.
.
.
~ ALL FOR YOU ~
SasuHina Pairing!
Slide NaruHina
Character belong to owner
Story belong me as author Himesaa27
DON'T LIKE, DON'T FLAME!!!
Sebutir salju turun begitu anggun. Gadis kecil itu mendongak menatap langit yang sudah gelap. Mata amethyst miliknya begitu indah, bersinar diterpa sinar bulan. Bibir kecil itu bergetar menahan dingin. Ini salju pertamanya di usia yang baru. Asap mengepul langsung tercipta begitu dia menghembuskan nafas dari mulutnya. Sang gadis hanya diam menatapi kerumunan orang yang berlalu-lalang. Tak ada seorangpun yang menyadari kehadirannya.
"Kaa-chan, aku mau kue itu!"
Netra sang gadis melirik ke arah sumber suara di dekatnya. Tempat dekat dia berdiri adalah toko kue kesukaannya. Matanya menangkap sosok anak kecil yang tengah berbahagia bersama kedua orangtuanya yang lengkap. Gelak tawa menyertai mereka. Sangat bersinar hingga tak ada celah untuk siapapun disana.
Hari ini adalah ulangtahunnya. Namun sepertinya tak ada satupun keluarganya yang menyadari hal itu. Dalam diam, dirinya terisak. Hindungnya sudah memerah karena kedinginan. Meski sudah memakai jaket tebal namun rupanya iklim lebih dingin dari yang dia kira. Dirinya memang masih kecil, namun cukup mengerti untuk berteman dengan kesepian. Karena itulah dia selalu belajar untuk tidak berharap. Kehidupan yang menyadarinya. Hidup dalam menaruh harapan lebih berat dibanding sebaliknya.
Gadis itu beranjak dari tempatnya. Langkah yang dia ciptakan membuat jejak dijalan yang bersalju. Namun tak bertahan lama sebab jejak kakinya tertutup oleh salju yang baru.
Memang seharusnya dia tidak menaruh harapan.
...
Berkas. Meeting. Laporan. Kini Sasuke tengah berkutat dengan itu semua. Sudah delapan jam lebih dia duduk disana. Mata jelaga hitamnya terlihat lelah namun sang empu tetap melanjutkan pekerjaannya. Workaholic. Ya itulah dirinya yang dicap sebagai gila kerja oleh karyawannya sendiri. Mendapati atasanmu bekerja seperti ini bukanlah hal yang pertama untuk ditemukan oleh pegawai Perusahaan Uchiha yang Sasuke pimpin itu. Tak satupun dari mereka yang tidak mungkin tidak tahu hal ini.
"Mr. Uchiha, Mr. Namikaze mengunjungi anda."
Suara panggilan sekretarisnya menginterupsi dia untuk mengetik, tapi tidak lewat dari 5 detik, orang yg disebut telah melenggang masuk tanpa permisi.
"YO, TEME!!!"
—dan jangan lupakan suara cemprengnya itu.
"Ck, urusai dobe. Bisakah kau pergi dari sini sekarang?"
Tanpa disuruh, Naruto main duduk pada kursi tepat didepan meja Sasuke. Kedua kakinya dia taikkan ke atas meja dengan santai, sembari tangannya melempar-lemparkan bola kasti ke udara yang dia bawa.
"Ketus sekali, padahal aku datang untuk memberikanmu kabar menarik." Ucap Naruto misterius tanpa menatap sahabat karibnya.
Tapi sayangnya, itu tidak digubris oleh sang pendengar. Tangannya kembali mengetik pada laptop kerjanya.
"Ini tentang adik manismu."
Tanpa diberi perintah, sepuluh jarinya yang tadi sibuk mengetik berhenti. Naruto menolehkan kepalanya yang bersandar di kepala sofa. Tangannya sudah berhenti memainkan bola kasti dan kini matanya menyipit penuh misteri. Diturunkannya kedua kaki miliknya, badannya dia codongkan pada Sasuke.
"Apa kau ingin mendengarnya, Sasuke?" Bisik Naruto. Matanya berkilat penuh misteri.
"Aku tidak peduli."
"Apa?"
"Kau tidak dengar? Ku bilang aku tidak peduli." Tegas si Uchiha. Fokusnya kembali pada pekerjaannya.
Naruto memandang teman kecilnya ini dengan tatapan tidak percaya. Bukan reaksi yang mengejutkan jika seorang Uchiha Sasuke bersikap tidak peduli.
"Haah.. baiklah. Kalau kau tidak ingin mendengarku sebagai temanmu maka aku akan bicara sebagai guru dari siswi Hyuuga Hinata."
"Dobe!"
"Siswi Hinata itu sudah beberapa kali kutemukan membolos di jam pelajaran. Memang aku bukanlah wali kelasnya. Tapi jika hal itu diketahui oleh siswa-siswi lainnya, bisa repot bukan?" Naruto berakting menggelengkan kepala sambil menyilang tangannya. Lidahnya lihai sekali berkelit.
Sasuke terdiam mendengarkan ucapan Naruto. Awalnya dia mencoba untuk menginterupsi Naruto karena panggilannya kepada Hinata. Namun bungkam setelah mendengar perkataan Naruto yang selanjutnya. Informasi ini diluar dari jangkauannya.
"Dengar. Dia adalah adikmu, Sasuke." Nada Naruto berubah terdengar serius.
"Kau harus menaruh kepedulian padanya. Meski sedikit atau kebohongan sekalipun. Berpura-puralah baik padanya." sambung Naruto enteng.
"Mungkinkah karena dia hanyalah adik angkat, kau jadi tak peduli padanya?"
Keheningan bertahan lama setelah Naruto berkata seperti itu. Baik Naruto maupun Sasuke hanya diam tanpa sepatah kata.
"Kalau tak ada lagi yang ingin kau sampaikan, pergilah." Ucap Sasuke acuh, dia kembali pada pekerjaannya dan menganggap pertanyaan Naruto tak pernah ada.
"Oke, aku menyerah."
Naruto bangkit setelah mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. Berdebat dengan Sasuke selalu sia-sia. Sebelum dia menarik gagang pintu, dia menoleh pada Sasuke.
"Ah, sedikit tambahan. Ayahku ingin mempercepat tanggal pernikahan menjadi bulan depan."
Punggung Naruto sudah tak tampak di ruang kerjanya. Sasuke memijat pelipisnya yang berdenyut. Dia tidak ada minat untuk menikah sedikitpun. Bahkan berhadapan dengan wanita selalu dihindarinya. Sasuke terlalu malas menghadapi makhluk cempreng dan selalu menempel padanya seperti lintah.
"Pernikahan huh..."
...
Hinata tak berhenti menatap gerbang mansionnya yang tertutup. Sudah pukul 11 malam, tapi lagi-lagi kakaknya belum pulang. Pikiran Hinata berkecamuk mengingat kejadian kemarin malam juga sama seperti malam ini. Dia tak bisa hanya diam dan menunggu. Paling tidak dia harus tahu dimana kakaknya sekarang. Hinata mengeluarkan ponselnya dari sakunya. Dengan gesit dia menekan nomor yang dia hafal diluar kepala. Suara panggilan tersambung terdengar dari ponselnya. Tak lama terangkat, suara resepsionis menyambut Hinata.
"Malam juga, saya Uchiha Hinata adik dari Uchiha Sasuke." jawab Hinata
"Ah, Sebuah kehormatan bisa berbicara anda Nn. Uchiha. Saya Tenten resepsionis malam ini, ada yang bisa saya bantu?" Sambut pegawai yang bernama Tenten ramah
"Apa Nii-chan masih bekerja? M-maksudku, nii-chan belum pulang sampai sekarang jadi aku khawatir padanya." tanya Hinata gugup. Ini pertama kalinya dia berbicara dengan orang asing menggunakan identitasnya sebagai adik Sasuke.
"Baik, saya mengerti."
Hinata meremas kedua tangannya cemas. Jangan sampai kekhawatirannya ini menjadi kenyataan. Hingga jawaban yang dia dapat rupanya tak sesuai harapan. Ditambah pesan anonim yang dikirim padanya. Sebuah foto yang menjawab seluruh pertanyaan Hinata. Tanpa menunggu lama, Hinata langsung bergegas keluar dengan taksi. Tak perlu memakai supir pribadi. Hal ini tak perlu diketahui oleh seisi rumah. Alamat yang dituju Hinata dan apa tujuannya datang kesana.
.
.
.
"Mr. Uchiha telah meninggalkan ruangan sejak 3 jam yang lalu."
Itu adalah kalimat terakhir yang dia dengar sebelum menutup panggilannya. Suara itu terngiang-ngiang dikepala Hinata. Hal ini tak boleh dibiarkan terus terjadi. Semenjak tragedi yang menimpa mereka, Sasuke bukanlah Sasuke yang Hinata kenal. Sasuke telah berubah. Dia terjun dalam pergaulan bebas sebagai pengalihan dari rasa sakitnya ditinggalkan. Seseorang harus menghentikannya. Dan Hinata tahu apa tindakan yang tepat.
Taksi itu berhenti agak jauh dari lokasi yang dituju. Hinata turun mengawasi dari jauh tempat itu. Akatsuki Nightmare. Itu adalah nama yang terpampang di klub tersebut. Tanpa ragu Hinata masuk. Mengacuhkan tatapan mengintimidasi begitu dia sampai didalam, Hinata mencari sosok Sasuke diantara lautan manusia yang tengah berpesta ria.
Musik kencang. Asap rokok. Alkohol.
Ternyata bagian dalamnya lebih ramai daripada yang terlihat di luar. Tak sedikit pula tatapan wanita yang memakai pakaian minim menatapnya iri dan sinis. Pasalnya meski Hinata datang dengan kaos panjang lilac dan rok putih selutut saja mampu menarik perhatian para pria disana.
Sedangkan tak jauh dari tempatnya, Sasuke tengah duduk disalah satu sofa disudut ruangan. Niat hati ingin menyegarkan pikiran tapi dirinya malah dibuat makin pusing dengan datang kemari. Terlebih lagi Karin selalu menempelnya seperti lintah dimanapun dia berada.
Dengan sekali teguk Sasuke meneguk segelas vodka yang dia genggam. Minuman mahal itu mengalir di kerongkongan Sasuke. Begitu semuanya telah habis Sasuke telah menghabiskan satu botol vodka selama 3 jam disini dan akan menjadi dua botol begitu Karin kembali membawanya untuknya.
Selagi menunggu, Sasuke menyenderkan tubuhnya ke badan sofa. Berusaha mengabaikan sekitarnya. Namun rencananya tidak berhasil begitu netranya menangkap surai indigo yang dia kenal. Awalnya Sasuke berpikir dia sudah mabuk hingga matanya menangkap yang mustahil. Namun telinganya tak mungkin salah mengenal suara yang tak asing baginya.
"Lepaskan saya, tuan." ucap Hinata dengab penuh penekanan
"Jangan marah begitu manis. Ayo kita bersenang-senang malam ini. Kau pasti akan menyukainya, aku jamin."
Hinata menepis tangan pria yang berusaha menyentuhnya. Sasuke belum bisa dia temukan. Tak mungkin Hinata sia-sia datang dan jatuh dalam perangkap hidung belang. Aksinya semakin menjadi begitu melihat Hinata lengah. Baru saja ia akan menyambar bibir Hinata begitu Hinata ditarik paksa dari rangkulannya.
Hinata terpekik merasakan tarikan dari seseorang dibelakangnya. Baru saja dia akan melayangkan tinjunya namun terhenti begitu dia melihat siapa pelaku itu.
"Sasuke..." gumam Hinata yang hampir tak terdengar karena suara musik yang memekak telinga
Hinata tak percaya Sasuke justru datang dengan sendirinya. Terlebih dalam situasi pas menarik Hinata dari cengkraman pria kurang ajar tersebut. Tanpa basa-basi, Sasuke menarik (baca: menyeret) Hinata keluar setelah mengucap kalimat yang membuat kupu-kupu diperut Hinata bertebrangan.
"Dia milikku."
.
"Nii-chan, lepaskan aku. Ini sakit..."
Hinata meronta sepanjang jalan Sasuke menariknya kasar. Namun yang menarik tak pernah melepaskan maupun melonggarkan cengkeramannya. Sasuke membawa Hinata ketempat yang sepi jauh dari keramaian seperti ruangan tadi.
Brak!
"Akh!"
Hinata memekik sakit begitu Sasuke mendorongnya kasar ke sebuah dinding disana. Kedua tangannya mengurung Hinata. Netra malamnya menatap intens Hinata yang kini menatapnya nanar.
"Kau tahu kebodohan apa yang kau buat hari ini?" Ucap Sasuke
Dia mengapit Hinata dalam jarak yang tak tersisa diantara mereka. Hinata dapat mencium aroma alkohol dari nafas Sasuke yang menerpa wajahnya.
"Sungguh bodoh kalau kau berpikir bisa keluar baik-baik begitu masuk kesana." ucap Sasuke tak habis pikir
"Lantas? Apa bedanya dengan nii-chan?" ucap Hinata menatap balas Sasuke
"Apa?"
"Apa perbedaan aku dan nii-chan yang bersikap bodoh masuk kesana?"
"Kumohon, berhentilah bersikap seperti ini." batin Hinata memohon
Sasuke menggeram menatap netra Hinata dengan raut tak terbaca. Tak satupun dari mereka berniat mengubah posisinya masing-masing. Hingga Sasuke tersentak begitu kedua tangan Hinata merangkum wajahnya.
"Semalam, nii-chan dengan sadar menciumku bukan?"
Sasuke menegang begitu mendengar penuturan Hinata. Namun tak lama dia berhasil mengendalikan ekspresi wajahnya kembali.
Hinata tidaklah bodoh. Hidup bertahun-tahun membuatnya mengenali perangai Sasuke. Kakaknya bukanlah tipe orang yang akan seceroboh itu mencium oranglain sembarangan disaat mabuk. Meski mabuk, Hinata tahu Sasuke tidaklah hilang kesadaran sepenuhnya.
"Nii-chan menciumku dan mengetahui apa yang aku katakan malam itu."
Hinata berani bersumpah dia sangat yakin ketika mata mereka saling bertemu saat ciuman itu terjadi bahwa masih ada kesadaran dimata Sasuke.
"Aku sudah lama menyadarinya." ucap Sasuke angkat bicara
"Perasaanmu padaku, aku sudah mengetahuinya sejak dulu." lanjutnya
Hinata merasa dunianya berhenti. Perasaan yang selama ini dia pikir berhasil dia sembunyikan dengan baik rupanya sudah sejak lama diketahui.
"Lantas... Kenapa nii-chan mengujiku seperti ini?" Hinata terisak. Tubuhnya bergetar dengan tangisan.
"Menguji? Kau masih belum mengerti juga. Aku pura-pura tidak tahu karena kau adalah adikku." ujar Sasuke dingin sambil menepis tangan Hinata dari wajahnya
"Maka bersikaplah selayaknya seorang adik."
Hancur sudah. Hinata pikir dengan hidup bertahan disisi Sasuke adalah pilihan terbaik dalam hidupnya. Meski harus memendam perasaannya. Asal Sasuke senang, Hinata akan melakukannya. Namun kini Hinata tahu, Sasuke hanyalah menekan dirinya dalam kondisi yang rumit.
"Mau sampai kapan kau hidup seperti ini?"
"Berhentilah ikut campur." desis Sasuke tak suka
"Aku akan melakukan apapun untukmu. Tapi kumohon, berhentilah menyakiti dirimu seperti ini." ucap Hinata berlinang air mata
"Lucu sekali. Bersedia memberiku apapun? Memang apa yang bisa kau berikan padaku? Tubuhmu?" ucap Sasuke sinis
Sasuke menyikapi Hinata dengan sinis. Hinata terdiam menunduk. Hingga bibirnya yang tadi dia gigit kini terlepas dan mengucapkan kalimat yang bahkan tidak pernah Sasuke impikan sebelumnya.
"Jika itu bisa mengurangi penderitaanmu, meski sedikit, maka izinkan aku melakukannya. Aku bersedia menyerahkan tubuhku, bahkan nyawaku jika perlu.
—karena aku mencintaimu, Sasuke nii-chan."
.
.
.
.
"Aku akan melakukan apapun untukmu. Tapi kumohon, berhentilah menyakiti dirimu seperti ini."
Apapun huh.
Sasuke menegakkan segelas Wine burgundy miliknya. Setelah perdebatan sengit dirinya dengan Hinata. Sasuke langsung membawa Hinata ke hotel mewah terdekat. Niat hati ingin memberikan Hinata pelajaran namun entah sial atau apa, kamar yang tersisa adalah bridal room yang telah dibatalkan oleh pemesannya. Yang dimana segala isinya telah disiapkan untuk malam pertama untuk sepasang kekasih.
Sasuke kembali menegukkan winenya. Netra jelaganya tak henti memantau pintu yang tak jauh darinya. Sudah hampir satu jam dia dibuat menunggu oleh Hinata. Mereka mengatakan itu adalah perawatan diri. Sasuke mendengus mendengarnya. Apapun itu takkan mengubah niat awalnya.
Ceklek.
Pintu itu terbuka. Aroma mawar terhirup begitu semerbak. Dalam temaram malam yang hanya disinari beberapa lilin diruangan Hinata keluar dengan gugup bahkan ketika pintu kembali tertutup Hinata tak beranjak dari posisinya. Merah. Lingerie merah membungkus tubuh Hinata. Tak seluruhnya tertutupi juga, hanya beberapa area tertentu. Bahkan Sasuke bisa melihat dengan jelas lekuk tubuh Hinata meski dengan cahaya yang minim.
"Kemarilah."
Sasuke mengawasi Hinata dari ujung kepala hingga ujung kaki. Hinata membuat langkah kecil menuju arahnya. Setiap langkah yang Hinata ciptakan membuat Sasuke sadar bahwa sedari tadi ada banyak kelopak mawar merah berhamburan di seluruh ruangan. Hinata menunduk begitu telah sampai dihadapan Sasuke. Tangannya tak berhenti meremas gaun yang dia pakai. Hingga tangannya beralih ditarik Sasuke agar dia duduk di pangkuannya.
Hinata merasa jantungnya berdetak berpuluh-puluh kali lipat lebih kencang. Pertama kalinya dia berada dalam jarak sedekat ini dengan Sasuke. Terlebih diposisi yang errr.. erotis. Terlebih netra jelaga Sasuke tak sekalipun melepas tatapannya pada netra amethyst dihadapannya.
"Minumlah"
Sasuke memberikan segelas wine yang sedari tadi dipegangnya. Sedikit ragu Hinata menerimanya dan meminum beberapa tegukan kecil. Dia sedikit berkerut begitu merasakan cairan asing mengalir dikerongkongannya. Bagaimanapun, ini adalah pertama kalinya dia meminum cairan beralkohol. Pipi Hinata merona kala melihat Sasuke meminum sisa wine digelasnya. Bukankah itu ciuman tidak langsung. Namun apa gunanya ciuman tak langsung jika Sasuke langsung mencium Hinata dengan kasar.
"Heummph!"
Hinata tersedak. Sasuke meminumkan wine dari mulutnya. Beberapa tetes wine mengalir dari sela ciuman mereka. Hinata meremas kemeja putih Sasuke saat pria itu menahan tengkuk Hinata untuk memperdalam ciuman mereka. Saliva tercipta begitu ciuman itu berakhir. Sasuke memperhatikan penampilan Hinata dari segala sisi. Pipinya yang merona. Bibirnya yang merah merekah dengan lipstik merah terhapus akibat ciumannya. Ada beberapa tetes wine merah yang mengalir dari dagu, leher jenjang Hinata dan menghilang di belahan dada dibalik lingerie merahnya.
"Shit."
"Kyaa!"
Dengan kasar Sasuke melempar Hinata ke ranjang putih yang penuh dengan kelopak mawar. Melihat Hinata tak berdaya siap dimangsa diatas sana membuat Sasuke gerah. Hinata memalingkan wajahnya saat Sasuke melepaskan kemejanya.
"Lepas pakaian itu." perintah Sasuke
"Ta-tapi..."
Srekk!
Sasuke langsung merobek lingerie seksi itu dan melemparnya sembarangan. Terlihat sudah seluruh tubuh Hinata dihadapannya. Sasuke langsung meraup Hinata dalam ciuman. Tangannya aktif menjelajahi seluruh lekuk tubuh Hinata. Saat tangannya sampai di kedua payudara Hinata, Sasuke meremasnya dengan kasar.
"Lepas celanaku." bisik Sasuke
Hinata berusaha melepas celana Sasuke. Jari-jarinya bergetar saat dia berusaha melakukannya.
"Ahh..."
Hinata menjerit saat merasakan perih di lehernya. Sasuke menggigit Hinata. Memberikan jejak kissmark diseluruh tubuhnya. Hingga kini lidahnya berhenti dipuncak payudara Hinata. Sasuke mengulum, memainkan kedua puting itu tanpa ragu. Kedua tangannya kini turun mengusap paha dalam Hinata. Hinata terlena dengab sentuhan yang Sasuke berikan padanya, hingga tanpa sadar Sasuke berusaha melebarkan paha Hinata untuk memasuki penisnya disana.
Jleb.
"AKHH!!!"
"Ughh.."
Sasuke menggeram merasakan betapa sempitnya dinding vagina menjepit penisnya. Darah segar mengalir disana. Sasuke baru saja memerawani gadis yang selama ini menjadi adiknya. Sasuke dapat melihat air mata mengalir dari sudut mata Hinata. Bibirnya bahkan dia gigit untuk menahan rasa sakit.
"Terlambat untukmu menyesal. Lagipula sedari awal kau sendiri yang memberikan tubuhmu padaku." ucap Sasuke dingin
.
Kasar.
Itulah gambaran perlakuan Sasuke padanya. Hinata menitikkan air mata saat Sasuke kembali menghujam miliknya dengan tempo yang tak lambat. Sudah berjam-jam mereka melakukannya namun tak ada tanda dari Sasuke untuk menghentikan aktivitas mereka.
Hinata takkan menyesal dengan keputusannya. Hinata menolehkan kepalanya. Dilihatnya wajah orang yang selama dia cintai tengah berada dibelakangnya. Netra mereka bertemu. Hinata menarik kepala Sasuke padanya. Membawanya pada ciuman Hinata yang hangat. Sasuke tak membalas. Dirinya hanya sibuk menggerakkan pinggulnya dibawah sana. Namun tak lama, ciuman itu berubah menjadi nafsu dari keduanya. Mereka terlarut dalam nafsu. Hingga tiba sampai mencapai puncaknya. Mereka sadar tak ada yang bisa menghentikan mereka berdua.
"Sasuke.. Ah... Ahhh!"
Hinata mendesah kencang. Tak memberi waktu bagi Hinata, Sasuke langsung membawa Hinata dalam percintaan mereka selanjutnya. Terus seperti itu. Hingga tanpa sadar, Hinata memejamkan matanya. Sebuah ingatan kecil hadir dalam mimpinya.
...
Hinata kecil berjalan tak peduli seberapa dinginnya akibat salju turun. Betapa gelapnya malam. Dirinya tenggelam dalam asumsi putus asa. Hingga tak sadar, bahwa kakinya sudah lelah melangkah. Tubuhnya sudah lelah bertahan. Hinata kecil berusaha menahan air mata keluar dari matanya. Namun sia-sia, tangisnya pecah begitu saja tanpa siapapun yang mencoba menghampirinya.
"Hosh.. hosh.. hosh.."
Langkah kaki terdengar begitu tergesa-gesa. Seorang remaja berambut hitam tengah berlari ditumpukan salju. Sudah berjam-jam dirinya mengelilingi kota yang padat demi mencari satu orang gadis yang dikenalinya.
"Hiks.. hiks.."
Andai saja jika suara tangisan itu tak menghentikannya. Dia pasti akan menyesalinya seumur hidup. Remaja itu mendekati sumber suara. Tampak tak ada siapapun disana. Lokasinya cukup sepi. Sepertinya ini sebuah taman tua yang sudah lama tak terurus. Awalnya dia ingin mengabaikan begitu saja, tapi lama kelamaan dia sadar darimana suara itu berasal.
"Hinata!" teriak remaja itu terkejut
"Sasuke nii-chan...?"
Dengan sigap Sasuke menyingkirkan salju yang menumpuk ditubuh Hinata. Rupanya Hinata membiarkan dirinya terkubur oleh salju yang sejak tadi turun dengan derasnya. Dengan emosi yang memuncak Sasuke membentak Hinata.
"Apa yang kau lakukan bodoh?! Kau pikir dengan menangis dan melarikan diri bisa menyelesaikan masalah, huh?!"
Hinata tersentak mendengar penuturan Sasuke yang kasar. Seharusnya dia sudah terbiasa, tapi entah kenapa hatinya masih terasa sakit.
"Lalu kau ingin apa sekarang? Berencana untuk mati?!" hardik Sasuke
Sasuke terengah-engah mengomeli Hinata. Matanya menajam mengintimidasi gadis kecil dihadapannya. Baru saja kalimat selanjutnya ingin dia lontarkan namun terhenti begitu melihat setetes air mata mengalir dipipinya.
Hinata menangis.
Ini pertama kalinya dia melihat Hinata menangis. Biasanya apapun yang dia lakukan, Hinata hanya diam tak merespon apapun. Namun ini pertama kalinya dia dihadapi situasi seperti ini.
"Hey, kau menangis? Uhh... untuk apa ditangisi, menangis hanya untuk orang yang lemah."
Perkataan Sasuke semakin absurd untuk dikatakan diusianya. Namun itu tak membawa pengaruh apa-apa, karena Hinata tak berhenti untuk terisak. Bahkan tangisannya jauh lebih deras.
"Uhh.. hey..!"
Sasuke remaja bingung. Hinata sendiri merasa kesal dengan dirinya. Sebelumnya dia merasa putus asa karena mengira Sasuke telah melupakan janjinya untuk bertemu malam ini. Namun rupanya perkiraan dia salah. Sasuke mencarinya. Membuat perasaan Hinata campur aduk, tak tahu memberi respon apa. Yang Hinata tahu dia tak bisa menghentikan tangisannya. Hingga suatu tindakan Sasuke yang membuat Hinata terpana.
Seikat bunga lavender.
Sasuke memberikan seikat bunga lavender pada Hinata untuk menghentikan tangisnya. Hinata menatap Sasuke dengan penuh air mata. Kedua tangan mungilnya menggapai bunga yang digenggam remaja laki-laki yang berusia 6 tahun lebih tua darinya.
"Ini. Bunga lavender yang kau inginkan. Perlu kau tahu, sangat sulit aku mendapatkannya dimusim salju seperti ini. Jadi karena itu, kumohon, berhentilah menangis." lirih Sasuke
Hinata menatap Sasuke dengan mata berkaca-kaca. Dinginnya salju tak mengusiknya karena hatinya begitu hangat sekarang.
"Selamat atas ulang tahunmu yang ke 6, Hinata."
Terimakasih yang sudah membaca dan selamat tahun baru!
Chapter 02: Her Feeling
—Finish, 5 Januari 2022—
Next:
Chapter 03: Limerence
