August (was never mine)
Summary:
Bagaimana jika sejak semula dia tidak pernah menjadi milikmu seutuhnya?
Pairing: Park Chanyeol, Byun Baekhyun.
Tags: Strangers to lovers, summer love, breakup (not so) makeup, homophobia, platonic relationship.
Warning: Beberapa scene adalah adaptasi dari kejadian nyata, pembaca di mohon untuk bijak.
Disclaimer: Cerita ini murni karya fiksi penulis yang disusun berdasarkan beberapa kejadian nyata yang kemudian diadaptasi dan disesuaikan dengan kebutuhan cerita. Apabila ada kesamaan dengan kisah kalian, maka itu ada di luar kuasa penulis. Byun Baekhyun dan Park Chanyeol belongs to themself, penulis hanya meminjam nama serta visualnya saja.
Note: Dimohon untuk tidak mencuri cerita ini dalam bentuk APA PUN (menjiplak, menyalin, INSPIRED, atau memposting di tempat lain tanpa izin) dikarenakan penulis secara pribadi mendedikasikan keseluruhan cerita untuk seorang teman yang berharga.
Secret Message:
Makasih untuk hari ini, 3 tahun yang lalu. Mungkin aku pernah nyakitin kamu tanpa sengaja, begitu pun sebaliknya, tapi semoga pertemanan ini tetap bisa langgeng untuk waktu yang lama, sampai kita gak mampu sekrol DM lagi karena udah terlalu banyak isinya, dan sampai kita lupa udah pernah bahas apa aja di sana saking banyaknya. Makasih udah jadi penasihatku selama ini, selalu nunjukin aku sesuatu yang baik dan jalan yang benar untuk ditempuh. I love you, v.e.
[]
Hari ini matahari bersinar cukup terik. Baekhyun menyipitkan mata, lalu tangannya terangkat untuk menghalau cahaya yang terlalu menyilaukan. Musim panas ini masih sama seperti musim panas sebelumnya. Hanya ada sedikit hujan di siang hari. Sementara badai lebih sering datang saat tengah malam.
Oh, Baekhyun sangat membenci badai yang disertai petir. Bukan karena takut, melainkan tak sanggup dibuat kaget tiap suara menggelegarnya terasa seperti membelah langit.
"Hei, ayo turun! Kopernya biar aku yang keluarkan."
Baekhyun melakukan tepat seperti apa yang diperintahkan kakaknya. Sinar matahari bahkan jauh lebih terik lagi sekarang dibanding saat dirinya masih di dalam mobil. Baekhyun mengangkat kedua tangannya ke atas, merenggangkan tubuh untuk menghilangkan pegal. Ia membiarkan Baekbeom mengeluarkan koper sendirian dan memilih membuka pintu belakang, tempat keponakannya terlelap.
"Siwoo, kita sudah sampai. Paman lepas seatbelt-nya ya."
Balita berusia 4 tahun itu terusik dan mengerang pelan. Tangan mungilnya lalu bergerak, mengucek mata dengan hati-hati sambil memajukan bibir. Siwoo langsung membetulkan posisi duduknya saat Baekhyun membungkuk dan menggendongnya keluar. Mulutnya kemudian membuka, menguap lebar dan cukup lama dalam gendongan sang paman.
"Sudah bangun? Mau lihat kereta?"
"Eung, kereta."
"Sebentar, kita tunggu ayahmu dulu, oke?"
Semua barang bawaan sudah ditempatkan pada troli. Total 2 koper dan 1 tas ransel besar, 1 lagi tas ransel kecil, serta gitar yang baru dibeli beberapa bulan lalu saat Baekhyun memutuskan mengikuti klub musik. Ketiganya pun lantas memasuki stasiun kereta yang penuh sesak oleh orang-orang. Sebagian besar adalah murid asrama Shinhwa yang berangkat dengan kereta pukul 11 menuju Gwangju. Baekbeom memisahkan diri dan pergi mengurus segalanya untuk Baekhyun. Tiket, barang bawaan, bahkan membeli bungeoppang sebagai pengganjal perut. Sementara Baekhyun sendiri pergi berkeliling dengan Siwoo.
"Semua sudah kumasukkan. Ini kartu untuk bagasimu. Dan ini tasmu. Ada obat-obatan, air minum, juga bungeoppang. Bagikan dengan teman seperjalananmu, oke?"
"Untuk Siwoo mana?" Baekhyun menerima tas kecil yang kakaknya berikan sambil bertanya. Keponakannya itu juga suka bungeoppang.
"Ini," tunjuk Baekbeom pada kantung lain di tangannya. "Aku tidak melupakanmu, jagoan!" lanjutnya seraya menggendong Siwoo yang tertawa riang.
"Ayah, keretanya besar sekali. Aku ingin ikut paman. Aku ingin naik kereta."
"Lain kali, oke? Kita pergi bersama ke Busan saat libur musim panas berikutnya."
Baekhyun memeluk keduanya sebagai salam perpisahan, lalu pergi menaiki kereta yang sebentar lagi akan berangkat.
Di dalam stasiun, terik matahari tidak terlalu terasa. Tapi begitu kereta berjalan, tirai-tirai pun mulai ditutup. Meski sebagian ada yang membiarkannya terbuka hingga sinar matahari masuk ke dalam kompartemen.
Baekhyun berjalan di lorong, mencari kursinya setelah bertahan pada ruang antar rangkaian gerbong agar bisa melambai pada Baekbeom dan Siwoo. Dia berpapasan dengan beberapa murid asrama Shinhwa lainnya. Tapi tidak ada yang ia kenali. Baekhyun tak berharap banyak, toh ini baru semester kedua dirinya bergabung di sana.
Menjadi anak yang berbeda, membuatnya tertutup dan cukup selektif memilih teman. Meski asrama Shinhwa memang tercipta untuk mereka yang ditakdirkan berbeda dengan yang lainnya. Namun ia terbiasa hidup seperti ini sejak SMA. Tak mudah. Tak pernah mudah. Menjadi gay selalu sulit bagi Baekhyun sejak pertama kali ia menyadarinya.
Lihatlah kereta ini jika tak percaya. Ini bukan kereta khusus milik asrama Shinhwa. Ini adalah kereta umum biasa namun hanya ada sedikit penumpang yang mau menaikinya. Sebab mereka tahu tiap akhir Februari dan Agustus, kereta akan dipenuhi oleh kaum LGBT yang akan pergi ke asrama untuk memulai semester baru. Hanya mereka yang berani dan betul-betul tidak peduli dengan para penyuka sesama jenis yang bersedia menaiki kereta yang sama. Sementara sebagian besar lainnya bahkan enggan untuk berdekatan dan berada di ruangan yang sama dengan mereka, seolah mereka ini terinfeksi penyakit menular mematikan.
Baekhyun mengenyahkan keresahan tersebut dan kembali fokus mencari kursinya. Beberapa anak masih sibuk menata barang atau bertukar makanan dengan sesama teman, sehingga langkahnya sedikit terhambat. Tapi Baekhyun tahu ia sudah dekat.
"Oh, ini dia."
Kursinya ternyata ada di dekat jendela, sementara kursi lainnya sudah diisi oleh seseorang. Baekhyun harus meminta anak lelaki yang menjadi teman seperjalanannya itu untuk menyingkir sejenak agar ia bisa masuk ke sana. Sebenarnya bisa saja Baekhyun langsung masuk karena masih tersisa sedikit ruang untuk lewat, tapi ia tak mau menyenggol anak yang tengah asyik membaca itu tanpa sengaja.
" Eung, permisi. Aku akan lewat."
Anak itu menatapnya sekilas kemudian bangkit dan sedikit membungkukkan kepalanya. "Maaf, silakan."
Baekhyun tertegun. Sudah lama sekali sejak ia diperlakukan sesopan ini oleh orang asing. Ia pun tak bisa menahan dirinya untuk tidak salah tingkah. "T-terima kasih," gagapnya.
Ransel kecil yang Baekhyun bawa ia letakkan di kakinya setelah mendudukkan diri. Kemudian ia beralih ke sisi kiri di mana tirai-tirai masih terbuka hingga cahaya matahari menyorot ke tempatnya. Baekhyun ingin sekali menarik tirai tersebut sampai menutup sepenuhnya namun ia ragu. Anak di sampingnya tengah membaca buku, akan sangat tidak sopan jika ia menutupnya begitu saja meskipun pencahayaan di kereta masih sangat bagus.
"Eung, maaf– bolehkah..." Ucapan Baekhyun terhenti saat maniknya menangkap sebuah tato di tangan kanan anak itu. Tato yang begitu ia kenali. Tato yang selama beberapa bulan ini menghantuinya. "Itu asli?" tanyanya tanpa sadar.
Anak itu mengerutkan dahi. "Buku ini?"
"Bukan," Baekhyun menggelengkan kepalanya tanpa mengalihkan pandangan. "Tatomu. Apa itu asli? Kalau iya, sejak kapan kau memilikinya?"
"SMP."
Oh. OH. Astaga, ternyata benar dugaan Baekhyun. Dia mengenali anak ini.
"K-kau... kau Loey?"
"Eum, yah, aku Loey," jawab anak itu hati-hati. "Dari mana kau tahu kalau ini aku?"
"Kau bercanda? Siapa yang tidak mengenalmu?" Baekhyun menutup mulutnya secara refleks saat sadar suaranya terlalu keras. "Kau adalah penyelamatku. Kau yang membuat tidurku nyenyak selama beberapa bulan ini. Aku tidak percaya rumor itu ternyata benar. Loey tinggal di asrama Shinhwa. Kau tinggal sedekat itu denganku. Dan aku menolak percaya sampai... sampai hari ini."
Anak bernama Loey itu memasang ekspresi tak terbaca di wajahnya. Dia terkejut, Baekhyun bisa melihat itu sekilas. Tapi entah apa lagi yang dirasakannya. Dia sungguh tak bisa dibaca.
"Maafkan aku," akhirnya Baekhyun sadar, mungkin ia telah membuat anak ini merasa tidak nyaman. "Aku terlalu bersemangat. Aku tidak berpikir mungkin kau ingin hidup secara tersembunyi, tidak ingin ada yang tahu bahwa kau adalah Loey, karena itu tidak ada yang benar-benar tahu kalau kau tinggal di asrama Shinhwa. Sekali lagi aku minta maaf." Baekhyun menundukkan kepalanya dalam-dalam, memohon maaf dengan tulus pada Loey. "Ini bukan alasan, tapi aku hanya merasa terlalu senang. Aku tak menyangka bisa bertemu langsung denganmu seperti ini. Dan mendengar suaramu secara langsung. Maaf kalau sikapku sedikit berlebihan."
Suara husky Loey yang rendah dan dalam terdengar mengekeh pelan. Degup jantung Baekhyun sampai terhenti selama sesaat. Dia ingin menangis. Menangis bahagia karena suara yang menemani malam-malamnya di asrama bisa ia dengarkan secara langsung dalam jarak yang cukup dekat seperti ini.
"Kau menonton channel Youtube-ku?"
"Ya. Aku melihatnya tiap malam."
"Tapi aku tak punya banyak konten."
"Tiga puluhan itu tidak banyak? Aku bisa menonton satu tiap malam dan dalam sebulan tidurku akan terjamin nyenyak. Aku bahkan tidak akan bosan mengulangnya selama setahun penuh."
Loey adalah seorang konten kreator yang sering membuat video ASMR ketika dirinya tengah membaca buku. Kadang di akhir sesi, Loey akan memetik gitarnya dan menyanyikan beberapa bait lagu akustik pengantar tidur yang menenangkan. Channel-nya cukup terkenal di kalangan kaum LGBT. Tapi sejauh ini dia belum pernah menunjukkan wajahnya di sana. Kamera hanya akan menampilkan bagian leher Loey ke bawah. Dan Baekhyun ingat, pemilik akun Youtube Loey61 itu menggunakan foto hitam putih yang tampak seperti tangan bertato. Biasanya Baekhyun tidak menyukai orang yang memasang tato di tubuh, tapi tato tersebut terlalu indah hingga Baekhyun bermimpi untuk memilikinya juga.
"Terima kasih banyak... eum," ucapan Loey terjeda. Ia tampak kebingungan harus memanggil Baekhyun dengan sebutan apa.
Dan untungnya Baekhyun tidak terlalu bodoh untuk menyadari hal tersebut. "Ah, maaf, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Byun Baekhyun."
"Oh, eum, Baekhyun? Sepertinya aku mengingatmu. Kau selalu meninggalkan komentar di setiap video, bahkan video lama sekalipun." Senyum canggung Loey mengakhiri penjelasannya. Dan itu semakin menambah histeria Baekhyun.
"BENARKAH?" Baekhyun tak peduli jika reaksinya terlihat berlebihan. Dia hanya terlalu senang, hingga semua ini tampak seperti mimpi saja.
Diingat oleh seseorang yang kau kagumi, bukankah itu luar biasa? Sungguh, Baekhyun tidak dapat melukiskan bagaimana perasaannya.
Perjalanan pertama Baekhyun menuju asrama Shinhwa di Gwangju pada akhir Februari lalu tidak terlalu menyenangkan. Dia duduk sendirian, tidak ada teman mengobrol sepanjang jalan. Saat sudah sampai di asrama, dia juga harus sekamar dengan 3 orang yang tampak kurang bersahabat. Kesan pertamanya tinggal jauh dari rumah jadi tidak begitu bagus. Baekhyun merindukan kakaknya, merindukan Siwoo, bahkan merindukan sang ibu yang kini membencinya. Tapi tampaknya semester ini akan sangat berbeda.
"Jadi apa kau lebih menyukai buku tentang astronomi? Karena semua buku yang kau baca banyak yang membahas tentang langit, galaksi, gugusan bintang, bahkan planet-planet."
"Menjadi seorang astronaut adalah cita-citaku saat masih kecil." Loey mengiyakan. "Sekarang aku hanya menikmatinya sebagai hobi."
"Hobi yang sangat bermanfaat bagi orang lain," puji Baekhyun tulus. "Kau tahu kan, kau sudah membantu banyak orang untuk... bertahan. Kau tidak hanya membacakan buku, kau juga membagi pandangan-pandanganmu di sana sambil menjelaskan beberapa hal yang masih asing bagi sebagian orang. Kau bahkan menyanyikan lagu untuk kami agar kami bisa tidur nyenyak. Aku beruntung bisa menemukan channel-mu di website Shinhwa."
"Sebenarnya saat itu aku melakukannya untuk diriku sendiri. Jadi aku masih sering tidak percaya bahwa penontonku cukup banyak dan channel-nya jadi berkembang dengan pesat sampai-sampai banyak sekali yang memintaku untuk meng- upload lebih banyak video. Terkadang aku merasa sedikit bersalah saat tidak bisa mem- posting apa pun dalam kurun waktu yang cukup lama."
"Hei, tidak apa-apa. Aku yakin mereka akan paham. Semua orang punya kehidupan yang harus dijalani."
"Kuharap mereka semua berpikiran sama sepertimu. Jadi aku tidak perlu takut didoakan yang macam-macam karena sering menghilang," ujar Loey dengan nada bercanda.
Baekhyun tidak tahu kenapa dia jadi banyak tertawa hari itu. Dia juga jadi lebih cerewet dari biasanya sampai tak lelah menceritakan apa pun yang terlintas di kepalanya. Loey berhasil membangkitkan sesuatu dalam dirinya yang ia sendiri masih tak tahu apa tepatnya. Yang jelas obrolan mereka tak berhenti di sana. Namun alih-alih saling bertukar nomor ponsel, Loey malah memberinya sebuah alamat email.
"Kau tidak keberatan, kan?"
Baekhyun menatap potongan kertas berisi alamat email milik Loey di tangannya. Kereta yang mereka tumpangi sudah sampai di stasiun Gwangju beberapa menit yang lalu. Bis jemputan menuju asrama juga sudah menunggu. Hanya tersisa sedikit waktu sebelum semua anak naik dan siap berangkat.
Sejujurnya Baekhyun tak menyangka jika Loey akan menanggapi dengan serius ucapannya. Dia hanya sedang berkeluh kesah, menyesali perjalanan Seoul – Gwangju yang terlalu singkat hingga waktu mengobrol yang mereka miliki hanya sedikit saja. Tapi mendadak Loey menyobekkan secarik kertas kecil dan menuliskan sesuatu di atasnya, yang semula Baekhyun kira sebagai nomor ponsel.
Sekarang dia tidak tahu harus merespons apa. Karena...
"Kau pasti sudah gila!" seru Baekhyun heboh. "Sungguh, ini tidak bisa dipercaya. Kau tidak menganggapku aneh? Kau masih mau mengobrol denganku? Maksudku... setelah semua kerandoman yang kulakukan dari Seoul ke Gwangju?"
...Baekhyun sangat bahagia.
Ya.
Sialan sekali.
Dia terlampau bahagia namun tidak bisa mengungkapkannya dengan baik. Entah apa yang akan dipikirkan Loey setelah ini. Mungkin dia akan menyesal berbagi email dengan bocah cerewet dan berisik seperti dirinya.
"Apa itu artinya kau tidak keberatan?" tanya Loey memastikan.
Dan Baekhyun langsung menanggapi dengan manik sipitnya yang membulat sempurna. "Kau masih harus menanyakannya? Astaga! Kau pasti tidak menganggap serius ucapanku. Aku penggemarmu, Loey. Tentu saja aku tidak akan keberatan."
"Baiklah," kekeh Loey malu-malu. "Aku lebih banyak aktif di malam hari. Jadi, sampai jumpa?"
Kedua sudut bibir Baekhyun tertarik ke atas, membentuk senyuman manis yang amat lebar. Dia mengacungkan jempolnya dan mengangguk keras sampai rambutnya ikut bergerak. "Sampai jumpa, Loey. Ah, dan ini..." Baekhyun mengeluarkan sesuatu dari tasnya. "Kakakku membelinya di stasiun dan memintaku membaginya dengan teman seperjalanan. Tapi karena terlalu asyik mengobrol, aku jadi lupa. Maaf ya, sekarang bungeoppang-nya pasti sudah dingin. Kau bisa menghangatkannya dulu di asrama atau memakannya langsung di bis."
Mereka pun berpisah di sana karena harus menaiki bis yang berbeda.
Yang tidak Baekhyun ketahui, anak bernama Loey itu tersenyum sepanjang jalan menuju asrama karena bungeoppang yang ia berikan.
[]
A/N:
Cuma bisa berharap, semoga ini gak jadi WIP abadi. And hello to myself, welcome back to your old home hehe~
Lcourage, 310822.
p.s
If you (v.e) accidentally found this, please just ignore it T_T
