Author's Note: Yaa minna-chin mohon maaf atas keterlambatan updatenya ya. Mohon maaf juga tidak bisa balas review kalian semua! Terima kasih atas dukungannya!^^ Read and Review?


DISCLAIMER : FUJIMAKI TADATOSHI

WARNING : 1]Awas Bosen karena kepanjangan menuju menu utama nya fufu.. [2] Humor LEBIH garing, maksa, absurd dari fanfic sebelumnya

[3] Mungkin agak OOC [4]Typo[5]Romancega terlalu dapet [6]Sho-ai / BL(?) [7]Dan lain-lain (?)

Rate : T

By : Neutral Kingdom


Furihata's POV

Aku tahu ini salah,

Tapi Aku mencintainya.

Aku tahu ini jahat,

Tapi Aku tidak bisa berhenti untuk menginginkannya.

Aku tahu ini menyakiti perasaan orang lain,

Tapi Aku tidak ingin kehilangannya.

FLASHBACKON

Aku mengenalya saat ia menyelamatkanku dari mantan kekasihku yang abusive. Saat itu aku sedang meminta putus pada mantanku sebut saja ia Elric.

Namun, ia menolak untuk putus dan akhirnya menghajarku di depan sebuah bar tempat biasa kami bertemu. Saat itu aku sudah pasrah jika Elric akan menghjarku sampai mati. Karena jujur saja, fisikku yang kecil takkan mampu melawan besar tubuhnya yang dua kali lipat itu.

Dan saat itulah ia datang. Walau samar, aku dapat melihat bahwa seorang pria dengan rambut merah langsung menghajar mantanku tersebut.

"Kau lihat itu? Masalah ukuran tubuh tidak menghalangi kemenangan mutlakku." Aku mendengar orang itu berujar dengan nada angkuh.

Sedang menyindir diriku kah? Sial!

"Sial! Kemana dia pergi?" Oh! Sekarang dia mengumpat dengan nada marah. Apa? Kenapa? Karena mantanku kabur? Atau kenapa?

Dan tiba-tiba saja aku merasa tubuhku diangkat dan kesadaranku perlahan menghilang.

Paginya aku terbangun dan sadar bahwa aku bukan berada di kamar apartemenku.

Furihata's POV End.

KRIEEETT . . .

Suara pintu dibuka dan langkah kaki yang mengiringinya terdengar mengalun di dalam ruangan yang Furihata huni saat ini.

"Sudah bangun, Hime?" suara yang Furihata kenal sebagai penyelamatnya bertanya dengan nada yang Furihata langsung sukai sejak ia pertama kali mendengarnya tadi malam.

Furihata berusaha merubah posisi tidurannya menjadi duduk. Dan dengan senang hati, pria merah yang belum Furihata tahu identitasnya hingga saat ini membantunya setelah membawa nampan berisi semangkuk bubur dan segelas air.

"Sudah merasa lebih baik?" Furihata hanya mengangguk pelan.

"Aku Akashi Seijuurou. Kau bisa memanggilku Juurou. Kau?"

"Furihata Kouki. Kau bisa memanggilku Kouki." Furihata berujar lemah. Akashi kemudian mengambil mangkuk bubur yang sebelumnya ia taruh di atas meja.

"Aku tidak peduli jika kau tidak lapar, tapi kau harus makan sampai bubur ini habis. Dan ucapanku adalah mutlak." Furihata menelan ludahnya dengan takut. Oh Mai Gat! Dia terjebak dengan orang otoriter. Namun ia tetap memenuhi permintaan orang tersebut.

"Mulai saat ini kau adalah propertiku." Ujar Akashi dengan nada mutlak. Dan lagi-lagi Furihata hanya bisa mengangguk walau tidak mengerti dengan maksud 'propertiku' yang Akashi ucapkan.

Dan sejak saat itu, Akashi dan Furihata sering melakukan komunikasi. Entah itu hanya sms, telepon, makan bersama atau hal lainnya. Hingga suatu hari...

"Kouki..."

"Ya?" Furihata langsung meninggalkan pekerjaannya membereskan meja makan setelah ia dan Akashi makan malam ketika Akashi memanggilnya.

Saat Furihata menghampiri Akashi yang sedang duduk nyaman di sofa apartemennya, ia kaget karena Akashi yang tiba-tiba memeluk dirinya. Oke, Akashi memeluk dirinya bukanlah hal yang aneh. Mereka sudah sering berpelukan bahkan berciuman bibir pun sudah Furihata anggap biasa. Tapi saat ini, Furihata merasa ada yang berbeda dari Akashi. Entahlah. Dan benar saja apa yang ia pikirkan. Akashi menarik dirinya hingga jatuh di atas sofa dengan sang dominan yang berada di atasnya.

"I want you tonight." Ucap Akashi dengan nada rendah yang membuat Furihata merinding. Bukan merinding karena takut. Tapi karena ia tahu apa yang Akashi inginkan saat ini dan sialnya ia pun menginginkannya. Bahkan ia sudah sering bermimipi untuk melakukannya dengan sang penyelamat jiwanya.

Setelah adegan Rate M tejadi, Akashi mendekap erat Furihata dari belakang yang tengah kelelahan akibat ulahnya yang tidak bisa menahan diri di kegiatan pertama mereka.

"Aku mencintaimu, Juurou-kun." Bisik Furihata namun masih dapat didengar oleh sang dominan.

"Tapi kau tahu bahwa aku sudah memiliki kekasih bukan?" jawab Akashi di pundak Furihata.

"Ya, aku tahu." Jawab Furihata sendu. "Tapi, aku mencintaimu." Tegas Furihata.

"Tidurlah Kouki." Ujar Akashi sambil mengelus lembut punggung polosnya Walau kecewa pernyataan cintanya tidak dijawab setelah adegan 'panas' mereka, Furihata membalikkan dirinya hingga menghadap dada bidang pria yang ia anggap kekashinya mulai malam ini. Masa bodoh Akashi sudah memiliki kekasih. Yang ia tahu bahwa dirinya menginginkan Akashi, dan Akashi pun menginginkan dirinya.

FLASHBACK OFF


"WAAA! Aku terlambat!" Furihata yang panik tidak melihat lampu lalu lintas di depannya dan malah langsung menyebrang, mengabaikan kenyataan bahwa sebuah mobil berwarna hijau muda sedang melaju dengan cepat ke arahnya.

TIIIIIIIIINNNNN!!

Furihata menoleh saat suara keras klakson memasuki gendang telinganya. Namun jarak Furihata dan mobil tersebut hanya berjarak kurang lebih lima sentimeter, dan Furihata sudah pasrah karenanya.

Hingga...

BRUKK..

Ia merasa tubuhnya terjatuh ke aspal dan ketika ia membuka matanya, ia sadar bahwa ia terjatuh bukan karena tertabrak, tapi karena seseorang yang menariknya. Namun ia tidak menemukan siapapun selain seorang pria dengan rambut berwarna kuning cerah dan berdiri di depan sebuah supermarket yang lumayan jauh dari tempatnya saat ini sambil bolak-balik entah melakukan apa.

"Ano... bisakah kau bangun dari atas tubuhku?" Furihata melihat ke arah datangnya suara tersebut yang tidak lain adalah melihat ke bawah dirinya, dan...

"Huaaaa! Siapa kau?" Furihata kaget dan langsung berdiri dari posisi jatuhnya karena ternyata ia tidak merasakan sakit sama sekali karena dirinya menimpa seseorang. Dan parahnya lagi ia tidak menyadari hal itu.

"Kau tak apa-apa?" tanya Furihata saat melihat kedua siku pria yang tadi menolongnya berdarah.

"Humm, kau tenang saja." Jawab pria tersebut dengan tersenyum datar (?)

"Terima kasih telah menolongku." Ucap Furihata sopan sambil membungkukan tubuhnya.

"Terima kasih kembali"

Hening...

"Ah sebagai ucapan terima kasihku, bagaimana jika aku menemanimu ke rumah sakit terdekat untuk mengobati lukamu lalu kita makan siang bersama?"

"Terima kasih atas tawaranmu, tetapi aku sedang pergi bersama temanku."

"Kau bisa mengajak temanmu kok!" Furihata sedikit memaksa.

"Baiklah."

Pria tersebut kemudia mengeluarkan handphone nya dan menekan beberapa tombol di hp-nya lalu menjauhkan benda persegi panjang itu sepanjang yang tangannya bisa. Furihata yang bingung melihat itu akhirnya mengerti, karena di tempatnya berdiri ia bisa mendengar suara cempreng dan keras dari HP pria di hadapannya.

"Aku baik-baik saja, Kise-kun. Sekarang jika kau ingin ikut denganku, berjalanlah ke arah rambu lalu lintas yang tepat berada 50 meter dari supermarket yang ingin kita datangi tadi." Setelah itu pria di depan Furihata mematikan telepon yang tadi ia gunakan dan kembali memasukkannya ke dalam kantong celananya.

"A...ano.. kita belum berkenalan. Namaku Furihata Kouki." Furihata mengulurkan tangannya ke arah pria di hadapannya.

"Aku—"

"Kuroko-cchi...!" suara cempreng memekakan telinga terdengar daaann.. "BRUKK!" sosok pria di depannya dipeluk erat oleh seorang pria pirang yang tadi ia lihat di depan supermarket.

"Kuroko-cchi jangan menghilang tiba-tiba-ssu! Aku khawatir. Apa kau baik-baik saja? Hwaaa! Kenapa sikumu berdarah-ssu? Aku harus menelepon ambulans-ssu!"

"Kise-kun."

"Hwaa...bagaimana jika tanganmu terlambat ditangani dan akhirnya harus diamputasi?"

"Kise-kun."

"Aku pasti akan dibunuh Kisedai-ssu!"

"Aaah...Aomine bergandengan dengan siapa disana?"

"Apa? Mana, Kuroko-cchi? Mana? Dasar pria hitam sialan. Berani sekali ia bergandeng tangan dengan orang lain setelah aku pernah memaafkannya." Kini fokus Kise berubah menjadi melihat keadaan sekitar untuk mencari keberadaan kekasihnya.

"Dimana Aomine-cchi, Kuroko-cchi?"

"Di kantornya, sedang menangani kasus tentu saja, Kise-kun."

"Kuroko-cchi jahat-ssu!"

"Kise-kun tolong bersikap dewasa. Di depan kita ada Furihata-kun."

"Furihata? Siapa?" Kuroko menjawab dengan menunjuk seorang pria kecil yang facepalm melihat kelakuan antik Kise.

"Kuroko-cchi..." ucap Kise dengan suara tertahan.

"Behave, Kise-kun." Jawab Kuroko dengan suara datar namun tak ingin dibantah. Tatapan Kise pun berubah menjadi tajam saat kembali menatap Furihata. Dan Furihata pun jadi salah tingkah sendiri karena mendapat tatapan tajam dari pemuda pirang yang baru ia lihat.

"Ayo, Kuroko-cchi, kita harus ke rumah sakit untuk mengobati lukamu." Ajak Kise dengan suara tegas yang berbeda dengan sebelumnya

"Kita akan pergi dengan Furihata-kun, Kise-kun"

"Tapi Kuroko-cchi, kita tidak boleh merepotkan orang lain yang baru kita kenal-ssu!" Kise merajuk

"Aah..kita belum berkenalan. Namaku Kuroko Tetsuya. Dan ini Kise Ryouta —seseorang yang sangat berharga untukku. Kise-kun, ini Furihata-kun" Kise mengerjapkan matanya beberapa kali mendengar Kuroko memperkenalkan dirinya sebagai apa pada Furihata. Namun ia akan mengikuti apapun yang Kuroko inginkan saat ini. Karena baginya Kuroko adalah prioritas utamanya, bahkan pria hitam tercintanya akan ada di urutan nomor dua jika ingin dibandingkan dengan Kuroko.

"Tetsuya? Namamu Tetsuya?" tanya Furihata dengan nada ragu.

"Hum.. ada yang salah, Furihata-kun?"

"Iie! Ayo kita ke rumah sakit atau klinik terdekat dari sini."


Setengah jam kemudian mereka pun sampai di salah satu rumah sakit terdekat dan Kuroko langsung ditangani oleh dokter sekaligus pemilik rumah sakit tersebut yang notabene merupaka ayah Midorima. Karena hal itulah disana mereka tidak perlu mengantri karena rumah sakit yang mereka datangi adalah milik ayah sahabat mereka.

Setelah dua puluh menit terlewati dengan keheningan yang anehnya tak ingin Kise pecahka antara dirinya dan Furihata di ruang tunggu, Kuroko akhirnya keluar dengan siku yang sudah diperban.

"Tetsuya, jangan lupa minum obatnya! Jangan melakukan hal yang memberatkan kedua leganmu. Minta tolonglah pada seseorang dan jangan memaksakan diri jika kau merasakan lenganmu sakit. Dan ini! Ambilah vanilla milkshake ini, aku memberikannya karena minuman ini adalah lucky itemmu hari ini. Dan aku bukan perhatian padamu Tetsuya, tapi ini kulakukan murni karena profesionlitas sebagai seorang dokter!"

"Aah...Paman Shinichi persis seperti Midorima-cchi ssu. Hahahaha."

"Apa maksudmu, Ryouta? Aku ini Midorima juga jika kau ingat!" Ucap dokter Shinichi sambil membenarkan letak kacamatanya yang tidak bergerak sama sekali dari tempatnya.

"AHAHAHAHA" tawa Kise semakin keras. Kuroko menyikut pelan Kise yang tawanya makin tak terkontrol.

"Terima kasih atas bantuan paman hari ini. Maaf karena merepotkanmu." Kuroko berujar sopan sambil membungkukan badannya 90 derajat.

"Ya...ya...ya... Pulang dan istirahatlah! Aku masih memiliki pasien yang lain selain di sini!"

Setelah itu tinggalah mereka bertiga dalam keheningan. Hingga keheningan tersebut pecah karena sebuah lagu dengan suara cempreng yang bisa kita tebak adalah suara Kise terdengar. Namun karena Kise tidak merasa bahwa hp-nya bergetar, otomomatis HP yang menyala adalah milik Kuroko. Kuroko menarik napasnya perlahan, kemudian menggeser tombol dial hijau di layar HP nya.

" Ya, Sei-kun?"

"_"

"Aku sedang diluar bersama Kise-kun."

"_"

"Tak apa, Sei-kun. Aku bisa mengerti jika kau sampai tidak bisa makan siang di luar bersamaku, pasti meeting-mu belum selesai, kan?"

"_"

"Ya, Sei-kun. Aku juga—mencintaimu." Setelah Kuroko menurunkan Hp nya dari telinganya, kini kembali terdengar dering HP entah milik siapa.

"Ya, Juurou-kun?"

"_"

"Aku sedang di rumah sakit."

"_"

"Tidak, Juurou-kun. Aku tidak apa-apa!" Furihata menjawab dengan lembut dan diiringi oleh tawa bahagia. Mengabaikan fakta bahwa pria biru muda dihadapannya mengepalkan kedua tangannya erat.

"Sungguh aku tidak apa-apa sayang. Aku memang sempat akan tertabrak mobil, tapi seseorang menyelamatkanku, dan dialah yang terluka saat ini."

"_"

"Aaah... aku tidak bisa makan siang bersamamu, Juurou-kun. Aku akan makan bersama penolongku."

"_"

"Hei... jangan merajuk seperti itu love"

"_"

"Jangan mempertanyakan perasaanku jika kau tahu dengan jelas bahwa aku sangat mencintaimu."

"_"

"Oke, semangat kerjanya, Juurou-kun"

"_"

"Ya...ya...ya... Aku mencintaimu! Selalu!"

SNAP!

Kuroko terbatuk-batuk saat mendengar ucapan Furihata . GILA! Apa fantasi terliarnya benar-benar menjadi kenyataan? Kekasihnya mengatakan cinta pada orang lain! Crap! Perut Kuroko kembali mual.

"Kurok-cchi kenapa-ssu?"

Furihata yang baru selesai menerima telepon dari kekasihnya memandang Kuroko khawatir.

"Kau kenapa, Kuroko-kun?" tanya Furihata khawatir sambil memegang pundak Kuroko.

"Jangan sentuh Kuroko-cchi -ssu!" Bentak Kise keras menyingkirkan tangan Furihata kasar. Furihata yang diperlakukan seperti itu tentu saja kaget.

Kuroko yang melihat Kise membentak Furihata langsung berusaha untuk bersikap normal kembali, walau kenyataannya ia masih merasakan mual karena mendengar pembicaraan antara kekasihnya—yang Kuroko tahu dengan jelas adalah kekasihnya saat ini—Akashi Seijuurou.

Tapi Kuroko harus menyingkirkan rasa mual dan perasaan ingin meng-annihilate rumah sakit saat ini demi mendapatkan secuil informasi mengenai kekasih dari kekasihnya saat ini.

Bingung dengan dua paragraf di atas? Sengaja fufufu...

(edtr: dasar author kmvrt)

"Maafkan aku, Kise-kun, Furihata-kun. Aku jika sedang mual tidak bisa jika ada yang menyentuh pundakku. Sebab aku akan bertambah mual." Kuroko mejelaskan dengan nada datar dan jari tengah yang menumpu jari telunjuk dibelakang kepalanya dengan bersikap seolah-olah ia sedang menggaruk bagian kepala belakangnya.

"Ooh.. seperti itu rupanya." Furihata beujar dengan nada tidak yakin. Sedangkan Kise hanya diam dan meningatkan dirinya kembali bahwa ia akan mengikuti apapun yang ingin Kuroko lakukan saat ini.

"Tawaran makan siang bersamamu apa masih berlaku Furihata-kun?" Tanya Kuroko ramah walau tetap menampilkan wajah datarnya.

"Jika kondisimu memungkinkan, tentu saja aku tawaran tersebut masih berlaku Kuroko-kun."

"Ayo, Kise-kun!" ajak Kuroko sambil menggenggam telapak tangan Kise erat. Berharap sahabtanya mengerti akan sinyal yang Kuroko berikan sebagai permintaan akan dukungan dari sahabatnya. Sangking eratnya tangan Kuroko menggenggam tangan Kise, mereka mengabaikan tatapan mata curiga yang Furihata berikan pada sepasang pria yang berjalan didepannya.


"Kau mau pesan apa, Furihata-kun?" tanya Kuroko stelah mereka bertiga tiba di restoran.

"Umm.. chicken teriyaki saja."

"Kau, Kise-kun?"

"Sushi salmon dan ocha. Dan Kuroko-cchi dilarang minum vanilla milkshake-ssu! Kau sudah meminumnya satu gelas tadi saat di rumah sakit jika kau lupa."

"Um.. tapi aku sedang tidak berselera makan Kise-kun."

"Akan kulaporkan pada paman Shinichi jika Kuroko-cchi tidak mau makan-ssu!" Kuroko cemberut. Tentu saja Kuroko cemberut, karena jika benar Kise menelepon ayah dari Midorima Shintarou, sudah PASTI Kuroko akan diceramahi hampir seharian. Selalu seperti itu jika Kuroko sakit dan tidak mau diatur pola makan dan obatnya.

"Kau menang, Kise-kun. Aku akan memesan ramen dan ocha." Kise tersenyum senang mendengarnya. Setelah Kuroko selesai menuliskan pesanan terakhir mereka, Kise mengambil kertas tersebut dan berjalan menuju kasir untuk membayarnya. (kalau bingung sistem restonya, bayangin aja sistem di sol*aria ya)

Dan keheningan yang terjadi antara Kuroko dan Furihata pun terpecah setelah Kise datang dan memegang kening Kuroko.

"Tidak demam."

"Aku memang tidak sakit, Kise-kun. Yang sakit adalah sikuku dan daerah sekitar lenganku yang sedikit lecet jika kau lupa." Jawab Kuroko sambl menyingkirkan tangan Kise dari keningnya.

Secepat Kuroko menyingkirkan tangan Kise, secepat itu juga Kise menggenggam tangan Kuroko.

"Tapi tanganmu terasa dingin sekali-ssu!" ujar Kise lembut sambil meniup-niup kedua tangan Kuroko. Furihata yang melihat itu menjadi gugup sendiri. Ia menjadi berpikir bahwa dirinya adalah obat nyamuk untuk Kise dan Kuroko.

"Kalian sepasang kekasih?" tanya Furihata spontan yang langsung menutup mulutnya. "Maafkan pertanyaanku yang lancang."

"Tidak apa-apa, Furihata-kun."

"Jadi... kalian?" lanjut Furihata.

"Tolong rahasiakan mengenai diriku dan Kise-kun ya, Furihata-kun." Jawab Kuroko dengan lembut.

"Tentu" walau tidak mengerti dengan jawaban yang diberian Kuroko, Furihata tetap mengiyakannya.

Dan Kise melepas tangan Kuroko saat dua orang pelayan membawakan pesanan mereka.

"Itadakimasu"

"Jadi.. Furihata-kun sudah memiliki kekasih juga?" tanya Kuroko untuk membuka pembicaraan di tengah keheningan saat mereka makan bersama.

Furihata mengangguk membenarkan karena mulutnya yang sedang terisi oleh makanan.

"Sudah Kuroko-kun"

"Ooh. Sudah berapa lama kalau aku boleh tahu?"

"Hm.. Tanggal 18 April nanti berarti menjadi 1,5 tahun hehe... Doakan saja agar kami langgeng dan romantis seperti kalian berdua." Furihata menjawab dengan tersenyum cerah dan tidak melihat cengkraman tangan pada sendok Kuroko yang makin mengerat.

"Waah satu setengah tahun sudah cukup lama juga ya Furihata-kun." Imbuh Kise ceria.

"Kalau cukup lama kurasa belum. Lama dalam sebuah hubungan dalam padanganku adalah selamanya. Sedangkan aku baru mengenal Juurou-kun selama 2,5 tahun. Perjalanan kami masih cukup lama untuk menjadi selamanya hehe.."

"Dua setengah tahun ya?" Bisik Kuroko yang hanya mampu didengar oleh dirinya sendiri.

"Kalau kalian sudah berapa lama bersama?" tanya Furihata yang sudah merasa lebih santai.

"Kami mengenal sejak 1 SMA-ssu! Saat itu aku baru masuk tim basket dan Kuroko-cchi menjadi mentorku." Kise mengambil alih untuk menjawab pertanyaan Furihata.

Dan pembicaraan sore itu pun berlangsung hingga malam tiba.

"Sepertinya kami harus pulang Furihata-kun."

"Wahh.. ternyata sudah malam haha.. aku juga harus segera pulang. Jika tidak, Juurou-kun pasti akan marah."

"Kalian tinggal bersama?" tanya Kise hati-hati.

"Hanya jika ia sedang lelah saja daann.. uumm.. kau tau, jika kebutuhannya sedang ingin dipenuhi." Jawab Furihata dengan semu merah di wajahnya.

Wajah Kuroko mengeras mendengarnya. Ia bukan pria polos sehingga tidak mengetahui apa maksud 'kebutuhan' yang Furihata katakan. Kise yang melihat perubahan pada wajah Kuroko pun langsung menggenggam tangan kanan Kuroko yang terkepal tanpa pemiliknya ketahui.

"Kuroko-kun?" panggil Furihata yang aneh melihat keterdiaman Kuroko yang tiba-tiba.

"Ya Furihata-kun?"

"Tak ada. Baiklah, kita berpisah di sini. Terima kasih sekali lagi karena telah menolongku. Dan semoga ini bukan pertemuan terakhir kita"

"Tentu saja-ssu! Kita kan sudah bertukar e-mail dan nomor hape. Jadi kita bisa berkomunikasi dan bertemu kapanpun kita mau." Kise menjawab menggantikan Kuroko.

Akhirnya mereka berjalan bersama keluar dari restoran dan berpisah di luar karena arah pulang mereka yang berbeda. Setelah beberapa langkah berjalan, Kuroko berbalik dan menatap punggung Furihata dengan sendu.


Kuroko menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur dan menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Ia tahu bahwa sahabat kuningnya mengawasi dari arah sofa kamarnya walau terlihat sedang memainkan hapenya dan tidak memedulikan apa yang Kuroko lakukan.

"Kau tahu Kise-kun, kejadian dua setengah tahun lalu saat kau marah pada Aomine-kunkarena menurutmu dia telah berselingkuh darimu dan akhirnya kau mabuk dan memintaku untuk menjemputmu di bar?"

Kise terdiam sebentar sebelum akhirnya mengangguk setelah mengingat kejadian yang disebutkan oleh Kuroko.

FLASHBACK ON

"Ahomine-cchi berengsek! Dasar pria sialan! Kenapa si hitam itu berani-beraninya berbohong padaku? Katanya ia sudah membenci yang namanya wanita, tapi terkutuklah kelakuannya yang dengan seenak kulit dekilnya memeluk mesra seorang wanita di depan bar tempat dia berjanji bertemu. Hueeeeeee! Sakit Ahomine-cchi!" Kise memegang sebuah gelas dengan isi vodka sambil meraung-raung.

Ya, pada saat itu Aomine mengajak Kise untuk merayakan anniversarry di salah satu bar tempat biasa mereka menghabiskan waktu bersama, dan yeah malam bersama juga, serta kehangatan bersama (?) abaikan fakta terakhir.

Tetapi saat Kise ingin memasuki bar, ia melihat seorang wanita dengan warna rambut peach yang bisa Kise katakan bitch sedang melingkarkan kedua tangannya di pinggang Aomine dan menenggelamkan wajahnya di dada sang kekasih. Dan sang kekasih dengan seenak kulit hitamnya melingkarkan salah satu tangannya sedangkan tangan satunya mengelus lembut kepala si peach bitch.

Langsung saja Kise melangkah gusar ke arah Aomine dan melepaskan pelukan yang dilakukan oleh dua orang yang merusak matanya dan telah menghancurkan hatinya.

"KAU! DASAR PRIA BRENGSEK! AKU MEMBENCIMU!" Daann.. Duagh! Kise meninju Aomine hingga pria itu terjatuh. Kemudian pemuda pirang tersebut langsung angkat kaki dengan meninggalkan kekacauan yang telah ia buat tanpa memperdulikan banyaknya mata yang menyaksikan apa yang ia lakukan. Aomine yang masih terkejut belum bisa berbuat apapun, namun ketika ia mendengar suara sumpah serapah dengan nada nyaring yang sangat ia kenal, ia bangkit dari duduknya dan mulai berlari mengejar kekasihnya yang memilih untuk memberhentikan sebuah taksi dan pergi dengan taksi tersebut.

"FU*K!" Aomine menyisir helaian rambutnya kasar. Dan wanita peach tersebut datang menghampiri Aomine dengan wajah khawatir.

"Apa aku menyebabkan masalah yang besar Dai-kun?" Aomine menghembuskan napas kasar.

"Aku akan berbohong jika menjawab tidak. Dia kekasihku. Dan aku sangat mencintainya." Aku Aomine dengan nada frustasi.

"Yah, aku bisa melihatnya. Baiklah untuk masalah Kotaro-kun bisa kita bicarakan besok. Kau carilah kekasihmu itu dan selesaikan masalah kalian berdua. Maaf karena menambah masalahmu di hari bahagiamu. Tapi . . ." Aomine menatap wanita yang kini makin mendekat ke arah telinganya dengan bingung.

"Ku dengar, make up sex so hot." Dan Blush! Entah ada yang bisa melihat warna pink di kulit dim Aomine atau tidak, tapi untuk sesaat wajah Aomine memanas karena mendengar suara provokasi dari sepupu jauhnya itu.

"Ahaha.. kalau begitu, aku pergi dulu. Bye Dai-kun!"

"Amane sialan!" umpat Aomine malu sambil menutup wajahnya.


Ase wo kaite sharara gamushara

ima ga tsuyoku nareru shunkan

Kuyashii hazu ga moete kurun da

sugoi yatsu wo zutto sagashiteta kara

Donna kabe mo zenbu koete miseru

Kuroko yang sedang bermesraan dengan novel yang baru dibelinya langsung melirikkan matanya pada handphone yang berada di sampingnya untuk melihat sang pengganggu kehangatan yang sedang ia jalin dengan sang novel.

Dan ketika ia tahu bahwa sahabat pirangnya yang menelpon, ia langsung mengangkat telepon tersebut tanpa peduli bahwa ia belum menandai halaman terakhir yang ia baca pada novel tersebut.

"Halo Kise-kun. Ada apa?"

"Tolong aku-ssu. Ini rasanya sesak sekali huhu.."

"Kise-kun ada di mana saat ini?"

"Apa kau akan menjemputku jika kuberitahu keberadaanku saat ini Kuroko-cchi?"

"Tidak. Aku akan menghubungi Aomine-kun untuk menjemputmu."

"NOOOOOOO! Jangan si brengsek itu kumohon!" Kuroko berjengit dan langsung menjauhkan handphone dari telinganya saat Kise mulai mengeluarkan suara melengkingnya.

"Baiklah. Aku yang akan menjemputmu."

"Yatta! Kuroko-cchi yang terbaik-ssu!"

"Sekarang beritahu aku di mana Kise-kun saat ini."

"Aku ada di bar Karawachi-ssu."

"Baiklah tunggu aku datang. Jangan berbuat macam-macam sampai aku datang. Kise-kun mengerti?"

"Haaaaa'iiii!"

Dan sambungan telepon pun berhenti. Selanjutnya Kuroko kembali mendekatkan handphone nya di telinganya.

"Sei-kun?"

"Ya Tetsuya?"

"Apa kau sedang sibuk?"

"Akan kuluangkan waktu untukmu sayang. Ada apa?" wajah Kuroko menghangat mendengar ucapan kekasihnya.

"Aku akan menjemput Kise-kun di bar Karawachi. Kau mau ikut?"

"Itu pertanyaan retoris Tetsuya. Jawabannya hanya iya, bukan? Permintaanmu mutlak untukku sayang." Dan wajah Kuroko kembali menghangat mendengarnya. "Tunggu aku 15 menit lagi di depan pintumu. Jaa."

"Jaa"


Setengah jam kemudian Akashi dan Kuroko pun sampai di bar Kiseki dan langsung menemukan pria pirang itu dengan dikelilingi beberapa pria yang mencoba melakukan hit padanya.

Akashi memandang malas apa yang ada di hadapannya. Ia sangat berharap sahabat biru tua nya ada di sini sekarang dan menghajar beberapa pria yang mencoba mengganggu kekasihnya.

"Anoo.. permisi. Kami ingin lewat." Ujar Kuroko datar. Dan suaranya mampu mengalihkan perhatian yang tadinya terarah pada Kise beralih ke arah Kuroko.

"Aaahh.. ada cutie lagi di sini."

"Waah.. iya kau benar. Bagaimana jika kau bermain dengan kami? Teman pirangmu yang satu ini sulit sekali untuk diajak bermain." Ajak pria kedua sambil merangkul pundak Kuroko.

"Betul-betul. Bagaimana jika kita bermain dengan dia saja? Dia tidak kalah manisnya kok." Ujar pria ketiga sambil menyentuh dagu Kuroko.

"Arra.. kalian bosan hidup, huh?" Akashi berbicara dengan nada sing a song sambil mengacungkan sebuah belati ke arah tiga pria d hadapannya.

"HUH? KAU KIRA SIAPA BERANI MENGANCAMKU?" ancam pria pertama sambil berjalan ke arah Akashi yang dengan santainya melempar belati yang ia pegang dan menggores leher pria tersebut hingga mengeluarkan darah.

"Harusnya aku membawa magnum* ku malam ini. Kenapa aku hanya membawa belati itu saja?" Keluh Akashi.

"Ma-maafkan kami.." tanpa menunggu jawaban Akashi, tiga pria tersebut pergi meninggalkan mereka bertiga. Yang mereka tidak tahu adalah, Akashi mengeluarkan handphone nya dan menelpon seseorang.

"Aku tidak mau tahu, tiga pria yang mencoba mengganggu kekasihku harus kau beri pelajaran yang tidak mungkin mereka lupakan seumur hidup mereka."

Semoga siapapun yang ditelepon Akashi tadi bisa menemukan tiga orang yang bahkan tidak Akashi sebutkan ciri-cirinya. Karena jika tidak, bisa berbahaya kalau Akashi sendiri yang turun tangan untuk mengurusi sampah macam mereka.

"Kuroko-cchi! Hueeee... " Kise menjerit senang dengan suara mabuk dan langsung berhambur untuk memeluk sahabatnya.

"Simpan tangismu itu Kise. Kita keluar dari sini." Perintah Akashi datar dan langsung berbalik arah menuju pintu untuk segera keluar dari sana.

"Ayo Kise-kun." Ajak Kuroko datar sambil menggandeng tangan Kise untuk keluar dari bar.

Saat berada di luar, Kuroko melihat Akashi sedang memperhatikan sesuatu di ujung jalan.

"Ada apa Sei-kun?" tanya Kuroko saat ia hanya melihat bahwa sepasang –mungkin kekasih yang sedang bertengkar.

"Aku bersumpah tidak akan membentak atau berbuat kasar padamu Tetsuya." Ucap Akashi sambil menatap Kuroko yang wajahnya memerah karena mendengar ucapan Akashi. Namun hal itu tidak berlanjut karena dari ujung matanya, Kuroko melihat bahwa pria yang kira-kira seukuran dirinya terjatuh.

"Kita harus menolongnya Sei-kun."

"Tapi itu bukan urusan kita Tetsuya." Kuroko menaikkan alis matanya mendengar jawaban Akashi.

"Apa yang akan kau lakukan jika aku dalam keadaan bahaya, dan kau tahu bahwa ada seseorang sebenarnya mampu menolongku tetapi tidak mau menolongku karena aku bukanlah siapa-siapa orang itu?" Kini Akashi yang menaikkan salah satu alis matanya.

"Wow Tetsuya. Kau bisa berbicara sepanjang itu? Dan tentu saja aku akan membunuh siapapun orang yang membahayakan dirimu maupun hanya menontonmu disakiti."

"Apa kau takut karena ukuran tubuhnya lebih besar darimu Sei-kun?" Bukannya menjawab, Kuroko malah bertanya menantang pada kekasihnya.

"Ohoho.. apa kau menantangku Nyonya Akashi? Baiklah! Akan aku buktikan padamu bahwa ukuran tubuh tidak ada hubungannya dengan semua ini. Tapi berikan aku satu alasan untuk menolong pria itu."

"Demi diriku dan demi para ukedi luar sana yang membutuhkan bantuan." Jawaban polos Kuroko tentu saja membuat kekasihnya tertawa kecil. Kemudian Akashi mengacak sayang rambut Kuroko, kemudian berjalan ke arah sepasang kekasih yang berkelahi.

"Ayo Kise-kun, kita pulang duluan."

"Tapi Akashi-cchi bagaimana-ssu?"

"Tak apa. Lagipula kita sudah ditunggu."

"Ditunggu? Oleh siapa?"

"Hm.." Kuroko tidak menjawab pertanyaan Kise dan berjalan menuju halte yang kebetulan tidak terlalu jauh dari bar yang mereka datangi.

FLASHBACK OFF


"Laki-laki yang dipukuli waktu itu adalah Furihata-kun, Kise-kun." Jelas Kuroko sambi memejamkan kedua matanya. Kise terdiam untuk beberapa saat karena shock.

WHAT THE HEL* IS THIS? Jadi pria yang menjadi selingkuhan Akashi adalah pria yang waktu itu Kuroko tolong – walau Akashi sih yang nolong, tapi kan kalau bukan karena Kuroko, mana mau Akashi nolongin Furihata.

"Tapi Kurokocchi, darimana kau tahu?"

"Aku ingat wajahnya setelah ia mengatakan bahwa pertama kali mereka bertemu adalah saat Akashi menolongnya ketika ia menerima kekerasan fisik dari mantan pacarnya dua setengah tahun yang lalu di Bar Karawachi."

FLASHBACK ON

"Jadi.. kau sendiri bagaimana Furihata-kun? Bagaimana awal pertemuanmu dengan Juurou-san?" tanya Kise kelewat ceria.

"Umm.. aku bertemu pertama kali dengan Juroou -kun sa-aat. Uhh.. bagaimana ya menceritakannya." Furihata terlihat bingung.

"Jika kau tidak ingin menceritakannya tidak apa-apa Furihata-kun." Ujar Kuroko menenangkan Furihata yang sepertinya enggan untuk menceritakannya.

"Bukan aku tidak ingin menceritakannya. Hanya sajaa.. pertemuan kami agak kurang bagus di awal hehe.." jawabnya dengan tawa gugup. "Jadii.. kami bertemu saat diriku tengah dipukuli oleh mantan pacarku saat aku minta putus dengannya dua setengah tahun yang lalu di depan sebuah bar malam ketika ia mengajakku bertemu saat itu."

"Bar apa Furihata-kun?" tanya Kise penasaran.

"Bar Karawachi."

TRANG. Sendok yang digenggam Kuroko terjatuh membentur piringnya saat mendengar ucapan Furihata. Sedangkan Furihata menatap Kuroko sedih.

"Apa aku terdengar menyedihkan?" ujarnya dengan menundukkan kepalanya

"Maafkan aku Furihata-kun. Aku hanya tidak menyangka ada yang bisa setega itu menyakitimu. Maafkan aku jika sikapku terlihat berlebihan dan menyakitimu." Furihata kembali memandang Kuroko kemudian Kise secara bergantian dan kembali tersenyum.

"Tidak apa Kuroko-kun. Karena biasanya jika orang mendengar ceritaku, mereka pasti akan bersikap seakan-akan sedih terhadap apa yang terjadi denganku tanpa benar-benar peduli padaku. Dan aku takut jika kau juga sama seperti mereka."

"Dan apa aku seperti itu Furihata-kun?" Furihata terdiam sejenak sebelum akhirnya kembali tersenyum.

"Kau berbeda Kuroko-kun. Aku bisa melihat ketulusanmu saat mendengar ceritaku. Bahkan kau mau menolongku yang tidak kau kenal ini hehe.." Furihata kembali melanjutkan makannya tanpa tahu bahwa tatapan Kuroko terpaku padanya dengan tatapan . . sendu? Entahlah. Bukankah sulit untuk menebak ekspresi datar yang Kuroko tampilkan? Yang pasti, saat ini Kise menggenggam salah satu tangan Kuroko di bawah meja untuk memberikan kekuatan pada pria biru muda itu untuk bertahan.

FLASHBACK OFF


"Kise-kun, apa aku jahat jika mengatakan bahwa aku menyesal meminta Sei-kun untuk menolongnya saat itu?" Kise menatap Kuroko serius.

SERIUSAN INI BENERAN KUROKO TETSUYA YANG IA KENAL?

"Kuroko-cchi. . ." Kise berkata dengan lambat.

"Karena diriku, Sei-kun jadi bertemu dengan Furihata-kun. Apa aku juga boleh menyesal karena tubuhku reflex untuk menolongnya saat itu?" Kise tahu air mata kembali mengalir dari mata Kuroko walau mata itu masih ditutup oleh satu lengan Kuroko.

"Aku tahu aku jahat karena terbesit rasa menyesal telah menolong Furihata-kun. Tapi entah mengapa aku tidak ingin memisahkan mereka berdua. Apa kau lihat wajah bahagianya ketika menceritakan tentang Sei-kun? Dan bagaimana nada riangnya saat berbicara dengan Sei-kun saat di telepon tadi." Suara Kuroko terdengar sangat menyedihkan di telinga Kise. Rasanya ia ingin menulikan telinganya saat ini, tapi hanya ini yang bisa ia lakukan untuk sahabat biru mudanya. Ia hanya bisa mendengarkan apa yang Kuroko rasakan saat ini.

"Aku membencinya karena telah merebut Sei-kun dariku. Tapi aku tahu ini bukan salah dirinya sepenuhnya. Ini adalah salahku yang tidak bisa menjaga cinta Sei-kun hanya untukku. Ini salahku karena mempertemukan mereka."

"Ini semua salahku. . ."

"Salahku.."

"Huhuhu.."

Kise hanya terdiam dari tempatnya menahan dirinya untuk berjalan dan memeluk Kuroko saat ini. Karena ia tahu bahwa yang Kuroko butuhkan hanya keberadaan pendengar setia untuknya. Dan tanpa ia sadari, air mata juga mengalir dari kedua matanya. Kise kemudian ikut menutup matanya dengan lengan dan menangis dalam diam.

"Aomine-cchi.." ucap Kise lirih.

TBC.


Editor's Note:

Yeaaaay hello readers-tachi. Kenalin saya disini editornya(?) Neutral-san. Mohon maaf atas keterlambatan updatenya ya... dikarenakan Neutral-san sedang mengerjakan TA alias tugas akhirnya. Doakan juga ya supaya dia bulan ini bisa sidang!^^

Ah iya ini FF tetap Neutral-san yang bikin, saya hanya bantu mengetik, edit dan posting saja hohoho~

Dan sebenarnya juga FF ini udah mengendap di lepy-chan Cuma karena tugas ngampus numpuk jadi tertunda trus. So, hontouni gomennasai! Maaf juga tidak balas review kalian karena yang saya bilang tadi, Neutral-san sibuk TA dan magang fufufufu. Part ini sengaja dibuat lebih panjang sebagai permintaan maaf Neutral-san. Jadi mohon reviewnya ya! Dan doanya untuk Neutral-san agar cepat sidang lalu bisa update seperti biasa deh~

Jaa~ Arigatou minna~~