The One Who Saves

Rate T

One Piece milik Eiichiro Oda. Author hanya meminjam karakter untuk menambah asupan.

WARNING! OOC, Typo, Alur yang berantakkan? Lalu Reunion at Dressrosa, BAMF Sabo, Female!Sabo dan ada sedikit Marineford Arc. Ini lebih ke brotherly ASL sih, tapi gatau lagi kalo nyerempet ke AceSabo (maaf, aku butuh asupan AceFem!Sabo banyak-banyak hahahaha). Warning lainnya menyusul sesuai jalan cerita.

Note: aku tidak menonton Dressrosa Arc sepenuhnya dan aku tidak ingin menonton Marineford Arc lagi, jadi banyak yang akan kuubah disini.

Happy Reading!

.

.

.

Kesadaran Ace mulai menghilang. Pandangannya mulai gelap dan buram sekaligus. Tubuhnya sudah mati rasa dan mulutnya penuh dengan darah. Dia sudah tidak bisa bernapas. Satu-satunya yang bisa dilakukannya hanyalah memeluk saudaranya satu-satunya, Luffy.

"Terima ka—"

"BRENGSEK! JANGAN BERANI KAU MATI SETELAH AKU MENDAPATKAN INGATANKU KEMBALI! KAU TIDAK BOLEH MATI SECEPAT INI, SIALAN! BANGUN!" Seseorang berteriak, lalu sedetik kemudian kedua pipi Ace ditangkup dan kepalanya dipaksa mendongak. Ace hanya sempat melihat rambut pirang sebelum bibirnya menabrak sesuatu yang basah dan lembut. Sebuah benda dipaksa masuk di antara celah bibirnya, membuatnya menelannya bersama darah yang tercampur air saliva entah milik siapa. "LUFFY MEMBUTUHKANMU! AKU MEMBUTUHKANMU! KAU TIDAK BOLEH MATI!"

Setelahnya, semua benar-benar gelap.

Luffy dan semua orang yang ada disana memandang tidak percaya.

Seorang gadis entah dari mana tiba-tiba saja datang dan berteriak dan mencium Ace yang sekarat. Lebih lagi, setelah aksi ciumannya, Ace menutup mata dan jatuh—entah sudah mati atau hanya pingsan di pelukan adiknya.

"Luffy, dengarkan aku." Gadis itu beralih menangkup pipi Luffy, menatap lurus-lurus kedalam matanya dengan serius. "Dia akan baik-baik saja. Ace itu kuat. Dia tidak akan mati, oke? Yang terpenting, kita harus pergi dari sini sekarang."

Jubah gadis itu dilepas dan dipakaikan pada Ace, menutupi tubuhnya yang terluka. Lalu setelahnya dia membopong Ace dan menarik Luffy selagi para angkatan laut masih terkejut atas aksinya.

Ivankov dan Inazuma yang melihat gadis itu ikut berteriak, "Kau—kenapa kau bisa ada disini?!"

"Iva-san! Pergilah dengan formasi D! Mereka ada disana!"

Luffy tiba-tiba tersandung dan jatuh, membuat gadis itu berhenti berlari dan dengan panik menghampiri Luffy. "Luffy! Kau tidak apa-apa?!"

"Tidak apa-apa! Pergilah! Bawa Ace!"

"Aku tidak akan meninggalkanmu disini! Kita harus pergi bersama!"

"Dan aku tidak akan membiarkan kalian pergi!" Akainu mendadak muncul dari belakang dan menyerang dengan tinju magmanya. Luffy tidak sempat menghindar karena sudah terlalu lelah.

Jinbei yang melihatnya, langsung menjadikan tubuhnya sebagai tameng. "Awas! Adiknya Ace!"

"LUFFY!" Gadis itu menangkis serangan Akainu sekaligus melindungi Ace di pelukannya. Dia mengeraskan rahang karena tidak mampu membawa dua orang sekaligus.

"Adiknya Ace terluka!" Jinbei dengan tubuh berlubang melindungi Luffy—tapi serangan Akainu tetap mengenai Luffy dan melukai dadanya hingga pingsan.

"Kalian pergilah duluan! Kami akan menahannya!" Ivankov berdiri di depan Akainu bersama Inazuma, melindungi mereka berempat.

Gadis itu baru akan melawan ketika tubuhnya disembur oleh pasir.

"Kau—Crocodile!"

"Pergi!"

Pasir itu melempar Luffy dan Jinbei ke arah Bajak Laut Buggy sedangkan Ace dan gadis itu ke atas es. Mereka sudah dekat dengan lautan. Tapi ini terlalu jauh dari formasi yang sudah gadis itu siapkan sebelumnya. Mereka tidak bisa kabur jika begini terus.

Lalu entah keberuntungan atau memang sudah direncanakan, kapal selam berwarna kuning muncul ke permukaan.

"Oi! Berikan Mugiwara-ya padaku!"

"Haah?! Kenapa aku harus mempercayaimu?!"

"Tsk! Berikan saja! Aku dokter!"

Gadis itu tahu orang itu. Trafalgar Law. Dia terlihat bisa dipercaya, jadi tanpa berpikir lebih jauh lagi, gadis itu melompat dan mendarat di atas kapal selam berwarna kuning itu.

"Berikan mereka padanya!" Teriaknya pada Buggy yang masih ragu-ragu. Lalu dia menoleh pada Law yang menatapnya dingin. "Kupercayakan mereka padamu."

"Aku bisa menyelamatkan Mugiwara-ya dan manusia ikan itu. Tapi untuknya..."

"Dia akan baik-baik saja. Kuyakinkan itu." Gadis itu memberikan Ace pada kru yang ada di sana, lalu membungkuk pada Law setelah Luffy dan Jinbei juga ditangkap oleh salah satu kru Law. "Tolong selamatkan mereka. Aku harus pergi."

"OIII! TANGKAP INI!" Buggy lagi-lagi berteriak, lalu melemparkan benda yang Sabo kenali.

Topi jerami milik Luffy.

"Ka-kapten! Kita harus segera masuk!"

Gadis itu baru saja akan melompat pergi sebelum Law menghentikannya, "tunggu. Siapa kau?"

"Aku?" Gadis itu tersenyum, "Kepala Staff Tentara Revolusi. Hanya itu yang bisa kuberitahukan sekarang." Lalu dia melompat dan mendarat dengan mulus di atas es.

Dia diam disana beberapa saat hingga kapal itu menghilang ditelan lautan.

Setelahnya, dia berbalik dan kembali kedalam peperangan.

"Kenapa kau kembali?!" Ivankov yang kini juga terluka karena Akainu berteriak. Disekelilingnya sudah dipenuhi magma. Akainu ada tidak jauh darinya, siap membunuhnya dengan kekuatan magmanya.

"Aku harus menyelesaikan beberapa urusan!" Balas gadis itu, lalu menyerang Akainu dari udara.

"Khh?!"

"Kau melukai dua saudaraku... karenamu, keduanya hampir mati!" Dia berteriak, lalu berputar dan mendarat tepat di depan Akainu. Tangannya mengepal dan meninju Akainu, lalu sedetik setelahnya tubuh pria itu berlubang.

Pria itu menyeringai, lalu mengepalkan tangan magmanya. "Heh. Kau tahu bahwa seranganmu tidak akan bisa mel—uhuk!" Tiba-tiba saja Akainu batuk darah, membuat para angkatan laut terkejut.

"Kau melukai Luffy dan Ace dengan cara yang sama. Jadi aku membalasnya!"

"!"

Gadis itu menggunakan haki untuk melapisi tangannya dan menyerang Akainu lagi tepat di jantungnya.

"Itu untuk Ace. Dan ini untuk melukai Luffy!" Dia menarik lengannya dan kembali mengepalkan tangan, lalu meninju perut Akainu hingga pria itu terlempar ratusan meter dan jatuh kedalam lautan.

Angkatan laut menjerit.

"Dia membunuh Laksamana Sakazuki!"

"Laksamana!"

"Laksamana Sakazuki terjatuh kedalam lautan!"

"Sabo! Kau tidak apa-apa? Ayo pergi!" Ivankov menarik lengan gadis itu, memanggil dengan nada rendah hingga yang lain tidak bisa mendengar namanya karena keributan perang.

Mereka memanfaatkan situasi yang mulai kacau karena salah satu laksamana jatuh kedalam laut untuk berlari pergi.

Gadis itu bernama Sabo. Kepala Staff Tentara Revolusi. Selama ini tidak ada yang mengetahui nama dan wajahnya. Mereka hanya tahu bahwa Kepala Staff Tentara Revolusi adalah seorang wanita berambut pirang. (Terima kasih pada Dragon yang sering memberinya solo mission. Tidak ada yang tahu wajahnya karena Sabo selalu berhati-hati.)

"JAHAHAHAHAHA! SHIROHIGE!"

Sabo secara otomatis berhenti berlari. Dia melihat kearah Kurohige yang keluar dari balik reruntuhan bangunan. Iblis itu sepertinya bisa keluar dari dalam penjara karena perang yang sedang terjadi.

"Tempat ini akan menjadi kuburanmu!"

Ivankov berbalik, menarik tangan Sabo dan mengajaknya berlari. "Kenapa kau diam?! Ayo pergi!"

"... aku harus membunuhnya..."

"Jangan gila! Bahkan Ace-san tidak bisa membunuhnya!"

"Dia penyebab Ace bisa ada disini. Iva-san pergi saja duluan. Aku akan menyusul." Tangan Ivankov ditepis. Tatapan Sabo lurus pada Kurohige yang kini berhadapan dengan Shirohige.

"Ini bukan saat yang tepat untuk menyerangnya! Ayo pergi! Kenapa kau menjadi seperti ini?!"

"Jangan-jangan dia memberikan inti hidupnya pada Ace-san?!" Inazuma di sebelah Ivankov menebak.

"!"

Semua orang di Revolusioner tahu bahwa tubuh Sabo memiliki keunikan berkat teknik Ryusoken yang dipelajarinya. Dia menjadi tidak mudah sakit, lalu luka seberat apapun pasti akan segera sembuh. Dia juga tidak bisa mati kecuali dipenggal atau inti-nya dihancurkan.

Mereka tadi melihat dengan jelas bahwa Sabo mencium Ace tepat sebelum pemuda itu jatuh pingsan. Jadi kemungkinan besar, pada saat itu Sabo mentransfer intinya pada Ace untuk menyelamatkannya.

Sayangnya, karena inti hidup ini berpindah, Sabo menjadi sedikit kehilangan rasionalitas dan pengendalian emosinya. Itu terbukti dari terbunuhnya Laksamana Sakazuki dan keinginan Sabo untuk membunuh Kurohige saat ini.

"Berhenti! Ayo pergi! Kau juga terluka karena melawan Laksamana! Jangan nekat!"

"Dia akar masalah yang harus dimusnahkan sebelum berada diluar kendali. Aku tetap akan pergi dan membunuhnya." Setelahnya, dia berlari dan menerjang pasukan angkatan laut yang menghalangi jalannya.

Ivankov tidak bisa menghentikannya. Terutama karena dia dan teman-temannya juga terluka. "Ayo pergi! Dia akan baik-baik saja! Kita harus menemui mereka dan menyelamatkan Kepala Staff!"

Di sisi lain, Shirohige yang sudah bertukar pukulan beberapa kali dengan Kurohige hampir ikut menyerang Sabo saat gadis itu mendadak melompat kesampingnya.

"Kau gadis yang membawa anakku pergi." Ujarnya. "Jangan menganggu pertarungan kami."

Sabo hanya tersenyum, setengah wajahnya tertutup topi dan rambut pirang yang kini berantakkan. "Aku juga memiliki urusan dengannya."

"Jahahaha! Bukankah ini tidak adil? Dua lawan satu! Ha! Shirohige ternyata benar-benar penge—"

BRAKKK!

Sebelum Kurohige menyelesaikan ucapan atau menyadarinya, Sabo sudah meninju perutnya keras-keras menggunakan haki dan ryusoken hingga terlempar. Sama seperti saat dia mengalahkan Akainu tadi.

"Suaramu menyakiti telingaku. Bisakah kau tidak tertawa?"

Kurohige memuntahkan seteguk darah, memandang Sabo dengan marah. Dia mencoba berdiri hanya untuk terjatuh lagi. Pertarungannya dengan Shirohige sebelumnya sudah menyakiti tubuhnya. Kali ini ditambah pukulan menyakitkan dari seorang gadis tanpa buah setan membuat beberapa organ dalamnya hancur.

Kru Kurohige yang ikut bebas mencoba menembak Sabo, namun gadis itu bisa menghindari semua serangan mereka.

"Seperti yang dikatakan. Walaupun kau logia, tubuhmu tetap tidak bisa menahan serangan fisik." Sabo menarik potongan pipa besi di punggungnya, lalu melangkah mendekat. "Kalau begitu, aku hanya perlu memukulimu sampai mati, kan?"

"!"

"Shirohige-san," Gadis itu menoleh sedikit, "biarkan aku membalaskan dendam Ace." Lalu dia melanjutkan langkah ke arah Kurohige yang masih mencoba untuk berdiri.

Karena usahanya untuk berdiri gagal, Kurohige mulai merangkak mundur. Ketakutan terlihat jelas di wajahnya. Dia berusaha mencegah Sabo mendekatinya dengan menggunakan kekuatan buah iblisnya, tapi itu semua pun berhasil dihindari Sabo.

Saat Sabo sudah menjadi semakin dekat, Kurohige memaksakan diri untuk membuat bayangan gelap di kaki mereka. Bayangan yang sama dengan yang dia gunakan untuk menghancurkan satu kota di pulau Banaro.

Sabo menghindar dan melompat ke atas burung gagak yang tiba-tiba saja sudah berada di atas mereka.

Kurohige mendecih, dia mencoba menyerang dengan bayangan-bayangannya, tapi gagak itu terlalu gesit dan dia sudah kehabisan banyak tenaga.

Shirohige tidak tinggal diam. Melihat fokus Kurohige yang teralihkan, dia ikut menyerang menggunakan Murakumogiri. Tapi kru Kurohige menyadari serangannya itu dan balas menembakinya.

"Ayah!"

Shirohige sudah siap dengan tembakan itu, tapi tanpa disangka tembakan-tembakan itu tidak mengenainya sama sekali seakan tidak pernah terjadi. Karena di depannya, Sabo berdiri dengan tangan membentuk pose defensif.

Kru Kurohige terkejut. Mereka tidak menyangka serangan mereka akan ditangkis dan gadis yang tadinya masih ada di atas gagak mendadak sudah ada di depan mereka.

"Kalian menganggu." Gumam Sabo, lalu berlari dan menghancurkan senjata mereka.

"Sejak kapan—?!" Fokus Kurohige terpecah. Di satu sisi dia harus menghindari serangan Shirohige dan disisi lainnya dia harus menangkap gagak yang bergerak gesit di atas kepalanya. Pertahanannya jadi terbuka lebar dan ini dimanfaatkan Sabo untuk menyerangnya dari belakang.

"Dragon's Breath."

Kurohige kali ini tidak terlempar karena Sabo menekan tinjunya hingga berbelok menuju tanah. Tidak sampai sedetik, tanah di sekitar mereka retak parah dan Kurohige lagi-lagi memuntahkan darah.

"Tidak seperti Ace, aku bukanlah pengguna buah iblis. Rasa sakit akibat pukulan sudah biasa bagiku. Jadi percuma saja kau mencoba balas memukulku." Sabo berjongkok, bibirnya membentuk senyuman sadis dan tangannya sudah mengepal, siap memukul Kurohige untuk kesekian kalinya. "Lagipula, tinjuku ini bahkan bisa menghancurkan besi."

Belum sempat Kurohige merespon, Sabo sudah menghantam perutnya dengan kedua tangan. Pukulannya itu membuat sekeliling mereka rusak semakin parah.

"Aku akan memberimu kematian yang cepat. Bagaimana menurutmu?" Tangan Sabo beralih mencengkram kepala Kurohige, menekan jari-jarinya hingga tengkorak Kurohige retak.

Pria itu menjerit dan meronta, mencoba melepaskan diri. Dia bahkan memakai lagi kekuatan buah iblisnya untuk menyerang Sabo. Tapi perutnya lagi-lagi dipukul. Tidak sesakit sebelumnya, tapi cukup untuk membuatnya tidak bisa bernapas dan membuat tubuhnya lemas.

"Selamat tinggal, brengsek." Dengan senyuman kejam di bibir, Sabo menghancurkan tengkorak Kurohige.

Jeritan kesakitan Kurohige menjadi akhir dari hidupnya.

Angkatan laut dan bajak laut yang melihat itu merinding. Mereka tidak bisa membayangkan bagaimana rasa sakit yang dialami Kurohige. Kru-nya yang melihat bagaimana cara kapten mereka terbunuh mulai mengeraskan rahang dan menyerang Sabo bersama-sama.

Tapi Shirohige menghentikan mereka dengan Murakumogiri. Pria itu berdiri di sebelah Sabo, melirik mayat Kurohige dan bergumam pelan. "Dia mati terlalu cepat."

Sabo yang mendengarnya tertawa. "Kurasa penyiksaan yang kuberikan sebelum dia mati kurang menyakitkan."

"Dia sudah mati. Itu sudah cukup." Shirohige memejamkan mata dan mendengus. "Mundur! Tujuan kita sudah tercapai sejak tadi!"

Mendengar perintah dari kapten mereka, kru Shirohige bersorak. Beberapa dari mereka masih bertarung dengan angkatan laut, beberapa yang lainnya membantu yang terluka.

Angkatan laut yang mendengar perintah Shirohige langsung menerjang bersamaan. Tentu saja mereka tidak akan membiarkan salah satu Yonko pergi dengan mudah. Mereka juga mengincar gadis misterius yang sudah membunuh Sakazuki dan Kurohige.

Sayangnya, Sabo sudah berlari ke arah lautan lebih dulu.

"Dia menuju ke arah lautan! Kejar dia!"

"Disana tidak ada kapal! Dia akan terpojok!"

Dengan cepat angkatan laut mengepungnya dari segala arah. Hanya ada lautan di depannya dan dibelakangnya penuh dengan angkatan laut.

"Marco!" Melihat gadis yang sudah membunuh Kurohige terpojok, Shirohige memanggil Marco dan menyuruhnya menyelamatkan gadis itu.

Tapi gadis itu hanya menyeringai, lalu melompat kedalam lautan begitu saja. "Selamat tinggal!" Teriaknya sebelum tercebur kedalam lautan.

.

.

.

Hal pertama yang Luffy lihat adalah langit-langit yang asing baginya. Seluruh tubuhnya sakit dan—dimana Ace?

Anak itu memaksakan tubuhnya bergerak dan melepas alat-alat yang terpasang di tubuhnya. Dia tidak peduli akan rasa sakit yang hadir. Yang terpenting adalah saudaranya!

"A—"

"Mugiwara-ya, kau ingin kemana?" Sebuah suara terdengar diikuti sosok bertopi bulu bercorak yang tertangkap pengelihatan. "Aku tidak mau merawat lagi kalau sampai lukamu terbuka."

Melihat orang yang dikenalnya, Luffy langsung melompat turun dan berlari. "To-torao! Ace! Dimana Ace?!"

Law menahan kedua bahu Luffy yang tegang, lalu melihat ke pojok lain ruangan itu. "Tenang. Dia ada disana."

Luffy langsung menoleh dan melihat Ace sedang terbaring dengan infus dan kantung darah yang menancap di lengannya. Di dadanya ada perban, begitupun lengannya. Napasnya terdengar teratur seiring dengan dadanya yang naik turun.

'Di-dia hidup.. dia masih hidup...' Dengan cepat mata Luffy terasa panas. Air mata mulai membanjiri pelupuknya dan dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis. Dia mendekat dan memegang lengan Ace era-erat. "A-ace... hiks... Ace..."

"Kau harus istirahat. Dia baik-baik saja. Kau juga terluka."

"U-un... hiks... To-torao... terima-hiks-kasih... hiks.."

Law menarik napas dan membuangnya, "aku tidak melakukan apapun. Berterima kasihlah pada perempuan berambut pirang yang mengaku sebagai Kepala Staff Tentara Revolusi. Dia yang menyelamatkan kalian."

Seakan tersadar, Luffy berkedip, lalu mengusap air matanya. Dia ingat ada gadis yang tiba-tiba saja mencium Ace dan berteriak padanya. Lalu dia membawa Ace dan menariknya pergi. "A-ah! Dia! Kalau begitu dimana dia?!"

"Dia tidak ada disini."

"Eh? Apa maksudmu?! Dia tidak ada disini?! Lalu dimana dia?!"

"Dia sudah mati."

"Eh?"

"Dia sudah mati." Ulang Law, "begitupun kau dan dia. Kalian sudah mati. Dunia menganggap kalian sudah mati."

"Torao! Jangan bercanda!"

"Aku tidak bercanda. Dunia menganggap kalian sudah mati. Tapi melihat kenyataan bahwa kalian sebenarnya masih hidup, kemungkinan perempuan itu juga masih hidup di suatu tempat." Law menepuk bahu Luffy, seakan tahu anak itu tidak akan menuruti permintaannya untuk kembali beristirahat. Yah, Luffy memang suka seenaknya sendiri sejak awal mereka bertemu. "Aku akan keluar. Panggil aku jika ada sesuatu."

"Baiklah! Terima kasih ya, Torao!"

Setelah Law keluar, Luffy memandang Ace yang masih tertidur—mengabaikan tubuhnya sendiri yang masih sakit. Dia mencoba mengingat wajah gadis yang menolong mereka sehingga dia bisa berterima kasih saat mereka bertemu nanti. Tapi saat itu Luffy terlalu cemas dengan keadaan Ace hingga hanya mengingat mata biru dan rambut pirang panjang.

Mengingat hal yang telah terjadi, mendadak Luffy sadar bahwa dia masih sangat lemah. Kalau saja gadis itu tidak datang, Ace pasti sudah mati sekarang. Ace juga terluka karena melindunginya yang lemah.

Bagaimana caranya melindungi nakamanya nanti jika melindungi satu orang saja Luffy tidak mampu?

"... Lu... ffy..."

Mendengar namanya dipanggil, Luffy langsung mendongak dan bertatapan dengan Ace yang baru saja membuka mata.

"A-ace! Kau sudah sadar?! Tunggu sebentar! Aku akan panggil Torao!" Luffy baru akan berbalik saat tangannya ditangkap. Ace menggeleng pelan, membuat Luffy kembali berlutut di sebelahnya. "Kau baik-baik saja?"

Tangan Ace terangkat dan mengusap kepala Luffy, tatapannya dalam. "Kau terluka. Kenapa berlutut...?"

Menerima perlakuan itu, Luffy kembali menangis. "Ace bodoh! Kenapa kau melakukannya!? Kau bisa saja mati! Hueeeee!"

Ace hanya diam dan mendengarkan tangisan Luffy. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Lagipula, sebelumnya dia benar-benar yakin bahwa dia akan mati. Tapi ternyata dia selamat dan sekarang Luffy menangis dengan tubuh penuh luka di sampingnya.

"Untung saja... hiks... gadis itu menyelamatkanmu... hiks... kau itu saudaraku satu-satunya! Kenapa kau semudah itu-hiks-memberikan nyawamu?!"

'Gadis yang menyelamatkanku...?' pikir Ace, mencoba mengingat hal yang terjadi sesaat sebelum dia kehilangan kesadaran. 'Ah, dia yang berteriak padaku dan memaksaku menelan benda aneh?'

"Hueeee! Ja-jangan lakukan hiks itu lagi! Ka-kau bisa... kau bisa mati!"

Biar bagaimanapun, Luffy tetap tidak bisa melupakan gambaran saat Ace menjadikan tubuhnya tameng untuk melindunginya. Dia tidak bisa melupakan saat Ace sekarat dan diambang kematian karena ulahnya.

Ace menarik tangannya dari rambut Luffy dan berusaha untuk bangun, "maafkan aku. Jangan menangis, Lu."

"Bagaimana hiks aku tidak menangis?! Ka-kau hueeeee!"

Dengan tubuhnya yang penuh luka seperti itu, Luffy tetap menangis histeris. Mungkin dia terkena PTSD? Dan kenapa tidak ada seorangpun yang datang untuk memeriksa mereka?

Setelah berhasil bangun dengan susah payah, Ace menarik Luffy dan memeluknya. Menggumamkan permintaan maaf berkali-kali. Dia membiarkan Luffy menangis hingga kelelahan dan jatuh tertidur lagi. perban di dadanya mulai berbintik merah. Mungkin lukanya terbuka lagi.

"Kau sudah bangun, Portgas-ya." Seorang pria datang dan memindah Luffy dengan mudah menggunakan kekuatannya. Ace mendadak sadar bahwa dia berada di ruangan aneh dengan alat-alat aneh. Kenapa mereka bisa ada disini?

"Kau.."

"Trafalgar Law. Kalian ada di dalam kapalku."

Ace tidak mengatakan apapun lagi walaupun banyak pertanyaan yang berputar di pikirannya.

"Sekarang kita sedang berada di Amazon Lily. Keluarlah jika kau ingin."

Suasana canggung mulai mengudara. Ace tidak tahu harus mengatakan terima kasih atau bertanya lebih jauh sedangkan Law tidak tahu harus mengucapkan apa lagi. Dia hampir pergi saat Ace mendadak membuka suara.

"Kau yang menyelamatkan kami?"

"Bukan. Walaupun aku tidak menolak kenyataan membawa kalian kabur dengan kapalku."

"Gadis itu?" Tebak Ace. Dia ingat Luffy menyebut gadis pirang yang menyelamatkannya.

"Mm."

"Siapa dia? Apa dia juga ada disini?"

"Tidak. Dia pergi begitu mempercayakan kalian padaku. Aku juga tidak tahu namanya. Perempuan itu hanya memerkenalkan diri sebagai Kepala Staff Tentara Revolusi."

"Kepala Staff Tentara Revolusi? Kenapa revolusioner ada di Marineford? Tunggu! Sudah berapa hari aku tidak sadarkan diri?!"

"Tiga hari. Perang sudah berakhir tiga hari yang lalu. Lebih lengkapnya kau baca saja di surat kabar." Law melemparkan surat kabar di tangannya pada Ace, lalu dia berbalik pergi. "Aku akan memberitahu Jinbei dan yang lain bahwa kau sudah sadar."

Ace mengambil surat kabar yang dilempar Law dan mulai membacanya. Isinya berita besar yang terjadi tiga hari yang lalu.

Postgas D Ace sudah mati, begitupun kapten yang menyebabkan kekacauan, Monkey D Luffy. Foto mereka ada di sana. Kematian seorang laksamana yang gagah berani, Sakazuki, melawan bajak laut hingga akhir hayatnya, juga kematian Marshall D Teach.

"Apa?!" teriak Ace tanpa sadar. Dia membaca lagi berita itu berulang-ulang dan tetap tidak bisa mempercayai apa yang terjadi. Yah—dia tahu pasti ada beberapa hal yang ditutupi—tapi Teach dan Akainu mati? Ini benar-benar sebuah berita besar yang hampir mustahil untuk dipercayai.

Yang membunuh mereka adalah seorang gadis berambut pirang yang tidak diketahui nama maupun asalnya. Di akhir perang, gadis itu terpojok dan terbunuh. Mayatnya jatuh kedalam laut dan hilang terseret arus laut.

Foto gadis itu juga ada di surat kabar, tepat dibawah foto miliknya. Sayangnya wajah gadis itu tidak terlihat sepenuhnya karena tertutup oleh topi dan rambut.

Dia harus bertanya kejadian lengkapnya pada Shirohige. Mayatnya tidak ditemukan, jadi kemungkinan dia selamat, sama seperti mereka.

Dilepasnya infus dan kantung darah, lalu mengusap kepala Luffy beberapa saat dan merapikan selimutnya sebelum keluar dari ruangan penuh alat-alat aneh itu.

Ace harus berputar-putar beberapa kali hingga mencapai pintu keluar dan menghirup bau lautan bercampur aroma segar hutan.

"Serius! Bisakah kau tidak melepas infus dan kantong darah begitu saja?! Kapten sudah bermurah hati merawatmu!" Seseorang dengan topi bertuliskan PENGUIN melihatnya dan langsung menghampirinya sambil marah-marah. "AAH! Kapten!"

Trafalgar Law terlihat di pinggir tebing, disebelahnya ada pria tua berambut putih dan beruang putih.

"Penguin, masuk dan perbaiki infus Mugiwara-ya. Shachi, bantu Penguin."

"Baik kapten!" Seorang lagi datang dan sedikit berlari sebelum mendarat di haluan kapal. Lalu mereka berdua masuk kedalam.

Ace mendongak, lalu melangkah beberapa kali dan melompat ke atas tebing rendah di depannya.

"Aku terkejut kau sudah bisa berjalan tegak dan melompat seperti itu. Padahal dari yang kudengar, lukamu sangat parah."

"Oh, aku tidak merasakan apapun selain lapar dan kelelahan. Rasanya aku baik-baik saja." Balas Ace, mencoba menggerakkan lengan kanannya yang terluka dan tidak merasakan apapun. Padahal seharusnya disana luka yang disebabkan Akainu.

Law menatapnya lurus-lurus, "Portgas-ya, lepaskan perban di lengan kananmu."

Ace menatapnya sebentar, lalu membuka perban yang membalut lengan kanannya.

"!"

"Sudah kuduga. Lukanya sudah sembuh."

"Apa maksudnya itu?"

"Aku sudah memeriksa tubuhmu sebelumnya. Dan aku menemukan sesuatu." Ucapan Law membuat yang lainnya menatap mereka penasaran. "Di jantungmu ada sebuah mutiara. Tapi itu bukan mutiara biasa. Setelah kuperhatikan lagi, itu inti kehidupan seseorang."

"!"

"Inti kehidupan seseorang...?"

"Gadis itu seorang pengguna Ryusoken ya? Sepertinya dia mentransfer inti kehidupannya untuk menyelamatkanmu, putra Roger." Pria tua dengan kacamata bulat yang dari tadi memperhatikannya berkomentar.

Ace sudah tidak kaget dengan panggilan itu. Toh identitasnya sudah ketahuan sejak dia akan di eksekusi. Tapi.. "pengguna Ryusoken?"

"Itu adalah teknik dimana penggunanya bisa bertarung dan hidup seperti naga. Biasanya jari-jari mereka akan sangat kuat dan bahkan mampu menghancurkan tengkorak manusia. Kabarnya, mereka yang sudah mencapai teknik tertinggi akan membentuk inti kehidupan didalam tubuhnya."

"Jadi maksudmu, dia mentransfer inti kehidupan miliknya untuk menyelamatkanku?! Lalu apa yang terjadi jika inti kehidupannya ditransfer seperti itu?!"

Pria tua itu menggeleng, "aku tidak pernah mendengar itu terjadi. Sepanjang aku berpetualang dengan Roger, kami memang beberapa kali bertemu dengan pengguna Ryusoken. Tapi tidak ada yang sampai memindahkan inti kehidupannya pada orang lain."

"Tunggu! Kau kenal raja bajak laut?!"

"Hmph, aku tangan kanannya, Meio Rayleigh. Dulu dikenal dengan julukan the dark king." Dia tersenyum, "tapi itu dulu. Sekarang aku hanyalah pria tua biasa."

Rahang Ace mengeras. Dia membenci ayah biologisnya dan dia tidak suka berhubungan dengan apapun yang menyangkut Gold D Roger. Yang bisa menjadi ayahnya hanya Edward Newgate!

"Nah, aku tahu kau membencinya dan aku tidak mempermasalahkan itu. Daripada itu, bagaimana jika kau makan dan mengisi tenagamu? Karena aku berniat melatih kalian berdua."

"Melatih?"

"Itu jika kalian mau. Aku tidak akan memaksa."

"Hah?! Apa maksudnya?!"

Tapi Rayleigh tidak mengatakan apapun lagi dan hanya tertawa melihat reaksi Ace. Jinbei yang baru saja datang dengan semangkuk sup di tangan memperhatikan mereka. Sedangkan Law dan beruang kutubnya sudah lebih dulu pergi dari sana.

"Haah! Lupakan! Bisakah aku makan sekarang? Aku lapar!" Ace memegang perutnya yang mulai berbunyi. Dia tidak bisa makan dengan baik saat di Impel Down dan sudah tiga hari kehilangan kesadaran. Sekarang dia merasa sangat kelaparan hingga rasanya akan mati lemas. "Oh dan apakah ada yang memiliki denden mushi? Aku ingin mengabari Moby Dick."

"Makanan ada di sana. Dan Ace-san bisa meminjam denden mushi dari orang-orang di Amazon Lily ini. Aku yakin mereka akan membantu."

"Yosh! Pertama-tama aku akan makan lebih dulu!"

.

.

.

Pada akhirnya Ace dan Luffy menerima tawaran dari Rayleigh. Mereka berdua sadar bahwa mereka terlalu mengandalkan kekuatan buah iblis dan masih terlalu lemah untuk melindungi satu sama lainnya.

Sebelum mereka pergi ke Pulau Rusukaina untuk belajar 3 bentuk haki, Ace sudah menghubungi Moby Dick dan menjelaskan situasinya. Dia juga mendapat informasi tambahan tentang ciri-ciri gadis yang menyelamatkan mereka dan apa yang sebenarnya terjadi. Marco mengatakan bahwa Shirohige baik-baik saja, dan gadis yang menyelamatkan mereka kemungkinan masih hidup karena dia bukan pengguna buah iblis.

Jadi setelah satu setengah tahun berada di bawah pelatihan Rayleigh bersama Luffy dan setengah tahun berlatih tambahan dengan sparring setiap hari bersama Luffy dan hewan-hewan di Pulau Rusukaina, Ace kembali ke Moby Dick. Dia menemui Shirohige dan kemudian mulai mencari jejak Tentara Revolusi.

Marco dan yang lain sepertinya sudah memprediksi hal ini, jadi selama dua tahun kepergiannya, mereka mulai mengumpulkan jejak Tentara Revolusi dan mengawasi pergerakan mereka dari jauh.

Tapi tetap saja mereka tidak bisa menemukan markas Tentara Revolusi dan hanya bisa menemukan jejak saat mereka beraksi. Dan ada informasi tambahan yang mereka dapat. Kepala Staff Tentara Revolusi masih hidup dan pernah terlihat di sekitar Pulau Broc Coli satu tahun yang lalu. Dia seumuran dengan Ace, memiliki mata biru, ada bekas luka di bagian kiri wajahnya dan dulunya dia pernah terlibat insiden dengan salah satu Tenryuubito.

Tidak ada informasi lebih jauh mengenai itu, membuat Ace semakin penasaran.

Sekarang, dia sedang berada di sekitar Pulau Mystoria dan akan berlayar menuju Dressrosa. Sudah hampir dua bulan sejak dia kembali, tapi dia sama sekali belum bisa menemukan revolusioner yang dicarinya dan hanya mengandalkan informasi di sekitarnya.

Ace tidak menyerah, tentu saja. Dia memiliki hutang nyawa dan inti kehidupan gadis yang menyelamatkan mereka masih ada di dalam tubuhnya. Dia hanya ingin segera mengembalikannya pada pemilik aslinya dan jika bisa—berbicara dengannya. Bagaimanapun, Ace merasa gadis itu memiliki hubungan dengannya. (Jika tidak, orang gila mana yang akan memberikan inti kehidupannya pada sembarang orang dan datang di tengah-tengah perang hanya untuk menyelamatkannya?)

Bruk.

Saat sedang asik berpikir setelah membeli makanan, seseorang berjubah tidak sengaja menabrak Ace.

"Ah, maaf. Aku terlalu fokus dengan pikiranku." Dari suaranya, Ace bisa memastikan bahwa yang menabraknya adalah seorang perempuan. Dia lebih pendek beberapa senti dari Ace dan kepalanya tertunduk hingga Ace tidak bisa melihat wajahnya.

"Tidak apa-apa." Balas Ace. Sedikit membungkuk pada gadis yang menabraknya.

"Sa-chan, kau bicara dengan siapa? Kau bertemu seseorang?" Denden mushi yang ada di tangan gadis itu bersuara. Sepertinya dia sedang menelfon seseorang.

"Tidak. Aku tutup dulu, setelah ini aku akan menyusul kalian."

"Kau sudah tahu lokasinya kan? Ingat! Jangan membuat masalah! Kita di Dressrosa hanya untuk memastika—"

Bep bep bep...

Tanpa mendengarkan perkataan temannya hingga selesai, dia mematikan denden mushi itu begitu saja. Lalu dia melirik Ace beberapa saat dari balik bayangan tudung jubah yang dipakainya sebelum melangkah pergi.

"Hiken no Ace." Gumaman pelannya masih bisa tertangkap pendengaran Ace, membuat pemuda itu mengerutkan kening. Sudah lama dia tidak mendengar panggilan itu dari orang lain. "Aku senang kau baik-baik saja."

"!" Ace langsung menoleh, tapi gadis itu sudah menghilang. "Huh? Kemana dia?"

Dia merasa familiar dengan nada itu. Tapi dia tidak ingat kapan dan dimana.

'Lupakan. Aku harus pergi ke Dressrosa sekarang. Luffy juga akan ada di sana.' Pikir Ace. Dia tidak sabar ingin bertemu dengan adiknya itu. Seharusnya sekarang Luffy sudah memulai lagi petualangannya dan mengingat sifat adiknya itu, pasti ada sesuatu di Dressrosa. Terutama karena dia mulai membentuk aliansi pertamanya dengan Trafalgar Law.

Tanpa sadar, Ace sudah sampai di ujung dermaga, tempat dimana Striker miliknya berlabuh. Benda itu mulai memerlukan perawatan karena Ace memakainya terus menerus. Tapi ini Ace. Mana peduli dia dengan keadaan Striker satu-satunya?

"Luffy, aku datang!" teriaknya sambil menggunakan kekuatan buah iblisnya untuk menyalakan Striker.

.

.

.

Dressrosa adalah kerajaan yang unik. Hanya di sanalah tempat dimana mainan-mainan bisa bergerak sendiri dan berbicara. Mereka bisa bertindak sendiri seolah-olah memiliki pikiran. Kerajaan ini dipimpin oleh Donquixote Doflamingo, kapten bajak laut Donquixote sejak 10 tahun yang lalu. Dia juga seorang shichibukai.

Sekilas, Dressrosa terlihat seperti kerajaan makmur dengan ratusan mainan hidup. Tapi dibalik itu semua pastinya ada sesuatu yang disembunyikan.

Revolusioner mendapat informasi bahwa Doflamingo melakukan transaksi penjualan senjata illegal untuk memperparah perang di pulau-pulau lain. Sebagian dari mereka sudah menyusup masuk lebih dulu untuk mencari beberapa informasi tambahan. Sebagian lainnya menyusul masuk diam-diam melalui informasi yang sudah didapat.

Sabo tiba di dermaga Dressrosa saat pagi hari dengan kapal barang. Diam-diam dia sudah mengecek barang-barang disana dan tidak ada yang salah dari barang-barang itu. Tapi mereka juga pasti tidak semudah itu membiarkan senjata-senjata illegal mereka diangkut bersama orang-orang asing.

"Aku ingin tahu apakah Ace juga akan berada disini..." Gumamnya tanpa sadar saat berjalan-jalan di tengah kota yang penuh keceriaan.

Pertemuan tidak sengajanya dengan Ace kemarin di Pulau Mystoria membuatnya penasaran. Dia tahu bahwa Shirohige dan anak-anaknya yang lain memantau kegiatan revolusioner sejak Sabo menyelamatkan Ace dan Luffy. Terutama saat berita bahwa dia masih hidup tersebar. Salah satu komandan divisi dari Shirohige langsung menemuinya terang-terangan. (Untungnya dia berhasil kabur karena masih memiliki misi dari Dragon dan tidak sempat bersantai.)

Sabo juga tahu bahwa Ace mulai mencarinya sejak kembali bersama Luffy dua bulan yang lalu. Dia ingin menemuinya dan memeluk mereka, tapi saat ini bukanlah waktu yang tepat. Misinya masih menunggu—dan mungkin saat masalah di Dressrosa selesai, Sabo akan menemui Ace dan juga Luffy.

"Oh, Sa-chan." Koala menyapa sambil membaca majalah yang ada. Di depannya ada semangkuk sup melon merah yang terlihat lezat. Ada nasi goreng, sup labu merah, dan steak yang Sabo yakin itu untuknya. "Kapan kau datang?"

"Pagi ini. Dengan kapal barang." Balas Sabo. Dia mengambil Dress Shrimp Paella yang baru saja datang dan langsung memakannya. Terima kasih pada Koala yang memesannya. Dia bisa langsung sarapan sekaligus makan siang yang terlalu awal. "Enakk!"

"Hei, kau dengar?"

Sabo menelan makanannya lebih dulu sebelum menjawab temannya itu. "Iya aku dengar. Jadi bagaimana situasinya?"

"Yang terpenting, kau harus bayar sendiri makananmu. Aku kan cuma pesan sup untuk diriku sendiri."

"Uhuk-uhuk!"

Koala tidak peduli dengan Sabo yang tersedak. Dia melanjutkan dengan ringan, "sepuluh tahun yang lalu raja Dressrosa berganti dari raja Riku menjadi Doflamingo. Kau sudah tahu kan?"

"Menurut cerita resminya, raja Riku membuat kekacauan di negrinya sendiri dan akhirnya kerajaannya jatuh ke tangan Doflamingo. Namun pada era raja Riku tidak ada rumor mengenai penyeludupan senjata, maupun penjualan ilegal. Itu artinya... ada kemungkinan besar kalau Doflamingo menyembunyikan sesuatu."

"Silahkan dinikmati! Rose Pasta Tinta Gurita yang baru matang ini!" Sebuah boneka menginterupsi pembicaraan mereka, memberikan pesanan lainnya pada mereka. Sebenarnya berapa banyak yang Koala pesan? Apa dia mau menguras kantung Sabo dengan makanannya sendiri?!

Setelah boneka pelayan itu pergi, Koala melanjutkan informasinya. "Tiga orang Ekskekutif keluarga Doflamingo adalah pemakan buah iblis. Pemakan buah Hira Hira, Diamante. Pemakan buah Ishi Ishi, Pica. Pemakan buah Beta Beta, Trebol. Dan ada para petarung hebat lain yang menjadi anggota keluarganya. Dari semua itu, yang paling berbahaya adalah gadis bernama Sugar. Kita tidak memiliki informasi mengenai penampilannya, tapi dia mampu mengubah manusia menjadi mainan dengan kekuatan buah Hobi Hobi miliknya."

"Eh? Mengubah manusia menjadi mainan?!" Sabo nyaris saja tersedak lagi. Untungnya dia bisa langsung menelan semua kunyahannya kali ini. "Jadi para mainan itu..."

"Manusia yang telah menjadi mainan sepertinya akan membuat ingatan orang yang dia kenal menjadi hilang. Dibalik pemandangan yang menyenangkan ini terdapat kegelapan yang begitu kelam."

"Jadi ini perbuatan Doflamingo ya?"

"Benar. Anak wanita dari raja Riku juga ada yang menjadi anggota keluarga Doflamingo."

"Anak wanita raja Riku? Apa maksudmu?"

"Aku tidak tahu kenapa bisa begitu. Namanya adalah Violet. Dia bisa melihat segalanya, pemilik kekuatan penglihatan super."

"Penglihatan super? Dia juga berbahaya."

"Sampai sekarang kekuatan itu masih belum memberikan gangguan pada operasi kita. Raja Riku juga memiliki seorang cucu bernama Rebecca. Dia menjadi gladiator di Colosseum."

"Cucu seorang raja menjadi gladiator? Lalu apa kau sudah mendapatkan petunjuk dimana tempat mereka memproduksi senjata?"

"Mengenai itu, masih belum ada petunjuk sama sekali. Aku melihat kapal yang kuyakin merupakan kapal perdagangan berlabuh di pulau ini pada malam hari. Tapi pagi harinya kapal itu sudah menghilang. Kemungkinan ada sebuah pelabuhan di dalam kota ini."

"Pelabuhan bawah tanah?"

"Mungkin saja. Ada beberapa lokasi yang belum kuperiksa karena pengamanannya ketat sekali. Istana kerajaan dan Colosseum."

"Colosseum? Mencurigakan. Malam ini ayo kita periksa tempat itu."

Koala tertawa kecil, "aku sudah menduga kau akan mengatakan itu. Sebenarnya, Hack sudah menyusup kesana. Dia bilang dia mengikuti kompetisi pertarungan yang diadakan Doflamingo. Aku yakin sekarang dia sedang pemanasan."

Sabo menelan gurita yang tersisa bulat-bulat. Lalu mengambil air dan membersihkan sekitar mulutnya yang penuh sisa makanan. "Kalau begitu, aku akan kesana sekarang. Apa kau bisa mencari informasi lain tentang pelabuhan bawah tanah itu?"

"Tentu. Tapi jangan lupa membayar sendiri makananmu itu ya."

Hanya dengusan pelan yang diberikan Sabo.

Mereka lalu berpisah dan Sabo memanfaatkan kesempatan ini untuk melihat-lihat di sekeliling kota.

Sekilas tidak terlalu terlihat, tapi lama-lama Sabo sadar bahwa penjaga di kota ini terlalu banyak. Prajurit juga ada dimana-mana. Dia melirik kanan kiri, bertindak seolah sedang menikmati keceriaan kota.

'Sudut disana lebih sepi dan di samping kiri ada mainan yang terus melihat kearah sana. Mencurigakan sekali.' Sabo baru akan melangkah ke sudut ketika mendengar suara yang dikenalnya.

"Lu! Hey! Ini kau kan?!"

"Ohhh! Kau juga ada disini?!"

"Tentu saja! Aku mendengar kau akan kemari, jadi aku datang untuk melihatmu! Kau sama saja dengan yang dulu! Dan apa-apaan kumis itu?!"

"Jangan tertawa! Ini kumis yang bagus tahu!"

Disana, Ace tertawa dengan Luffy di pelukannya. Mereka terlihat baik-baik saja. Ace dengan kemeja norak warna oranye dan bunga merah, dan Luffy yang memakai kemeja sama noraknya warna biru gelap dan bunga matahari. Di bibirnya terdapat kumis warna putih yang Sabo yakin itu palsu.

Mereka berdua sama-sama tidak memakai kemeja itu dengan benar. Seolah-olah mereka ingin memamerkan bekas luka dari perang yang hampir merengut nyawa mereka dua tahun yang lalu. Yah, mereka berdua memang tidak pernah peduli dengan cara berpakaian. Tolong ingatkan Sabo bahwa sebelum ini Ace juga selalu topless kemana-mana.

Sabo menatap mereka beberapa saat dan pergi sebelum mereka menyadarinya.

'Takdir kah? Kita bertiga sama-sama berada di pulau ini... sepertinya pertemuan kita akan jadi lebih cepat. Ace, Luffy.'

Ace entah bagaimana menyadari tatapan lain dari seseorang di sekitar mereka. Dia langsung menghentikan usapannya pada rambut Luffy dan mengedarkan pandangan. Kebanyakan orang-orang berbisik karena mereka baru saja membuat keributan. Tapi bukan tatapan mereka yang Ace maksud.

"Ace? Ada apa?"

"Aku merasa ada yang memperhatikan kita."

"Eh? Siapa?"

"Tidak tahu. Ngomong-ngomong, dimana Torao? Bukannya kau kesini bersamanya?"

"Kami berpisah! Dia sedang mencoba bernegosiasi dengan angkatan laut dan Mingo! Aku disuruh memantau kota saja! Cih, tidak seru!" Luffy cemberut, lalu menatap Ace lagi. "Ngomong-ngomong, apa kau sudah berhasil menemukan gadis itu?"

"Belum. Tapi aku mendengar rumor kalau mereka akan datang kemari karena Doflamingo menyembunyikan sesuatu."

"Benarkah?! Yosh! Ayo kita cari dia!"

"Oi, mana bisa semudah itu?!"

Luffy hanya tertawa lebar, "itu mudah! Ayo tanya pada paman di restoran!"

"Kau hanya lapar kan?!"

"Shishishi, Ace memang tahu apa maksudku!"

Ace baru saja akan menjitak kepala Luffy saat sebuah mainan bergerak ke arah mereka. Mainan itu kehilangan salah satu kakinya dan hanya bisa melompat untuk melangkah.

Gerakannya seolah ingin mereka untuk mengikutinya menuju ke suatu tempat.

Luffy memiringkan kepala, tidak mengerti. Sedangkan Ace menarik Luffy untuk mengikuti mainan itu. dia memperhatikan ke kanan dan kiri, mencoba menemukan sesuatu yang aneh.

"Ngomong-ngomong, kemana nakama mu? Kalian berpisah?"

"Oh, aku terpisah dari Zoro dan Sanji. Yang lainnya pergi mencari informasi lain. Untung aku bertemu denganmu!" Luffy memandang Ace sebentar, lalu kembali pada mainan di depan mereka. "Robin bilang kalau kemungkinan dia juga ada disini."

Ace tahu siapa yang dimaksud Luffy. Tapi darimana dia mengetahuinya?

"Bagaimana dia bisa tahu?"

"Selama dua tahun itu, Robin bilang dia terlempar di Tequilla Wolf dan bertemu dengan revolusioner. Lalu dia bertemu dengan tou-chan dan orang yang menyelamatkan kita. Saat aku tanya siapa nama orang itu, Robin bilang dia sudah berjanji untuk tidak memberitahukan namanya. Huh! Aku kesal sekali!"

"Ho? Sok misterius sekali!"

"Tapi Robin memberitahukan kode namanya! Robin bilang itu bukan nama aslinya, tapi aku boleh memanggilnya Sachan untuk sementara waktu!"

"Hah? Kode nama apa itu? Sachan? Tunggu, aku rasa aku pernah mendengarnya di suatu tempat sebelum kesini."

"Benarkah?! Wah, jangan-jangan dia benar-benar ada di sini?" Luffy berbinar, "aku tidak sabar bertemu dengannya! Robin bilang aku dan Ace akan menyukai Sachan! Tapi aku sudah menyukainya lebih dulu! Dia terlihat keren sekali saat menyelamatkan Ace!"

"Kita sampai." Mainan di depan mereka tiba-tiba berbalik dan menunjuk bangunan besar disampingnya.

Colosseum.

"Apa maksudmu membawa kami kemari? Eh, kemana dia?!"

Mainan itu mendadak saja hilang. Padahal Ace dan Luffy kan hanya mengalihkan pandangan sebentar.

Ace kembali melihat ke arah Colosseum, menyeringai. "Yah, mau bagaimana lagi. Kita sudah disini, kenapa kita tidak mencoba ikut? Sekalian menunggu Torao dan nakamamu."

"Hmm. Boleh juga! Yosh! Ayo!" Luffy langsung berlari masuk dan mendaftar diikuti Ace.

Mereka mendaftar dengan nama Lucy dan Renji. Lucy dari kata keberuntungan dan Renji dari warna oranye. Setelah mendaftar, mereka diarahkan masuk ke blok masing-masing.

Di Colosseum ini ada empat blok. Masing-masing bernama A, B, C, dan D. Ace masuk di blok C dan Luffy di blok D. Untungnya, ruang tunggu mereka tidak dipisah. Jadi Ace dan Luffy menyempatkan diri berjalan-jalan di dalam Colosseum yang luas. Toh pertadingan mereka masih lama.

"Sabo-kun, bagaimana caramu bisa masuk?"

Ace langsung berhenti saat tidak sengaja mendengar bisikan di dekat mereka. Tempat itu cukup sepi dan hanya ada Ace dan Luffy. Mereka langsung berhenti dan ikut mendengarkan.

"Kecilkan suaramu. Ngomong-ngomong, kau sudah mendapat sesuatu dari sini?"

"Sayangnya tidak. Aku hanya dapat informasi bahwa hadiah utamanya adalah buah Mera Mera."

"!?"

Baik Ace maupun Luffy terkejut. Luffy bahkan langsung membuka mulut untuk menginterupsi, tapi Ace sudah lebih dulu menutup mulutnya dan menggeleng. Menyuruh Luffy untuk diam dan mendengarkan.

"Ace masih hidup, jadi tidak mungkin buah iblisnya ada di tangan mereka. Sepertinya ini hanya akal-akalan Doflamingo agar Luffy masuk kedalam jebakannya."

"Jadi buah iblis itu palsu?"

"Bukankah sudah jelas? Sejak awal mereka tidak berniat memberikan kekuatan buah iblis pada pemenang Colosseum ini. Lagipula, mereka tidak tahu bahwa Ace dan Luffy berlatih bersama selama dua tahun."

"Bagaimana caramu mengetahuinya?"

"Aku melihat mereka sebelum kemari. Dan Koala baru saja memberi kabar bahwa marine juga ada disini. Sepertinya Trafalgar Law tertangkap oleh Doflamingo. Mereka mungkin berniat menyerahkannya pada angkatan laut."

Luffy langsung bertukar pandang dengan Ace. Law tertangkap, itu artinya negosiasinya batal dan nyawanya dalam bahaya!

"Marine?! Lalu apa yang akan kau lakukan, Sabo-kun?"

Sabo.

Mendengar nama itu untuk kedua kalinya membuat Ace dan Luffy kembali berpandangan dan mengintip orang yang berbicara itu. Salah satunya memakai jubah hitam yang menutupi seluruh tubuhnya sedangkan yang lainnya seorang manusia ikan dengan baju karate. Ace mengenalinya sebagai salah satu peserta di Colosseum ini.

"Mencari informasi. Harusnya di bawah tanah Colosseum ini ada pabrik untuk membuat senjata. Aku melihat mainan yang membawa beberapa barang ke bawah tanah sebelum kesini."

"Baiklah. Hati-hati, Sabo-kun. Penjagaan disini ketat sekali dan tadi aku melihat anggota keluarga Doflamingo yang berjaga di sekitar sini."

"Kau juga. Hubungi aku jika ada sesuatu."

"Tunggu!" Luffy tidak tahan lagi. Dia langsung keluar dari tempat persembunyiannya diikuti Ace. Membuat dua orang itu terkejut. "Apa maksudmu Torao sudah tertangkap?!"

"Dan kenapa kau memanggil nama saudari kami yang sudah tiada?" Tanya Ace. Tangannya sudah mengepal dan siap menggunakan kekuatan buah iblisnya. "Siapa kalian sebenarnya?"

"Ka-kalian! Kalian mendengarkan pembicaraan kami?! Dasar manusia tidak sopan! Un—"

"Hack, sudahlah. Lagipula ini mungkin sudah saatnya mereka tahu." Gadis yang memakai jubah hitam tersenyum sedikit, lalu melangkah mendekati Ace dan Luffy. "Bisa tolong tinggalkan kami sebentar?"

Manusia ikan yang dipanggil Hack itu mendengus, "baiklah." Jawabnya, lalu benar-benar pergi meninggalkan mereka bertiga.

"Sudah lama tidak bertemu, ya. Aku senang kalian baik-baik saja."

"Hah? Apa kami mengenalmu?"

"Hiken no Ace, Mugiwara no Luffy... kalian masih memiliki seorang yang lainnya."

"Haa? Kau tidak melihat kumis ini?! Aku Lucy! Dan dia O... ore.."

Gadis di depan mereka tertawa kecil melihat Luffy yang melupakan nama samaran Ace, "bagaimana bisa aku tidak mengenali saudaraku sendiri? Dan nama samarannya Renji, bukan Orenji."

Ace menatap gadis yang kini melepas jubahnya lekat-lekat. Rambut pirang, mata biru dan bekas luka di bagian kiri wajahnya. Dia tidak bisa mempercayai penglihatannya sendiri.

"Ka-kau.."

"Halo, Ace, Luffy. Sudah lama sekali ya?"

"SABO?!" Teriak mereka berdua bersamaan.

Luffy kehilangan keseimbangan dan mundur sejauh mungkin hingga menabrak dinding, sedangkan Ace tetap diam di tempatnya. Ekspresinya menggelap.

"Bohong. Kau bukan Sabo."

"I-itu benar! Kau pasti bohong!" Teriak Luffy. Air matanya sudah menetes membasahi pipinya, begitupun ingus yang keluar dari hidungnya.

Sabo sudah memprediksi bahwa hal ini akan terjadi. Jadi dia hanya diam di tempatnya dan tersenyum. "Ini aku, Ace, Luffy. Aku masih hidup."

"Buktikan! Kalau kau benar-benar Sabo, kau pasti tahu apa yang menjadi rahasia kita!"

"Dulu kita mencuri sake milik Dadan, dan bersumpah menjadi saudara. Tapi dua tahun kemudian aku dipaksa kembali oleh mereka yang mengaku sebagai orang tuaku... setelahnya aku mencoba melarikan diri dengan mencuri kapal... dan kalian tahu apa yang selanjutnya terjadi." Sabo mengusap bekas luka di wajahnya, seakan-akan dia sedang mengenang masa lalu. "Oh, lalu Ace dan aku pernah mandi bersama saat dia masih mengira aku—"

Sedetik kemudian tubuh Sabo sudah dipeluk erat-erat. Luffy menangis keras di dadanya dan Ace menyembunyikan wajahnya di perpotongan leher Sabo, ikut menangis diam-diam.

"Ka-kau masih hidup..." bisik Ace. Dia tidak bisa menyembunyikan getaran di suaranya. "Ku-kupikir saat itu ka-kau sudah mati..."

"Sa-sabo! Kemana saja kau selama ini?! Hueee!"

Sabo mengusap belakang kepala mereka dan balas memeluk mereka sama eratnya. Tanpa sadar ikut menangis. "Aku kembali, Ace, Luffy."

"Sialan, kenapa kau baru muncul disini? Dan kenapa kau harus mengatakan cerita memalukan itu?!" Umpat Ace. Tapi dia tidak berpindah dari posisinya sebelumnya.

"Sabo! Kenapa kau tidak menemui kami lebih awal?! Kenapa-hiks-kau bisa ada disini?!"

Gadis yang mereka peluk tertawa dan menangis bersamaan. "Aku sudah menemui kalian sebelumnya. Tapi saat itu situasinya gawat sekali, jadi aku tidak bisa lama-lama."

Ace melepaskan pelukannya, lalu memegang kedua pipi Sabo dan memperhatikannya lekat-lekat dengan mata berair. "Jangan bilang yang saat itu menyelamatkan Luffy dan aku di Marineford... i-itu kau?"

"..."

"Gadis yang katanya bernama Sachan, Kepala Staff Tentara Revolusi, itu kau?!"

Tidak ada jawaban dari Sabo. Tapi seulas senyum penuh permintaan maaf sudah menjelaskan semuanya.

"Dasar bodoh! Kenapa kau tidak pernah menjelaskannya sebelumnya?! Kenapa tidak pernah menemui kami?! Kami pikir kau sudah mati selama sepuluh tahun! Sepuluh tahun, Sabo!"

"Sudah kubilang saat itu situasinya gawat. Aku harus menyelamatkan kalian berdua sekaligus mengalihkan perhatian angkatan laut. Terutama Sakazuki yang sangat menginginkan kepalamu." Sabo mendesah, lalu menghapus air mata yang masih mengalir di pipi Ace dengan satu tangan. "Saat aku ingin menemui kalian, aku dengar kalian akan berlatih dengan Rayleigh-san. Aku tidak ingin menganggu latihan kalian, jadi aku menunggu waktu yang tepat."

Luffy menatap Sabo dengan wajah penuh ingus dan air mata, "Sa-sabo... hiks... aku merindukanmu... hueee!"

Anak itu memeluk Sabo erat-erat dan tidak ingin melepaskannya. Dia juga menangis hingga tersedak, membuat Ace dan Sabo khawatir.

"Tidak apa-apa, semua sudah baik-baik saja." Sabo mengusap-usap kepala Luffy dengan sayang. Dia membiarkan Luffy memeluknya erat-erat, tahu bahwa adik kecil mereka hanya belum bisa percaya kenyataan bahwa dia selamat dari insiden semasa kecil. "Ngomong-ngomong, kenapa kalian bisa ada di Colosseum?"

"Hanya iseng." Balas Ace. Dia masih menyentuh pipi Sabo. Terlihat ingin ikut memeluk seperti yang Luffy lakukan tapi dia menahan diri. "Aku punya banyak pertanyaan untukmu. Tapi sebelumnya, kau sendiri kenapa bisa ada disini?"

Sebelum Sabo bisa menjawab, sebuah ledakan keras terdengar dari arah luar Colosseum.

"Law! Beraninya kau mencoba melawanku!"

Mereka bertiga secara otomatis melihat ke arah luar Colosseum yang kini hancur. Di antara batu-batu yang retak, sosok Trafalgar Law terbaring dengan luka tembak di dadanya.

"!"

"Torao! Kau baik-baik saja?!"

Doflamingo turun dari langit seolah-olah terbang, lalu mengangkat Law dengan benang-benangnya. "Kalau kau ingin menyelamatkannya, coba saja melawanku! Mugiwara.. buah milik—!?" Perkataan Doflamingo langsung tertahan di ujung lidah saat melihat Ace ada di sebelah Luffy.

Ace menyeringai, "sayang sekali, aku belum mati. Jadi jebakanmu tidak berhasil."

"... Ck. Ternyata begitu... sayangnya kalian tidak akan bisa keluar dari sana! Khahahahahaha!" Tawa Doflamingo membahana. Dia jelas-jelas menghina rencana dan aliansi Law yang gagal. Ini membuat Luffy sangat marah. Terutama karena Doflamingo dengan mudah menembak Law lagi.

"TORAO!"

"Mugiwara-ya... fokus saja dengan rencana!"

"Ck, ck, ck... sadarlah bahwa rencana payahmu itu tidak akan bisa mengalahkanku. Kau sama saja dengan adikku itu." Doflamingo menjentikkan jari, lalu melangkah pergi dengan senyuman prihatin. "Coba saja menyelamatkannya! Hahahaha!"

"MINGO! AKU PASTI AKAN MENGHAJARMU! BERTAHANLAH, TORAOO!"

"Luffy, hentikan. Berteriak tidak akan menyelamatkan Trafalgar." Sabo memakai kembali jubahnya. Sudah saatnya mereka kembali ke pekerjaan masing-masing. "Kita tidak bisa keluar dari sini setelah masuk. Satu-satunya cara hanyalah menemukan pabrik senjata bawah tanah. Pabrik itu pasti langsung tersambung menuju istana Doflamingo."

"Bagaimana cara masuk kesana?!"

"Setiap bangunan pasti memiliki pusatnya. Jika kita menghancurkan pusat ring Colosseum ini, kita bisa sampai ke pabrik itu."

"Tidak ada jalan lainnya?" tanya Ace. Waktu pertandingan mereka masih lama dan akan sangat memakan waktu jika harus menunggu blok B bertarung hingga selesai.

"Jalan lainnya adalah menghancurkan dinding ini. Tapi saat keluar, pasukan Doflamingo dan angkatan laut pasti akan segera mengepung."

"Luffy-senpaii! Ace-samaa!" Seseorang dengan rambut hijau tiba-tiba datang dan memanggil. Dia memapah seorang pria berambut pirang yang terluka. "Aku sudah mencari kalian kemana-mana!"

"Oh! Kau! Eh, apa yang terjadi padanya?!"

"Aku sudah menemukannya dalam keadaan begini. Dia terlihat menyedihkan, jadi aku menolongnya."

Pria itu membuka sedikit matanya, "K-kau Monkey D Luffy? Bocah yang diincar Doflamingo..."

"Kau tahu aku? Eh! Kau kan bawahannya Mingo! Oi! Apa kau tahu cara keluar dari sini?!"

"Aku tidak akan mengkhianati Doflamingo!"

"Sekalipun dia membuangmu seperti ini?" Sabo mendadak bertanya, "Kalau kau ingin meminta penjelasan darinya, bukankah kau harus keluar dari sini?"

Ace melirik, langsung mengerti rencana Sabo.

Pria itu, Bellamy, tertunduk. "... Aku mengerti kalian mencoba memanfaatkanku. Tapi yang kau katakan benar. Aku harus meminta penjelasan dari Doflamingo." Dia lalu mencoba berdiri, terhuyung beberapa kali dan berhasil tegak dengan bantuan dinding. "Aku tahu jalan keluar lain. Ikuti aku."

"Yosh! Aku akan mengikutimu! Tunjukkan jalan keluarnya!" Luffy, seperti biasanya langsung percaya. Dia baru saja akan mengingkuti Bellamy ketika Sabo menahan tangannya. "Sabo, kenapa?"

Sabo mengusap kepala Luffy dan mencium pipinya, "Luffy, kau hanya perlu fokus menghajar musuh di depanmu. Hal yang lainnya biar kami yang urus. Oke?"

"Un! Kalau begitu kuserahkan pada kalian! Dadah, Ace, Sabo! Dan kau juga!"

"Ya! Hati-hati, Luffy!" Lambai Ace. Lalu dia menatap Sabo di sebelahnya. "Hei, Sab. Aku tahu ini saat yang tidak tepat, tapi inti kehidupanmu masih ada didalam tubuhku."

"Benar. Kenapa memangnya?"

"Kau tidak berniat mengambilnya kembali?"

Sabo mendongak, (karena dia lebih pendek beberapa senti dari Ace) "kenapa aku harus? Sekarang itu milikmu. Anggap saja setengah bagianku sedang kau bawa, jadi kau tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu lagi karena aku akan mati jika kau mati."

Ace mendengus, "tidak akan. Cukup sekali aku mendengar tangisan Luffy dan melihatnya PTSD beberapa kali. Aku tidak akan melakukan hal bodoh itu lagi."

"Mn-hm. Baguslah jika begitu."

"Jadi? Kau akan pergi lagi?"

"Ace-sama, siapa dia?" Bartolomeo yang baru menyadari kehadiran sosok asing langsung bertanya. Nada suaranya terdengar kesal karena Sabo berbicara santai dengan Ace.

"Dia saudaraku. Ada masalah dengan itu?" Balas Ace, tetap memandang Sabo. "Jadi, bagaimana? Aku dengar tadi kau akan mengikuti para mainan itu."

Sabo berpikir sebentar, "Aku akan tetap di sini menggantikan Lucy. Itu cara yang paling cepat untuk menghancurkan pusat ring disini dan membuka jalan pabrik bawah tanah lewat atas."

"Ta-tapi senpai, sekeliling ring dipenuhi air! Bagaimana caramu akan membuka jalan?"

"Aku bisa menghancurkannya menggunakan Hiken. Bagaimana, Sab?"

"Ide bagus. Tapi kita harus menunggu hingga babak final agar bisa bertarung bersama. Dan Diamante pasti akan menghalangi."

Bartolomeo menepuk tangan, "Oh! Aku tadi melihatnya pergi dari sini! Sepertinya Doflamingo memanggilnya! Jadi tidak ada masalah!"

"Kemungkinan Doflamingo memanggilnya karena menyadari bahwa berita aku sudah mati itu palsu setelah melihatku. Bagaimana kalau kita percepat saja sebelum Diamante kembali? Kita hancurkan ring saat blok C bertarung dan membuka jalan."

"Rencanamu terlalu beresiko, Ace. Kita tidak tahu apakah pabrik itu benar-benar ada atau tidak. Terutama, menggunakan hiken berarti kau memberitahu dunia bahwa kau belum mati."

"Dan memberitahu mereka semua bahwa hadiah utama itu palsu. Lagipula, aku tidak peduli jika mereka tahu aku belum mati."

Sabo membuang napas, "sudah kuduga kau akan mengatakan itu. Baiklah, ayo kita lakukan!"

Dia melepas jubahnya lagi, lalu mengikat rambunya. "Ayo pergi. Blok B sepertinya hampir selesai."

"Baik, senpai!"

Ace meraih tangan Sabo dan menggenggamnya erat. "Setelah ini selesai, kau harus ikut denganku dan Luffy. Kau masih berhutang penjelasan pada kami."

Sabo tersenyum lebar dan balas menggenggam tangan Ace, "baiklah-baiklah, aku akan izin pada boss-ku. Tapi pertama, ayo fokus pada rencana ini?"

"... ya."

.

.

.

END.

Omake.

"Kau tahu, Sab? Kau mengambil ciuman pertamaku." Kata Ace tiba-tiba.

Mereka sedang berbaring di tengah-tengah padang bunga beratapkan langit cerah berbintang. Luffy sudah tertidur di rumah atas, kelelahan karena melawan Doflamingo sebelumnya.

"Huh?"

"Menciumku di tengah-tengah perang seperti itu... aku benar-benar tidak menyangkanya. Aku sempat kecewa karena aku berniat menyimpannya untuk orang yang spesial."

"E-ehhh?!" Pipi Sabo mendadak panas. Dia tidak pernah memikirkan bahwa Ace akan memiliki 'orang spesial'. Ditambah lagi, itu juga ciuman pertamanya (walau Sabo sama sekali tidak memikirkan hal itu karena fokusnya adalah untuk menyelamatkan nyawa Ace.) "Tapi aku tidak pernah mendengar kau dekat dengan seorang gadis?!"

Ace menyeringai dan mendekatkan wajah mereka, "kata siapa aku tidak pernah dekat dengan gadis manapun? Aku dekat dengan satu gadis, kok."

"A-ace... kau terlalu de—"

Cup.

"Gadis itu kini ada di depanku, terlihat cantik dengan pipi memerah dan mata biru berkilau." Katanya dengan ringan setelah mencuri kecupan dari bibir Sabo. "Aku pernah kehilangannya, dan kupikir aku tidak akan bisa melihatnya lagi. Tapi sekarang dia ada di depanku dan aku tidak akan membiarkannya hilang dari sisiku lagi."

Sabo diam saja, tapi warna merah sudah merambat sampai telinganya.

"Aku menyayangimu, Sabo. Lebih dari saudara. Lebih dari sahabat dekat. Perasaan ini sejak dulu tidak pernah berubah." Ace mengusap pipi Sabo dan menyelipkan poni rambutnya ke belakang telinga, lalu tersenyum. "Terima kasih karena telah kembali pada kami."

Gadis itu semakin memerah hingga matanya berkaca seolah akan menangis. Lalu tiba-tiba dia menyembunyikan wajahnya di dada Ace.

"Sab?"

"... aku juga menyayangimu..." Bisik Sabo, menolak memperlihatkan wajahnya. "Terima kasih karena telah hidup... Ace."

Ace tertawa kecil dan mengusap rambut pirang Sabo yang panjang. Rasanya halus dan Ace merasa dia bisa menyentuhnya seharian. "Besok, ayo pergi bersama. Kita ajak Luffy juga untuk liburan. Sudah lama sekali sejak kita bisa bersama-sama. Sekali-kali dia juga harus beristirahat dari petualangannya."

Sabo mengangguk, "un, ayo.."

.

.

.

Real END.

A/N:

Ide awal nggak gini astaga. Ide awalku adalah Ace ketemu Sabo setelah Colosseum hancur. Mereka tanpa sengaja bertemu saat dikepung angkatan laut.

Tapi aku juga ingin ASL. Jadilah kuubah seperti ini. (Dan aku benar-benar tidak menyangka ini bisa sampai 7,8k. Padahal aku mengetik ini di tengah-tengah tugas kuliah yang bertumpuk.)

Endingnya sangat menggantung. Jadi mungkin aku akan menambahkan sedikit omake dibawah. Aku benar-benar menginginkan AceSabo, astaga. Aku ingin mereka menikah, saling berbagi kemanisan, hidup bahagia dan mempunyai banyak anak. Ka-kalau bisa, tolong proses pembuatan anaknya juga di ceritakan—/dipukul.

Terima kasih sudah membaca!