Author's Note : HolaMinnnnaaaaaaaaa.. It's been a long time, I know.HontouniGomennasaiiiiiiiiiiiiiii *bow* Tapi ya tapiii.. ini padat banget schedule #tsah sehari-hari author maupun editor untuk apdet. Bukan alesan dah, tapi beneran padet banget TT_TT ini aja ngetiknya di kantor sambil ngumvet-ngumvet -_-v. Jadiiiiiiii.. semoga chapter ini cukup untuk memuaskan dahaga kalian terhadap kelanjutan nasib karakter-karakter milik Fujimaki Tadatoshi-sensei yang berada ditangan saya *ini apaan siiihh?* Selamat membaca dan semoga ini masih nyambung sama jalan cerita di chapter sebelum-sebelumnya yaa hehe.. Terima kasih untuk para reader-tachi yang sudah bersedia membaca, mem-follow, dan mem-favorite kan cerita ini. Hontouni Arigatou Gozaimasu minnaaaaaaaaaa..
DISCLAIMER : FUJIMAKI TADATOSHI
WARNING : 1]Awas Bosen karena kepanjangan menuju menu utama nya fufu.. [2] Humor LEBIH garing, maksa, absurd dari fanfic sebelumnya
[3] Mungkin agak OOC [4]Typo[5]Romancega terlalu dapet [6]Sho-ai / BL(?) [7]Dan lain-lain (?)
Rate : T
By : Neutral Kingdom
Sebelumnya . . .
"Muro-chin, bukankah sudah saatnya Kagami-chin untuk pulang ke Jepang?"
Himuro yang mendengar nada tanya plus implisit perintah untuk memerintahkan 'adiknya' pulang, langsung keluar dari ruang tengah untuk menelpon adiknya.
"Dan apa hubungannya masalah ini dengan Kagami-kun?" tanya Kuroko dengan menatap Murasakibara curiga.
"Aku hanya menanyakan hal tersebut saja Kuro-chin. Apa itu salah?" jawab Murasakibara dengan nada merajuk.
"Kau yakin?" Murasakibara mengangguk.
"Kagami-kun tidak akan terlibat dalam masalah ini kan?" Murasakibara kembali mengangguk.
"Kau berjanji?" Dan lagi-lagi Murasakibara kemudian mengangguk. Namun yang tidak diketahui oleh Kuroko adalah bahwa tangan kiri Murasakibara yang kini berada di belakang punggungnya dengan jari tengah yang menumpu pada jari telunjuk saat Murasakibara menganggukan kepalanya sedangkan makhluk lainnya yang berada di ruangan terebut langsung geleng-geleng kepala frustasi karena kepolosan Kuroko yang percaya pada Murasakibara, padahal manusia ungu itu jelas terlihat tengah merencanakan sesuatu.
"Taiga akan kembali minggu depan, Atsushi."
"Hah? Besok? Cepat sekali, Muro-chin." Himuro yang mendengar ucapan kekasihnya hanya menghela napas pasrah dan kembali menelepon Kagami agar pulang besok. BESOK!
"Atsushi" panggil Himuro lembut sambil memberikan hpnya dan menggelengkan kepala yang otomatis diartikan oleh Murasakibara bahwa kekasihnya itu gagal meminta (baca: memaksa) adiknya untuk pulang besok.
"Halo, Kagami-chin?" sapa Murasakibara setelah menerima hp Himuro.
"Jangan meng-halo padaku Titan ungu! Spit your reason for taking me back with force!" Suara bernada tinggi terdengar ditelinga siapapun yang berada di ruang tamu tersebut. Well, sepertinya seseorang di seberang sana sedang meluapkan kekesalannya. Kita lihat saja siapa yang menang nantinya fufu..
"Are? What shit are your tone that you use to me, Branch Eyebrow?" tanya Murasakibara dengan nada mengancam. Yang lainnya hanya meneguk ludah dengan paksa saat Murasakibara membuka mulutnya untuk menjawab nada tinggi orang tersebut.
"Err.. sorry 'bout that. So?"
"Just buy your ticket for tomorrow or tonight's flight. There's NO for my order." Ucap Murasakibara dengan nada yang lebih megancam.
"A-alright." Dan kemudian Murasakibara memutuskan sambungan telepon dan memberikan hp Himuro kepada yang punya.
"Jadi?" tanya Himuro memastikan.
"All done." Jawab Murasakibara enteng sambil mengunyah kue vanilla buatannya.
Setelah aura ruangan dirasa sudah pada level normal, para makhluk yang mendiami ruang tamu Murasakibara pun akhirnya bisa kembali menghirup napas dengan tenang.
"Jadi, kenapa kalian datang terlambat tadi pagi?" Murasakibara kemudian menghentikan acara makannya dan menatap Takao dengan pandangan apa ya...
Takaaaaooooooooo! Batin siapapun yang mendengar pertanyaan kekasih dari manusia hijau tersebut. Sungguh deh, bisa nggak sih hawk eye satu itu peka dengan keadaan sekitarnya? Aomine menepuk keningnya frustasi, Kise mengelus-elus pundak kekasihnya, Midorima menundukkan kepalanya sambil membenarkan letak kacamatanya yang tidak bergerak, Himuro hanya geleng-geleng kepala karenanya, dan Kuroko hanya memandang heran tingkah teman-temannya.
"Jadii?" Tanya Murasakibara yang memandang tajam ke arah pasangan AoKise tersebut. Kenapa tidak ke arah Kuroko? Jawabannya adalah, mana tega Murasakibara untuk memandang tajam malaikatnya tersebut.
"Aah.. kau yang cerita Kise!" Aomine melemparkan tugas mendongeng pada kekasih talkative nya. Sedangkan Kise yang dilempar tugas tersebut, menggaruk bagian kepalanya nervous. Mengutuk ulah kekasih tersayangnya yang dengan seenak kulit belanga nya itu melempar tugas melelahkan tersebut padanya.
"Uumm.. jadiii.."
Situasi : Pagi hari sebelum berkumpul di kediaman Murasakibara
"Kouki, kenapa kau menyentuh ponsel ku?"
"Uuh.. Maafkan aku, Juurou-kun. Tapi tadi hp-mu terus berdering dan membuatku terbangun karenanya." Akashi menaikan satu alis matanya. Kemudian mengulurkan tangannya ke hadapan Furihata.
"Berikan padaku." Ujar Akashi dingin. Tangan Furihata bergerak ragu ke arah tangan Akashi dan berenti saat hp itu menyentuh ujug jari tengah Akashi.
"Hm?"
"Siapa yang menelponmu?" Furihata bertanya dengan ragu. Bukannya menjawab, Akashi mengambil hp-nya dengan cepat kemudia membalikan tubuhnya dari Furihata dan berjalan pergi.
"Siapa Akashi Tetsuya?" tanya Furihata lagi dengan suara lebih berani. Akashi menghentikan langkahnya di depan pintu, kemudian menoleh,
"Bukan urusanmu." Lalu kembali melanjutkan jalannya.
Furihata yang melihat Akashi keluar begitu saja hanya bisa tersenyum sedih dan meremat baju pada bagian dada kirinya,
"Aku memang tak akan bisa untuk mengejarnya bukan?" lirihnya.
Tanpa membuang waktu lagi, Akashi langsung menelpon pria biru mudanya setelah keluar dari kamar Furihata.
Tuuttt..
Tuuttt..
"Ck.. angkat Tetsuya."
Tuutt...
"Hei sayang, kau baik-baik saja?" Akashi bertanya dengan nada tenang saat teleponnya sudah diangkat oleh kekasihnya, berbanding terbalik dengan apa yang dirasakannya saat ini. Panik. Bagaimana ia tidak panik jika melihat banyaknya panggilan masuk yang dilakukan kekasihnya. Bagaimana jika kekasihnya sakit? Bagaimana jika kekasihnya terluka? Bagaimana jika kekasihnya celaka? Oh, Akashi tidak bisa membayangkan bagaimana jika hal tersebut terjadi pada kekasihnya. Sama sekali tidak bisa.
Walau tanpa ia ketahui, bahwa dirinya memang telah memberikan rasa sakit dan luka yang entah bisa disembuhkan atau tidak nantinya.
"—ya Sei-kun. Aku baik-baik saja." Harusnya jawaban Kuroko mampu menenangkan hatinya. Tapi TIDAK. Ia sama sekali tidak tenang saat mendengar jawaban kekasihnya.
"Kau yakin?" Kuroko hanya mengangguk tanpa menjawab dengan suaranya, membuat sudut bibir Akashi tertarik karenanya. "Jawab Tetsuya, aku tidak bisa melihat anggukan kepalamu." Canda Akashi.
"Hum... tapi kau tahu Sei." Tanggap Kuroko datar.
"Kau sedang di apartemenmu?" pertanyaan yang dijawab Kuroko hanya dengan gumaman. "Diam di sana, aku akan segera datang."
"Tapi—" Akashi segera mematikan sambungan teleponnya lalu pergi begitu saja. Tanpa pamit, tanpa mengingat bahwa apartemen yang sedang ia diami memiliki pemilik, dan tanpa melihat ke belakang- di mana seorang pria bermahkota cokelat memperhatikannya sejak ia membuat sambungan telepon.
"Tetsuya ya?" Furihata tertawa miris, "Ha...ha...ha..." Dan berlanjut dengan tertawa depresi dengan tubuh merosot dan bersandar pada dinding.
"Sei-kun akan kesini." Ucapan Kuroko membuat Aomine dan Kise saling bertatapan dalam diam.
"Untuk apa?" tanya Aomine dengan nada jutek. Kuroko hanya mengangkat bahunya tanda tak mengerti.
"Tapi kita harus berangkat-ssu. Kalau tidak, kita akan terlambat. Dan aku tidak mau kena marah yang lain." Kise sudah mulai merajuk. Yang tentu saja dengan senang hati Aomine bungkam dengan mendekap kembali kepala kekasih pirangnya ke dada bidangnya dan mengelus rambut pirang tersebut dengan lembut.
"Huh sudahlah.. Terlambat beberapa menit kurasa tidak apa."Atau beberapa jam. Tambah Aomine dalam hati. Kemudian si pria hitam tersebut menyandarkan kepalanya pada kepala Kise, dan memejamkan matanya mengikuti kekasihnya yang sudah terlebih dahulu pindah ke alam mimpi dengan cepat. Padahal baru nemplok -_-
"Aomine-cchi bangun-ssu!" Kise berusaha membangunkan kekasihnya dengan mengguncang-guncangkan tubuh tan tersebut pelan.
"Aomine-cchi!" suara Kise memaksa pelan.
"Ada apa, Kise?" jawab Aomine malas tanpa membukan matanya.
"Kau dengar itu?" tanya Kise dengan serius. Mau tak mau, Aomine pun membuka matanya dan memfokuskan pendengarannya.
"Tetsu?" bisik Aomine tak yakin sambil memandang kekasihnya.
"Sepertinya." Jawab Kise tak yakin. Bagaimana ia mau yakin menjawab Aomine jika ia sendiri tidak yakin dengan pendengarannya. Pasalnya saat ia bangun tadi, ia mendengar ribut-ribut dari arah kamar Kuroko. Dan insting Kise mengatakan bahwa keributan tersebut dikarenakan Akashi yang sudah datang dan berbicara dengan Kuroko saat ini. Tapi yang mengganggu Kise adalah fakta bahwa ia seperti mendengar suara Kuroko meninggi. Hal tersebut tidak mungkin kan? Kuroko dengan nada tinggi? BIG IMPOSSIBLE. Maka dari itulah ia berinisiatif membangunkan Aomine yang masih tertidur.
"Sudahlah, Sei-kun. Aku tidak apa-apa." Suara Kuroko terdengar lelah, tidak lagi tinggi seperti saat Kise mendengar sebelumnya.
"Tapi kau terluka." Suara Akashi pun tidak sedingin sebelumnya, hanya memperdengarkan bagaimana khawatir tersirat dalam nada bicaranya.
Hening. . . .
Kemudian pintu kamar Kuroko pun terbuka dengan keluarnya sang pemuda biru muda yangwalau wajahnya tampak datar namun matanya terlihat sendu. Dan di belakangnya pria merah mengikuti.
"Ayo kita pergi.." ajak Kuroko saat ia telah berdiri di depan kedua sahabatnya.
"Kau tidak akan kemanapun, Tetsuya. Kau akan beristirahat di apartemenmu!" ucap Akashi tajam.
"Sei-kun.."
"Tidak, Tetsuya!" potong Akashi tegas.
"Aku sudah mengatakannya padamu Sei-kun, aku sudah berjanji pada yang lainnya bahwa aku akan datang pagi ini."
"Aku akan memberitahu Atsushi bahwa kau terluka dan tidak jadi ke sana."
"Sei—"
"Tidak Tetsuya."
Aomine dan Kise hanya bisa menonton debat pasangan biru muda dan merah tersebut dalam diam. Hey.. bukannya mereka tidak ingin membantu, hanya saja baru mendengar suara Akashi yang begitu dingin mampu membuat bulu kuduk Aomine maupun Kise bergidik karenanya DAN mendebat Akashi disaat keras kepala pria merah tersebut sedang kumat hanya berani dilakukan oleh Kuroko Tetsuya a.k.a. kekasihnya yang akan bebas dari ancaman apapun yang akan diberikan oleh Akashi pada siapapun yang berani mendebatnya.
"Sei-kun, aku sudah sembuh. Kecelakaanku terjadi kemarin, dan bahkan lukanya sudah diobati langsung oleh Paman Midorima. Tidak Sei-kun, kau harus mendengarkanku dulu." Ucap Kuroko yang melihat Akashi akan memotong ucapannya. "Aku sudah mengatakannya padamu bahwa ini bukan
salahmu karena kau tidak bisa berada disisiku saat kejadian tersebut terjadi atau ketika aku sedang berada di rumah sakit. A—"
"Dan kenapa kau tidak segera menghubungiku dan memberitahuku? Aku bisa langsung ke rumah sakit saat itu juga." Akashi balas memotong ucapan Kuroko.
Akashi mungkin tidak melihatnya, namun Aomine dan Kise bisa melihat dengan jelas, bagaimana kedua tangan Kuroko mengepal dengan erat dan berubahnya nada bicara Kuroko.
"Bukankah kau ada meeting pada saat kau meneleponku ketika kau membatalkan acara makan siang kita kemarin?" Pahit. Entah mengapa walau Kuroko sedang tidak memakan atau bahkan mengunyah obat, ia merasa ada rasa pahit yang entah bagaimana bisa ia rasakan. Kise menggenggam erat tangan Aomine saat Kuroko menyelesaikan kalimatnya, karena ia ingat betul bagaimana ekspresi Kuroko saat ia menerima telepon dari Akashi, dan bagaimana ekpresinya saat ia melihat bahwa Furihata bertelpon ria di depan mata mereka saat di rumah sakit.
Hening. . . . Mengapa hening sangat mudah terasa saat ini?
"Tapi kau adalah prioritas utamaku di atas segalanya Tetsuya." Suara Akashi melembut dan menggapai kedua tangan Kuroko yang mengepal. "Aku akan meninggalkan apapun yang sedang kulakukan demimu Tetsuya. Bahkan meeting sekalipun." Kemudian ia membawa kekasihnya ke dalam sebuah pelukan hangat yang entah mereka sadari atau tidak, sudah lama mereka tidak rasakan. Atau Kuroko rasakan lebih tepatnya. "Semua untukmu Tetsuya.Untukmu." Bisik Akashi di telinga Kuroko. Kuroko hanya bisa membalas pelukan Akashi dengan erat untuk menahan tangisnya.
Tidak.. Kuroko lebih kuat dari ini. Ia akan menahan air matanya hingga ia rasa bahwa semesta mengizinkannya untuk menangis di depan kekasihnya. Ya, egonya melarang untuk mengaku kalah dari situasi yang ia hadapi saat ini.
"Aku mencintaimu Sei-kun." Bisik Kuroko yang di dalam pelukan hangat kekasihnya. Akashi mencium pucuk kepala Kuroko saat mendengar kekasih biru mudanya mengungkapkan perasaannya.
"Dan aku hanya selalu mencintaimu Akashi Tetsuya." Balas Akashi ringan. Namun terdengar kesungguhan di dalamnya.
Yaa... andai kata 'hanya' benar bermakna tunggal, atau bermakna satu-satunya, atau bermakna tidak ada duanya, pasti Kuroko akan mencium pipi Akashi karena bahagia yang menderanya. Namun satu kata tersebut nyatanya malah membuat Kuroko menggigit bibirnya kuat karena ironi yang melatarbelakangi kata 'hanya' yang terucap dari kekasih tercintanya.
"Jadi? Apa boleh aku ke rumah Murasakibara-kun?" tanya Kuroko dengan nada suara datar yang berhasil membuat Kise bernapas sedikit lega karenanya.
"Ha ha ha. . . Tetsuya dan keinginannya, huh?" tawa Akashi sambil mengacak-acak rambut Kuroko penuh sayang.
"Maksudmu, aku dan kekeras kepalaanku kan?" Kuroko menatap Akashi dengan tatapan ngambek karena ledekan implisit yang diucapkan oleh pria merah di depannya.
"Kau menyadarinya Tetsuya?" Akashi kembali mencandai Kuroko.
"Sei-kun—"
Cup! Akashi mengecup bibir merah milik si imut maniak vanilla milkshake.
"Kau ku izinkan pergi. Tapi tidak lebih dari jam delapan malam. Dan aku sendiri yang akan menjemputmu."
"Menjemput? Kau tidak ikut pergi ke rumah Murasakibara-kun?" Akashi kembali memeluk Kuroko dan mengelus lembut punggung kecil kesukannya tersebut.
"Otou-sama mengadakan meeting direksi dan mewajibkanku untuk ikut dalam rapat tersebut."
Meeting . . . rasanya dadanya kembali sesak karena satu kata tersebut.
"Bukankah aku prioritas utamamu Sei-kun?" tanya Kuroko yang berhasil menyembunyikan nada getirnya.
"Kau adalah prioritas utamaku. Dan akan selalu begitu." Dan lagi-lagi kembali hening. Astaga, apakah hening tidak lelah untuk datang pagi ini? "Aahh.. maafkan aku Tetsuya." Ujar Akashi dengan nada frustasi. "Atau kupindahkan saja meeting nya dikediaman Atsushi? Hmm.. kurasa itu bukanlah ide yang buruk." Akashi segera melepaskan pelukannya dan mengeluarkan handphone nya dari kantong celananya. Tidak melihat bagaimana paniknya Kise dan Aomine yang mendengar ide gila Akashi.
Yang benar saja, meeting direksi dipertemuan para sahabat dan di sebuah rumah? Ide gila nan bombastis siapa jika itu bukan dari seorang Akashi Seijuurou?
Kuroko yang melihat Kise sudah menggeleng-gelengkan kepalanya dan menyilangkan kedua tangannya, dan mulut Aomina yang tidak berhenti berkomat-kamit kata 'jangan', 'tidak', 'oh my god', dan kata lain yang tidak Kuroko tangkap membuat sudut bibir Kuroko tertarik sedikit.
"Jangan absurd Sei-kun. Kembalilah ke kantor, dan jemput aku di rumah Murasakibara-kun pukul delapan malam nanti." Akashi menaikkan alis matanya dengan earphone bluetoothyang menggantung di telingnya.
"Kau yakin?" tanya Akashi tanpa suara karena ia sedang dalam sambungan telepon dengan seseorang, dan Kuroko hanya menjawab dengan anggukan kepala pada kekasihnya. "Aku tadi hanya ingin menyarankan untuk mengganti tempat meeting paradireksi Otou-sama, tapi kurasa tidak jadi." Entah mengapa ucapan Akashi membuat Kurokom merasa— lega? Lega karena Kuroko tahu bahwa alasan Akashi tidak ikut adalah benar karena meeting. "Baik Otou-sama, sampai jumpa di kantor." Dan Kise maupun Aomine dapat bernapas dengan nyaman kembali. Apa jadinya jika pertemuan mereka yang ingin membahas masalah Kuroko dengan Akashi digabung dengan sang biang masalah ditambah dengan meeting absurd para direksi dari perusahaan kapten merah tersebut.
Well, tidak terbayangkan bukan?
"Yaah.. karena itulah kami terlambat tadi pagi." Ujar Kise setelah selesai menceritakan apa yang terjadi di kediaman Kuroko.
Daann.. ugh author sebenarnya benci untuk mengetik kata ini, tapi yeah, keadaan kembali hening setelah Kise menyelesaikan ceritanya.
"Aku jadi bingung. Apa alasan Akashi berselingkuh? Jika aku mendengar cerita dari Kise tadi, bukankah sangat terasa bahwa Akashi sangat mencintai Kuroko? Lalu kenapa?"
Oh Damn! Takao dan mulutnya yang err.. tidak ada remnya?
"Bukankah itu yang akan kita cari tahu Takao-kun?" jawab Himuro lembut.
"Tapi apakah counterattack benar-benar perlu dilakukan? Jika memang kita hanya ingin tahu, bukankah menanyakannya langsung pada Sei-kun merupakan tindakan yang tepat?"
"Tidak bisa seperti itu Kuro-chin. Itu akan terlalu mudah untuk Aka-chin." Jawab Murasakibara dengan nada merengek.
"Terlalu mudah? Maksudmu Murasakibara-kun?" nah.. sepertinya Murasakibara kelepasan saat berbicara.
"Maksud Atsushi adalah, akan sangat mudah bagi Akashi-kun untuk mengelak nantinya Kuroko-kun. Kita semua tahu bahwa Akashi-kun sangat mencintaimu, dan dia akan melakukan berbagai cara agar kau tidak lepas darinya. Jadi counterattack ini memang sangat dibutuhkan untuk mengetahu motif sebenarnya dari apa yang dilakukan Akashi-kun." Himuro berusaha untuk menyelamatkan slip yang dilakukan oleh kekasihnya.
"Benar apa yang dikatakan Himuro-cchi. Tujuan dari counterattack ini adalah untuk mencari tahu alasan dari tindakan yang dilakukan oleh Akashi-cchi secara nyata-ssu."
"Tapi apakah harus counterattack? Lagipula counterattack apa yang akan kita lakukan?" Kuroko mulai sangsi dengan ide counterattack yang diberikan oleh sahabat-sahabatnya tersebut.
"Harus Kuroko-kun. Kau tenang saja, kami akan selalu di sisimu apapun yang terjadi." Ujar Takao ga nyambung. Namun Kuroko terdiam untuk memikirkan apa yang sahabat-sahabatnya katakan.
"Tapi apakah itu benar-benar perlu?" Kuroko kembali menyuarakan kesangsiannya.
-TBC-
Editor's Notes : HUAAA, Haroo minna~~~ maaf untuk keterlambatan updatenya . *bow Seperti yang author-san sampaikan, kita lagi sibuk-sibuknya. Author sibuk bekerja dan saya lagi sibuk sama magang dan uas. Maji gomenasai tapi, terima kasih kami ucapkan kembali kepada readers-tachi sekalian yang mau menunggu updatenya fanfic ini^^ Terima kasih untuk fav, follow dan reviewnya T-T. Kami akan usahakan untuk chapter berikutnya tidak telat update! Doakan saja ya^^ Jaa~~
oOo Merry X-Mas oOo
