Gairah Muda
Summary: Naruto diminta bantuan oleh guru favoritnya di sekolah. Kejadian tak terduga terjadi saat itu juga.
Disclaimer: Naruto dan Date a Live hanya dimiliki oleh pembuatnya masing-masing.
Warning:
Summary hampir gak sesuai dengan isi cerita. Adult scene. Lemon. Lime. OOC. Blowjob.
I Hope You All Enjoy This Story :)
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Pada hari minggu, seorang remaja laki-laki memasuki area sekolah Konoha High School. Namanya Namikaze Naruto.
Naruto diminta ke sekolah oleh guru favoritnya. Katanya dia membutuhkan bantuan membersihkan gudang.
Naruto dengan senang hati datang. Karena menghabiskan waktu bersama dia bukanlah kesempatan yang boleh terlewat begitu saja.
Naruto berjalan di lorong sekolah. Seorang diri tanpa ada yang menemani.
'Tumben Iruka-san tidak keliatan. Biasanya sering lewat kalau jam segini.'
Naruto keheranan tidak melihatnya pagi ini.
Iruka adalah salah satu penjaga KHS. Iruka terkadang bersikap garang, tapi bisa juga ramah kalau suasana mood-nya tidak terganggu.
'Mungkin beliau masih belum tiba,' batin Naruto.
Naruto sampai di ruang guru. Ada seorang wanita mengenakan kacamata telah menunggunya di dalam. Wanita ini berdiri dari kursi.
"Namikaze-kun, kau datang lebih cepat. Mari," kata wanita itu.
Naruto mengangguk. "Baik, Reine-sensei."
Murasame Reine adalah wanita berambut biru pucat yang diikat ekor-kuda. Ciri utamanya adalah sepasang lingkaran hitam di bawah matanya. Biasanya Reine mengenakan pakaian formal saat mengajar, tapi kali ini dia hanya mengenakan seragam olahraga merah.
Mereka berjalan berdua di lorong.
"Maaf karena tiba-tiba memanggilmu di hari libur ini. Sensei benar-benar butuh bantuanmu untuk beres-beres gudang," kata Reine.
Naruto terkekeh.
"Tidak masalah. Aku tidak punya kesibukan juga hari ini," balas Naruto.
Ada alasan tersendiri mengapa Naruto tak keberatan membantu guru fisika ini. Naruto sebenarnya sudah lama menyimpan rasa suka pada Reine. Perasaan ini bermula dari kejadian satu tahun yang lalu.
Waktu itu, Naruto terancam tidak naik kelas karena beberapa persoalan. Seperti nilai ujiannya kurang dari target yang seharusnya dicapai murid untuk bisa naik kelas.
Naruto sadar penyebabnya bukan dari metode pembelajaran guru, tapi dirinya sendiri yang tak mampu menyerap dengan tepat materi pelajaran.
Itu bukan berarti guru lain tidak peduli dengan Naruto. Tentunya mereka peduli, tapi karena murid KHS berjumlah banyak, maka perhatian mereka selalu teralihkan dengan siswa-siswi lain.
Kedua orang tua Naruto juga bekerja di luar negeri. Jadi mustahil mereka bisa membantu Naruto soal masalah sekolah. Dari masalah ini, Reine menawarkan diri membantu masalah Naruto dengan memberikan les private pada hari tertentu.
Kebetulan saja Reine memiliki manajemen waktu yang bagus, dengan begitu, mengajari Naruto bukan hal sulit baginya.
Naruto menjadi terbantu dan bersyukur pada bantuan Reine waktu itu. Bahkan sampai sekarang, Naruto terkadang berusaha meringankan sedikit beban Reine saat mengajar di KHS.
Tentunya tidak sering, karena jika dipaksakan, kesehatan Naruto bisa menurun dan takutnya jadi masalah juga pada Reine nantinya.
Namun, setelah nilainya membaik dan naik kelas ke tahun kedua, Naruto merasa ada sesuatu yang hampa dalam dirinya.
Butuh dua bulan untuk Naruto menyadari apa yang membuatnya seperti itu, yakni waktu kebersamaannya dengan Reine berkurang. Reine masih sanggup kalau Naruto masih ingin les private darinya. Namun, Naruto dengan konyolnya menolak sebab tidak ingin membebani Reine lebih lama lagi. Naruto menjadi sadar, kalau pada titik itu, sudah jatuh hati pada guru wanita paling muda di KHS tersebut.
Mereka berada di depan gudang. Reine membuka pintu, membiarkan Naruto masuk terlebih dahulu sebelum dirinya. Mereka berada di dalam dan melihat beberapa peralatan olahraga letaknya salah. Dua bola sepak di keranjang bola tenis, kotak berisi peluit berada di atas lemari, lima bola tenis dan jaring net tergeletak di lantai. Masih ada lagi yang berserakan selain itu.
"Waktunya bekerja, Namikaze-kun."
"Baik, sensei."
Mereka bahu-membahu merapikan gudang penyimpanan. Naruto menyimpan bola sepak ke keranjang bola besar. Tidak lupa meletakkan kotak peluit ke salah satu lemari. Sementara itu, Reine menyusun jaring net yang tidak teratur posisinya, beralih ke bola tenis di lantai. Reine mengambil mereka.
"Sensei, aku sudah selesai di sini. Mana lagi yang harus kukerjakan?" tanya Naruto.
Naruto menengok ke belakang, dan melihat Reine dalam posisi sedang menungging, dengan kepala membungkuk ke bawah serta pantat terangkat ke atas.
Naruto menelan ludah.
'Bokong Reine-sensei seksi sekali, dattebayo,' batin Naruto.
Dapat dikatakan pada waktu tertentu, Naruto sebenarnya suka sekali masturbasi sambil membayangkan tubuh telanjang Reine. Tentunya kegiatan itu dilakukannya di rumah. Karena bila dilakukan di sekolah, Naruto tidak bisa membayangkan resikonya jika nanti sampai ketahuan.
"Ya. Tolong simpan semua bola voli ke keranjang bola," kata Reine.
"…"
"Namikaze-kun?"
"Ah, iya, maaf."
Naruto melakukan yang dipinta oleh guru favoritnya itu. Reine berdiri dan menyimpan bola tenis ke tempat sesuai. Tidak perlu waktu lama, mereka selesai membereskan gudang.
"Akhirnya selesai juga, dattebayo," kata Naruto.
"Lega rasanya," ujar Reine.
Naruto mengangguk.
'Karena hanya kita berdua di sini. Akan kuungkapkan perasaanku sekarang juga,' batin Naruto.
"Reine-sensei."
"Ya?"
"Sebenarnya, aku sudah… lama menyukaimu!" teriak Naruto yang tidak sengaja volumenya meninggi.
"…"
"…"
Naruto baru sadar yang dilakukannya.
'Sial! Kenapa aku malah blak-blakan begini, dattebayo!'
Naruto tahu pada waktu tertentu dirinya bisa terlalu nekat. Khusus kali ini, kenekatan itu sudah keterlaluan.
Reine mengamati murid ini dengan ekspresi tenang. Sama sekali tidak terganggu dengan pernyataan perasaan dia barusan.
"Kau sadar yang kau katakan itu, Namikaze-kun?" tanya Reine.
Naruto mengangguk, badannya sempat ditegakkan.
"Dengan keadaan kita yang sekarang, aku paham hubungan romantis mustahil dilakukan."
Naruto masih bicara. "Aku juga hanya ingin sensei tahu perasaanku yang sebenarnya. Lebih dari itu, aku gak akan meminta lebih kalau sensei menolakku."
"…"
"…"
Reine tidak menjawab, berjalan mendekati pintu.
Naruto menghela nafas.
'Sudah kuduga akan jadi seperti ini,' batin Naruto.
Walau ditolak, Naruto lega bisa mengungkapkan perasaannya pada Reine. Naruto hanya berharap hubungan guru-murid mereka tidak rusak karena perbuatannya.
Bunyi terdengar, Naruto kebingungan melihat Reine mengunci pintu gudang dari dalam.
"Uh, sensei, kenapa kau mengunci pintu?" tanya Naruto.
"…"
Reine berjalan menghampiri remaja berambut kuning itu. Naruto semakin heran.
"Sensei?"
Tanpa diduga sama sekali, Reine mencium Naruto. Naruto terkejut, tapi kemudian mengikuti arus dengan mencium balik Reine.
Kepentingan apapun diabaikan saat ini. Karena mereka sekarang tengah berciuman mesra. Mereka berhenti berciuman usai beberapa menit berlalu. Benang saliva terputus saat wajah keduanya menjauh.
"Reine-sensei, maksud tadi itu…"
Reine mengangguk.
"Aku… juga punya perasaan yang sama denganmu, Namikaze-kun. Tapi aku takut status kita sebagai guru dan murid akan membuatmu gak nyaman dengan hubungan semacam itu. Terutama…"
Naruto penasaran.
"Terutama apa, sensei?"
"…terutama, kupikir kau lebih menyukai wanita macam Mei-sensei atau Anko-sensei," tambah Reine.
Naruto mengenal dua nama itu. Mei Terumi dan Mitarashi Anko. Dua guru seksi yang kepopulerannya tinggi di mata para murid, khususnya kalangan siswa. Mereka berdua juga memiliki kepribadian menggoda yang biasanya membuat siswa lain terangsang jika di dekat mereka.
"Itu tidak benar." Naruto tampak serius. "Siswa lain boleh mengejar Mei-sensei atau Anko-sensei. Tapi yang kuinginkan cuma kamu seorang, Reine-sensei."
"…"
"…"
Reine berdeham, merasa gugup saat ini.
"Kalau begitu… mau meneruskan yang tadi?" ajak Reine.
Reine terdengar malu-malu saat bicara.
Naruto menyengir.
"Tentu saja, dattebayo," balas Naruto.
Naruto tanpa pikir panjang langsung mencium Reine. Reine merespon dengan mencium balik.
Tidak hanya berciuman, kali ini mereka saling melumat, serta mengecup bibir. Mereka juga sempat menjilat lidah sampai merasakan saliva mereka masing-masing.
"Mmnn… hnggh… haahn…"
"Haah… sensei, bibirmu buat aku ketagihan, dattebayo."
Reine menahan senyumnya, senang mendengar pujian dari lelaki berambut kuning itu. Sambil terus berciuman, Naruto menggendong guru favoritnya itu ke sebuah meja. Meja ini sudah dibersihkan Naruto saat bersih-bersih tadi. Naruto dengan hati-hati menurunkan Reine. Sedangkan itu, Reine melingkari lengannya ke sekitar leher Naruto, menekan kepalanya agar memperdalam ciuman mereka.
Naruto menahan cengiran.
'Tidak disangka Reine-sensei bisa secabul ini,' batin Naruto
Sementara bibirnya masih dikuasai, Naruto menyelipkan lengannya ke dalam baju olahraga Reine, mencari objek yang diinginkan dari tadi. Naruto mengerutkan alis, karena entah kenapa, tangannya dengan mudah menyentuh puting susu Reine. Naruto tersadar.
'Jangan bilang… sensei gak pakai bra?!'
Ketimbang mempertanyakan itu, Naruto lebih memilih opsi lain, yaitu meremas buah dada Reine yang tidak dibungkus bra. Naruto menelan ludah, merasakan tangannya tidak cukup untuk menyentuh seluruh permukaan payudara guru fisika ini.
'Sial, aku jadi penasaran seberapa besar buah dada sensei.'
Reine mendorong pelan bahu Naruto, yang membuatnya panik.
"M-Maaf, sensei, apa aku terlalu kasar?"
"Bukan begitu." Reine terlihat malu-malu. "Aku cuma mau… kita langsung ke bagian utama. Itu saja."
Naruto merona, melihat betapa manis wanita yang disukainya ini.
"O-Oh, baiklah," kata Naruto.
Reine berputar, dengan bagian belakang tubuhnya menghadap wajah siswa itu. Naruto menurunkan celana olahraga Reine, memperlihatkan bokong padat nan berisi.
'Bahkan gak pakai cd juga?!'
"Umm, Naruto?"
"Ya, sensei?"
Naruto tidak bisa melihat ekspresi wajah Reine, tapi dari perkataan berikutnya, jelas sekali dia sedang menahan malu saat ini.
"Tolong segera lakukan sesuatu. Jika diam saja ini terasa… memalukan."
"M-Maaf."
Naruto bersiap, mengarahkan penisnya ke dalam liang kewanitaan Reine. Dengan sekali percobaan, Naruto mendorong masuk penisnya, melihat tetesan darah keluar.
Reine meringis, tahu kalau dirinya telah menyerahkan sesuatu yang berharga pada muridnya, walau demikian dia tidak menyesal sama sekali.
'Kalau tidak salah, hal begini perlu waktu untuk rasa sakitnya hilang,' pikir Naruto.
Naruto pernah tidak sengaja membaca artikel tentang selaput dara wanita. Karenanya, dia sedikit tahu soal hal ini.
"Kau boleh… bergerak sekarang," kata Reine.
"Baik," balas Naruto.
Naruto menggerakkan pinggulnya, perlahan, dengan maksud membiasakan diri dengan vaginanya. Sudah cukup lama, Naruto lebih cepat mendorong penisnya. Reine menikmati penetrasi ini. Rasa sakit yang sebelumnya ada sudah menghilang sekarang.
"Hhngh… ahh…. aahnn…"
"Sensei (hahh) vaginamu enak sekali, dattebayo."
Naruto mendesah, mendorong jauh lebih dalam, menyukai betapa sempitnya liang kewanitaan yang menjepit penisnya.
Tidak jauh berbeda, Reine suara erangannya keluar, pinggulnya bergerak maju-mundur untuk mengikuti irama dari dorongan Naruto.
"Ahh… (b-begitukah?) … mmnnn… (penismu juga) … ahhh… (sama enaknya, Naruto)…."
Naruto mengikat lengannya di pinggang wanita itu. Sambil mendekatkan wajahnya, Naruto mengecup pipi Reine.
"Reine-sensei…"
Reine menengok ke samping, mencium balik, dan terkadang menyelipkan lidahnya ke dalam mulut lelaki itu.
Selang beberapa saat, Reine berhenti mencium lelaki pirang itu.
"Naruto… (haah) …. sensei mau… (ahhn)... ganti posisi denganmu…."
Naruto mengeluarkan penisnya, pindah duduk ke meja, sementara Reine turun ke lantai. Setelah berlutut, Reine menjilat penisnya, naik dari pangkal ke bagian ujung, lalu mengulang kembali beberapa kali. Naruto menjadi tidak tahan.
"R-Reine-sensei, tolong isap juga," pinta Naruto.
Dengan senang hati, Reine mengulum penisnya, dimulai pelan kemudian menjadi lebih kencang.
"Yeahh, begitu juga enak, dattebayo."
Reine menahan senyuman. Sambil menikmati oral, Naruto menaikkan seragam olahraga yang masih dikenakan Reine, menyimpan baju itu ke atas lemari di sampingnya. Bentuk payudara Reine terlihat. Ukuran mereka besar dengan puting berwarna merah muda.
Naruto menelan ludah.
'Gede,' batin Naruto.
Reine memperhatikan pandangan Naruto, mendapat ide, lalu menjepit penisnya di antara buah dadanya.
"Bagaimana rasanya?" tanya Reine.
"Ini (haah) hebat, sensei," kata Naruto.
Naruto tidak menyangka bisa mendapat tit-job langsung dari guru favoritnya itu. Momen ini sudah pasti akan dikenang selamanya di pikiran Naruto.
Reine tersenyum tipis, menaik-turunkan payudaranya seraya mengulum penis Naruto. Tidak seperti sebelumnya, Reine mengisap penisnya dengan cepat, Naruto menjadi gemetar karena kenikmatan yang berlebihan. Selang beberapa saat, Naruto bisa merasakan sesuatu akan terjadi.
"S-Sensei, aku keluaar!"
Naruto keluar di dalam mulut wanita itu.
Pipi Reine menggembung, menyimpan sejumlah sperma di dalam.
Reine menelan semuanya.
'Rasanya sedikit asin,' batin Reine.
Naruto mengatur nafasnya, ekspresi wajahnya begitu puas dari klimaks barusan.
Dia melirik ke arah Reine.
"Sensei, terima kasih banyak, dattebayo," kata Naruto.
Reine tersenyum simpul.
"Sama-sama."
[Line Break]
Setelah mengunci pintu gudang, Naruto dan Reine menuju ruang guru.
"Maaf, Reine-sensei, seharusnya bukan aku saja yang merasa enak tadi," ujar Naruto.
Ketimbang menyenangkan wanita yang disukainya, dia malah memuaskan nafsunya sendiri. Entah kenapa, Naruto jadi merasa seperti lelaki kurang ajar.
"Itu bukan masalah besar." Reine menambahkan. "Lagipula, itu bisa dilakukan lain hari, jadi memang lebih baik begitu."
Naruto berkedip.
"Oh… begitu," kata Naruto.
Keheningan melanda gerak kaki mereka.
"…"
"..."
"Naruto."
"Ya, sensei?"
Reine memerah pipinya.
"Lain kali, jika kita sedang berdua… tolong panggil aku dengan nama depan saja," ujar Reine.
"..."
Naruto merona.
[E-N-D]
A/N:
Fanfic lemon lain dengan Reine ;)
