Disclaimer:

Naruto: Masashi Kishimoto

Kanojo, Okarishimasu: Reiji Miyajima

.

.

.

Pairing: Naruto x Chizuru

Rating: M (karena ada pembunuhan dan sebagainya)

Genre: romance, crime, action, hurt/comfort, tragedy, fantasy

Setting: Alternate Universe (AU)

.

.

.

The Ninja in the Shadows

By Hikasya

.

.

.

Chapter 2. Mengikuti

.

.

.

Aku terlahir dalam dua klan ninja, yaitu Namikaze dan Uzumaki. Marga Namikaze kupakai saat menjadi ninja di balik bayangan. Lalu marga Uzumaki kupakai ketika menjadi diriku yang sebenarnya. Dua cara itu, kulakukan supaya menyamarkan keberadaanku yang kini dicari oleh polisi atau ninja-ninja lain.

Aku dan Chizuru tiba di Universitas Konoha. Mobil yang dikendarai Chizuru, berhenti dan terparkir di tempar parkir, tepatnya di halaman depan kampus. Aku dan Chizuru turun dari mobil. Tiba-tiba, suara yang tak kukenal, terdengar di gendang telingaku.

"Selamat pagi, Chizuru!" sapa pemilik suara itu, melambaikan tangan, berjarak tak jauh dari aku dan Chizuru.

"Selamat pagi. Hah? Sasori-kun!" balas Chizuru tersenyum lebar, langsung berlari menghampiri laki-laki berambut merah itu.

Aku membulatkan mata sempurna saat Chizuru merangkul Sasori - aku mengetahui nama pemuda berambut merah itu dari ucapan Chizuru tadi. Menikam sanubariku. Hatiku seolah tersayat dengan kunai yang tajam. Api cemburu menguasai diriku, tetapi aku bisa menahannya.

"Kenapa kau ada di sini?" tanya Chizuru melonggarkan pelukan. Menatap mesra wajah Sasori dari jarak dekat.

"Ya, aku pindah ke sini dan kuliah di tempat yang sama denganmu," jawab Sasori tersenyum.

"Wah, benarkah?"

"Benar."

"Aku senang sekali. Itu berarti kita bisa selalu bersama setiap saat, 'kan? Tidak berbicara lagi di Whatsapp."

"Tidak. Kita sudah bisa berbicara langsung seperti ini."

Chizuru kembali memeluk Sasori. Sasori juga mendekapnya. Tidak memedulikan tatapan aneh dari orang-orang di sekitar. Lalu Sasori memandangku, menjauhkan Chizuru darinya.

"Siapa laki-laki berambut pirang itu?" tanya Sasori menunjukku.

Chizuru melihatku, tersenyum. "Oh, dia, Uzumaki Naruto. Butler sekaligus pengawalku. Dia juga kuliah di sini. Satu jurusan denganku."

"Begitu, ya? Itu berarti dia akan terus mengikutimu, 'kan?"

"Ya, benar."

Chizuru mengangguk. Dia mendekatkan mulutnya ke telinga Sasori. Membisikkan sesuatu, tetapi aku tidak begitu mendengarnya. Aku tetap terpaku, mengawasi tindak-tanduk Sasori. Jangan sampai dia mempermainkan perasaan Chizuru.

"Oh, aku mengerti." Sasori manggut-manggut.

"Ya. Apa kau mau berkenalan dengannya? Mana tahu saja, kalian bisa berteman." Chizuru tersenyum, mengapit lengan kanan Sasori. Menariknya berjalan ke arahku. "Naruto, ini Akasuna Sasori. Pacarku yang datang dari Korea. Dia kuliah di jurusan yang sama dengan kita."

"Uzumaki Naruto." Aku membungkuk hormat.

"Aku Akasuna Sasori." Sasori juga membungkuk hormat, "oh ya, karena aku sudah ada di sini, apakah kau bisa melepaskan Chizuru untuk pergi bersamaku? Maksudku, selama di kampus ini, kau tidak perlu mengawali Chizuru lagi, cukup aku saja yang akan menjaganya."

"Tidak bisa. Sesuai permintaan kakek Chi-sama, aku harus selalu mengikuti Chi-sama."

"Kakek Chizuru tidak ada di sini, jadi kau tidak perlu..."

Ucapan Sasori terpotong saat aku langsung menyingkirkan tangan Chizuru dari tangannya. Mata mereka membulat sempurna kecuali aku. Tindakanku menyebabkan lahar kemarahan Chizuru meledak hebat.

"Naruto, jangan tarik aku!" seru Chizuru saat aku menyeretnya pergi menjauhi Sasori.

"Chi-sama harus tetap ada di sampingku," tukasku dengan nada yang tenang.

"Aku tidak suka dipaksa begini! Lepaskan aku!"

Aku tetap berjalan tanpa menggubris perkataan Chizuru. Memperkuat genggaman tanganku pada tangannya agar dia tidak bisa terlepas dariku. Kami pergi ke kelas yang ada di lantai dua.

Makian Chizuru semakin merajalela seiring aku dan dia berjalan melewati orang-orang di koridor. Orang-orang yang berpapasan dengan kami, memerhatikan kami. Tapi, aku tidak memedulikan mereka. Lebih penting, menahan Chizuru agar tidak kabur bersama Sasori.

"Naruto!" Chizuru membentakku saat tiba di kelas yang kosong. "Jangan terlalu mengekangku! Aku tidak suka itu!"

"Aku hanya mematuhi perintah Tuan Tatsuhito. Chi-sama harus selalu ada di sampingku." Aku menatap tajam Chizuru. Berdiri bersamanya di dekat pintu.

"Aku punya kehidupan sendiri. Tidak ada yang berhak mengaturku. Karena itu, lepaskan aku. Biarkan aku pergi bersama Sasori. Sasori bisa menjagaku. Jadi, kau tidak perlu menjagaku lagi."

"Aku rasa Sasori tidak baik untukmu. Sebaiknya kau menjauhinya, Chi-sama."

"Aku tidak akan menjauhinya!"

Chizuru bersikeras, memberontak. Berusaha melepaskan diri dari kekangan tanganku. Hingga hal yang mengejutkan, dia malah menggigit tanganku. Membuatku refleks melepaskan tangannya.

"Chi-sama! Jangan pergi!" teriakku terperanjat saat melihat Chizuru berlari keluar dari kelas. Sempat merasakan nyeri pada lengan kananku yang digigit Chizuru. Tapi, aku tidak memedulikan perasaan sakit itu, lebih penting adalah mengejar Chizuru sekarang juga.

Aku berlari menyusuri lorong yang cukup ramai. Mengikuti Chizuru yang mungkin mencari Sasori. Chizuru tidak ada di mana-mana. Namun, hal itu, tidak membuatku bingung.

Aku masuk ke toilet laki-laki yang ada di lantai dua. Keadaan sepi. Kemudian aku membentuk segel tangan untuk berteleportasi ke tempat-tempat bertanda segel yang kubuat di kampusku.

Aku berpindah ke atap kampus. Melihat ke bawah, bersandar di pagar pembatas atap. Fokusku mencari batang hidung Chizuru. Pengamatanku sangat cepat, hingga tertancap pada mobil sedan merah milik Chizuru. Mobil itu telah pergi meninggalkan kampus.

"Chi-sama, dia mau pergi kemana?" tanyaku. Aku membentuk segel tangan lagi. Ber-hiraishin.

Di kota ini, sudah tersebar banyak tanda segel yang kubuat. Mempermudahkan aku untuk berteleportasi. Diam-diam mengikuti kemanapun Chizuru pergi.

Mobil sedan merah itu berhenti di sebuah kafe. Kafe langganan Chizuru. Chizuru pernah mengajakku ke sini untuk sekedar melepaskan lelah sehabis kuliah. Dia mentraktirku minum kopi dan cheese cake.

Chizuru masuk ke kafe itu, tetapi tidak sendirian, melainkan dengan Sasori. Mereka duduk berhadapan dengan meja bulat menjadi pemisah di antara mereka. Dua cangkir kopi hangat tersaji di atas meja. Aku mengamati mereka, seraya duduk tak jauh dari mereka. Menyamar menjadi orang lain.

Jaketku berlapis dua warna. Hitam di dalam, dan orange di luar. Saat pergi ke kampus tadi, aku memakai jaket orange, lalu aku membalikkan jaket itu hingga berwarna hitam. Tudung jaket menutupi kepalaku, ditambah topi dan masker yang sewarna dengan jaket. Tas tersandang di perut, tersembunyi dalam jaketku yang tertutup.

Aku juga memesan kopi. Barusan pelayan yang menghidangkan kopi. Aku menyeruput sedikit kopi. Mendengarkan saksama apa yang dibicarakan Sasori dan Chizuru.

"Aku malas kuliah hari ini," celetuk Chizuru bernada kesal, "Naruto semakin menyebalkan saja. Dia malah menyuruhku menjauhimu."

"Kenapa dia menyuruhmu begitu?" tanya Sasori yang terkesan penasaran.

"Dia mengira kau tidak baik untukku."

"Hah? Memangnya dia mengira aku ini orang jahat?"

"Ya."

Chizuru mengangguk. Mukanya kusut. Kemudian Sasori memegang tangannya dengan dua tangan. Menebarkan senyuman memikat yang mampu meluluhkan hati Chizuru.

"Aku tidak mungkin menyakitimu. Kau sudah mengenalku selama tiga tahun ini, 'kan? Kita sudah berteman secara dunia maya di Facebook, tentu saling mempercayai," tutur Sasori dengan suara yang lembut, "aku tidak main-main denganmu, Chizuru. Aku ingin kita bertunangan."

"Tunangan?" Chizuru tercengang. Matanya membesar. Wajahnya bersemu merah.

"Apa? Bertunangan?" Aku membulatkan mata sempurna.

.

.

.

Bersambung

.

.

.

A/N:

Update cepat hari ini juga. Terima kasih ya buat yang suka dengan cerita ini.

Selamat malam minggu.

Tertanda, Hikasya.

Sabtu, 27 Maret 2021