Tentang bagaimana Felix terbiasa dengan segala keanehan pandang yang tak seharusnya dilihat retina manusia biasa, bukanlah perkara sulit. Hidup selama tiga abad membuatnya terbiasa. Meski masih belum ada jawab soal siapa dirinya.
Kali pertama retina menangkap sosok keturunan Abaddon, Felix menjerit ketakutan. Berteriak bagai orang kesetanan,meski yang dilihat memang benar-benar setan. Menunjuk-nunjuk tepi jalan buat heran manusia sekitar. Karena, sumpah demi apapun, arah yang Felix tunjuk itu kosong.
Ya, setidaknya itu yang manusia lihat. Itu yang manusia yakini.
Padahal Felix lihat, bagaimana wajah dengan separuh bagian atas itu terselimuti api. Lihat juga tanduk tiga dengan ujung runcing berbisa itu tampak mengancam. Apalagi sayap serupa sirip ikan yang melambai bagai terbawa ombak.
Sialan, Felix takut. Tapi tak bisa berkutik. Tak bisa minta tolong. Karena tak ada yang percaya. Tak ada yang bisa melihat hal yang sama seperti dirinya.
Lalu Felix menemukan diri bagai seorang anak kecil yang depresi pada lima bulan berikutnya. Mendekam dalam bilik kamar selama berminggu-minggu. Meringkuk ketakutan pada pojok kamar. Menarik diri dari segala hal tentang dunia luar.
Itu adalah masa terberat dalam hidup Felix. Terpenjara padahal tak ada yang menguncinya. Terisolasi padahal tak ada yang meminggirkannya.
Felix benar-benar mendekam. Diam. Meringkuk dengan mata awas memandang sekitar. Takut melihat sosok menyeramkan lagi dan lagi.
Lalu pada minggu entah keberapa, pada malam sunyi yang kesekian, Felix menemukan diri untuk pertama kali mulai mau mencoba memberanikan diri berinteraksi pada salah satu makhluk yang berbeda dari manusia.
Seekor bayihybridsiberian husky menyita perhatiannya waktu itu. Makhluk itu tak menggonggong. Tak juga menyalak. Dia hanya diam dan menggerakkan ekornya bersemangat. Berkedip lembut saat terduduk di halaman belakang rumah Felix.
Felix tahu, itu bukan bayi anjing biasa. Tahu dari warna mata yang berubah dalam beberapa detik. Awal berwarna hijau zamrud, lalu biru laut, dan berganti jadi merah darah.
Mana ada anjing biasa yang bisa berlaku seperti itu.
Tapi Felix menemukan dirinya terpesona. Terpaku pada mata polos yang terus menatapnya. Tak bergerak sama sekali. Anjing itu hanya duduk tenang dengan ekor bergoyang semangat seakan menunggu Felix untuk menghampiri.
Dengan ragu Felix putuskan untuk ambil langkah mendekat. Perlahan dan sedikit tersendat. Tapihybriditu masih diam. Tak sedikitpun terganggu dengan tingkah Felix.
Hybriditu seakan tahu bahwa Felix belum terbiasa bertemu dengan makhluk sejenisnya. Terbukti dari gelagatnya yang tetap diam meski Felix meringis sedikit ketakutan.
Padahal pada beberapa kasus,hybriditu akan menyalak keras saat ada yang mendekat namun ragu.Hybridakan merasa tersinggung saat ada yang berlaku begitu. Dia merasa seakan dihina dengan keraguan.
Saat Felix menemukan diri telah berada sangat dekat dengan sihybrid, sedikit banyak dia merasa bangga. Ingin rasanya berselebrasi karena berani menatap sang makhluk tepat di mata.
Tangannya terulur begitu melihat siberian husky itu membuka mulut dan bernapas dengan lidah yang terjulur. Perlahan, sangat pelan, bahkan sesekali ditarik mundur. Ingin menyentuh, tapi takut juga mendominasi pada sisi lainnya.
Ketakutan itu lalu sirna dalam sekejap. Bagai badai yang reda dalam satu jentikan jari. Bagai detik jarum yang berhenti. Bagai amarah yang dipaksa mati.
Gelitik bahagia itu hadir dalam dirinya. Perutnya bagai tersapu ribuan bulu. Menyenangkan.
Siberian husky itu mengenyahkan segala ketakutan yang sempat mampir dan singgah berbulan-bulan. Menggantikannya dengan senyum kebahagiaan.
Semua dilakukan dalam satu detik. Lewat bulu lembut yang menyentuh telapak tangan Felix. Melalui usakan manja yang dia paksa pada kaki Felix. Tak lupa pula satu guling manja dihadapan Felix yang memberi kode pada pemuda itu untuk mengusap gemas perutnya.
Felix sadar, dirinya tertarik. Total gemas dan ingin terus bermain dengan bayihybriditu. Sedikit banyak ketakutannya sirna.
Andai semua makhluk berwujud menggemaskan seperti ini, sudah pasti Felix tak sungkan berinteraksi.
Bayihybriditu Felix bawa masuk ke dalam rumahnya. Menggendongnya dalam dekapan yang hangat. Rasanya berat. Maklum saja, siberian husky itu memang berbadan montok. Tak hanya bulu yang lebat. Ternyata badannya pun padat.
Langkahnya dia bawa ke dapur. Sambil mendekaphybrid, Felix mendekat pada sang bibi.
"Bolehkah aku memeliharanya?"
Bibi yang semula sibuk pada potongan kue itu menengok. Dengan sorot keibuan yang sangat pekat, sang bibi berjongkok. Mengusap kepala sihybriddan tersenyum hangat.
Felix suka senyum itu. Sejuk tapi hangat dalam satu waktu. Tidak bosan melihatnya meski sudah dipandang sejak kali pertama membuka mata.
Ya, bibinya memang menjadi sosok yang telah merawatnya sejak bayi. Memberinya susu lewat nektar bunga yang Felix tak tahu apa namanya itu. Menimangnya pada tiap bising tangis. Menemaninya pada tiap tahap pertumbuhan.
Selalu mendampingi. Bahkan mempercayai segala gerutuan Felix mengenai penglihatannya yang tak biasa. Hal yang tak pernah Felix dapatkan dari sosok ibu.
Dia tak tahu seperti apa sosok ibunya. Sama sekali tak tahu dan tak ingin bertanya pada bibi. Takut jika menyinggung hati lembut sang bibi yang telah mendampinginya selama ini. Takut membuat bibinya merasa tak dihargai dengan satu tanya Felix mengenai keberadaan sang ibu.
"Dia sudah ada pemiliknya, sayang,"
Satu jawab itu mengundang dua reaksi yang berbeda. Sihybridyang tersenyum dan bibir Felix yang melengkung. Mungkin bayihybriditu teringat pemiliknya sehingga bahagia. Tapi Felix sedih karena tak bisa menjadikan siberian husky itu sebagai teman bermainnya.
Petang pada hari yang sama masih dengan bayihybridyang Felix bawa ke kamar, pintu depan rumahnya diketuk tiga kali. Pertanda ada tamu.
Saat itu pamannya yang masih segar sehabis mandi, berjalan untuk bukakan pintu. Felix masih di kamar. Tapi dia merasakan aura yang berbeda dari arah pintu depan. Rasanya seperti seorang bangsawan datang. Seperti ada lampu sorot yang memaksa semua pandang untuk melihat ke satu arah.
Padahal Felix tak bisa melihat karena terhalang dinding kamar.
Barulah saat Felix dipanggil untuk keluar, dia bisa melihat secara langsung siapa yang datang. Napasnya sesak saat menatap sang tamu. Seperti ada kebahagiaan yang meledak ingin keluar. Seakan ada teriakan girang yang tertahan.
Dua orang dewasa dan satu pemuda seusianya.
"Oh, hay nak. Sepertinya kau baru saja berkenalan dengan teman anakku,"
Itu ucapan salah satu orang dewasa disana. Sangat mempesona dengan mata bulat dan gigi kelinci yang mengintip saat tersenyum. Gesturnya anggun dan terhormat. Tampak seperti bangsawan tapi Felix tak yakin. Laki-laki ini tampak lebih dari sekadar bangsawan.
"Hyunjin-ah, coba sapa dia dan kenalkan dia pada I.N,"
Laki-laki dewasa yang satunya berucap sembari mendorong pelan bahu anaknya. Laki-laki itu tampak sangat menawan dengan hidung bangir dan rahang tegas. Bila yang satu anggun, yang ini justru sangat beraura dominan dan penyayangg.
Pandangan Felix lalu beralih pada sosok pemuda yang tengah berjalan ke arahnya. Langkahnya kecil tapi mantap. Matanya bulat tapi tajam pada saat yang sama. Sepertinya perpaduan dari kedua orang tuanya.
Langkah kaki itu berhenti tepat dua langkah di hadapannya. Felix lihat pemuda itu membungkuk sopan. Benar-benar menggambarkan didikan keluarga terhormat.
"Hallo. Namaku Hyunjin, keturunanVeela. Ayahku Taehyung, papaku Jungkook. Senang berkenalan denganmu,"
Felix menemukan diri terpesona dan terpikat pada segala citra milik sangVeela.Veelatampak seperti makhluk paling sempurna yang pernah dia temui. Tampan dan cantik pada waktu yang sama, terhormat, anggun, tegas, dan masih banyak lagi hal mengagumkan yang makhluk itu miliki.
Perkenalannya dengan keluarga Hyunjin dan juga bayihybrid, yang kemudian dia tahu bernama I.N, itu merubah segala pandangannya mengenai makhluk asing yang sering retinanya lihat.
Hyunjin merubah anggapan menyeramkan, merubahnya menjadi hal biasa yang tak lagi buat gugup. Bahkan keturunanVeelaitu sering mengajaknya untuk ikut bercakap dengan makhluk yang ditemuinya di jalan.
Saat itu Felix tak tahu bahwa pertemuannya dengan Hyunjin akan menimbulkan efek sebesar ini.
Siapa sangka kunjungan singkat keluarga Hyunjin untuk menjemput I.N akan mengantarkannya pada ikatan sahabat dengan putra pasanganVeela?
Bila mengingat lagi ke belakang, Felix benar-benar tak sangka bahwa Hyunjin akan menjadi sosok yang selalu mendampingi dirinya, mengiringi langkahnya, dan membantu kesulitannya. Meski kadang masih ada satu dua hal menjengkelkan yang Felix temui dari tingkah Hyunjin.
Tapi tetap, sejauh ini Hyunjin memang teman terbaik. Mengecualikan I.N yang sangat cepat bertumbuh besar dan sulit diajak bermain, Felix sangat bahagia bisa mengenal keluargaVeelatersebut.
TBC
