Balas repiuw dulu yak ^^
Yuu: Setuju sama Souyo-chan xD Nih udah lanjuuttt~ Makasih sudah meninggalkan jejak ^^
Konata Izumi: Allo Kona-chii '-')/ Yeay! Makasih sudah mampir ke sini lagi. Bwehehehe xD papi Gin emang baik, Cuma keliatannya aja agak belok(?) Hehehe, nih udah lanjut. Moga ga kapok buat mampir lagi yaaa ^^
Hqhqhq love NH: Allo … Makasiiihh \(^o^)/ aku jadi telhaluu~~ dan makasih sudah mampir juga, hehehehe.
Toukachan: Allo Toukachan. Jangan panggil Hana-san, panggil aja Hana-nyan xD biar keliatan kawaii dikit /ditimpuk/ Ini udah lanjut~ Makasih sudah mampir~~~
Daez: Makasssiihhh \(^o^)/ Ini udah lanjuutt. Dan makasih sudah mampir ^^
Salsa Sanochiru: Wak, makasih ^^ Okeh aku usahakan dan semoga memuaskan ya chapter ini. Ini sudah lanjuuttt. Dan makasih sudah mampir ^^
.
Yosh. Ai no Shiken chapter 3 update!
-oOo-
.
OkiKaguFanfiction.
Gintama © Sorachi Hideaki.
Ai no Shiken © Hana Kumiko.
Warning! Typo(s). Ooc. DLDR.
Enjoy Reading, aru.
.
-oOo-
Pria itu berdiri tegap dengan gagah di atas sebuah kapal luar angkasa. Sebuah senyum puas terpatri jelas di wajah tampannya. Sesekali surai jingganya berkibar terkena angin. Matanya yang sipit tak pernah jenuh memperhatikan pemandangan di bawah sana dari tempat ia berdiri. Tak lupa dengan seorang pria bertubuh besar yang selalu setia menjadi pengikutnya berdiri di belakang laki-laki itu. Tanpa perlu disebutkan namanya, kalian pasti tahu mereka siapa.
"Ahh~ akhirnya kita bisa jalan-jalan di Bumi lagi, Abuto," ujarnya. Untuk ukuran seorang pria, suara Kamui termasuk halus. "Kemarin aku tidak sempat jalan-jalan karena datang terlambat."
"Aku menyesal telah mengusulkan untuk pergi ke Bumi beberapa tahun lalu sebagai tempat berliburmu," keluh pria besar bernama Abuto itu.
"Sudahlah, dengan begini aku jadi memiliki mainan baru," ucap Kamui.
"Mainan yang kau maksud itu adalah Shogun negara ini, Danchou!"
Masih dengan senyumnya Kamui menoleh ke arah Abuto dan berkata, "Kau ingin gajimu dipotong, Abuto?"
Seketika Abuto langsung diam. Keringat mulai muncul di dahinya. Dia tidak ingin gajinya dipotong. Jika Kamui mengancamnya dengan kata-kata "aku akan membunuhmu" dan semacamnya, mungkin Abuto hanya akan memutar bola matanya. Tapi jika sudah menyangkut "potong gaji" ... Abuto tidak bisa apa-apa. Karena potong gaji ala Kamui di sini bukanlah jumlah gaji yang dikurangi, melainkan dipotong. Benar-benar dipotong. Uangnya benar- benar akan dipotong menjadi beberapa bagian. Dan beberapa potongannya akan dibuang entah ke mana oleh Kamui. Tentu saja seberapa banyak pun gaji Abuto, jika gajinya dipotong itu tidak berguna. Jadi, potong gaji sama dengan mati.
"Oh ya, Abuto," panggilan Kamui menyadarkan kembali Abuto dari bayangan "potong gaji".
"Ada apa, Danchou?"
"Hari ini mungkin aku ingin mampir sebentar ke rumah Samurai-san," ujar Kamui. Laki-laki babyface itu memajukan sedikit tubuhnya. Mengamati rumah-rumah kecil di bawahnya. Berniat mencari rumah 'Samurai-san'.
"Hah? Untuk apa?" tanya Abuto bingung.
Kamui mengalihkan pandangannya pada Abuto. "Tentu saja untuk bersenang-senang," jawab Kamui ceria.
-oOo-
Sougo, Souyo dan Hijikata baru saja keluar dari ruangan Kagura. Berbeda dengan tadi, sekarang Sougo berjalan di belakang Hijikata yang bersebelahan dengan Souyo. Raut wajahnya yang terlihat semakin tampan ketika kembali ke Edo beberapa tahun lalu tetap datar seperti biasa.
"Oi, Sougo," panggil Hijikata di depannya tanpa menoleh.
"Hm," gumam Sougo.
"Setelah ini kau akan melakukan apa?" tanya Hijikata. Pria itu mengeluarkan tabako dan menyulutnya. Asap mulai menghembuskan asap tabako-nya.
"Ke suatu tempat," jawabnya santai.
"Suatu tempat?" Souyo bersuara. Sougo mengangguk singkat.
"Tempat apa itu?" tanya Souyo lagi.
Sougo mendongakkan kepalanya. "Tempat ... yang menenyenangkan," jawabnya berlamat-lamat.
Seulas senyum miring muncul di wajahnya. Hijikata yang tahu itu hanya bisa menghela napas. Jika Sougo sudah tersenyum seperti itu, pasti ada yang direncanakan oleh master sadis itu.
"Sougo, kuharap kau tidak membuat," tegas Hijikata.
"Tenang saja, Hijikata-san," jawab Sougo masih dengan senyum miringnya.
Tanpa sadar mereka sudah berada di pintu keluar rumah sakit. Dan sudah waktunya juga bagi Souyo untuk kembali ke istana.
"Yosh, Sougo−"
"Ah, Hime-sama ... bisakah kau kembali ke istana dengan dengan Hijikata-san?" ujar Sougo pada sang tuan putri menyela perkataan Hijikata. Sontak saja pria berambut darkgreen itu melotot.
"Oi−"
"Baiklah, aku akan kembali dengan Hijikata-san," jawab Souyo dengan senyumannya.
"Horay~ ... kau memang yang terbaik, Hime-sama," ujar Sougo ceria. Tapi ekspresinya tetap datar.
"Yeay!" seru Souyo.
Lagi-lagi Hijikata hanya menghela napas.
"Baiklah. Kami pergi dulu, Okita-san," pamit Souyo.
"Hati-hati di jalan, Hime-sama."
"Kau juga. Jangan lupa istirahat, Okita-san," pesan Souyo sambil melambaikan tangannya. Kemudian gadis itu pergi bersama Hijikata. Sedangkan Sougo tetap berdiri di depan rumah sakit
"Ha'i." Sougo tersenyum tipis dan membalas lambaian Souyo.
Ah, senangnya punya calon istri yang perhatian, batin Sougo berkata. Manik crimsonnya menatap langit Edo yang berwarna biru. Lagi-lagi sebuah senyum moring terbit di wajah tampannya.
"Waktunya bersenang-senang," gumamnya.
Kemudian laki-laki itu berbalik. Melangkahkan kembali kakinya kembali masuk ke dalam rumah sakit.
Begitu sampai di depan kamar gadis itu, Sougo sempat ragu. Tapi akhirnya ia buka saja pintu fusuma itu, tapi hanya sedikit. Ia memutuskan untuk sedikit mengintip apa yang dilakukan gadis itu. Bisa dilihat kalau gadis bersurai senja tersebut sedang kesusahan untuk duduk. Sougo tidak menyangka kalau gadis Yato itu bisa lemah juga.
Kemudian Sougo memutuskan untuk membuka sepenuhnya pintu fusuma tersebut. Mendengar pintu dibuka, Kagura langsung menoleh. Sougo tahu kalau gadis itu berniat meminta bantuan jika yang datang bukan dirinya. Dan karena Sougo terlahir sebagai orang yang baik hati dan tidak sombong, maka ia menawarkan bantuan.
"Butuh bantuan?"
Tubuh Kagura membeku. Dia tidak mengira jika laki-laki itu akan kembali. Niatnya untuk meminta bantuan ia urungkan. Mengingat Kagura sama sekali tak ingin terlihat lemah di depan pria sadis itu.
"Tidak, terima kasih. Aku bisa sendiri," kata Kagura ketus.
Okita Sougo hanya bisa memutar bola matanya atas sikap kekeras kepalaan gadisnya itu. Sougo menyeringai ketika ia menyebut Kagura dengan sebutan 'gadisnya'. Masih dengan egonya yang tinggi, Kagura berusaha bangkit tanpa meminta bantuan Sougo. Percayalah tubuh Kagura benar-benar terasa lemah. Dia bahkan seperti tidak merasakan kalau ia memiliki tulang.
"Ck, tidak bisakah kau menjadi gadis yang manis jika berada di depanku?" Sougo berdecak kesal.
Yeah, pada akhirnya Sougo sendiri yang tidak tahan dengan kepala batu yang dimiliki Kagura dan memutuskan untuk benar-benar membantu gadis itu. Sougo mendekati Kagura.
"Mau apa kau, Sadist?" seru Kagura. Tubuhnya menegang penuh antipasi.
Sougo tidak menjawab. Wajahnya yang sudah pucat semakin memucat. Jujur saja, Sougo ingin tertawa melihat reaksi gadis sok kuat tersebut. Apakah dia sebegitu menyeramkan?
"Sadist−"
Sougo menyusupkan tangannya pada leher Kagura untuk mengangkat punggungnya. Bukan sebuah gerakan lembut, melainkan gerakan yang cukup kasar untuk orang sakit dan menyebabkan Kagura mengeluarkan protes. Dengan cepat Sougo mengatur bantal yang untuk Kagura. Setelahnya Sougo menyusupkan sebalah tangannya yang lain pada lipatan lutut Kagura. Menggeser posisi pantat Kagura untuk sedikit lebih mundur dan pas dengan sandaran di belakangnya.
Tapi sekali lagi, Sougo melepaskan Kagura dengan kasar. Sehingga mau tak mau membuat kepala Kagura terbentur dinding.
"Ittaiii~~" ringis Kagura. "Kau mau membunuhku ya?!"
Sougo menatap Kagura polos. "Heh~ kenapa aku harus membunuhmu? Kau kan mainanku. Akan rugi jika kau mati sekarang."
"Konoyarooo!" seru Kagura marah. Urat kekesalan muncul di kening Kagura.
"Ck. Sepertinya kau tidak benar-benar sakit. Kau bahkan masih bisa berteriak padaku," ujar Sougo kesal.
"Itu karena kau berbuat seenaknya pada gadis lemah sepertiku, aru," seru Kagura lagi.
Sougo memutar matanya lagi. "Gadis lemah itu seharusnya tidak keras kepala untuk meminta bantuan dan berterima kasih dengan tersenyum manis," sahut Sougo. "Bukannya gengsi dan berteriak pada orang yang sudah menolongnya."
"Nani?!" Mendengar sindiran Sougo tersebut membuat Kagura kesal.
Pria itu mendaratkan tubuhnya pada sebuah kursi di samping ranjang Kagura. Manik crimsonnya yang lebih tajam dari beberapa tahun yang lalu mengamati tubuh gadis di depannya itu.
"Hmm ... kau memang agak kurusan sekarang," katanya sambil mengangguk sok mengerti. "Kau terlalu banyak kerja atau diet, huh?"
Kagura menaikkan dagunya. "Tentu saja diet, aru. Aku harus tampil cantik di hari pernikahan sahabatku, aru ne."
Sougo terdiam.
"Apa kau sangat menyayangi Souyo-hime?" tanya Sougo.
Gadis itu meringis dalam hati ketika mendengar Sougo memanggil nama sahabatnya. Tapi akhirnya Kagura mengangguk juga.
"Ya. Dia cantik, aru. Juga polos." Ketika mengatakan itu, Kagura sedang memandangi halaman rumah sakit. Bibirnya sedikit melengkung ke atas ketika mengingat Souyo. Kagura yang seperti itu terlihat indah di mata Sougo. Dan Sougo tidak mau mensia-siakan kesempatan itu. Dengan beberapa detik yang tersisa sebelum gadis itu sadar, Sougo merekam segalanya. Menyimpannya dalam memory hatinya di sudut yang paling aman.
"Hei, China," panggil Sougo.
"Nani, aru ka?!" sahut Kagura ketus.
"Aku tidak pernah menyangka kalau akan melihatmu yang lemah seperti ini secara live," ujar Sougo sambil menyeringai.
"Hah?! Apa maksudmu, Kuso gaki?!"
"Berhentilah berteriak−"
Srek.
Perkataan Sougo terpotong oleh suara pintu yang terbuka. Bersamaan dengan itu, seorang perawat masuk sembari membawa nampan berisi makanan.
"Konnichiwa, Kagura-chan," salam perawat itu dengan senyumnya. Kemudian pandangannya beralih pada satu-satunya seorang pria yang berada di sana. "Ara, ada yang yang menjengukmu ternyata. Konnichiwa."
Mau tak mau Kagura ikut tersenyum pada perawat cantik itu. Sougo hanya mengangguk singkat.
"Bagaimana keadaanmu? Tadi malam demammu tinggi sekali, lho," tanya perawat bersurai pirang itu.
"Hu'um. Aku merasa baikan sekarang, aru," jawabnya Kagura semangat.
"Sekarang waktunya makan siang. Pastikan kau menghabiskan semuanya," pesan si perawat.
"Tentu saja, aru."
"Gadis pintar. Aku akan kembali dulu. Permisi," pamit si perawat. Dan ruangan tersebut kembali hanya ada Okita Sougo dan Kagura.
Sougo mengangkat sebelah alisnya. Seingat Sougo, tadi gadis itu terlihat lemah yang bahkan tidak bisa bangun dari tempat tidurnya. Dan sekarang, bahkan dia bisa berteriak. Kemudian sebuah pemikiran terlintas di otaknya. Bibirnya kembali menyunggingkan senyum miring.
"Heh~ aku baru tahu kalau aku bisa menjadi kekuatanmu, China," ejek Sougo.
"Hah?" Kagura mengerutkan dahi. "Apa maksudmu sadis?"
"Tadi kau terlihat lemah sebelumnya, dan sekarang ... kau jadi sehat sejak aku ada di sini," ujar Sougo dengan percaya diri.
Kagura terdiam. Gadis itu terlihat berpikir.
Hmm ... benar juga kata sadis. Tadi aku merasa tidak punya tenaga, dan sekarang ...
Kagura menggelengkan kepalanya. Mencoba menghapus pikiran menjijikkan tentang pria itu.
Tidak tidak ... aku sudah sehat sebelumnya. Aku hanya belum bisa bergerak banyak tadi. Kemudian Sadis itu datang dan menolongku. Ya pasti hanya itu. Kagura mengangguk yakin.
Sougo hanya memasang wajah bosan miliknya.
"Hoi, China. Pikiranmu itu terdengar dari hidungmu," kata Sougo.
Kagura terkesiap. Wajahnya bersemu merah. "Kau bohong, aru ka?!"
"Mau kuulangi apa yang sudah kudengar? Baiklah, akan kuulangi." Sougo menarik napas dan mulai berbicara, "Hmm ... benar juga kata sadis. Tadi aku merasa tidak punya tenaga-"
"Berhenti, aru!" seru Kagura. Napasnya tersengal-sengal dan wajahnya masih merah. Entah karena malu atau marah. Sougo menatap gadis itu datar.
"Tapi itu benar, aru," ujar Kagura pelan. Manik crimsonnya sekilas terlihat berbinar-binar− "Sebenarnya aku sudah sehat, aru. Aku hanya belum terbiasa bergerak banyak, aru ne.
−sebelum akhirnya kembali redup karena kekeras kepalaan gadis itu.
"Yare yare." Pria bersurai pasir itu berdiri. Mengangkat tangan kirinya yang terpasang sebuah jam tangan. Ternyata dirinya sudah cukup lama di sini.
"Ah, aku pergi. Kau ... makanlah yang banyak, agar kita bisa bertarung lagi," pesan Sougo.
Setelahnya Sougo berbalik. Membiarkan gadis itu melihat punggungnya yang mulai menjauh. Dalam hati Kagura bertanya-tanya, apakah kata 'kita' masih berlaku di antara mereka? Laki-laki itu pergi, menjauh dari pandangannya tanpa mengucapkan apa-apa lagi selain "aku pergi" sama seperti waktu itu. Tak adakah ucapan "aku akan kembali nanti"?
Tanpa sadar tangannya terangkat. Menuju lurus ke arah Sougo yang akan membuka pintu. Seolah mecoba menggapai sesuatu yang berada di depannya. Bibirnya terbuka. Ada kalimat yang ingin ia sampaikan, namun tertinggal di tenggorokan.
"Sa−"
Napasnya memberat. Bibirnya bergetar. Terutama ketika Sougo sudah mulai membuka pintu.
"Sa−" lagi-lagi suaranya tak keluar. Matanya mulai berkaca-kaca akan ketidak berdayaannya memanggil pria itu.
Tapi ... matanya terbelalak ketika pria itu berhenti tepat setelah dia membuka pintu. Pria itu sedikit menengokkan kepalanya ke belakang. Dibibirnya tersungging sebuah senyum tipis.
"Tenang saja ... aku akan kembali nanti malam." Begitu katanya sebelum akhirnya pria itu benar-benar menghilang dari pandangannya.
Kagura menurunkan tangannya perlahan. Binar matanya yang tadi sempat bercahaya, kini meredup. Kepalanya tertunduk. Telapak tangannya bergerak menutupi wajahnya tatkala sebuah isakan lolos dari bibirnya bersamaan dengan air mata yang jatuh melalui celah-celah tangannya.
Sedangkan di depan kamar yang Kagura tempati, Sougo masih di sana. Berdiri dan bersandar pada dinding sambil menatap langit-langit rumah sakit. Pria itu menghela napas. Sebenarnya ini bukan maunya, tapi ini semua adalah bagian dari rencana yang Sougo buat untuk mensukseskan misinya.
-oOo-
Ting tong~
Kamui menekan bel rumah yang berada tepat di samping pintu masuk sebuah flat kecil di atas sebuah kedai minum. Wajahnya masih tersenyum seperti biasa.
Ting tong~
Ia kembali menekan bel flat tersebut karena sudah beberapa detik menunggu, masih belum ada tanda-tanda akan ada orang yang membukakan pintu. Dan ketika Kamui akan menekan bel lagi, Abuto yang setia berdiri di belakangnya segera menghentikan tindakan Kamui.
"Danchou, hentikan! Ini bahkan belum sepuluh detik, dan kau sudah akan menekan bel lagi?!"
"Hora, Abuto~ sepuluh detik itu lama, lho~" ujar Kamui polos.
Abuto hanya menghela napas dan menggelengkan kepalanya pasrah.
"Ah, bagaimana kalau aku langsung membukanya saja?!" kata Kamui sambil menjentikkan jarinya, seolah mendapatkan ide yang cemerlang.
"Jangan, Danchou!" seru Abuto. Menghentikan Kamui yang sudah mengangkat salah satu kakinya untuk menendang pintu tersebut.
"Heh~ nande?" tanya Kamui kecewa.
"Ini rumah orang!"
Hah~ sekarang giliran Kamui yang menghela napas. Wajah penuh senyumnya berubah menjadi wajah jenuh. "Baiklah."
Tapi tak lama setelah itu, suara langkah kaki terdengar dari dalam flat tersebut. Dalam hati Abuto bersyukur. Mungkin karena keributan yang mereka timbulkan membuat si pemilik flat tahu kalau ada di orang di luar.
Sreg ...
Pintu shoji tersebut terbuka. Bagaikan gerakan slowmotion, akhirnya penantian Abuto dan Kamui tidak sia-sia. Seorang- ralat- seekor makhluk besar berbulu putih tebal berdiri di hadapan mereka dan memandang mereka datar.
Kamui tersenyum. "Hallo, apa Samurai-san ada?"
Makhluk raksasa bernama Sadaharu itu diam. Abuto sudah berkeringat dingin. Baik dia dan atasannya tahu siapa anjing besar itu. Peliharaan milik Kagura Yato yang suka memakan kepala orang.
Hap!
Dan sekarang ... di hadapan Abuto, kepala Kamui sukses menghilang di dalam mulut Sadaharu.
"Danchou!" teriak Abuto panik.
"Are? Apa Samurai-san berada di tempat gelap seperti ini?" tanya Kamui dari dalam mulut Sadaharu yang terlihat sedang mengunyah kepala majikannya.
Sepertinya otak Kamui sudah sedikit rusak akibat koyakan gigi Sadaharu.
-oOo-
Malam hari kembali lagi. Matahari sudah beristirahat dan digantikan bulan juga bintang yang menjadi penghias langit menemani awan. Kagura duduk di bangku taman rumah sakit sendirian. Memandangi langit malam sudah menjadi kebiasaan gadis itu akhir-akhir ini. Dihiraukannya angin dingin yang berhembus mengenai tubuhnya sekalipun sudah mengenakan pakaian hangat.
"Dia bohong, aru."
Tidak ada tanggapan. Karena memang Kagura sedang sendiri di sana.
"Malam ini ... dia tidak datang, aru," gumamnya lirih pada angin.
-oOo-
To be continue ...
-oOo-
Lalalala~ iyeay! Ayem kambek. Kamui ada di siniii~~~ /nari ubur ubur/
Huhuhuuu~~ gomen ne minna, aku lama update T,T akhir-akhir ini aku lagi sibuk. Truz di sini hujan dereess dan banyak petir. Hampir setiap hari. Nah, kalo ada petir otomatis aku ga boleh megang hape. Takut nyamber. Jadilah aku hanya bisa diem sambil mandangin tuh hape dari jauh. Iya, aku ngetik di hape emang xD /curcol.
Yosh, ini udah update. Moga kalian suka. Dan semoga kalian ga bosen bacanya. Gimana? Feelnya dapet kah? Yeah, lagi-lagi tentang feel -"
Dan makasih buat yang sudah ngefave, ngefoll, ngerepiuw, dan ngeread.
Yap yap. Kritik dan saran sangat diterima ^^
Pay pay di chapter berikutnyaaaa~~~~
Hana Kumiko.
