak ada lagi yang harus dibicarakan, Kaguya mencopot kimono yang melekat pada tubuhnya, membiarkan itu jatuh ke lantai.

"…"

Di hadapan Naruto sekarang, berdiri seorang wanita berkulit halus dengan rambut putih terurai sangat panjang, pinggang ramping yang ideal dan bentuk tubuh menggairahkan. Terutama di bagian buah dada yang begitu besar dan tampak berisi. Akan tetapi yang lebih menarik perhatian Naruto, yaitu kulit pucatnya yang eksotik, dan bokongnya yang tampak menggoda untuk disentuh.

'Wanita yang dulu disewa Petapa Genit tak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan Kaguya-chan.'

Naruto berpikir demikian sesuai fakta.

Kaguya berbalik lalu menatap lurus Naruto.

"Jadi, bagaimana menurutmu?" tanya Kaguya.

"Boleh aku jujur?"

"Boleh."

Naruto menyengir, mengacungkan ibu jarinya.

"Kau seksi sekali, dattebayo!"

Kaguya tersenyum tipis, menghibur mata pemuda pirang itu dengan payudaranya yang memantul di setiap langkahnya. Saat jarak mereka sudah dekat, Kaguya menekan bibirnya yang dilapisi lipstik merah dengan bibir Naruto, mencium pria yang akan menjadi pasangannya di era ini.

Lembut, itulah yang ada di pikiran Naruto ketika merasakan bibir Kaguya menekan bibirnya, sensasinya sungguh berbeda dari mencium wanita bayaran guru mesumnya beberapa tahun lalu. Mungkin karena wanita yang diciumnya ini bukanlah wanita sembarangan.

Naruto membalas dengan mencium balik, tangannya bergerak menelusuri tubuh menggairahkan Kaguya, awalnya bagian pinggang lalu turun ke bawah sebelum meremas bokongnya. Dari perbuatan nakal tersebut, Kaguya bersuara di sesi berciuman mereka, suara desahannya begitu menggoda di telinga Naruto.

Cukup lama seperti itu, mereka berhenti berciuman, dan wajah Kaguya sedikit merah akibat bokongnya yang belum lepas dari tangan Naruto. Kenyataannya, Kaguya hanya paham berhubungan badan diawali dengan berciuman, menyentuh alat vital dengan tangan, lalu diakhiri penetrasi. Sudah itu saja.

"Jangan berhenti…" pinta Kaguya dengan nada memohon.

Naruto menyengir, tidak mengatakan apapun selain masih meremas pantat seksinya, menyukai ekspresi malu-malu yang ditunjukkan Kaguya saat ini. Jelas sekali dari reaksinya kalau Kaguya tak pernah mendapat perlakuan semacam ini sebelumnya. Bukan masalah, Naruto dengan senang hati akan menunjukkan Kaguya banyak hal yang telah dilewatinya selama ini, salah satunya peningkatan teknik ranjang yang jauh berkembang dari era terdahulu.

Sembari membiarkannya berbuat sesuka hatinya, Kaguya bertindak dengan menurunkan bawahan yang dikenakan Naruto. Dia tersipu memperhatikan penis 'suami'nya yang sudah tegak seakan telah siap menerobos 'benteng' wanita manapun.

Otsutsuki Kaguya hanya pernah memberikan kesuciannya pada satu orang. Orang itu juga yang menjadi ayah dari dua anaknya. Maka dari itu, tidak mengherankan jika dia gugup memperhatikan alat kelamin pria yang ukurannya jauh lebih 'wah', berbeda sekali dengan penampakan itu pada pasangan terdahulunya.

Tersadar, Kaguya memompa penis Naruto dengan pelan, berniat memberikan stimulasi sebelum maju ke tahap berikutnya. Kaguya melihat raut wajah Naruto, senang mendapat komentarnya.

"Ya… teruskan, Kaguya-chan."

"Ah~ dengan senang hati, Naruto-kun, ahn~"

Naruto menikmati perhatian Kaguya terhadap penisnya. Begitu pula dengan Kaguya yang menyukai perbuatan Naruto kepada pantatnya. Meski awalnya merasa aneh, Kaguya mulai menikmati bokongnya disentuh seperti itu. Bagaimanapun juga, Kaguya harus menerima kegiatan bersenggama di masa kini berbeda dari masanya. Bukan berarti dia tidak menyukainya, malah sebaliknya.

"Ne, Kaguya-chan, kau keberatan aku duluan pindah ke kasur?"

"Boleh saja."

Naruto duduk di tepi ranjang besar, sedangkan Kaguya berlutut di lantai dan mencoba menyentuh penisnya dengan tangan lagi. Tetapi, Naruto mencegahnya sebelum itu dilakukan.

"Kaguya-chan, selain pake tangan, kau juga bisa memakai lidah atau mulutmu untuk memuaskan alat vitalku."

"Benarkah?" Kaguya penasaran.

"Ya, itu dinamakan blowjob atau fellatio, tapi err, itu juga jika kau mau. Aku tidak mau memaksamu," tambah Naruto.

Tidak langsung menjawab, Kaguya menatap wajah Naruto dengan menunjukkan senyuman.

"Maaf, kurasa aku akan tetap pakai tangan."

Naruto terkekeh.

"Tak apa. Aku pa-"

Kaguya langsung "melahap" penisnya.

"-ling dalam! S-Sial…"

Tak menduga perkembangan ini, Naruto mengenggam kuat seprai kasur, menikmati mulut hangatnya membungkus penisnya. Tentunya wajar kalau Naruto terkejut terhadap tindakan Kaguya, yang berani memasukkan hampir setiap inci penisnya dalam sekali percobaan. Bahkan wanita panggilan yang melayaninya dulu saja tak berani sejauh ini, tapi Kaguya terlihat mudah melakukannya dan tidak tersedak sama sekali karenanya.

Sedangkan itu, Kaguya menahan senyumnya melihat ekspresi kaget di wajah 'suami'nya.

'Fufu, kuyakin dia tidak menyangka aku akan melakukan ini.'

Mendengar Naruto pernah mencoba ini dengan wanita lain, Kaguya menjadi tertarik dengan yang dinamakan 'blowjob'. Memang Kaguya belum punya pengalaman, tapi bukan berarti dia tak punya semangat untuk melakukannya. Dalam pikiran Kaguya, jika wanita biasa bisa, bukankah wajar bila seorang dewi sepertinya mampu berbuat hal serupa?

Perlahan, Kaguya mengisap penisnya layaknya lolipop, tidak tergesa-gesa dan mencoba selembut mungkin mengingat ini pengalaman pertamanya.

'Naruto-kun bilang tidak hanya mulut saja, tapi juga bisa pakai lidah.'

Kaguya memulai dengan menjilat bagian bawah penisnya, merasakan sensasi asin tapi mencoba mengabaikan itu, meneruskan ke sisi kiri lalu sisi kanan penis. Masih mempertahankan posisi blowjob, Kaguya terus menjilat setiap inci penis Naruto yang bisa dijangkau lidahnya, berniat serius dalam tugasnya sebagai seorang 'istri'.

"Y-Yeah, seperti itu, Kaguya-chan. Kau mengesankan dattebayo."

Naruto jujur, percobaan pertama atau bukan, Kaguya beradaptasi begitu cepat walau dengan instruksi tidak lengkap. Ini seakan dia sudah tahu apa yang harus dilakukannya.

'Naluri seorang wanita memang unik,' pikir Naruto.

Kaguya senang mendengar pujian Naruto. Maka dari itu, Kaguya mencoba mengambil sikap berani, mengejutkan pemuda pirang itu ketika dia mengisap lebih kuat.

"T-Tunggu sebentar, Kaguya-chan, setidaknya biarkan aku mengeluarkan-ohhh~"

Mata Kaguya membulat, merasakan 'objek' hangat memasuki tenggorokannya, mengetahui apa itu.

Naruto terlihat canggung.

"Maaf, Kaguya-chan, seharusnya aku memberitahumu dulu kalau akan jadi seperti ini."

Diam tidak menjawab, Kaguya mencolek cairan putih di sisi bibirnya, mengemut jari yang dilapisi itu. Sedangkan Naruto, dia memperhatikan dan merasa terangsang dengan perbuatan Kaguya.

"Ini… tidak terlalu buruk."

"Apa?"

Kaguya menatap Naruto dengan mengangkat wajahnya.

"Kuakui, ini pengalaman yang… unik. Lagipula, ke depannya aku mungkin akan melakukan ini lagi, jadi tak ada salahnya membiasakan diri mulai dari sekarang," ungkap Kaguya.

Naruto tertawa kecil.

"Kau benar juga," balas Naruto.

"Perempuan itu selalu benar, Naruto-kun."

"Aku tahu. Ingin lanjut?"

"Dan aku pikir kau tidak akan bertanya."

Naik ke kasur, Kaguya membalikkan punggungnya lalu menatap lurus Naruto yang sudah berada di atasnya. Mereka saling memandang, iris biru bertemu iris lavender, masing-masing memperhatikan ekspresi wajah satu sama lain.

"Kau siap?"

Kaguya mengangguk.

"Ya."

Naruto menuntun penisnya ke liang kewanitaan Kaguya, dengan sekali dorongan, penisnya masuk pada vaginanya. Mereka terkesiap. Satu karena betapa besar penisnya, dua sebab terasa sempit vaginanya.

"Sial, kau masih terasa sempit, Kaguya-chan."

"A-Ah, kau juga begitu besar, Naruto-kun."

Menunggu sebentar agar mereka terbiasa, Naruto memegang pinggang wanita di bawahnya, sedangkan pinggulnya sendiri bergerak maju dan mundur secara berulang. Sembari menggenjot vaginanya, Naruto menyukai desahan keras yang dikeluarkan mulut Kaguya, juga kulit pucat wajahnya yang mulai berwarna merah.

"Ahh~ ahhn~ (mengesankan) ahh~ (Naruto-kun) ahh~ (kau) aah~ (hebat) ahh~ ahhn~"

Naruto terkekeh, tak keberatan menerima pujian dari Dewi Kelinci itu sendiri, matanya turun ke bawah memperhatikan 'melon' besarnya memantul ke sana-kemari tanpa henti. Itu merupakan pertunjukan mesum yang luar biasa menurutnya.

Namun, itu bisa diperhatikan nanti.

Masih mengebor liang kewanitaannya, Naruto mencium leher jenjang Kaguya, menghirup aroma harum dari sana. Naruto menggigit bagian itu dengan lembut, meninggalkan beberapa cupang saat naik mencium pipi kemudian ke bibir, menyelipkan lidahnya saat mereka berciuman.

Kaguya yang antusias langsung mencium balik, kebingungan saat merasakan lidah Naruto menggesek lidahnya. Berpikir itu wajar, Kaguya mengikuti yang dilakukan Naruto. Lidah mereka bersentuhan dan saling membasahi dengan saliva masing-masing.

'Ini aneh, tapi mengapa terasa enak?'

Menepis pertanyaan itu, Kaguya menuruti naluri wanitanya, mengalungkan lengannya di leher Naruto lalu menekan wajahnya agar memperdalam ciuman mereka. Ingin melakukan hal lain, Naruto meremas payudara Kaguya yang ukurannya melebihi lengannya sendiri, terasa masih kencang dan tidak kendor. Terkadang sambil memainkan itu, jari lengan Naruto menggelitik putingnya yang sudah keras akibat bergairahnya Kaguya saat ini.

Saat sudah nyaris mencapai puncak, mereka mendesah cukup keras sebelum akhirnya mereda, wajah mereka menunjukkan kepuasan batin, terutama yang lebih terlihat adalah Kaguya. Tidak mengejutkan, karena tersegel sangat lama membuatnya sensitif terhadap sentuhan pria untuk memenuhi kebutuhan seksualnya.

Tentunya yang dimaksud bukan sembarang pria, tapi pria yang menerima kesalahannya dan percaya kalau dia masih layak menerima kesempatan kedua.

Kaguya melepaskan tangannya dari leher Naruto. Naruto pindah ke samping Kaguya dan membiarkan kepalanya jatuh di bantal.

"Sudah lama… aku tidak keenakan seperti ini," ungkap Kaguya.

Naruto terkekeh.

"Begitu pula denganku, Kaguya-chan," balas Naruto.

Kaguya tertawa lembut, memastikan kepalanya bersandar di bahu Naruto, tidak sengaja melihat penisnya masih teracung keras. Mendapat ide lain yang mungkin disukai 'suami'nya, Kaguya mengocok tongkat daging itu menggunakan tangan kanannya. Aksinya itu menghasilkan desahan kecil keluar dari mulut Naruto.

"Kau masih keras setelah yang kita lakukan tadi?"

"B-Begitulah, ini sudah menjadi hal biasa, dattebayo."

"Fufu, kalau begitu sebagai istrimu, aku akan memanjakanmu~"

Kaguya yang telah selesai bicara, mendesah tiba-tiba saat Naruto membungkus salah satu puting susunya dengan mulutnya, sementara payudara besar satunya lagi diremas oleh tangannya. Membiarkan Naruto berbuat sesukanya, Kaguya lebih memilih memanjakan penis yang ada digenggamannya saat ini, walau tak jarang erangan nakal terdengar dari bibir dilapisi lipstick-nya.

Sluurp. Sluurp. Sluurp. Sluurp. Sluurp.

"Haah, Kaguya-chan, oppaimu enak sekali, dattebayo," kata Naruto di sela-sela mengisap.

Kaguya mendesah. "A-Ah, mereka milikmu, anata~"

Naruto menahan cengirannya, dengan begitu, Naruto langsung menyedot puting susu kanan Kaguya dengan semangat sambil meremas buah dadanya yang satu lagi. Selagi memainkan payudara besarnya, Naruto memperhatikan kulit wajah Kaguya yang memerah dan air liur sempat menetes dari sudut bibirnya. Naruto menjadi tidak tahan melihat itu.

"Mmph?!"

Kaguya terkejut ketika Naruto mengecupnya tepat di bibir. Meski begitu, Kaguya dengan sepenuh hati mencium balik, karena itu memang sudah kewajibannya sebagai seorang 'istri' yang sekarang tengah melayani kebutuhan 'suami'nya. Sementara tangannya masih mengocok penis remaja berambut kuning itu, Kaguya sedang asik mengecup dan bersilat lidah dengan Naruto, yang masih terus meremas sepasang 'melon' miliknya tanpa berniat berhenti sama sekali.

Naruto menjauhkan wajahnya dari wajah Kaguya, membisik di telinganya.

"Kaguya-chan, bisakah kau…"

"Y-Ya, baiklah."

Kaguya menurut, segera berdiri tepat di atas tubuh Naruto, lalu perlahan menurunkan pinggangnya sambil mengarahkan kepala penis ke dalam lubang vaginanya. Setelah berhasil, Kaguya merasa malu saat menyadari posisinya, karena sekarang dirinya bisa melihat Naruto dari sudut pandang berbeda.

"Ada apa, Kaguya-chan? Kenapa kamu terlihat malu begitu?" Naruto menyengir.

"H-Habisnya, posisi ini tidak benar, seharusnya istri itu di bawah suami, bukan malah sebaliknya," protes Kaguya.

Naruto tertawa kecil, menemukan sikap 'polos' Kaguya begitu menggemaskan.

"Tidak apa-apa, posisi ini juga lebih menguntungkan laki-laki karena memberikan kenikmatan lebih padanya."

"Eh? Benarkah?"

"Um, yang kukatakan itu benar."

Kaguya tidak menyangka informasi yang satu ini.

'Tapi kalau begitu, itu berarti aku bisa memuaskan Naruto-kun lebih banyak.'

Dengan pemikiran positif itu, Kaguya mulai mengangkat lalu menurunkan pinggangnya, proses ini dilakukan berulang sampai desahan datang dari keduanya. Karena bagaimanapun juga, mereka sama-sama keenakan dalam gaya ini.

"Ahh~ ahh~ ahh~ (Naruto-kun) ahh~ ahh~ (kau menyukainya?) ahh~ ahhn~ ahh~"

Naruto perlahan mengangguk.

"Y-Ya, posisi ini enak, dattebayo…"

Kaguya gembira mendengar pengakuan itu, mendesah lagi tatkala tangan Naruto meremas payudara besarnya secara bersamaan. Sambil mengikuti ritme, Kaguya masih terus menggerakkan pinggulnya dengan liar, menambah kenikmatan tersendiri bagi seseorang yang sedang berada di bawah badannya. Sudah cukup lama seperti ini, Kaguya mengatur posisi badannya sehingga wajah Naruto berpapasan dengan sepasang 'melon'nya, yang seketika salah satu putingnya disedot.

Sluurp. Sluurp. Sluurp. Sluurp. Sluurp.

"Ahh~ ahh~ ahh~ ahhn~ ahh~"

Sluurp. Sluurp. Sluurp. Sluurp. Sluurp.

"Ahh~ ah~ ahhn~ ahh~ ahhn~"

Sluurp. Sluurp. Sluurp. Sluurp. Sluurp.

"Ahh~ hnggh~ ahh~ ahh~ ahh~"

Naruto masih terus mengisap puting susunya, sampai merasakan sesuatu yang manis melewati tenggorokannya, menyadari apa itu, Naruto memilih minum lebih banyak dengan menyedot lebih keras.

"N-Naruto-kun, kamu meminumnya?"

"Y-Ya, begitu lah."

Kaguya tersenyum simpul.

"Fufu, kamu harus diberi hukuman~"

Kaguya memeluk kepala Naruto sampai menekan buah dadanya.

"K-Kaguya-chan?" Naruto sedikit panik.

Kaguya tertawa kecil.

"Hukumannya… kamu harus nenen sampai tangki susuku habis~"

Naruto menyengir lebar.

"Akan kulakukan dengan senang hati, dattebayo."

"Fufu, memang begitu seharusnya-aaaaaaaahhhhhhhngh~"

Kaguya mendesah lebih keras saat Naruto dengan beringas menyusu padanya. Sembari begitu, sang dewi kelinci itu meneruskan menggerakkan pinggulnya naik-turun, seraya memeluk kepala Naruto agar tidak jauh dari payudaranya.

Sluurp. Sluurp. Sluurp. Sluurp. Sluurp.

"Ahh~ ahn~ ahh~ ahn~ ahh~"

Sluurp. Sluurp. Sluurp. Sluurp. Sluurp.

"Ahh~ ahh~ ah~ ahn~ ahh~"

Sluurp. Sluurp. Sluurp. Sluurp. Sluurp.

"Ahh~ ahh~ ahh~ ahn~ ahh~"

Kaguya menggerakkan pinggulnya naik-turun dengan helai rambutnya terayun ke sana-kemari, hampir menjerit saat bokongnya ditampar oleh tangan Naruto.

"Ah, maaf, Kaguya-chan."

"T-Tidak apa-apa-eeeppp~"

Naruto menyengir, masih belum berhenti menetek pada Kaguya dengan sesekali menampar bokong seksinya. Beberapa saat kemudian, mereka mulai merasakan sesuatu.

"K-Kaguya-chan, aku akan…"

"Y-Ya, aku juga, Naruto-kun..."

Keduanya berteriak sangat keras ketika keluar. Beberapa saat kemudian, saat Naruto berhenti menyusu, dia melihat tetesan air susu jatuh ke kasur dari puting susunya. Kaguya melepaskan kepala Naruto, sehingga mereka berbaring secara berdampingan di atas kasur yang empuk.

"Haah, tadi itu… intens," ujar Kaguya.

"Ya, kau benar," kata Naruto.

Kaguya tersenyum, mengamati wajah 'suami'nya sambil mengelus pipinya dengan lembut.

"Aku mencintaimu, Naruto-kun."

Naruto tersenyum lebar. "Aku juga mencintaimu, Kaguya-chan."

Kaguya tertawa merdu, menikmati perasaan damai yang dirasakannya sekarang. Kaguya juga menyadari beberapa hal telah berubah semenjak dirinya bertemu Naruto.

Tak ada lagi kemauan mengambil paksa seluruh chakra.

Ataupun ķeinginan untuk melanjutkan peperangan.

Sekarang, saat ini juga, Kaguya hanya memiliki satu impian.

Bukan menyelamatkan dunia.

Maupun mengatur ulang [Mugen Tsukuyomi].

Impian sederhana, layaknya wanita normal pada umumnya.

Yaitu membuat keluarga.

"Ne, Naruto-kun."

"Ya?"

"Jika misalnya aku membuat kesalahan lagi, maukah kau mengarahkanku ke jalan yang benar?"

Naruto mengangguk ke arah Kaguya.

"Tentu saja. Kau bisa mengandalkanku, Kaguya-chan," kata Naruto dengan nada percaya diri.

Kaguya senang.

"Dan juga… terima kasih, karena telah mau percaya padaku," ujar Kaguya.

Naruto terkekeh.

"Sama-sama," kata Naruto.

Kaguya berseri, meletakkan kepalanya pada dada bidang Naruto, sementara Naruto mengelus rambut Kaguya sambil memeluknya.

Ketenangan menyelimuti duo pasangan ini.

Line Break

Di medan peperangan, sebagian ninja telah berkumpul bersama rekan mereka dari desa yang sama karena kondisi telah damai seutuhnya.

Salah satunya kelompok ninja dari Konoha.

Tetapi mereka khawatir karena Naruto belum kembali juga. Sampai sebuah portal muncul di hadapan mereka.

Sebelum aliansi shinobi bisa bertindak, mereka sweatdrop sekaligus tercengang melihat Naruto keluar dari portal dengan menggendong Kaguya layaknya pengantin yang baru saja menikah.

Itu menjadi semakin aneh saat Kaguya mengalungkan lengannya di leher Naruto, dan tak malu menunjukkan senyum paling manisnya pada semua orang. Hal ini seakan menegaskan kalau Kaguya sedang dimabuk cinta oleh pahlawan rambut kuning kita yang satu ini.

Naruto menyengir ke arah mereka.

"Hai semuanya! Kalian diundang ke pesta pernikahanku dan Kaguya-chan!"

"…"

"…"

"…"

"…"

"…"

""HAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHH?!""

Beragam reaksi muncul dari teman-teman Naruto.

Lee menangis terharu(menyerukan kalau Naruto adalah lelaki paling jantan). Ino, Tenten, Kiba, dan Sakura melongo. Shikamaru ("Menyebalkan."). Shino kacamata-nya pecah. Chouji mendadak jadi kurus. Hinata kejang-kejang di tempat.

Bahkan Sasuke yang ingin menunjukkan niat lucunya untuk revolusi, gemetar karena Kaguya sempat melirik ke arahnya dengan pandangan tajam. Hal ini menegaskan kalau Kaguya tahu sesuatu, dan menantang Sasuke untuk bertingkah kurang ajar.

Anehnya, Kakashi terlihat bangga dengan tindakan murid pirangnya itu.

[Di Alam Kematian]

Beberapa orang (hantu) yang mengenal Naruto mengalami reaksi berbeda.

Jiraiya menangis terharu, alasannya sederhana, tidak hanya terbukti kalau Naruto adalah [Anak Ramalan], tapi juga muridnya itu baru saja mendapatkan MILF Otsutsuki sebagai istrinya.

Bagaimana bisa dia, seorang yang paling menjunjung tinggi fisik wanita, tidak merasa bangga dengan perkembangan muridnya ini?

Yahiko berseri ke arah dua sahabatnya.

"Kalian katakan benar. Naruto telah berhasil mewujudkan mimpi kita untuk menyelamatkan dunia."

Yahiko tidak melihat Konan dan Nagato melongo.

Mereka memang mengharapkan Naruto untuk membawa kedamaian. Akan tetapi mereka tidak menduga dengan cara seperti ini.

Anehnya jika membicarakan Naruto, maka wajar jika hal yang seharusnya mustahil bisa dilakukan oleh Naruto.

"Sochi-kun… dengan wanita dewasa."

"Aku tahu perasaanmu soal ini, Kushina. Tapi jika Naruto senang, kurasa semuanya akan baik-baik saja ke depannya."

Minato tidak keberatan dengan siapa Naruto akan menikah. Selama putranya senang, siapa dia yang berani mengganggu kebahagiannya?

"Aku tidak keberatan. Sochi-kun bahagia. Aku juga bahagia, dattebane."

Minato lega.

"Bagus kalau begitu," kata Minato.

Kushina terlihat bangga.

"Lagipula, Mikoto pasti kesal kalau tahu menantuku pemilik pertama chakra itu sendiri," kata Kushina.

Minato tertawa canggung, mulai paham mengapa Kushina senang soal ini.

Sedangkan Neji sedang mengalami krisis internal.

"Kenapa…"

Neji berteriak ke langit.

"Kenapa NaruHina tidak terjadi ya Tuhan?!"

Ah, jadi itu alasan Neji berkorban rupanya.

[E-N-D]

A/N: NaruKaguya adalah salah satu pairing favorit author, jadinya author buat ehehehe ^_^