Author's Note : Hola Minnnnaaaaaaaaa.. aku mau ngucapin terima kasih dulu untuk para readers-tachi yang selalu mendukungku. Terima kasih untuk editor-chin yang mau meluangkan waktu untuk meng-edit dan publish dua chapter sebelumnya. Dan terima kasih juga yang sudah bersedia membaca, me-review, mem-follow, dan mem-favorite-kan cerita ini. Aku akan berusaha agar cerita bisa aku selesaikan hingga tamat. Mohon maaf kalau apdetnya lama yaaa... karena baik author maupun editor dari Pierce juga memiliki urusan di dunia nyata yang kadang (sering) tidak bisa ditinggalkan. Apa lagi ya? Err.. Udahan deh :D Selamat membaca ^^ Jangan lupa review yaaa \(^o^)/


DISCLAIMER : FUJIMAKI TADATOSHI

WARNING : 1]Awas Bosen karena kepanjangan menuju menu utama nya fufu.. [2] Humor LEBIH garing, maksa, absurd dari fanfic sebelumnya

[3] Mungkin agak OOC [4]Typo[5]Romancega terlalu dapet [6]Sho-ai / BL(?) [7]Dan lain-lain (?)

Rate : T

By : Neutral Kingdom


Apartemen Kuroko.

Kise terbangun dari tidurnya dan menyadari bahwa matahari belum terbit, yang berrati pagi belumlah tiba. Ia mencoba untuk tidur kembali, namun sepertinya kantuk tidak lagi menyerangnya.

"Ah.. aku bangun terlalu pagi-ssu!" Kemudian melirik sekilas ke arah Kuroko yang masih terlelap dengan posisi tidur yang Kise rasa kurang nyaman.

Setelah membenarkan posisi tidur sahabatnya itu, Kise menaruh keningnya di atas kening Kuroko dengan tatapan sendu.

"Aku tau bahwa Kuroko-cchi tidak akan menyalahkanku. Tapi kumohon maafkan aku-ssu. Jika saja aku tidak berpikiran sempit dan pendek dengan situasi yang terjadi saat itu, mungkin semua kejadian ini tidak akan terjadi."

Tes..

Tes..

Pertahanan Kise untuk tidak menangis akhirnya hancur. Apanya yang sahabat, jika ia malah menyakiti Kurkoko hingga seperti ini.

"Maafkan aku-ssu. Maafkan aku."

Grep!

Kuroko yang terbangun karena air mata yang jatuh di wajahnya segera menarik lembut leher sahabatnya dan memeluknya.

"Bukan salahmu Kise-kun. Kumohon jangan menyalahkan dirimu seperti ini." Ujarnya sambil mengelus pelan rambut pirang tersebut.

"Tapi Kuroko-cchi menyalahkan dirinya sendiri-ssu. Jelas-jelas pertemuan mereka bukanlah salahmu. Tapi salahku yang membuat mereka bertemu. A-ku -"

Kuroko mengeratkan pelukannya pada Kise dan beralih mengelus punggung yang jauh lebih besar darinya.

"Kau sahabatku Kise-kun. Jangan menyakiti diriku dengan menyalahkan dirimu sendiri. Kumohon."

Bukannya tenang, Kise malah menangis semakin kencang. Masa bodoh jika status dirinya sebagai pria easy going yang membawa matahari kemanapun hingga mampu menyinari Aomine yang gelap (?) Maksudnya pria easy going yang mampu membawa kebahagiaan untuk siapapun, jika ia malah membawa kesedihan untuk sahabat biru mudanya tersebut.

Dan pagi tersebut dilewati Kise dan Kuroko dengan adegan menyalahkan-menenangkan, menangis-mendiamkan, dan tidak mau berhenti menyalahkan dan menangis - akhirnya ikut menangis.


Apartemen Aomine

.

Seonggok daging dengan dibalut kulit berwarna kegelapan dan bermanik navy blue berjalan mondar-mandir dengan gelisah. Ia sudah tidak mendapat kabar terakhir dari kekasih pirangnya sejak si pirang mengatakan bahwa mereka makan siang dengan simpanan Akashi.

Damn!

Ia khawatir dengan sahabat biru mudanya. Tentu saja! Ia adalah dewa baik hati yang menyatukannya dengan malaikat pirang yang memiliki status sebagai kekasihnya. Tapi ia juga khawatir dengan kekasihnya yang tiba-tiba loss contact seperti ini.

Padahal biasanya Kise akan memberi kabar setiap dua jam sekali. Dan jika si cempreng itu mau tidur pun, pasti akan ngabarin dulu baru mati suri pindah dunia ke alam mimpi. Jangan harap Aomine bilang kalau Kise pindah ke alam baka, lebih baik ia dulu yang pindah ke alam terasebut daripada ia yang ditinggal pergi kekasihnya. Tidak. Terima kasih.

Ase wo kaite sharara gamushara

ima ga tsuyoku nareru shunkan

Kuyashii hazu ga moete kurun da

sugoi yatsu wo zutto sagashiteta kara

Donna kabe mo zenbu koete miseru

Nah! Pucuk dicinta telepon dari sang kekasihpun tiba.

"Hei bakka! Kenapa tidak mengabariku sejak semalam? Apa kau tau aku khawatir? Bagaimana keadaan Tetsu? Keadaanmu juga bagaimana? Kalian baik-baik saja?"

"Aomine-cchi.." Aomine yang mendengar suara kekasihnya tidak seceria biasanya menghembuskan napasnya perlahan.

"Jadi?" Tanya Aomine dengan suara lembut.

"Aku sudah tidak bisa melihat Kuroko-cchi seperti ini terus-ssu! Ayo lakukan counterattack! Ini sudah keterlaluan." Aomine memejamkan matanya saat mendengar suara parau Kise ditambah dengan suara sesenggukan yang ia dengar.

"Kita akan membicarakan itu nanti dengan semuanya. Kau harus pulang dulu. Atau kau lebih suka kita berkumpul di rumah Tetsu?"

"Tidak. Ayo berkumpul di rumah Murasakibara-cchi."

"Hm? Murasakibara? Kau yakin?" Tanya Aomine dengan nada sangsi.

"Kau akan setuju jika mendengar keseluruhan cerita yang kemarin malam aku temukan bersama Kuroko-cchi."

"Baiklah. Akan kukabari yang lain dulu. Apa Tetsu akan ikut juga?"

"Tentu saja-ssu! Counterattack ini akan ditentukan oleh keputusan Kuroko-cchi."

"Baiklah. Aku akan menjemput kalian pukul 8 nanti pagi. Kita berkumpul jam 9 di rumah Murasakibara. Bagaimana?"

"Deal."

"Baiklah. Aku harus memberitahu si pria lumut itu dulu."

"Hu-um. Terima kasih Aomine-cchi. Selamat malam, err.. sudah jam 3 pagi sih. Selamat pagi kalau begitu. Aku mencintaimu." Sambungan telepon terputus bahkan sebelum Aomine membalas ucapan Kise.

"Aku juga mencintaimu bodoh!"


Apartemen Midorima.

.

Ase wo kaite sharara gamushara

ima ga tsuyoku nareru shunkan

Kuyashii hazu ga moete kurun da

sugoi yatsu wo zutto sagashiteta kara

Donna kabe mo zenbu koete miseru

"Shin-chan, telepon genggammu berbunyi." Midorima bergeming mengabaikan suara kaleng yang ditimbulkan dari handphone nya.

"Shin-chan, Ayolah! Siapa yang mau menelpon di pagi buta seperti ini jika tidak penting? Kau harus mengangkatnya." Takao menggoyangkan tubuh kekasihnya dengan kesal. Gimana ga kesal. Yang 'dimasuki' siapa, yang tidur kayak orang mati siapa.

"Dalam hitungan ketiga kau tidak bangun, aku akan kembali ke apartemenku sendiri." Midorima masih enggan bangun. " Dan jangan harap kau akan mendapatkan jatahmu selama sisa liburanku disini Shin-chan~" ujar Takao dengan nada sing a song.

Shit! Kalau ancamannya beginian mah, Midorima mending melek daripada ga dapet jatah.

"Aku bangun bukan karena ancamanmu itu-nanodayo. But I just wanna get rid that creepy voice. Ingat itu!" Midorima akhirnya bangun dari tempat tidurnya dan berjalan menuju meja kecil tempat ia menaruh handphone nya.

"Ya kau! Aku tahu bahwa kau adalah makhluk kegelapan. Tapi apa kau tidak bisa menelpon saat matahari telah terbit? Aku bukan kau yang bisa neglect dengan pekerjaan yang kumiliki." Tanpa basa-basi, Midorima langsung menyemprot si penelpon yang berani mengganggu liburan indahnya.

"Ya kau megane sialan! Siapa yang kau sebut makhluk kegelapan? Dan jangan kira aku tidak tau, kau mengambil cuti selama seminggu bukankah untuk kau habiskan dengan kekasihmu itu?" Aomine menyeringai sadis saat mengucapkannya.

Sedangkan Midorima yang mendengarnya jadi gelagapan karena malu. "Aku cuti karena diriku butuh refreshing-nanodayo. Tida ada hubungannya dengan Bakao!" Midorima menjawab dengan ketus. Sedangkan Takao hanya terkikik mendengar jawaban tsundere kekasihnya.

"Ya.. ya.. yaa.. dan kereta pun bisa terbang." Aomine berujar malas.

"Urusai! Ada apa kau menelponku?"

"Uh.. Kise memberitahuku bahwa Tetsu dan Furihata kembali bertemu." Midorima menggenggam handphone nya dengan kuat. "Dan kurasa ini saatnya si titan ungu itu tahu hal yang sebenarnya." Midorima masih terdiam. "Kau tentu tahu kan yang berani melakukan penyerangan langsung pada si mata belang itu hanya Murasakibara? No offense megane! "

"Baiklah aku akan mengabarkan Murasakibara. Jelaskan rencananya. Bu-bukan berarti aku berada di bawah perintahmu-nanodayo. Ini kulakukan semata-mata karena hanya aku yang berani mengabarkannya pada Murasakibara."

"Ha'i.. Ha'i.. besok kita berkumpul jam 9 di rumah Murasakibara." Jawab Aomine malas.

Dan sambungan telepon kembali terputus.

"Jadii.. apa yang tidak kau ceritakan padaku Shin-chan?" Takao sudah merubah posisi tidurannya menjadi duduk dan menatap Midorima serius.

"Aku harus membuat telepon dulu sebentar, lalu akan kuceritakan padamu semuanya." Takao mengangguk, dan Midorima membuat panggilan telepon.


Apartemen Murasakibara.

.

Ase wo kaite sharara gamushara

ima ga tsuyoku nareru shunkan

Kuyashii hazu ga moete kurun da

sugoi yatsu wo zutto sagashiteta kara

Donna kabe mo zenbu koete miseru

"Ugh Muro-chin.. suara kaleng apa itu?"

"Itu suara handphone mu Atsushi."

"Aku masih mengantuk tapinya."

"Baiklah. Aku yang akan mengangkatnya."

"Muro-chin memang yang terbaik." Himuro kemudian bangun dari tidurnya dan mengambil handphone yang Murasakibara taruh di lantai secara sembarangan.

"Midorima-kun? Ada yang bisa kubantu?"

"Ugh.. Himuro? Mana si Murasakibara?"

"Dia masih mengantuk. Ada yang ingin kau katakan? Biar nanti aku yang sampaikan."

"Bilang saja bahwa kami akan berkumpul di rumahnya jam 9 nanti. Jangan hubungi Akashi. Ini tentang Kuroko." Walau bingung, Himuro tidak menanyakannya. Toh nanti pagi mereka akan berkumpul bukan?

"Akan kusampaikan."

"Arigatou."

"Doitta."

Setelah itu Himuro meletakkan handphone Murasakibara kembali di atas lantai. Kalau Himuro yang selalu beresin setiap benda yang Murasakibara taruh secara berantakan, maka Murasakibara akan selalu seperti itu dan tidak disiplin, itu yang Himuro katakan saat handphone Murasakibara hancur terinjak di lantai.

"Atsushi, Kisedai akan ke sini nanti pagi jam 9."

"Apa itu perintah Aka-chin?"

"Bukan."

"Kalau begitu, tidak usah diterima jika mereka datang Muro-chin."

"Tapi Midorima-kun bilang, ini mengenai Kuroko-kun." Murasakibara langsung membuka mata malasnya.

"Ayo kita buat kue vanilla untu Kuro-chin." Himuro tersenyum mendengarnya dan menganggukkan kepalanya. Ya, Akashi memang dapat menaklukan Murasakibara dan dapat memberikan perintah yang akan selalu dipatuhi Murasakibara entah apa alasannya, tapi yang bisa meluluhkan hatinya dan membuat ia rela melakukan apapun tanpa diminta adalah Kuroko Tetsuya.

Pukul 09.25 – Rumah Murasakibara

"Cih.. mana si Ahomine itu? Dia yang menyuruh datang jam 9, dia juga yang terlambat. A-aku bukannya mengeluh loh ya. Tapi aku hanya tidak suka jika ada yang tidak tepat waktu."

"Aku akan menghancurkan Aomine-chin karena membuat Kuro-chin terlambat memakan kuenya!" Himuro yang duduk di sebelah Murasakibara tersenyum menenangkan dan mengelus lengan kanan pria ungu tersebut.

TING TONG.

"Biar aku yang membukanya." Takao berdiri dari tempatnya untuk menghindari dua aura yang mulai mempekat.

"Kenapa kalian lama sekali?" tanya Takao ketika tiga makhluk berbeda warna rambut masuk ke dalam rumah Murasakibara.

"Tanyakan pada makhluk sial yang menghambat kami." Jawab Aomine ketus. Kise kemudian menyenggol lengan kekasihnya dan tersenyum ke arah Takao.

"Akan kami jelaskan di dalam." Takao hanya mengangguk.

"Kuro-chiinn.."Aura Murasakibara yang tadinya ungu pekat, berubah menjadi ungu muda berlatar bunga-bunga saat melihat Kuroko. Tapi saat melihat wajah Kuroko yang lesu dan tidak datar seperti biasanya, warna ungu dan latar bunga-bunga tersebut menghilang.

"Are, Mine-chin ingin kuhancurkan ya?" Tiba-tiba saja Murasakibara sudah berada di depan Aomine dengan tangan kanan yang mencengkeram bagian atas kepala Aomine.

"Murasakibara-teme! Apa itu salam yang kau ucapkan untuk tamu yang datang ke rumahmu? Dan kenapa kau ingin menghancurkanku, huh?" Aomine menepis tangan besar Murasakibara dari atas kepalanya dengan keras.

"Kuro-chin wajahnya tidak datar seperti biasanya! Ini pasti karena Aomine-chin." Kuroko memegang tangan Aomine yang ingin kembali membalas ucapan Murasakibara.

"Ini bukan salah Aomine-kun, Murasakibara-kun. Aku hanya kurang makan akhir-akhir ini."

"Aah.. pas sekali. Aku habis membuat kue vanilla kesukaan Kuro-chin." Dan akhirnya Kuroko pun menuruti Murasakibara yang menggandengnya ke arah sofa.

Kuroko pun mulai memakan kue vanilla yang dipotongkan oleh Murasakibara. Sedangkan teman-temannya yang lain hanya diam mengamati sahabat biru mudanya itu sambil saling melempar sinyal untuk membuka pembicaraan akan pertemuan mereka hari ini.

15 menit kemudian..

"Arra.. apa kita akan tetap diam seperti ini sementara kita tahu hal apa yang akan kita bahas saat ini?" Himuro berinisiatif untuk membuka pembicaraan dengan suara lembut miliknya. (Aahh.. Author paling suka suara Himuro)

"Nah, Himuro-kun benar. Jadii.. siapa yang ingin menceritakan pertemuan kemarin?" Takao menambahkan dengan suara serius seksi yang jarang ia gunakan (?) (Menurut Author, Takao kalau lagi serius suaranya seksi loh wkwk..)

Kise menarik napasnya sebentar, kemudian menggenggam tangan mungil Kuroko yang duduk di sebelahnya.

"Jadi.. kemarin kami bertemu dengen Furihata-kun – yang kita ketahui sebagai kekasih lain dariAkashi-cchi."

BRAK!

Dinding di samping makhluk ungu yang kini kembali mengeluarkan aura titan menjadi korban pertama dari paragraf pembuka yang Kise ucapkan.

"Aka-chin memiliki kekasih lain selain Kuro-chin?"

Gulp! Semua yang berada di ruangan itu mencoba menelan ludah mereka sendiri saat mendengar suara intimidasi Murasakibara, kecuali Kuroko dan Himuro yang tampaknya tidak terpengaruh.

Aomine menatap Midorima penuh tanya, hei megane sialan! Kau belum menceritakan padanya ya?

Midorima menatap Aomine dengan tatapan sengit, kau kira aku bosan hidup huh?

Kuso! Aomine berujar kesal.

"Ehem.. ya begitulah Murasakibara-cchi. Akashi-cchi memiliki kekasih lain selain Kuroko-cchi. Dan hal ini telah berlangsung selama 1.5tahun. Tapi jika kau menghitungnya sejak pertama kali mereka kenal, maka sudah 2.5 tahun."

BRAK!

Oke, kini yang meninju dinding tampaknya bukan hanya Murasakibara seorang. Dua seme yang berada di ruangan tersebut entah mengapa latah ikutan Murasakibara untuk meninju dinding.

"Ne Muro-chin, aku ingin menghancurkan Aka-chin. Apa boleh?" Murasakibara bertanya pada kekasihnya dengan suara khas anak-anak.

"Kau harus mendengar keseluruhan cerita Kise-kun dulu Murasakibara-kun." Himuro menjawab sambil tersenyum dan menggenggam tangan besar kekasihnya.

"Kise, lanjutkan!" Aomine meminta dengan nada ketus.

Dan Kise pun menceritakan semuanya, awal Kise dan Kuroko melihat Furihata berciuman di tengah jalan dengan Akashi, saat Kuroko menyelamatkan Furihata, saat mereka makan siang bersama, dan momen di mana Kuroko mengingat Furihata sebagai pria yang ditolongnya 2.5 tahun yang lalu.

"Kuso, Kuso, Kuso!" Maki Aomine dengan keras. Heits.. jangan salah, bukan karena yang lain tidak mengumpat seperti apa yang dilakukan oleh Aomine,yang lainnya tidak merasa marah. Hohoho.. sudah terdapat beberapa rencana pembunuhan yang telah dipikirkan Midorima untuk Akashi, rencana penghancuran yang sudah berlalu lalang di kepala Muraskibara, dan ide pembalas dendaman dari para uke kita.

"Kuro-chin mengapa harus baik sampai menolong makhluk tidak tau diri itu sih saat 2.5 tahun yang lalu?" keluh Murasakibara dengan nada malas.

"Furihata-kun tidak seperti itu Murasakibara-kun. Lagipula, menolong adalah kewajiban sesama manusia bukan? Aku tidak mungkin mengabaikan fakta bahwa seseorang membutuhkan pertolongan disaat aku tahu bahwa setidaknya aku bisa membantu mereka." Jelas Kuroko dengan lembut untuk menyampaikan maksud dirinya yang menolong Furihata saat itu pada bayi raksasa di hadapannya.

"Hei Tetsu, why didn't you let that chihuahua die on the street by car accident?"

"And make Sei-kun sad cause his death? No Aomine-kun. I can't do that. I can't let Furihata-kun die and make Sei-kun sad. I just can't Aomine-kun." Suara Kuroko makin mengecil saat menjawab pertanyaan Aomine.

"Haaahhhh!" Aomine mengacak rambutnya kesal. "Kenapa kau harus melihat Chihuahua itu mau tertabrak sih? Kalau ga lihat kan, kau tinggal lihat mayatnya tergeletak aja!"

PLAK! Kise menggeplak kepala kekasihnya.

"Kalau ngomong, jangan seenak kulit hitammu!" Aomine yang digeplak seperti itu hanya menggerutu dan menyalahkan Furihata karena kekerasan yang ia terima dari kekasihnya tadi.

"Mengapa kau tidak mengaku pada si Furiii.., err.. Furi apa?" tanya Takao pada kekasihnya.

"Furihata-nanodayo!"

"Ah iya.. mengapa kau tidak mencoba jujur pada Furihata bahwa kau adalah kekasih Akasih dan meminta dirinya untuk meninggalkan Akashi?" Kuroko terdiam sejenak sambil memandang Takao, kemudian tersenyum.

"Kau tidak ada di sana Takao-kun. Kau tidak ada di sana dan melihat bagaimana semangatnya Furihata-kun saat bercerita tentang Sei-kun. Dan kau juga tidak ada di sana untuk melihat bagaimana bahagianya dia saat berbicara dengan Sei-kun. Bukankah akan sangat jahat sekali jika aku sampai mengambil kebahagiaan milik orang lain?"

"Tapi dia mengambil kebahagiaanmu Kuroko-kun." Lanjut Takao

"Dia tidak mengambilnya Takao-kun." Kuroko menarik napasnya pelan, dan senyumnya berubah getir. "Dia tidak mengambil kebahagiaanku. Aku yang tidak bisa mempertahankan kebahagiaanku. Aku yang tidak bisa mempertahankan Sei-kun di sisiku."

Hening. . .

Himuro beranjak dari tempatnya, kemudian duduk di lantai dengan menghadap Kuroko.

"Kami tahu bahwa kau telah berusaha sekuat tenaga untuk bertahan. Tetapi bertahan juga ada batasnya bukan? Dan pertahananmu sudah hancur entah sudah yang keberapa kalinya kan?" Kuroko diam dan hanya menatap Himuro langsung di bola mata pemuda cantik tersebut. "Tapi bertahan bukan satu-satunya jalan untuk menghadapi hal yang sedang kau alami saat ini."

Hening.. Himuro membiarkan Kuroko untuk mencerna kalimat yang telah ia ucapkan sebelumnya.

"Apa yang harus kulakukan Himuro-kun?" tanya Kuroko dengan nada lelah.

Himuro membalikkan tubuhnya menghadap Kise dan Takao lalu tersenyum, kemudian keduanya berdiri dan duduk di sisi kanan dan kiri Himuro.

"Counterattack." Jawab ketiganya serempak.

"Counterattack?" tanya Kuroko bingung. Kise mengangguk semangat.

"Tapi mereka bahkan tidak melakukan penyerangan terhadapku. Kenapa aku harus melakukan counterattack Kise-kun?"

"Dan ya, Kise tidak mencintai Aomine." Ujar Takao dengan nada bosan.

"Heeii!" bentak Aomine sewot. Sedangkan Midorima mempelototi Aomine yang berani membentak kekasihnya.

"Intinya Takao-cchi ingin mengatakan bahwa, bohong jika hal ini tidak mengganggu dirimu Kuroko-cchi. Kumohon ubahlah keadaan bertahan dengan melakukan counterattack-ssu."

"Aku tidak mungkin bisa melakukan itu Kise-kun. Tidak ketika hatiku sangat mencintainya."

"Bagaimana jika seperti ini, jadi kau melakukan hal ini untuk mengetahui alasan mengapa Akashi berselingkuh darimu?" usul Takao.

"Apapun alasannya, aku tidak bisa melakukan itu jika melukai Sei-kun."

"Kau tidak akan melukainya Kuroko. Kau hanya akan mencari jawaban, dan membuatnya sadar. Hanya itu." Ujar Takao meyakinkan.

"Hontou-ka?" tanya Kuroko sangsi. Takao mengangguk yakin.

"Baiklah. Bagaimana caranya?" Takao menyeringai mendengar jawaban Kuroko. Sedangkan Midorima yang melihat seringai kekasihnya langsung merinding di tempat.

"Kurasa hal itu bisa terjawab jika kau bertanya pada Murasakibara, Kuroko-kun."

Nah ini! Bener kan firasat Midorima. Usul Takao memang kadang (sering) sableng. Tapi kalau si sableng menyerahkan tampuk ke-leader-an untuk menyusun strategi perang pada makhluk titan yang super protective pada Kuroko, urusannya check mat! Ini sih bukan mencari jawaban dan membuat Akashi sadar. Yang ada membuka kasus baru dan membuat Akashi menyesal.

Berbeda dengan Midorima yang langsung menyendarkan tubuhnya pada sofa dengan wajah lesu, Aomine langsung menepuk keningnya keras saat mendengar ucapan Takao. Aomine akui Murasakibara memang pemalas, tapi akan berubah 180 derajat jika berhubungan dengan Kuroko. Ini sih Kuroko bisa pisah dari Akashi kalau Murasakibara yang turun tangan.

Sedangkan Kise dan Himuro hanya geleng-geleng kepala gagal paham pada Takao yang malah melempar tugas membuat strategi counterattack pada Murasakibara.

Lalu Murasakibara? Sudah kembali mengemil dengan mata malas yang langsung menatap pada kekasihnya.

.

.

.

"Muro-chin, bukankah sudah saatnya Kagami-chin untuk pulang ke Jepang?"

TBC

Review Jangan Lupaaa :D