Mr. Love: Queen's Choice © Elex
warning AU!neighbourhood, siblings!HadesLucienKiro, Evol tidak eksis, rem OOC sedang blong, tidak ada plot jelas, kesalahan kepenulisan dari sisi kaidah kebahasaan, dan yang paling penting, jangan percaya genre, memang gak lucu tapi pasang tag humor karena pengin aja. ((egois memang))
Tidak ada keuntungan materiil yang diperoleh dari fiksi ini.
"Kir, Kiro! Roooooo! Kirrrrooooooo! Auugghh, huwaaaa!"
Kiro refleks melompat ke belakang Lucien, mengintip takut-takut. Dilihatnya Shaw yang berlari mirip kelempiau hasil korban eksperimen calon penata rias, beserta air mata dan liur yang membuat muka memerah Shaw bersinar—menjijikkan—ala bintang iklan produk perawatan kulit. Kedua tangan yang bergerak menggapai-gapai membuat Kiro semakin yakin kalau Shaw sudah terinfeksi virus zombi.
"Kiro, jangan takut." Tangan Lucien yang Kiro pegang mendadak dingin. Sebagai salah satu orang yang dikaruniai kemampuan melihat aura kekuatan seseorang, Kiro tahu kalau Lucien ingin menggunakan kekuatannya. Apa berarti keadaan memang sedarurat itu? "Abang di sini akan selalu melindungi Kiro."
Kelempiau beruban itu semakin mendekat. Warna kebiruan yang mengelilingi tubuh Lucien bertambah pekat. Tangan kanan Lucien yang bebas mulai terangkat, bersiap untuk—
"HUWAAAAAAA!"
Perhatian, seluruh narasi di atas tidak lebih dari sekadar imajinasi hiperbolis Kiro yang belakangan ini dicekoki film supranatural bercampur fiksi sains dari Lucien, dan film zombi apokalips dari Hades. Mohon maaf atas ketidaknyamanan dan ketidakjelasannya.
Di rumah Kiro, memegang sebuah sapu tangan bermotif wajah beruang cokelat, Shaw sudah jauh lebih tenang walau masih sesenggukan. Hades menemani Kiro duduk di depan Shaw, sementara Lucien pergi sebentar ke dapur untuk menyusun barang belanjaan yang dibelinya bersama Kiro tadi. Kiro yang tadi sempat ikut menangis, kini sudah bisa tersenyum imut dan bersikap biasa saja.
"Sakiiit …," lirih Shaw.
"Temanmu itu kenapa? Sedari tadi dia terus memegang kepalanya kayak begitu, lho," tanya Hades agak ngeri. Masalahnya, papa dari bocah tengil ini adalah seorang jendral. Salah-salah dia bisa berakhir menjadi makanan para kuda perang. "Apa tadi pas ketemu kalian, dia jatuh?"
Kiro menggeleng. "Kening Shaw tadi disentil Bang Lu, enggak jatuh kok, Bang Des."
Kengerian Hades memuncak. Penderitaan yang diakibatkan sentilan jari Lucien mirip seperti jari kelingking kaki yang tersandung kaki meja. Sakitnya seperti kasih ibu di lagu anak-anak, tak terhingga sepanjang masa. Sebagai orang yang selalu diteror selepet jari maut Lucien, Hades tahu, sentilan biasa saja bisa membuat jidat seseorang memerah. Kalau Lucien benar-benar niat, bekasnya bisa membiru!
"Shaw, minum dan makan dulu ini." Lucien membawa sepiring kukis dan dua gelas teh hangat. "Kiro juga, ya."
"Lah, buatku mana?" tanya Hades spontan.
Lucien hanya tersenyum simpul. "Ada kok Bang. Kopinya sengaja kutaruh di meja makan soalnya Abang juga belum sarapan, 'kan?"
"Oh iya! Tengs, Lus!" Setelahnya, Hades langsung ngibrit ke belakang. Sempat terdengar seruannya yang berkata, "Habis sarapan aku mau ke rumah Artemis dulu ya!"
Tidak usah dijawab. Mau dilarang pun Hades juga tetap akan menganggapnya sebagai izin. Selama tidak bikin masalah, biarkan saja, itu kalau kata Papa Key.
"Bang Hades kayak bapak-bapak gendut gabut yang perutnya buncit ya. Pagi-pagi minumnya kopi."
"AKU DENGAR ITU, SHAW! AKU DENGAR!"
Kalau Shaw sudah mulai kurang ajar, itu berarti keadaan sudah baik-baik saja ... mungkin.
"Abang dipukul sama Papa …."
Lucien kaget. Kiro sudah hampir mau menangis lagi. Bocah pirang satu itu memang gampang sekali tertular perasaan orang lain. Ekspresi Shaw kembali murung, suatu pemandangan baru bagi Lucien yang biasa mengenal Shaw sebagai bocah periang dan super aktif. Kalau kata Hades, Shaw itu salah satu bocah kerdil yang meresahkan kompleks Perumahan Loveland.
"Kok bisa?" tanya Lucien hati-hati.
"Aku enggak tahu." Shaw mengangkat bahu. Terkesan berat. "Waktu lewat, aku enggak sengaja lihat dan dengar Papa bilang ke Abang kalau Abang enggak boleh main sama aku lagi. Aku takut dipukul Papa juga, ... aku enggak mau lihat Papa pukul Abang terus, jadi aku pergi cari Kiro buat ajak Kiro main bareng."
Papa Key sering cerita pada Lucien dan dua saudaranya, kalau ayahnya Shaw ini memang cukup keras dalam mendidik anak-anaknya, terutama si anak pertama, Gavin. Pertama kali Lucien bertemu beliau adalah saat dia dan Hades resmi diadopsi oleh Papa Key dan diajak berkeliling kompleks. Kesan pertama? Lucien agak kaget dan cukup sulit menyesuaikan diri selama ditanya-tanya oleh yang bersangkutan. Hades pun tampak gentar waktu itu.
Hanya pertanyaan biasa seperti nama dan bagaimana bisa bertemu dengan Papa Key, tapi aura mencekamnya mirip seperti di ruang tertutup ala interogasi polisi yang hanya diterangi oleh sebuah lampu belajar. Meski begitu, Gavin dan Shaw adalah anak yang baik dan ramah, sehingga mereka bertiga nyaman-nyaman saja kalau berinteraksi dan bermain bersama, terutama Kiro yang menjadi sahabat karibnya Shaw sampai sekarang.
"Ya sudah, untuk sementara Shaw di sini saja dulu," ujar Lucien. "Kiro mau kan, main sama Shaw?"
"Iya! Mau!" Kiro mengangguk lucu penuh semangat. "Ayo Shaw, kita main robot-robotan di kamar Kiro!"
"Ah, Shaw, nanti kalau sampai siang Gavin atau Paman belum datang, Abang antar Shaw pulang ya?" tawar Lucien. "Mau bagaimana pun, mereka tetap keluarga Shaw."
Shaw tidak terlalu mengerti, tapi intinya Shaw tahu, dia tidak bisa selamanya di sini.
"Permisi ...?"
Hampir memasuki jam makan siang, Gavin datang ke rumah Kiro. Waktu itu, Lucien yang baru selesai masak yang membukakan pintu. Kakak dari Shaw itu datang dengan kondisi babak belur. Sembari mempersilakan Gavin masuk dan menutup pintu, Lucien meneliti fisik Gavin. Kening bagian kanannya tampak memar. Gavin sendiri terlihat tidak bisa berdiri sempurna. Ada plester di pipi dan pergelangan tangannya juga.
"Abang Lucien, selamat siang," sapa Gavin sopan.
"Selamat siang juga, Gavin. Kalau mau cari Shaw, dia ada di dalam, lagi main sama Kiro," ujar Lucien. "Kata Shaw, Gavin sama Papa lagi kurang akur, ya?"
Gavin terlihat kaget dan buru-buru membantah, "Bukan salah Papa, kok! Itu karena hasil ujian Matematikaku jelek, jadi Papa marah. Shaw kabur waktu Papa bilang aku enggak boleh main lagi sama Shaw, harus belajar sampai aku bisa dapat nilai bagus."
Lucien lagi-lagi memperhatikan Gavin dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dia tahu, Gavin adalah anak yang kuat.
"Mau belajar Matematika sama Abang?" tawar Lucien. "Oh iya, Gavin sudah makan siang belum?"
"Mau, Bang." Gavin menggeleng polos menanggapi pertanyaan kedua Lucien. Di saat yang sama, Kiro dan Shaw keluar dari kamar karena haus dan ingin ke dapur. Begitu Shaw melihat Gavin, Shaw langsung berlari dan memeluk kakak kandungnya itu.
"Abang enggak apa-apa?" tanya Shaw. "Abang enggak apa-apa, 'kan?"
"Nah, kebetulan," sahut Lucien. "Ayo makan siang bersama. Habis itu, Kiro sama Shaw kalau mau lanjut main boleh, kok—"
"Open the dooor! Opeeeeen! Woeee, opeeeeeeen!"
Itu suara Hades yang baru pulang setelah berusaha mencari perhatian sana-sini. Tidak usah dipedulikan.
Gavin duduk di antara Lucien dan Hades, menghadapi sepuluh butir soal Matematika buatan Lucien. Materi bilangan bulat yang sulit Gavin pahami, tapi demi tidak dimarahi ayah tercinta dan supaya bisa kembali diizinkan bermain bersama Shaw, Gavin harus berjuang. Kiro dan Shaw duduk di depan soal, memilih menyaksikan Gavin ketimbang lanjut bermain.
"Kalau angka positif ditambah angka positif, hasilnya jelas tetap positif," ajar Lucien. "Misalnya Gavin awalnya punya uang satu yuan, dikasih uang saku dari papanya Gavin lima yuan, jadi sekarang Gavin punya uang berapa?"
"Enam, Bang." Gavin mengangkat lima jari di tangan kirinya dan ibu jari kanannya. "Aku punya uang enam yuan."
"Bang Lucien, Papa enggak pernah kasih uang saku," celetuk Shaw. "Biasanya Mama yang kasih."
"Kan contoh soal doang, Shaaaaw," hardik Hades. "Ya sudah, soalnya diganti lain kali, Lus."
"Nah kalau angka negatif ditambah angka negatif, hasilnya juga sudah jelas negatif." Lucien menunjuk soal kedua. "Misalnya Gavin punya utang ke Ibu Kantin lima yuan, terus Gavin berutang lagi—"
"Aku sama Abang enggak pernah ngutang, Bang Lus! Papa selalu kasih uang jajan cukup kok!" sela Shaw lagi. "Yang biasanya ngutang itu kan Bang Hades di warung mamanya Minor. Bang Lucien jangan fitnah Abang gitu dong!"
"Heeeeeei, Andaaaaaa." Hades menggebrak dua pahanya. Kentara sekali Hades dan Shaw itu tidak satu frekuensi. "Mohon maaf ini yaa, maksud Shaw apa nih? Abang ngutang di warung?"
"Minor sendiri yang cerita." Walau Minor dan Kiro sebenarnya dua tahun lebih tua daripada Shaw, tentu saja bocah lumayan tidak tahu diri itu tidak mau memanggil mereka dengan sebutan kakak atau abang. Walau sebenarnya juga, baik Minor maupun Kiro sama sekali tidak keberatan. "Terakhir kali kata Minor, Bang Hades ngutang kokakola sebotol. Katanya mau beliin buat Kiro."
"Bang Des enggak pernah kasih Kiro kokakola," bantah Kiro cepat.
"Oi, oi—"
Lucien membulatkan mulutnya, ber-oh-ria sambil mendelik. "Begitu ya, Bang?"
Dasar Shaw kutu kupret. Hades bersumpah akan membuat perhitungan bocah kurang ajar itu suatu saat nanti. Lihat saja!
"Bang Lucien, bingung." Gavin menunjuk salah satu soal yang diberikan Lucien. "Negatif tujuh dikurang negatif tujuh hasilnya berapa, Bang? Ada utang tujuh yuan, habis itu dikurang dengan uang tujuh yuan, berarti impas gitu ya? Nol?"
"Itu kalau ditambah, Gavin. Ada utang tujuh yuan, ditambah uang tujuh yuan, baru nol hasilnya. Kalau dikurang, konsepnya seperti uang Gavin kurang tujuh yuan lagi, jadi utangnya nambah," jelas Lucien.
Gavin menggaruk belakang kepalanya, bingung. "Berarti sama seperti negatif ditambah negatif, hasilnya negatif juga ya, Bang? Terus Bang, kenapa negatif dikali negatif bisa hasilnya positif ya Bang?"
"Begini, Gavin. Abang jelasin pembuktiannya." Lucien mulai mencoreti kertas. "Bilangan apa pun kalau dikalikan dengan nol hasilnya pasti nol, 'kan? Kita buat persamaan misalnya negatif empat dikali nol sama dengan nol. Untuk mendapatkan hasil nol, nol yang dikalikan dengan negatif empat tadi kita ganti dengan operasi hitung bilangan positif dan negatif yang menghasilkan angka nol, misalnya satu ditambah negatif satu. Kita kali angka empat tadi dengan satu dan negatif satu. Jadinya negatif empat ditambah negatif empat dikali negatif satu, 'kan? Angka yang bisa membuat negatif empat menjadi nol adalah empat, jadi bisa disimpulkan negatif empat dikali negatif satu adalah empat. Maka dari itu, negatif dikali negatif hasilnya bisa positif."
"... Bang Lu, Kiro pusing."
"Setannya sudah keluar belum, Bang?"
"Maaf, Abang Lucien, bisa tolong ulangi sekali lagi ...?"
"Tumben-tumbenan kamu enggak bisa ngajarin anak-anak, Lus," ujar Hades sedikit menghina. "Anak kelas lima kamu ajarkan teori, gimana sih, Lus? Kalau anak SD tuh yang penting hapalan dulu. Teori nanti pas SMP."
"Abang Hades mau ngajarin aku?" tanya Gavin.
"Yoi, Gap." Hades menepuk dadanya sok bijaksana. "Ada filosofi gampangnya. Sini biar Abang kasih tahu."
Menyaksikan Hades yang mulai mengambil pena dari tangannya, Lucien sebetulnya agak kaget karena dia tahu benar, kalau persentase Hades mau belajar saja adalah satu banding seratus ribu. Apalagi sampai membantu orang lain? Bukan bermaksud meremehkan, tapi Lucien bahkan tidak pernah melihat Hades membantu Kiro mengerjakan tugasnya kecuali saat Lucien sakit. Itu juga malah berakhir Kiro yang justru mengajari Hades terkait materinya di kelas tiga SD.
"Gini, Gap. Kita anggap simbol kali atau x itu adalah sebuah hubungan. Kayak Abang sama Artemis, gitu. Angka positif kita lambangkan dengan sifat baik, kalau negatif yaaaa yang jahatnya." Terlihat Gavin manggut-manggut polos mendengarkan penjelasan Hades. "Kalau Abang kan baik, Artemis juga baik hati, nah menurut Gavin gimana?"
"Teman baik?" tebak Gavin
"Yaaa boleh lah." Hades melanjutkan, "Maka dari itu, kalau positif dikali positif, hasilnya tetap positif. Nah, sekarang gini, tahu Om Victor, 'kan?"
"Tapi Bang Vic kan cuman beda umur empat tahun sama aku, Bang. Sama Abang berarti cuma beda dua tahun, kok dipanggil Om?"
"Mukanya tua," jawab Hades spontan. "Ya udah, contohnya ganti nih. Gavin nonton film Batman enggak? Tahu Poison Ivy sama Floronic Man?"
"Nonton, Bang, tapi Shaw yang lebih hapal alur ceritanya, Bang," jawab Gavin. "Poison Ivy sama Floronic Man itu yang akhirnya kerja sama bukan ya, Bang?"
"Poison Ivy sebenarnya berniat baik dengan mau menyelamatkan Bumi, tapi malah bunuh banyak orang dan jadi orang jahat. Ketemu dengan Floronic Man yang memang sudah jahat dari sananya, mereka jadi kerja sama, 'kan? Malah makin jahat dan makin seram kombo mereka. Makanya, orang jahat ketemu orang jahat malah jadi teman baik juga karena satu pemikiran. Makanya, negatif kali negatif hasilnya positif."
Lucien nyaris menganga. Menurutnya, penjelasan Hades barusan lebih dari sekadar membagongkan.
Hades beralih menunjuk Shaw dan Kiro bergantian. "Atau kalau contoh mudahnya gini deh. Shaw nakal nih, Kiro juga kadang-kadang jadi ketular nakalnya. Mereka akur kan jadinya? Bestie, hubungan yang positif itu."
"Enak banget ngomongnya, Bang!" seru Shaw tak terima. "Lagian yang contoh tadi itu salah lho, Bang! Aku mau protes!"
"Yang mana? Harusnya bener dong, Poison Ivy sama The Floronic Man kerja sama akhirnya."
"Bukan contoh yang itu, Bang," Shaw tersenyum menahan tawa. "Soal Abang sama Kak Artemis tadi itu maksud aku. Kak Artemis cantik gitu, lah Abang aja mukanya kayak Voldemort. Abang negatif, Kak Artemis positif, mana mau Kak Artemis sama Abang. Malah jadinya pertengkaran yang kalau istilah kata Papa itu, berantem yang tidak sehat jasmani dan rohani."
"Oh, Shaw benar. Negatif dikali positif dan sebaliknya kan hasilnya negatif." Entah tahu atau tidak kalau Shaw sedang memanggang kakak angkatnya Kiro atau tidak, Gavin malah justru menimpali dan makin menyudutkan Hades.
"Bang Des ... Kiro itu nakal ya?" Belum selesai masalah Hades, tiba-tiba Kiro menyahut dengan ekspresi mau menangis. "Kiro minta maaf kalau Kiro nakal dan menyusahkan Bang Des, hiks hiks …."
Lucien buru-buru mendekati Kiro dan memeluknya. Bagi Hades, tatapan tajam Lucien serasa mengulitinya pelan-pelan. "Bang Hades, tanggung jawab."
Rasanya Hades benar-benar ingin meninggoy.
"Gap," panggil Hades sambil mengusap keningnya yang memerah., "soal utang tujuh dikurang tujuh jadinya nambah utangnya itu, ada dongengnya, lho."
Kiro kembali ceria dengan bersorak, "Waa, dongeng! Aku mau dengar dongeng Bang Des!"
"Itu aslinya negatif tujuh ditambah negatif tujuh, Gap. Cuman ya tadi, karena tanda tambah ketemu negatifnya si tujuh kedua, alhasil mereka berantem yang kata papanya Shaw tadi itu ... tidak sehat jasmani dan rohani, akhirnya hasilnya jadi negatif dan operasi hitungnya disederhanakan menjadi negatif tujuh kurang tujuh," jelas Hades. "Atau kalau versi ceritanya, dulu negatif tujuh dan negatif tujuh adalah sepasang suami istri. Ini kenapa si Lus bikin soalnya begini sih? Kan jadi lucu ini angkanya sama—"
"Bang."
"Naaaah, mereka berdua ini hidup dengan damai. Sampai suatu ketika, DUAAAAR!"
"Eh wedhus Diophantus lupa rumus!" latah Gavin kaget. Lucien lebih kaget lagi karena Gavin tahu nama Bapak Aljabar padahal masih SD.
"—Sang suami sakit parah dan harus dilarikan ke rumah sakit yang kita simbolkan sebagai tanda plus," lanjut Hades mengabaikan panggilan penuh sayang dari Lucien.
"Tapi kenapa harus ada duar-nya gitu, Bang?" tanya Shaw.
"Ada meteor berbentuk rumah sakit yang bentuknya seperti tanda tambah jatuh dari langit!"
Oke, Hades mulai halu. Lucien hanya perlu menentukan waktu yang tepat untuk "menegur" manusia ajaib itu.
"DUAAAAAR!"
"Eh mamak bapak Archimedes jadi kades!"
"Bang Hades, kasihan anak orang itu latah terus." Lucien memberikan surat peringatan pertama. Aslinya sih, jantungnya yang tidak baik-baik saja.
"Sori, Lus." Hades nyengir. "Oke, akhirnya mereka dipisahkan oleh pelakor bernama rumah sakit …."
Shaw dan Kiro refleks memajukan kepala. Gavin mendengarkan dengan serius. Lucien hanya diam, masih mengawasi Hades yang bisa kumat stresnya kapan saja.
Hades berdeham dua kali. "Kata dokter, hidup sang suami tidak akan lama lagi karena penyakit ginjal yang dideritanya."
"Aah, harus operasi transformasi ginjal itu," celetuk Kiro.
"Bukannya transpirasi ya, Kiro?" koreksi Shaw.
"Bukan eh, transmigrasi mungkin."
"Transparansi kayaknya? Eih eih, jadi ingat Papa bilang mau protes soal transparansi kasus Om Yosua!"
"Oh yang itu aku tahu! Papa Kiro ngamuk-ngamuk karena nanya soal transplantasi kasus—"
"Salah jalur, Kiro, Shaw, salah serveeeer! Biarin Abang selesai cerita dulu napaa!" potong Hades. "Intinya ya si suami sakit ginjal dan harus dirawat di rumah sakit, terpisah sama istrinya yang sedih dan nangis terus-menerus."
"Bang Hades, kayaknya itu bukan dongeng, tapi sinetron," tutur Lucien mulai mengajukan keberatan, "dan ini sepertinya kurang pantas buat mereka bertiga."
"Udah terlanjur penasaran, Bang," respons Shaw.
Kiro yang masih di pangkuan Lucien mengangguk atas dasar solidaritas. "Habis itu, gimana, Bang Des?"
Hades lanjut bicara, "Setelahnya, si istri memutuskan untuk mendonorkan ginjalnya, supaya sang suami bisa sembuh dan segera keluar dari rumah sakit."
"Oh, tanda plusnya hilang," guman Gavin sembari memperhatikan tanda plus—yang menghubungkan negatif tujuh pertama dan negatif tujuh kedua yang diberi tanda kurung—yang dibulathitamkan mirip tompel Pak Leto.
... Iya, Pak Leto yang itu. Pria tua berambut klimis yang belakangan ini suka sekali memakai tompel imitasi di bawah bibir. Kata beliau sih, penampilan yang lagi populer sekarang. Banyak murid yang mengatakan Pak Leto adalah seorang intel yang menyamar menjadi guru Matematika karena tidak bisa masak bakso kuah. Tompel, menurut para murid, adalah tambahan penyamaran Pak Leto.
"Pada akhirnya, sepasang suami istri negatif tujuh dan negatif tujuh itu bisa kembali hidup bersama dengan damai, tamat."
"Yeeeeey, tamaaat."
"Aku jadi paham. Terima kasih, Abang Lucien, Abang Hades."
"Iya Gap, sama-sama."
Oke, Lucien menganga sekarang. Apa sih yang sudah dia dengarkan dari tadi?
"Selamat pagi, anak-anak!" sapa guru kesenian kelas satu SD itu dengan amat ceria. "Kalian hari ini mau menggambar atau menyanyi?"
"Gambar aja, Bu Guru!"
"Ihh, enak nyanyi dong, gimana sih?"
"Bilang aja enggak bawa krayon, huuu!"
"Kamunya kali yang suaranya jelek, huuu!"
"O-Oke, tenang semuanya, tenang anak-anak," cegah sang wali kelas pengganti yang sama sekali tidak sadar, kalau kelas yang harus dibinanya sekarang ternyata sebegini bar-barnya. Maklum, guru baru dan hari ini adalah hari mengajarnya yang kedua. "Kalau begitu, hari ini kita menggambar saja, ya. Ibu bagikan kertasnya, tema menggambar kita hari ini adalah langit."
"Baik, Bu Guruuuu."
Setelah jam mengajarnya berakhir, guru tersebut langsung memeriksa hasil karya anak-anak di ruang guru. Kebetulan sekali, gambar Shaw terletak paling atas, di mana fenomena paling ajaib nan mengherankan di abad ini langsung terpampang nyata di depan sang guru.
Awan biru, langit putih, gambarnya Shaw sukses memperlihatkan ramalan tanda-tanda kiamat yang akan datang. Ada sebuah tanda tambah berukuran raksasa berwarna abu-abu berada di tengah-tengah awan, yang diberikan efek garis seolah akan jatuh. Ada tanda panah yang menunjuk benda abnormal itu dan diberi keterangan ini meteor berbentuk tanda tambah bu guru.
Di atas rumput, sebuah rumah legendaris yang terdiri dari segitiga, jajar genjang, dan dua buah persegi panjang di bawah masing-masing bangun datar, ditambah dua jendela berbentuk persegi dengan bingkai yang membagi menjadi empat bagian. Seorang manusia stik berbadan kotak berada di dalam rumah itu, sedangkan manusia stik lain yang berbadan segitiga digambar di luar rumah. Terdapat tiga panah yang menunjuk bangunan rumah itu dan dua manusia stik. Masing-masing diberi keterangan ini meteornya berubah jadi rumah sakit bu guru, ini si suaminya masuk rumah sakit bu guru karena sakit ginjal, dan ini istrinya bu, maaf bu gak bisa gambar orang.
Wanita muda tersebut hanya tersenyum tipis. Imajinasi anak zaman sekarang memang sangat tidak terduga. Shaw terlihat punya bakat komikus yang terpendam.
Ibu gurunya ramah ya, gengs.
"Bang Gavin!" Shaw menghampiri Gavin yang baru saja menghadap papa tercinta. Di tangan Gavin masih ada selembar kertas ulangan yang ditulis angka seratus dengan tinta merah. "Gimana Bang, hasil ulangan ulangnya? Kita bisa main bareng kan, Bang?"
"Papa bilang Abang harus dapat nilai bagus di ulangan selanjutnya, Shaw. Jadi belum bisa," terang Gavin. "Oh ya, itu Shaw dipanggil sama Papa tadi."
"Kenapa, Bang?" tanya Shaw bingung,
Gavin teringat kalau papanya sedang memegang kertas gambar milik Shaw, tapi Gavin tidak tahu apa yang digambar oleh adiknya itu, karena dari belakang hanya tampak bayangannya saja. "Sepertinya Papa mau tanya Shaw soal gambar Shaw. Memangnya Shaw gambar apa itu?"
"Gambarin cerita Bang Hades waktu ngajarin Abang, Bang. Seru soalnya."
Sepertinya nasib Hades akan tidak baik-baik saja dalam minggu ini.
tamat
~himmedelweiss 01/09/2022
