Disclaimer:

Naruto: Masashi Kishimoto

Kanojo, Okarishimasu: Reiji Miyajima

.

.

.

Pairing: Naruto x Chizuru

Rating: M (karena ada pembunuhan dan sebagainya)

Genre: romance, crime, action, hurt/comfort, tragedy, fantasy

Setting: Alternate Universe (AU)

.

.

.

The Ninja in the Shadows

By Hikasya

.

.

.

Chapter 3. Sakit?

.

.

.

Aku mengamati keadaan muka Chizuru saksama. Chizuru membulatkan mata sempurna saat Sasori menunjukkan sebuah kotak merah. Sasori bermuka serius, tampak matanya bersinar penuh cinta.

"Bagaimana, Chizuru? Apakah kau mau bertunangan denganku?" tanya Sasori dengan intonasi lembut.

"I ... i-itu, kita bicarakan dulu pada kakekku," jawab Chizuru tergagap.

"Tapi, aku takut kakekmu tidak menyetujui keinginanku yang ingin bertunangan denganmu. Karena itu, kita bertunangan dulu sekarang."

"Aku yakin kakekku menyetujuinya."

"Apa benar begitu?"

"Benar. Begini, kau datang saja besok, jam tujuh malam. Kita makan malam bersama, sekalian aku memperkenalkanmu dengan kakekku."

"Boleh juga. Oke, aku akan datang besok."

"Ini, alamat rumahku."

Chizuru selesai menulis sesuatu di kertas, dan memberikannya pada Sasori. Dia tersenyum. Kemudian Sasori mengangguk, cepat menyambar kertas itu.

"Oke. Berdandan yang cantik di malam pertunangan kita besok," ucap Sasori tersenyum.

"Ya, kita lanjut makan saja, ya! Pelayan!" sahut Chizuru mengudarakan tangan. Pelayan yang ada di dekatnya, segera menghampirinya.

"Ya, mau pesan apa?" tanya gadis pelayan itu.

Chizuru menyebut makanan yang dipesannya. Aku tetap mengamatinya dan Sasori. Sesekali aku meneguk kopi sedikit demi sedikit setelah melepaskan masker. Memalingkan wajah ke arah lain agar Sasori dan Chizuru tidak mengetahui keberadaanku di sini.

Sasori dan Chizuru makan cheese cake dengan tenang. Hanya terdengar suara sahut-sahutan dari pengunjung lain. Membuatku cukup tenang karena Sasori tidak melakukan tindakan yang meresahkan.

Usai makan dan minum, Sasori yang membayar semua bon ke kasir. Dia dan Chizuru keluar dari kafe. Masuk ke mobil yang terparkir di tempat parkir, tepatnya di halaman depan kafe.

Aku berdiri di dekat pintu, mengamati mobil yang dikendarai Chizuru telah pergi dari kafe. Lalu aku juga keluar setelah membayar bon makanan pada kasir. Menghilang sekejap dalam kepulan asap.

Biarpun dunia sudah memasuki zaman modern, tetapi ninja-ninja tetap ada dan bergerak secara sembunyi-sembunyi. Ada dari mereka yang hidup bebas tanpa terikat, dan ada yang hidup terikat karena sumpah. Lalu akulah satu-satunya ninja yang hidup terikat sebab pengabdian. Membuatku harus tetap kuat menjalaninya seorang diri.

Aku hilang-timbul karena mengikuti Chizuru yang pergi bersama Sasori. Sehingga kami tidak kuliah hari ini. Tapi, aku tidak peduli kuliah, lebih memedulikan keselamatan Chizuru.

Sebelum malam, Chizuru tiba di mansion. Dia telah mengantarkan Sasori pulang terlebih dahulu. Keluar dari mobil yang terparkir di depan garasi. Nyaris melonjak kaget saat bertemu denganku di dekat mobil.

Chizuru membulatkan mata sempurna. "Naruto? Kenapa kau tiba-tiba ada di sampingku?"

Aku bermuka bosan. "Chi-sama, seharian ini kemana saja? Aku lelah mencarimu kemana-mana."

"Mencariku? Apa itu berarti kau juga tidak kuliah?"

"Tidak."

"Dasar, kenapa kau juga ikut bolos?"

"Karena Chi-sama bolos, aku juga ikut bolos."

"Ukh! Kau aneh!"

Chizuru menggeram kesal. Mukanya memerah padam. Mendorongku sampai aku terjatuh. Lantas dia berlari melewatiku dan masuk ke mansion.

"Chi-sama!" panggilku seraya bangkit berdiri. Berlari mengejar Chizuru. Mengabaikan sakit di punggungku. Masuk ke mansion.

Chizuru naik tangga. Aku mempercepat lariku, turut menaiki tangga. Bersuara keras untuk memecahkan kesunyian di tempat itu.

"Chi-sama, tunggu!" seruku. Aku berhasil meraih tangan Chizuru saat tiba di puncak tangga.

"Ada apa lagi?" tanya Chizuru melototiku.

"Baru kali ini, kau bolos kuliah hanya karena Sasori itu? Sasori memang membawa pengaruh buruk untukmu. Jadi, jauhi dia mulai besok."

"Kau juga. Pertama kali ini, kau bolos karena aku juga bolos. Jika kakek mengetahui ini, pasti kakek akan memarahimu habis-habisan." Chizuru menunjuk muka Naruto dengan tangannya yang satu lagi. "Pokoknya, aku tidak akan menjauhi Sasori!"

"Aku tidak peduli kalau Chi-sama mau melaporkan soal aku bolos kuliah pada Tuan Tatsuhito, tetapi aku mohon, tolong jauhi Sasori. Hatiku mengatakan, Sasori bukanlah orang yang baik. Ingatlah pesan Tuan Tatsuhito, kau tidak boleh percaya pada orang lain, meskipun kau sudah mengenalnya sangat lama."

Ucapanku sepertinya mampu membuat Chizuru terdiam. Karena gadis itu malah menatap wajahku lebih dekat. Tangannya yang bebas, memegang pipiku. Tertangkap semburat merah tipis samar-samar di dua pipinya.

"Kau benar. Kakek mengatakan itu sejak kematian nenek dan orang tuaku," ungkap Chizuru meredupkan mata, "kakek sangat takut dan sedih sekali saat kehilangan mereka. Makanya, dia menyuruhmu untuk menjagaku seketat mungkin."

"Apa itu berarti Chi-sama mau mendengarkanku?" tanyaku hati-hati. Merasakan tangan Chizuru membelai lembut pipiku.

"Ya. Sebenarnya, aku..."

"Chizuru, Naruto, apa yang kalian lakukan?" Tiba-tiba, muncul suara yang mengagetkanku dan Chizuru.

Aku dan Chizuru menoleh ke asal suara. Kami mendapati seorang pria tua naik ke puncak tangga. Pria berpakaian kantoran, menenteng tas besar. Menunjukkan ekspresi garang.

"Ka-Kakek!" seru Chizuru tersenyum lebar. Dia berjalan pelan menghampiri Tuan Tatsuhito. Tuan Tatsuhito memeluknya.

"Tuan Tatsuhito, ternyata anda pulang cepat hari ini," balasku menunduk hormat.

"Ya. Aku tidak enak badan." Tuan Tatsuhito mengangguk.

"Hah? Kakek sakit?"

"Ya, tetapi Kakek tidak apa-apa, Chizuru." Tuan Tatsuhito tersenyum.

"Apa perlu aku panggil dokter?"

"Tidak perlu."

"Aku antarkan ke kamar."

Chizuru mengapit lengan Tuan Tatsuhito, dan membimbingnya ke kamar. Aku mengikuti mereka karena arah tujuanku juga sama dengan mereka.

"Apa kau dan Naruto berpacaran?" tanya Tuan Tatsuhito yang terdengar olehku.

"Ti-tidak, Kakek. Ja-jangan tanyakan itu. Na-nanti Naruto mendengarnya," jawab Chizuru terbata-bata. Dia dan Tuan Tatsuhito sudah masuk ke kamar.

Aku mendengar percakapan Tuan Tatsuhito dan Chizuru, menganggap semua itu hanya angin lalu. Sebab, seorang ninja tidak mementingkan perasaan saat menjalani tugas perlindungan, lebih mementingkan keselamatan tuannya. Ayah mengajariku begitu. Tentu aku menjalani ajaran Ayah dengan penuh hati yang ikhlas.

Aku menutup pintu kamar, lalu menguncinya. Membuang tas ke atas ranjang. Duduk di pinggir ranjang. Melepaskan jaket, meletakkannya di sampingku. Menyisakan baju kaos, celana panjang, dan sepatu kets.

Jam bulat yang terpasang di dinding, telah menunjukkan pukul lima sore. Sebentar lagi, malam akan tiba. Tugasku menjadi ninja di balik bayangan, juga akan kujalani.

Jika tidak ada misi dari Tuan Tatsuhito, aku tetap menjadi ninja di balik bayangan dan berjaga semalaman di sekitar mansion. Karena aku pernah memergoki ninja-ninja lain yang mencoba masuk ke kamar Chizuru dan Tuan Tatsuhito. Mengalahkan mereka sebelum mereka membunuh keluarga Ichinose.

Mengapa banyak ninja yang mengincar keluarga Ichinose? Aku tidak tahu pasti, tetapi hal itu sudah terjadi sejak zaman kakek moyang. Karena itu, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk melindungi keluarga Ichinose dengan bayaran nyawaku sendiri.

Aku menghela napas beberapa kali. Menenangkan hati yang gundah karena memikirkan orang tua. Bangkit dan berjalan menuju lemari pakaian.

Aku membuka pintu lemari. Ada beberapa pakaian ninja yang tergantung dengan hanger. Ada juga peralatan khas ninja yang tersimpan di kotak besar, tertimbun dengan pakaian sehari-hari. Aku mengambil pakaian ninja biru tua. Berniat memakainya saat malam nanti.

.

.

.

Bersambung

.

.

.

A/N:

Chapter 3 up!

Terima kasih banyak.

Tertanda, Hikasya.

Minggu, 28 Maret 2021