Disclaimer:
Naruto: Masashi Kishimoto
A Silent Voice: Kyoto Animation
.
.
.
Pairing: Naruto x Shouko
Genre: romance, friendship, hurt/comfort, slice of life, humor
Rating: T
Setting: Alternate Universe (AU)
.
.
.
Hidden
By Hikayasa Hikari
.
.
.
Chapter 3. Cinta itu percuma?
.
.
.
Mobil Hinata berhenti di depan gedung apartemen berlantai sepuluh. Naruko dan Shouko yang turun, sementara Sakura dan Ten Ten juga ikut turun. Hanya Hinata dan Ino yang masih betah di dalam mobil.
"Naruko, tolong lindungi Shou-chan. Jangan sampai kakakmu itu mengusirnya juga," ucap Sakura menunjuk wajah Naruko dengan sikap yang tegas.
"Ya, aku akan melindunginya," balas Naruko tersenyum.
"Kalau begitu, kami pulang dulu," sahut Ten Ten yang mendapatkan anggukan dari Sakura.
"Naruko, Shou-chan, kami pulang." Hinata melambaikan tangan. "Sampai besok di sekolah."
Naruko dan Shouko melambaikan tangan, bertepatan Sakura dan Ten Ten masuk lagi ke mobil. Hinata langsung menghidupkan mesin mobil. Membelokkan mobil ke arah pintu gerbang. Meninggalkan kesunyian yang menjadi teman Naruko dan Shouko.
"Oh ya, Shou-chan. Kita langsung masuk ke apartemenku, ya?" ajak Naruko memperagakan bahasa isyarat yang berhasil dikuasainya setelah berulang kali mempraktekkannya saat belajar dari Sakura.
Shouko mengangguk, tersenyum. Naruko menarik tangannya. Berjalan menuju tangga yang tak jauh darinya.
Apartemen milik Naruko ada di lantai dua. Bersebelahan dengan apartemen milik Naruto. Mereka sengaja tinggal terpisah, mengingat Naruto tidak mau dekat dengan perempuan.
Naruko dan Shouko tiba di depan pintu apartemen Naruto. Naruko mengetuk keras pintu beberapa kali, bersama suaranya yang keras, cukup memekakkan telinga.
"Naruto-nii-chan, ini aku Naruko!" seru Naruko yang terus menggedor pintu apartemen Naruto, "keluarlah. Aku membawa Nishimiya Shouko, temanku yang kuceritakan itu."
Terdengar suara Naruto yang juga keras dari dalam apartemen. "Aku tidak mau keluar!"
"Sebentar saja!"
"Tidak mau!"
"Nii-chan!"
"Tidak!"
Naruko menggeram kesal. Alisnya menukik. Menggedor-gedor pintu lebih keras dari sebelumnya. Mengganggu ketenangan Naruto di dalam sana. Hingga puncak kesabaran Naruto habis, membuat Naruto membuka pintu dan membanting pintu dengan keras.
"Akhirnya Nii-chan mau keluar juga," kata Naruko tersenyum lebar seraya membelit lengan kanan Shouko, "Nii-chan, ini orangnya yang kuceritakan itu, Nishimiya Shouko. Orangnya manis, 'kan?"
Naruto berdiri di ambang pintu, memakai pakaian kasual serba tertutup. Rambut pirangnya acak-acakan. Sorot matanya tampak malas. Memperhatikan Shouko dari atas sampai bawah.
"Apa benar dia itu bisu dan tuli?" tanya Naruto melirik Naruko.
"Ya. Aku mengetahuinya dari Kakashi-sama. Pendengaran Shou-chan sudah terganggu sejak baru lahir. Sehingga dampaknya dia tidak bisa berbicara," jawab Naruko mengangguk.
"Pasti dia menderita sekali karena kekurangannya."
"Ya. Banyak yang tidak menyukainya, malah mem-bully-nya."
"Kau sudah menjadi sahabat yang baik untuknya, 'kan?"
"Sudah."
"Baguslah."
Naruto tersenyum, memegang pucuk rambut Naruko. Mengelus pelan rambut Naruko. Tapi, saat Shouko menyentuh tangan Naruto yang memegang kepala Naruko, membuat Naruto membelalakkan mata.
Naruto bermuka pucat, langsung masuk dan menutup pintu sehingga menimbulkan bunyi yang sangat keras. Dia berlari ketakutan, naik ke tempat tidur dan menyelimuti dirinya dengan kain yang tebal.
Hening. Naruko dan Shouko tercengang, seakan menimbulkan tanda tanya di atas kepala Shouko. Naruko yang paham benar tabiat kakaknya, hanya menghela napas.
"Nii-chan, sampai kapan kau ketakutan begitu saat disentuh gadis selain aku? Keluarlah dan bertemanlah dengan Shou-chan!" teriak Naruko. Alisnya naik.
"Kau antarkan temanmu itu pulang sekarang juga, Naruko!" balas Naruto. Suaranya lebih keras dari Naruko.
"Nii-chan mau mengusirnya seperti mengusir teman-temanku yang lain?"
Tidak ada jawaban. Naruko dan Shouko menganga lagi. Meledakkan kemarahan yang seolah berkobar di hati Naruko.
Naruko bermuka garang. "Nii-chan, aku tidak mau tahu, kau harus keluar dan minum teh bersama Shou-chan di apartemen-ku! Kalau tidak, aku dobrak pintu ini dalam hitungan ketiga! Tiga, dua, sa..."
Tiba-tiba, pintu terbuka lagi. Naruto keluar, tetapi sudah memakai topi, sarung tangan, jaket, syal, dan kacamata hitam. Melewati Naruko dan Shouko. Naruko yang sempat berhenti berbicara, segera mengejar Naruto dengan beringas.
"Nii-chan, tunggu dulu!" Naruko berhasil menangkap ujung belakang syal Naruto.
"Aduh! Aduh, sakit! Kau mau mencekikku sampai mati, Naruko?" Naruto melepaskan syalnya, mendelik Naruko.
"Nii-chan mau kemana?"
"Aku mau beli novel-novel baru lagi."
"Daripada keluar dan panas begini, lebih baik kau membeli novel secara online."
"Tidak. Aku lebih suka beli langsung."
"Dasar, bebal! Kau itu alergi matahari! Jangan keluar!"
Naruko menarik rambut Naruto yang tersembunyi di balik topi lebar. Naruto merasa kesakitan lagi, berusaha melepaskan diri dari jeratan Naruko. Sementara Shouko hanya bisa diam menyaksikan perseteruan konyol di antara Naruto dan Naruko.
"Hei, mengapa kalian ribut sekali, Namikaze bersaudara?" tanya seseorang yang mendadak datang dari arah tangga, tak jauh dari Naruto, Naruko, dan Shouko.
Naruto dan Naruko berhenti bertengkar, melihat seorang laki-laki berambut raven berjalan mendekati mereka. Mereka menatap tajam tetangga yang ada di sisi kanan apartemen Naruto kecuali Naruko yang tersipu malu. Sasuke hanya melewati mereka dan berhenti tepat di hadapan Shouko.
"Nishimiya-san, mengapa kau ada di sini?" tanya Sasuke menggunakan kedua tangannya untuk membentuk bahasa isyarat agar bisa berkomunikasi dengan Shouko.
Shouko mengambil pena dan buku tulis sebesar kartu remi dari saku blazernya. Menulis jawaban di salah satu kertas buku tulis. Memperlihatkannya pada Sasuke.
"Aku diajak Naruko untuk minum teh di apartemennya dan berkenalan dengan kakaknya," ujar Sasuke yang membaca tulisan Shouko, "oh, apa maksudnya ini, Naruko?"
Sasuke menoleh ke arah Naruko. Otomatis Naruko seakan membatu. Gadis berambut pirang itu, sulit mengungkapkan kata-kata untuk menjawab pertanyaan Sasuke.
"Hei, Naruko, jangan terlalu mengagumi orang sok keren itu!" ungkap Naruto membuka kacamatanya, "aku tidak setuju jika kau dekat dengannya, Naruko."
"Nii-chan, apa kau bilang? Aku tidak kagum padanya," protes Naruko mencubit pipi Naruto.
"Kau selalu bercerita tentangnya, 'kan? Kalau kau itu..."
Naruko membekap mulut Naruko dengan tangannya. Dia tersenyum kaku saat melihat Sasuke. Gelagat aneh dari Namikaze bersaudara itu tidak dihiraukan Sasuke.
"Nishimiya-san, jangan terlalu dekat dengan mereka. Soalnya mereka itu aneh dan akan membuatmu juga aneh," tutur Sasuke menggunakan bahasa isyarat lagi, tersenyum, "lebih baik kau berteman denganku saja."
Shouko menganga. Tidak tahu harus memihak yang mana. Kemudian Sasuke menepuk bahu kiri Shouko, bergegas masuk ke apartemennya. Tapi, Shouko kaget saat Naruto berlari kencang bagai ninja melewatinya, melesat masuk ke apartemen Sasuke. Entah apa yang dilakukan Naruto di dalam apartemen Sasuke.
Naruko mendekati Shouko, menyodorkan handphone pada Shouko. "Ini baca."
Shouko mengambil ponsel Naruko. Membaca isi yang ada di layar benda persegi empat itu. Serius sekali.
Naruto dan Sasuke adalah teman sepermainan sejak berumur satu tahun. Mereka sangat akrab seperti saudara. Tapi, setelah Naruto diketahui mengidap Solar Urticaria. Naruto dilarang ibu untuk tidak keluar rumah. Sasuke tidak tahu Naruto mengidap penyakit langka itu. Menganggap Naruto tidak mau berteman dengannya lagi. Makanya mereka jadi bermusuhan sampai sekarang.
Shouko tertegun setelah membaca isi pikiran Naruko. Menjeling Naruko. Matanya meredup. Mukanya kusam. Merasa kasihan pada Naruto dan Sasuke.
Shouko menulis sesuatu di halaman buku tulis, dan menunjukkannya pada Naruko. Aku baru tahu kakakmu sakit. Apa karena itu juga, dia tidak bersekolah sepertimu?
Naruko mengangguk, dan menulis balasannya dengan meminjam pena Shouko. Kakak tetap bersekolah, tetapi home schooling. Asuma-sensei yang selalu datang mengajarinya setiap malam kecuali hari minggu dan hari libur. Kakak selalu mengeluh, ingin sekali bersekolah sepertiku yang bebas keluar, tetapi kemauan kakak ditentang ibu.
Shouko manggut-manggut, mengerti dengan keadaan yang dialami Naruko dan Naruto. Hatinya tergerak ingin mengetahui lebih dalam tentang keluarga Naruto dan Naruto sendiri.
Naruto keluar dari apartemen Sasuke, menepuk tangannya berulang kali. Mukanya garang. Alisnya menukik. Barusan dia selesai adu jotos dengan Sasuke dan berakhir Sasuke yang sudah terkapar pingsan di dekat pintu.
"Ya, sudah. Aku mau pergi," kata Naruto memakai kacamatanya lagi, menghampiri Naruko dan Shouko.
"Tapi, Nii-chan, kau harus minum teh bersamaku dan Shou-chan," sahut Naruko sukses menangkap tangan Naruto.
"Aku tidak mau."
"Ayolah, Nii-chan!"
"Jangan paksa aku!"
Naruko membelit lengan kiri Naruto. Naruto memberontak, berusaha melepaskan diri dari jeratan Naruko. Dia diseret oleh Naruko ke apartemen Naruko. Kemudian Naruko melambaikan tangan pada Shouko dari balik pintu yang sudah dibuka dengan kunci. Shouko mengangguk, berjalan cepat masuk ke apartemen Naruko.
.
.
.
Naruto tidak bisa kemana-mana lagi karena tangan kirinya diborgol di kaki meja. Naruko yang memborgolnya, menyengir pada Naruto yang duduk menghadap dirinya. Sementara Shouko bersisian dengan Naruto.
"Untung, aku mendapatkan borgol itu dari Sakura karena ayahnya berprofesi polisi," ungkap Naruko minum teh hangat seteguk saja, "Shou-chan, Nii-chan, silakan minum tehnya."
"Aku tidak mau minum," tolak Naruto membuang muka.
"Ayolah, Nii-chan. Hargailah usaha adikmu yang sudah membuat teh ini untukmu dan untuk calon pacarmu."
"Ca ... calon pacar?"
"Iya. Aku mau Nii-chan berpacaran dengan Shou-chan."
Naruko tersenyum. Wajahnya berseri-seri. Membuat rona merah tipis hinggap di dua pipi Naruto. Laki-laki berambut pirang itu, diam-diam melirik Shouko.
Shouko sedang menikmati teh yang menyegarkan tenggorokannya. Merasa Naruto memperhatikannya, dia menoleh ke arah Naruto. Kemudian Naruto gelagapan, buru-buru menjauhkan mukanya dari jangkauan pandangan Shouko.
"Kau gila, Naruko. Mana mungkin aku bisa berpacaran dengannya?" ujar Naruto mendelik Naruko, "aku tidak mau ada gadis yang mendekatiku! Jadi, bawa dia pergi dari hadapanku!"
"Nii-chan, jangan marah. Pasti Shou-chan akan menyukaimu suatu hari nanti. Ya, itu kalau kau mau berusaha membuatnya jatuh cinta padamu," tukas Naruko mengerutkan kening.
"Aku tidak akan bisa menjalin cinta dengannya karena aku tidak akan bisa menjadi orang yang diandalkan untuk menjaganya."
Naruto meredupkan mata. Memikirkan keadaannya yang tidak sempurna. Naruko bisa merasakan apa yang dirasakannya, ikut meredupkan mata.
"Kalau kau tetap memikirkan soal penyakitmu itu, kau tidak akan pernah merasakan cinta yang sesungguhnya, Nii-chan," jelas Naruko tetap meredupkan mata, "umur kita sudah enam belas tahun. Kita akan dewasa beberapa tahun kedepannya. Tentunya kita membutuhkan seseorang yang selalu ada di samping kita selain orang tua. Seseorang itu adalah teman hidup."
Naruto sedikit membesarkan mata. Tidak menyangka sang adik berpikiran sejauh itu. Selama ini, Naruto hanya berpikir ingin mengurung diri di apartemen dan menghabiskan waktu dengan melakukan apa yang disukai. Tidak pernah berpikir ingin jatuh cinta.
"Aku tidak akan mau jatuh cinta. Itu percuma," kata Naruto mengambil segelas teh yang sedikit hangat. Meminum cairan merah manis itu seteguk demi seteguk.
"Apa? Percuma? Jangan bilang begitu, Nii-chan!" kelakar Naruko membesarkan mata.
"Tidak usah menjodohkan aku dengan Nishimiya-san. Kau sendiri juga tidak pernah berpacaran, 'kan?"
"Ya. Karena Nii-chan belum berpacaran, makanya aku akan berusaha membuat Nii-chan mau berpacaran dengan Shou-chan. Kalau kalian sudah berpacaran, baru aku juga berpacaran."
"Tidak segampang itu."
"Aku yakin kau akan jatuh cinta pada Shou-chan beberapa hari kemudian."
"Itu tidak akan terjadi."
Naruto santai menghabiskan minumannya. Tidak mau memikirkan apa yang akan dilakukan Naruko padanya. Tapi, Naruko tetap pada pendiriannya.
Misi ini harus berhasil, batin Naruko.
Naruko mengambil ponselnya, dan mengetik sesuatu pada layarnya. Naruto curiga, menyipitkan mata. Sementara Shouko memperhatikan Naruto dan Naruko yang saling diam.
Tiba-tiba, pintu apartemen Naruko dibuka seseorang setelah beberapa menit berlalu. Naruto, Naruko, dan Shouko kaget dengan suara yang sangat keras dari wanita berambut merah panjang, masuk ke apartemen.
"Naruto! Kau sudah mendapatkan pacar, ya?" tanya wanita berambut merah berkacak pinggang, berdiri di ambang pintu.
"Oka-san?" Naruto melebarkan mata, langsung melototi Naruko, "Naruko, kau yang memberitahu pada Oka-san soal ada Nishimiya-san di sini, ya?"
"Ya, maaf," jawab Naruko tersenyum kaku.
"Jadi..."
Namikaze Kushina, ibu Naruto dan Naruko, berjalan mendekati Shouko. Dia bersimpuh, memegang puncak rambut Shouko. Senyum lembut terpatri di wajahnya.
"Ini pacarmu, Naruto?" tanya Kushina menatap Naruto.
"Bu ... bukan! Aku saja baru bertemu dengannya, hari ini!" jawab Naruto panik.
"Tapi, kata Naruko di Whatsapp, kau sudah berpacaran. Mana yang benar?"
"Naruko yang bohong!"
"Aku tidak bohong. Nii-chan memang berpacaran dengan Shou-chan. Nii-chan malu mengakuinya." Naruko menggeleng.
"Itu bohong, Oka-san! Aku tidak berpacaran dengan gadis ini!" Naruto menunjuk muka Shouko dengan mata yang melotot. Tindakan Naruto salah diartikan oleh Shouko.
Mendadak, Shouko menunduk dan berdiri seraya menyandang tas di punggung. Mengejutkan Naruto, Naruko, dan Kushina. Mereka membeliakkan mata ketika Shouko lari keluar dari sana.
"Shou-chan, tunggu!" teriak Naruko panik, langsung berdiri dan melempar tatapan tajam pada Naruto, "Nii-chan payah! Kau sudah menyakiti Shou-chan!"
Naruko keluar, berlari mengejar Shouko. Meninggalkan Naruto yang mematung. Kemudian Kushina memegang bahu kiri Naruto, yang membuat Naruto tersentak.
"Apa yang kau pikirkan? Kejar mereka, Naruto!" titah Kushina menunjuk pintu.
"Aku mau saja mengejar mereka, tetapi aku diborgol begini," timpal Naruto menghela napas.
"Kau angkat saja meja itu, maka kau akan bebas."
"Oh, ya, benar juga."
Naruto merutuki kebodohannya. Mengangkat sedikit kaki meja, lalu menggeser lubang besi borgol yang melingkari kaki meja. Tangan Naruto terlepas dari kaki meja.
"Terima kasih karena Oka-san mengingatkanku." Naruto tersenyum, berlari melewati Kushina. Menyambar topi, kacamata, dan syal miliknya yang tergeletak di atas tempat tidur Naruko -- apartemen itu satu ruangan, jadi ruang-ruang lain menyatu kecuali kamar mandi.
Naruto keluar dari apartemen Naruko. Berlari menelusuri koridor, lalu menuruni tangga hingga sampai di luar gedung apartemen. Tapi, tidak menemukan Naruko dan Shouko di mana-mana.
"Apa Naruko sudah mengantarkan Nishimiya-san pulang?" tanya Naruto mengerutkan kening.
.
.
.
Bersambung
.
.
.
A/N:
Chapter 3 up. Chapter kali ini cukup panjang karena ada yang memintanya di . Oh ya, cerita ini dipublikasi bersamaan di Wattpad dan Fanfiction. Terima kasih.
Tertanda, Hikayasa Hikari.
Senin, 29 Agustus 2022
