Pikiran itu mengganggu. Terus menghantui. Sengaja atau tidak, dua makhluk saling memikirkan. Saling menebak soal identitas maupun keberadaan. Menyerempet fakta bahwa keduanya penasaran.

Namun segala hal itu berujung abai pada akhirnya.

Tak ada satu pun yang bergerak. Tak mendekat pula tak menjauh. Hanya membiarkan semua berjalan pada tempat. Pada semestinya.

Saat Changbin yang termakan penasaran itu hanya terduduk diam pada jendela kamarnya yang lebar dan kembali mengamati dunia sebagaimana hari lalu, Chan justru menjadi pihak yang bergerak.

Menelusuri satu per satu secara hati-hati. Tak ingin ada celah yang terlewat ataupun tingkah yang tercium mencurigakan.

Chan tidak ingin Changbin tahu mengenai hal yang dilakukannya. Mencoba mencari jejak yang tertinggal dari identitas diri sang makhluk yang buat Changbin bertanya.

Sayap putih dengan kilau keperakan katanya. Hanya itu satu-satunya petunjuk yang tertinggal. Terlalu sulit untuk ditemukan karena faktanya tak ada satupun dari kerumunan pesta itu yang memiliki sayap semegah yang dikatakan Changbin.

Atau mungkin itu hanyalah fatamorgana. Sebuah ilusi yang timbul dari penantian yang tak kunjung usai.

Pada sisi lain, Felix justru tampak sama sekali tak peduli. Tak sedikitpun menaruh rasa penasaran. Itu hanya satu dari sekian kekaguman yang dia tunjukkan pada makhluk yang belum pernah dia temui.

Tunggu. Kagum? Sepertinya belum pasti. Karena kata yang terucap kali pertama dia menatap bentangan sayap itu adalah sindiran sinis. Mengeluh mengenai seberapa sesaknya ruangan hanya karena satu pasang sayap.

Selain itu, dia juga tak ingin terlalu jauh berpikir. Bukankah makhluk-makhluk seperti itu memang punya sejuta hal mengejutkan? Felix yang sudah sering lihat saja masih terheran-heran saat temui jenis baru pada tiap lirik pandang.

Dia tak ingin memikirkan lebih jauh, apalagi menyelidiki supaya lebih tahu. Anggap saja yang kemarin hanya lalu. Satu dari sekian yang buat dia mempertanyakan sebenarnya seberapa banyak makhluk yang ada di dunia ini.

Felix masih menyibukkan diri pada dunianya. Pada semua hal yang seharusnya menjadi fokusnya. Seperti tentang bagaimana dia menghabiskan waktu bersama temannya. Mereka tak sesering itu untuk keluar bersama.

Mereka harus menghabiskan waktu sebaik mungkin saat kesempatan itu muncul. Hyunjin dan I.N memiliki terlalu banyak kelas untuk diikuti sebagai bagian dari keluarga Veela. Mulai dari kelas pengetahuan, tata krama, menembak, bela diri, hingga kelas untuk melatih makan dengan anggun.

Felix mungkin akan lebih dulu muntah sebelum menyelesaikan kelas-kelas tersebut ketika hari usai. Felix hanya bersyukur dia dibesarkan dengan aturan manusia. Dia hanya perlu pergi ke kampus selayaknya remaja lain. Mengikuti kelas yang satunya tak lebih dari satu jam.

Felix terkadang bertanya-tanya soal bagaimana bibi dan pamannya mengatur segalanya hingga dia tak pernah dicurigai oleh manusia. Padahal bila menilik usianya yang panjang dan wajah yang masih muda, itu bukan sebuah hal normal.

Langkah kaki itu terhenti. Tak menuntaskan tujuan yang semula dia bawa untuk lintasi selasar kampus. Seungmin memanggil dari arah berlawanan. Melangkah mendekat secepat mungkin untuk hampiri Felix. Felix berdiri diam sambil menunggu.

"Apa kau luang?"

"Tentu. Kenapa memangnya?"

"Mari bertemu teman baru. Aku yakin kau suka,"

Tanpa menunggu konfirmasi lebih lanjut, Seungmin menariknya untuk menjauh dari selasar. Felix menurut saja tanpa banyak bicara. Terlalu riskan untuk singgung perasaan vampire tersebut. Bisa-bisa darahnya habis dihisap. Meski dia sendiri tak yakin Seungmin mau menikmati darahnya.

Felix dibawa pergi ke salah satu kedai yang berada diseberang kampus. Seungmin langsung melangkah masuk seakan tahu kemana arah yang harus dituju. Seakan sudah ada yang menunggu.

Memang benar. Sosok yang tengah menunggu telah terduduk manis pada salah satu kursi dekat jendela kaca yang membentang luas. Melambai tangan dengan kelewat semangat. Sosok tersebut seakan telah akrab dengan Seungmin.

"Hay, hallo!"

Mungil, menggemaskan, bersemangat. Ukuran tubuhnya tak jauh berbeda dengan Felix. Mungkin hampir sama.

"Aku Han, yang dua minggu lalu kau hadiri pestanya,"

Felix mengangguk mengerti. Han mengulurkan tangan bermaksud untuk mengajak berjabat. Uluran itu disambut dengan segera olehnya. Dengan senyum yang tak kalah bersemangat, dia ucapkan nama.

"Felix. Pestamu kemarin benar-benar hebat,"

Han memamerkan senyum bangga yang mungkin bisa dinilai berlebihan oleh mereka yang tak mengenalnya. Memang pada dasarnya pemuda tersebut sangat suka untuk mengumbar senyumnya yang menawan.

"Aku senang bila tamuku puas,"

Obrolan itu seakan mengalir begitu saja. Mengakrabkan dua orang yang baru saling mengenal. Han memperkenalkan diri sebagai werewolf yang hidup bersama pack-nya. Salah satu pack yang nyaman dan sangat berkecukupan. Anggotanya tak lebih dari 100 orang dan terdengar seperti bukan salah satu pack yang terkenal.

Perkenalannya dengan Seungmin adalah sebuah ketidaksengajaan yang menyenangkan. Han saat itu tengah berburu, mencoba mencari rusa atau hewan apapun itu yang bisa menuntaskan laparnya. Sedangkan Seungmin hanya sedang menghabiskan malam pada salah satu dahan hutan.

Berawal dari Han yang kepayahan menyerang kijang dan Seungmin yang menertawakan pada posisinya yang nyaman menyandar dahan. Han yang merasa tak terima tiba-tiba saja menyerang pohon dengan Seungmin yang masih bersandar diatas sana.

Memang pada dasarnya werewolf dengan wujud aslinya itu sangat kuat. Hingga pohon itu bergoyang hebat pada tiga tendangan. Seungmin diatas sana tergelincir dan jatuh menghantam tanah. Seakan belum cukup kesakitan akibat terjatuh barusan, Han menambahkan dengan mendepak kuat.

Seungmin terlempar hampir sepuluh langkah dari tempat Han berdiri. Meski meringis kesakitan, Seungmin masih sempat tertawa geli.

Itu awal yang tak terlalu baik untuk berkenalan. Tapi toh buktinya keduanya bisa mengatasi dengan baik hingga masih sekali dua kali saling mengabari.

Yah, setidaknya perkenalan Han dengan Felix lebih wajar daripada Han dengan Seungmin.

"Apa kau berkuliah disini juga?"

Han menggeleng sebagai jawab dari pertanyaan Felix.

"Tidak, aku sudah bosan untuk mengulang rutinitas yang sama untuk kedelapan kalinya,"

Felix terkejut dengan pengakuan Han. Itu berarti dia sudah pernah berkuliah selama tujuh kali. Hitungan yang sangat mengejutkan bila mengingat Felix baru menjalaninya untuk ketiga kali.

Tiga kali untuk Felix saja sudah cukup melelahkan. Sudah ingin berhenti meski dia sendiri pun masih mengingat hal-hal yang dipelajari pada periode-periode sebelumnya. Masih ingin muntah pula bila mengingat beberapa tugas yang mematikan.

Benar, rasanya ingin mati meski realitanya dia tak semudah itu mencabut nyawa.

"Mengagumkan! Apa yang kau lakukan hingga mampu bertahan mengulang tujuh kali masa perkuliahan?"

Hidung Han mengerut lucu. Felix jadi teringat tupai yang kesal saat tak bisa mengupas biji kenari.

Tunggu, Han kan werewolf bukan tupai lucu, menggemaskan.

"Entah, aku hanya menuruti apa yang dianjurkan pack-ku. Baru saat mereka menawariku lagi, aku menolak,"

Mengagumkan. Felix salut akan keberanian Han menolak hal yang dikatakan pack-nya. Membangkang bukanlah hal yang mudah bila berbicara soal pack werewolf. Terlalu banyak aturan serta hirarki yang harus dipatuhi. Mungkin hampir sama rumitnya dengan Veela. Perbedaannya hanya pada penyelesaian masalah. Veela cenderung lebih anggun tapi mematikan, sedang werewolf akan secara terang-terangan bertumpah darah.

"Lalu apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku hanya datang menyapa. Kemarin terlalu sedikit waktu untuk bertukar cerita. Maafkan aku yang tak banyak menyapamu,"

Seungmin menyubit pipi Han sebagai jawab atas permintaan maafnya. Menganggap lalu perihal raut bersalah yang Han tunjukan.

"Lupakan. Kau punya banyak tamu. Aku memaklumi,"

Felix jadi teringat soal penduduk utara. Pula terlintas memori mengenai sayap yang buat sesak. Memang benar, sekumpulan makhluk utara terlalu mengesankan untuk diabaikan.

"Ngomong-ngomong, kemana Hyunjin?"

Han menatap Seungmin dengan alis setengah terangkat.

Felix baru tahu Han juga mengenal Hyunjin. Atau mungkin dia mengenal pemuda Veela itu karena Hyunjin merupakan kekasih Seungmin. Lingkar pertemanan memang kadang sesederhana itu. Saling mengenal orang yang memiliki hubungan dengan kenalanmu.

"Dia sibuk dengan jamuan keluarga. Kau tahu sendiri lah," Seungmin menjawabnya sambil mengangkat minumannya.

Tampaknya Han memaklumi. Mungkin dia juga tahu sedikit banyak mengenai aturan-aturan Veela.

"Yaa, Veela seharusnya mulai mengurangi acara untuk duduk tegap selama berjam-jam,"

"Dan werewolf mungkin harus mengurangi perburuan," setengah bergurau, Seungmin meledek Han.

Gurau keduanya memang terdengar hanya lalu. Sebatas candaan biasa antar dua orang yang sudah lama mengenal. Bukan hal yang memerlukan pemikiran lebih lanjut.

Akan tetapi, di sinilah Felix. Duduk merenung di tengah keduanya. Antara vampire dan werewolf. Perlahan-lahan sebuah tanya melintas dibenaknya.

Sebenarnya aku ini siapa?

TBC

Thanks udah mau baca sampai sini. Jangan lupa review kesan kalian soal part ini yaaaa...

Phay-phay!