Balas repiuw dulu~
: iyak, lol xDD
Yap, Ai no Shiken chapter 8, update!
-oOo-
OkiKaguFanFiction.
Gintama © Sorachi Hideaki.
Ai no Shiken © Hana Kumiko.
Warning! Typo(s), Ooc. DLDR.
Enjoy reading, aru.
-oOo-
Kagura pulang dengan wajah merah. Dia menghancurkan pintu Yorozuya Gin-chan dengan sekali tendang. Gintoki yang sedang menonton tivi dengan minat yang menggebu karena ada Ketsuno Ana, terjengkang jatuh ke depan karena terkejut. Dia hampir saja menebas orang yang masuk secara paksa tersebut dengan bokken—pedang kayu—nya ketika ia melihat ternyata Kagura—anak angkatnya—sendiri yang jadi dalangnya. Gadis itu bahkan langsung masuk ke dalam kamarnya.
"Oi, Kagura-chan ... kau mau Gin-san mati karena jantungan ya? Kalau Gin-san mati, kau tidak akan bisa melihatku di pernikahanmu, lho!" seru Gintoki heboh.
"Urusai, Tenpa! Mati saja, sana! Lagipula aku tidak akan menikah, aru yo!" balas Kagura keras dari dalam.
"Nani?! Kagura-chan, kau harus menikah untuk melestarikan keturunanmu! Dengan begitu kau akan bisa menaklukkan dunia dengan keluarga beringinmu yang kuat itu. Kau akan bisa makan sepuasnya! Dan Gin-san akan bisa memakan parfait juga susu strawberry setiap hari." Pada akhirnya Gintoki hanya memperhatikan dirinya sendiri. Ah, tapi bagaimanapun, dia tetap tidak ingin anaknya itu menjadi perawan tua. Apalagi sekarang bukan lagi zamannya 'orang bisa mati kapan saja'. Sehingga aman bagi Kagura untuk menikah dan hidup normal seperti wanita lain.
Tidak ada jawaban. Dia sudah mengira Kagura sudah tidur. Tapi ternyata tidak, karena pintu kamar—lemari—Kagura terbuka. Wajah Gintoki berubah cerah, berpikir kalau Kagura pasti menyetujui usulnya. Dengan gerakan slow-motion dan diiringi uap dingin yang keluar melalui celah pintu yang terbuka sedikit demi sedikit. Menampilkan kegelapan abadi di dalam sana dengan sesuatu yang bersinar merah layaknya mata monster yang menyala dalam gelap. Kejadian itu begitu cepat, Kagura keluar dan menendang kemudian menginjak wajah Gintoki dengan kedua kakinya sambil berteriak, "URUSAI YO, KUSO TENPA!"
Dan ... berita selanjutnya.
Seorang samurai keriting ditemukan tewas bersimbah darah di bagian kepala akibat dianiaya anak tirinya sendiri menggunakan tendangan si Manyun dengan kekuatan super dedek Gura. Diketahui motifnya karena ayah angkatnya ini memaksa anak tirinya untuk segera menikah agar sang ayah bisa makan makanan manis setiap hari.
Oke, abaikan itu meski kenyataannya memang benar.
Gintoki hanya tak sadarkan diri dengan pesan kematian, "Taburi makamku dengan pairfait coklat dan siramlah dengan susu strawberry."
Sungguh pesan yang sangat mengharukan. Setelahnya Kagura kembali melanjutkan kegiatannya yang—entah—apa—itu di dalam kamar.
-oOo-
Pagi sekitar pukul 8 waktu setempat, Shinpachi sudah datang ke tempat kerja—jika bisa dibilang begitu, karena nyatanya dia tidak pernah dibayar. Seperti yang dia duga sebelumnya, ketika dia datang, rumah masih sepi. Seolah tidak ada tanda-tanda kehidupan kecuali dengkuran Sadaharu. Mereka pasti sedang tidur, pikir Shinpachi.
Ah, pengecualian untuk Gin-san yang sudah tidur selamanya di alam sana, batin Shinpachi ketika melihat Gintoki tergeletak dengan kepala bersimbah darah.
Laki-laki itu menatap datar pesan kematian Gintoki. Shinpachi hanya membawa samurai ubanan tersebut keluar dengan menyeretnya dan meninggalkan jejak darah di lantai. Ia melemparkan tubuh tak berdaya tersebut ke bawah sehingga mendarat tepat di depan kedai Otose.
Shinpachi menepuk tangannya beberapa kali seperti sudah membersihkan debu dalam rumah. Lalu ia kembali masuk ke dalam. Membersihkan sisa-sisa kotoran di sana.
Dan ... sesosok tubuh tak bernyawa kembali ditemukan di depan Kedai Otose, Kabuki-chou. Jika kemarin tadi malam hanya bersimbah darah di sekitar kepala, maka sekarang di sekujur tubuhnya. Dikabarkan kalau meninggalnya diakibatkan karena anak tirinya yang lain tidak sengaja melemparnya karena mengira dirinya sampah besar yang menggunung di sudut rumah. Dan sekarang sang anak tiri dengan senang gembira sedang membersihkan rumah dari debu sekecil apapun.
Sekian.
Shinpachi membersihkan sudut rumah tersebut dengan teliti.
"Kagura-chan, sudah siang, lho. Tidak baik kalau seorang gadis bangun kesiangan," kata Shinpachi begitu mengepel tepat di depan kamar Kagura.
Tidak ada jawaban. Shinpachi menghela napas. Itu sudah kebiasaan, jadi Shinpachi tidak akan mengeluh lagi. Kemudian si anak rumah tangga itu bergegas ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Dia berniat memasak sup miso dan ikan bakar. Selama di dapur ia sempat mendengar kamar mandi digunakan. Mungkin Kagura-chan, pikirnya.
Singkat cerita, Shinpachi sudah selesai memasak. Dia hanya perlu menghidangkannya ke ruang makan yang merangkap ruang tamu tersebut. Ketika memasuki ruang makan, Shinpachi melihat Gintoki yang ternyata sudah duduk di ruang makan.
"Ohayou gozaimasu, Gin-san," salam Shinpachi seolah tidak terjadi apa-apa. Berbeda dengan Gintoki yang menatap Shinpachi kesal
"Ha'i, ohayou gozaimasu~ Pattsuan," balasnya penuh penekanan.
Shinpachi tidak merespon. Dia menaikkan frame kacamatanya dan mulai menyendokkan nasi pada mangkuk Gintoki. Dan dia menyadari kalau Kagura tidak ada bersama mereka.
"Are, ke mana Kagura-chan?" Shinpachi celingukan mencari saudara angkatnya itu.
Gintoki mengambil mangkuk nasi tersebut. "Dia tidak keluar dari tadi, Pattsuan."
"Heh, kukira dia keluar saat aku memasak tadi," sahutnya. "Kagura-chan, sarapan sudah siap. Keluarlah."
"Ittadakimasu~" Gintoki memulai makannya.
Pintu kamar Kagura terbuka. Tapi hanya sedikit. Gadis itu mengulurkan tangannya keluar. "Mana nasinya, aru. Aku akan makan di sini saja."
"Kagura-chan tidak sopan makan sendiri di sana sementara orang-orang berkumpul di sini," tutur Shinpachi bijak.
"Sudah berikan saja, aru. Kau mau aku mati kelaparan, aru ka? Baiklah kalau begitu, aku tidak akan makan, aru yo!" Kagura mengancam. Dia sama sekali tidak menunjukkan wajahnya.
Akhirnya si mata empat itu mengalah. Ia mengisi mangkuk nasi jumbo Kagura dengan nasi porsi jumbo pula. Dia memberikannya ke tangan Kagura lauk berikut sup miso. Kagura menerimanya dan membawa masuk ke dalam kamar kemudian menutupnya kembali. Entah apa yang dilakukan Kagura di dalam sana. Yang jelas selama seharian ini Kagura tidak mau keluar kamar sama sekali. Gadis itu keluar hanya untuk ke kanar mandi.
Shinpachi menyadari kalau ada yang tidak beres. Dan biasanya Kagura seperti ini setelah berurusan dengan Okita Sougo. Jika itu bersangkutan dengan kisah mereka, Shinpachi tidak akan mengerti. Tidak akan pernah mengerti. Jadi Shinpachi hanya menawarkan telinga jika Kagura ingin bercerita padanya.
"Shinpachi, biarkan saja. Dia sudah dewasa, pasti bisa mengatasi masalahnya sendiri," tegur Gintoki yang jengah dengan si cherry boy yang berulang kali melihat pintu kamar Kagura. Itu menganggunya yang sedang membaca jump.
"Ya, kau benar, Gin-san," desahnya.
Ting tong.
Perhatian mereka teralihkan pada bunyi bel rumah mereka. Mereka saking berpandangan dengan serius.
"Shinpachi!"
"Ya, Gin-san!"
"Kau siap?!" Shinpachi mengangguk yakin. "Yosh! Kalau begitu silakan buka pintunya, Shinpachi. Aku sedang malas berjalan," lanjutnya sambil merebahkan tubuhnya di sofa.
Shinpachi terpaku. Kacamatnya retak dan—
"WOOIII ... JADI MAKSUDNYA ITU?! KAU MENANYAKAN SIAP TIDAKNYA DIRIKU UNTUK HANYA UNTUK MEMBUKA PINTU, HAH?!"
—Megane ah sudahlah~
Gintoki menanggapinya dengan mancing ikan di gua berbulu. "Hah? Tentu saja. Memangnya apa lagi?"
Ting tong. Bel kembali berbunyi.
"Sudahlah. Cepat buka pintu. Siapa tahu itu klien milyader."
Shinpachi mendengus. "Walau milyader kau tidak akan membayar gaji kami Gin-san." Dia melangkah meninggalkan ruang tamu untuk membuka pintu. Ketika pintu terbuka, ia melihat seorang Okita Sougo berdiri dengan wajah datar.
"Okita-san?"
-oOo-
Hari Sougo berencana pergi ke Yorozuya setelah membeli beberapa potong kue untuk keluarga di sana. Sebenarnya Sougo ke sana hanya untuk melihat keadaan Kagura yang sampai siang tidak kelihatan sama sekali. Biasanya dalam sehari, paling tidak dia akan melihatnya sekali keluyuran menggunakan baju merah, payung ungu dan anjing kesayangannya.
Dan di sinilah Sougo sekarang. Menekan bel di sisi pintu Yorozuya. Satu kali tidak ada jawaban, dia harus menunggu beberapa saat lagi untuk menekan bel yang kedua.
Kali ini si pemilik atau yang tinggal di dalam rumah merespon dengan membukakan pintu.
"Okita-san?"
Sougo mengangguk. "Danna ada?"
"Ya. Silakan masuk dan duduklah. Aku akan membuatkanmu teh." Shinpachi memberi intruksi.
Dia melepaskan sepatunya. Sougo mengikuti Shinpachi dari belakang. Walau hanya sebentar, dia sempat melirik ke arah rak sepatu rumah tersebut. Sepatu Kagura lengkap di sana, jadi dia menyimpulkan kalau Kagura sedang ada di rumah. Ia memasuki ruang tamu dan mendapati Gintoki yang ... yah bermalas-malasan seperti biasa sementara Shinpachi pergi ke dapur mebuat teh seperti yang dikatakannya tadi.
"Yo, Danna," sapa Sougo. Ia meletakkan sebuah kotak berisi kue strawberry dari toko kue elit di meja. Gintoki menyambutnya dengan senang.
"Pattsuaannn~ bawakan piring kemari!" serunya.
Sougo bersandar pada sandaran sofa. Kepalanya berputar untuk melihat dekorasi Yorozuya Gin-chan yang sama sekali tidak berubah. Sebenarnya dia ke sana bukan untuk memberikan Gintoki kue gratis saja. Yah anggap saja itu pancingan agar si China keluar walau dia tidak menemukan seujung upil pun sosok gadis itu.
Beberapa menit kemudian Shinpachi datang membawa beberapa teh dan piring. "Silakan, Okita-san."
"Aa ... arigatou."
"Jadi, apa Okita-san memiliki sesuatu yang harus dikerjakan di sini?" tanya Shinpachi.
Sougo tidak menjawab. Dia hanya menumpukan lengannya pada sandaran sofa. Sepertinya dia tidak mendengar karena sibuk memutar-mutarkan kepalanya ke sana kemari mencari sesuatu.
"Ano, Okita-san?"
Gintoki melirik Sougo yang bertingkah aneh.
"Apa?" tanya Sougo ketika semua mata tertuju padanya termasuk yang sedang ada di dalam kamar—lemari.
"Kau yang kenapa, Okita-san. Kau tidak ber
maksud untuk menyita perabot di rumah ini, bukan? Kumohon jangan, Okita-san. Rumah ini sudah miskin, jangan dibuat tanbah miskin lagi."
"Hei Souichirou-kun, kemarilah!" Gintoki berbicara. Sougo mendekatkan kepalanya. Kemudian Gintoki membisikkan sesuatu padanya.
"Ssssstttt ... ppsssstt ... sstttt ... benar?" Shinpachi menatap mereka datar dengan kacamata buram.
"Hoo ... kau benar, Danna," sahut Sougo.
"Jadi, sssstttt ... sstttt ... stststst ... tststsss. Nanti ttsss ... sstt ... sssstt ... Kau paham?"
"Ya ya aku paham."
Setelah Sougo mengatakan hal tersebut, kedua pasang mata double sadist itu menatap Shinpachi dengan mata berkilat. Keduanya tersenyum penuh rencana. Shinpachi merinding.
"G-Gin-san ... O-Okita-san? Ada apa ini?!"
"Hehe~"
"Hehe~"
Dan—
"GYAAAAAAAAAAAA!"
-oOo-
Kagura menjauhkan kepalanya dari pintu lemari begitu mendengar suara teriakan Shinpachi disusul suara gaduh lainnya. Kemudian setelah itu hening. Kagura tidak berani melihatnya. Dia takut begitu membuka pintu akan ada sesuatu yang ... hiiii~ Kagura tidak bisa membayangkannya~
Tidak ada suara kecuali suara detik jam dan napasnya sendiri. Sepertinya memang tidak ada orang di sana kecuali dirinya. Kagura memutuskan untuk mengintip sedikit. Dan dia tidak mendapati siapapun. Kagura menghembuskan napas lega, seridaknya dia tahu kalau Shinpachi selamat dan masih perawan. Ia kembali menutupnya. Dari tadi dia mendengar hampir seluruh percakapan mereka. Meski dia tidak bisa mendengar apa yang dibicarakan Gintoki dan Sougo kecuali desisan-desisan menyebalkan mereka.
Kagura memutuskan untuk kembali berbaring. Dia tidak sakit, hanya malas untuk keluar. Malas bertemu dengan orang-orang. Sedang baper ceritanya. Beruntung dia tidak keluar, karena jika keluar bisa dipastikan dirinya akan bertemu dengan Sougo. Pria yang sudah membuang para sukonbunya.
Astaga ... sukonbu lagi~
Sebenarnya dia cukup sakita hati mengingat kejadian tadi malam. Tapi sudahlah, dia bisa hidup tanpa makan sukonbu.
Baru saja Kagura akan memejamkan matanya, ia dikejutkan dengan pintu fusuma kamarnya yang terbuka secara tiba-tiba. Kagura membeku di tempatnya. Dia tidak tahu siapa yang membuka pintu tersebut karena posisinya yang tidur memunggungi pintu. Dia bisa merasakan aura misterius di belakang punggungnya menguar. Kagura berniat pura-pura tidur sambil berharap semoga orang itu tidak menyadari aktingnya. Lama tak ada suara. Dalam benaknya sempat terlintas kalau orang dibelakangnya itu sudah tidak ada. Namun ia segera menepisnya, karena atensinya dengan jelas menangkap bayangan laki-laki.
"Oi, China."
Kagura melebarkan mata. Suara itu—
Fix, itu suara Sougo! Kagura berdehem pelan. "Aku tidak akan berbalik! Aku tidak mau melihatmu, aru!"
"Siapa juga yang menyuruhmu berbalik?"
Kagura kesal. Sebuah perempatan jalan muncul di pelipisnya.
'Sialan!'
"Mau apa kau kemari?!" tanyanya ketus. Sougo tidak menjawab. Pria itu malah menjauh ke meja 'kebesaran' Gintoki. Mata Kagura mengikutinya dan berbalik ketika Sougo kembali ke depan lemarinya dengan membawa kursi. Kemudian pria itu duduk di sana. Kalau begini caranya bisa dijamin Kagura akan lelah kalau terus-terusan tidur miring seperti itu.
Sougo menghembuskan napas berat. Seperti sedang melepas semua bebannya.
"China," panggilnya.
"Hmm~"
Sekali lagi Sougo menghembuskan napasnya dengan berat. "Kenapa hari ini kau tidak terlihat di jalanan?"
"Maksudmu apa, aru ka?"
"Yah tidak terlihat di jalanan. Biasanya kau jadi anak jalanan, kan?"
"Sialan kau!" Kagura hampir saja berbalik dan memukuk Sougo. Namun ia urungkan karena tidak ingin pria itu menang. Yah, walau Sougo tidak berniat untuk bertanding dengannya gari ini.
"Abaikan. Sebenarnya kedatanganku kemari karena ada yang ingin aku bicarakan padamu," kata Sougo.
Kagura mendengarnya dengan seksama. Ia bisa mendengar Sougo menghela napas. Lagi. Dalam hati Kagura berpikir sudah berapa kali Sougo menghela napas sejak kemari. Walau itu bukan hal yang penting untuk dipikirkan, sih.
"Tentang tadi malam—"
"Stop!" Ucapan Sougo terpaksa berhenti di tengah jalan karena Kagura yang memotongnya. Tangan Kagura terangkat ke atas. Menandatakan bahwa Sougo perlu berhenti bicara.
"Tidak perlu minta maaf, aru. Aku ... sudah memaafkanmu," ujarnya lirih. Sougo memandang Kagura datar. Kemudian Sougo berkata, "Aku memang tidak akan meminta maaf. Jadi kau tidak perlu repot-repot menghentikan ucapanku."
"Maksudmu—" Sougo mengangguk. "Ya, aku hanya akan bilang, aku tidak akan minta maaf tentang kejadian tadi malam. Kau pikir apa lagi?"
Perempatan jalan muncul di pelipis Kagura. Sialan! Seharusnya Kagura tahu kalau laki-laki sadis itu tidak akan mengatakan hal yang merepotkan semacam minta maaf atau terima kasih seperti yang ada di benaknya.
"Kalau begitu pergilah, aru. Aku mau tidur!" kata Kagura datar.
Namun Sougo tetap bergeming di tempatnya. "Kau yakin tidak mau mendengar alasan kenapa aku begitu?"
Kagura menggeleng tegas meski itu sedikit membuat kepalanya pusing. "Aku sudah tahu, aru ne."
"Bagus. Karena kau adalah milikku," ujar Sougo sambil tersenyum. "Kalau begitu aku pulang."
'Hanya begitu?! Laki-laki itu ke sini hanya untuk itu?'
Kagura mendengar suara kursi mundur sedikit demi memberi akses si orang yang duduk tersebut untuk berdiri dan menyingkir. Sougo tidak repot-repot untuk menutup pintu kamar—lemari Kagura. Gadis itu hanya diam. Sougo selalu mengklaim dirinya sebagai milik laki-laki itu. Bahkan sejak mereka belum menjalani suatu hubungan yang disebut dengan sepasang kekasih. Seperti ketika pertarungan piring di kediaman Yagyuu Kyuubei untuk mendapatkan kembali Otae. Laki-laki itu memukul pria berambut merah gondrong yang mempunyai julukan wajah p*n*s tersebut dan mengatakan, "Dia milikku."
Itu sedikit mengesalkan ... dulu. Tapi sekarang itu berarti baginya. Meski sedikit menyakitkan untuknya yang sekarang tidak bisa mengklaim lelaki itu sebagai miliknya. Memikirkannya membuat Kagura tidak sadar kalau air mata sudah menggenang di pelupuk mata dan siap mengalir.
"Kau curang, aru," katanya dengan suara tercekat entah pada siapa.
Ya, baginya Sougo curang. Mengklaim dirinya sebagai milik pria itu, tapi dengan terpaksa Kagura tidak bisa mengklaim pria itu sebagai miliknya.
"Kau curang, Sadis sialan!" serunya. Tangannya mengepal dan memukul futon tempatnya berbaring dengan air mata yang mengalir.
"Siapa yang curang, China?"
Kagura menahan napas. Air matanya berhenti mengalir.
"S-Sadist?!"
"Hmm~" Sougo duduk kembali di kursi. "Kenapa berhenti? Ayo lanjutkan."
"Sudah tidak mood."
Sougo terdiam sejenak sebelum menanggapi, "Aku bukannya curang, China. Tapi itu kenyataan bukan?"
Kagura mengernyit tidak suka. "Kenyataan apanya, aru ka?! Kau bilang aku milikmu, tapi kau sendiri tanpa bilang padaku sudah menerima begitu saja acara perjodohan yang diberikan padamu!" Gadis itu menarik napas dalam-dalam sebelum menghembuskannya pelan. Mencoba menekan emosinya. "Kau bahkan tidak memikirkan perasaanku, aru," lirihnya.
"Aku tidak bisa menolaknya. Aku punya alasan tersendiri."
"Apa alasan itu?"
"Aku tidak bisa mengatakannya," tolak Sougo.
"Percayalah, Sadist. Aku tidak akan marah sekalipun alasanmu hanya ingin punya uang banyak atau agar bisa menjadi shogun selanjutnya ketika menikahi Souyo-chan."
Sougo terdiam sebelum berkata, "Kau yakin ingin tahu?"
Kagura tidak menjawab. Ia hanya mengangguk singkat.
"Aku hanya ingin menikah dengan Souyo-hime. Itu saja," jawabnya santai.
Gadis itu diam. "Ooh, begitu. Souyo-chan memang cantik, aru. Tidak heran jika kau ingin menikah dengannya. Hanya orang bodoh yang tidak menyukai Souyo-chan."
"Hm." Seperti kakakmu, lanjut Sougo dalam hati.
Kruyuuk~
Perut Kagura berbunyi. Ah tentu saja. Baper bisa menyebabkan perut cepat lapar. Wajah Kagura memerah. Dia berharap Sougo tidak mendengarnya. Walau itu tidaak mungkin.
"Pfftt. Hahahahaha." Terbukti dari suara Sougo yang menahan tawa dan akhirnya meledak menjadi sebuah tawa keras yang membuat Kagura kesal.
"Jangan tertawa, aru!" hardik Kagura. "Seperti kau tidak pernah saja."
"Heh~ paling tidak aku kelaparan karena patroli. Tidak seperti kau yang kelaparan karena menggalau seharian di dalam lemari," goda Sougo.
"Itu bukan patroli tapi tidur siang! Dan aku tidak galau. Lagipula ini kamar, bukan lemari!"
"Ya ya terserah apa katamu." Kemudian Sougo berdiri. "Mari kita lihat, apa yang kira-kira bisa kau makan oleh Kagura-hime ini."
Pipi Kagura memerah. Namun ia membiarkan Sougo pergi hingga beberapa waktu.
"Hei cepatlah bangun, China." Sougo telah kembali dari dapur. Ia membawa enam porsi omuraisu. Satu pori untuknya dan lima untuk Kagura. Bau sedap dari omuraisu tercium oleh Kagura. Tapi Kagura merasa enggan bangun dan melihat Sougo. "Tidak mau, aru. Aku ingin makan di sini, aru ne."
"Tidak bisakah kau bergerak sedikit untuk makan di meja makan?"
"Tidak bisa, aru."
"Baiklah. Aku akan menyuapimu di sana," kata Sougo sembari berjalan mendekat.
Kagura jadi gelagapan. "H-hah? Kenapa kau harus menyuapiku, aru ka?! Aku tidak mau!"
"Tentu saja harus. Kau akan menumpahkan semua makananmu kalau makan sendirian karena cara makanmu yang berantakan."
"Tidak mauuuu~" Kagura merajuk.
"Tidak, kau harus!" tegas Sougo.
Kagura mengeluh. Hari ini dia mati-matian meninggikan Ego dengan tidak mau makan bersama keluarga Yorozuya yang lain dan rela tidak keluar rumah hanya untuk menghindari segala hal tentang Sougo.
"China—"
"Ugh. Baiklah. Aku akan makan dengan benar, aru. Jadi tidak perlu kau suapi." Bibir Kagura mengerucut.
"Kau berjanji?"
Tanpa berbalik Kagura mengangguk. Sougo menepuk kepala Kagura dari belakang. "Anak pintar."
Lalu Sougo memberikan piring omuraisu pertama. Sougo tidak makan di ruang makan. Dia makan di kursi yang tadi dia tempati. Sekaligus menjaga Kagura agar makan dengan benar. Anggap saja ini sebagai latihan agar Kagura makan seperti orang normal lainnya. Dilanjutkan dengan piring kedua, tiga, empat dan terakhir sementara omuraisu Sougo sudah habis dari tadi.
"Sudang kenyang?" Kagura bersendawa panjang sebelum menjawab, "—Belum, aru. Ada yang kurang."
"Ya, aku tahu. Makanya aku membawakanmu sukonbu yang kau buang tadi malam," ujar Sougo meletakkan dua tas kertas sukonbu. Kagura mengambilnya. "Ini kan yang tadi malam?"
"Memang." Sougo memberikan air putih untuk Kagura. Dan gadis itu menerimanya. Kemudian Kagura kembali tidur setelah mengembalikan gelas kosong kepada Sougo. Sip! Sougo mendapatkan nilai sempurna dalam menjalankan perannya sebagai pembantu dadakan Kagura.
"Ya sudahlah. Daripada tidak ada." Kagura membuka satu bungkus sukonbu dan mengapitnya di bibir lalu kembali berbaring.
"China, jangan langsung tidur selesai makan! Itu akan membuat perutmu besar," tegur Sougo datar. Kagura bersungut-sungut menanggapi ucapan Sougo. "Urusai, aru! Kenapa kau jadi seperti Shinpachi, sih,"
Sougo mengendikkan bahu. "Aku hanya membantumu untuk menjadi perempuan yang lemah lembut."
"Heh~ aku baru tahu kalau kau baik, aru." Kagura sedikit
"Aku memang baik dari dulu, China." Sougo menyeringai. Kagura mendengus. "Cepat pulanglah, aru."
Sougo melihat jam yang ada di pergelangan tangannya. "Oh, benar juga. Aku sudah terlalu lama di sini."
"Oke. Aku pergi dulu, China," pamit Sougo. Kagura hanya bergumam tidak jelas. Sougo sudah hampir keluar dari ruang tamu ketika ia melupakan sesuatu. Dan ia kembali dan meletakkan sesuatu di meja Gintoki.
"China, aku titip ini untuk Danna," pesan Sougo. Telinga Kagura bergerak mendengar ucapan Sougo. "Tadi Gin-chan bersamamu kan? Berikan saja sendiri padanya, aru."
"Tapi danna sedang ada perlu di Yoshiwara," jawabnya. Sougo merengut kesal. Dalam hati ia menyumpahi Gintoki yang pagi-pagi sudah pergi ke sana.
"Memangnya apa itu, aru ka?" tanya Kagura. Dia sudah tidak tidur melainkan duduk di sisi yang tertutup pintu lemari.
"Undangan pernikahan," jawab Sougo singkat. Kagura terdiam. Dia menyesal karena sudah menanyakannya.
"Unda … ngan? P-pernikahannya siapa, aru ka?"
Kagura merutuki dirinya sendiri yang menanyakan hal tersebut meski sudah mengetahui jawabannya. Ia mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya sepelan mungkin. Mencoba mengurangi rasa sesak yang menghampiri. Namun jawaban laki-laki itu membuat pertahanannya runtuh.
"Apa maksudmu? Tentu saja pernikahan Souyo-hime dan aku."
-oOo-
To be continue.
-oOo-
Ada yang penasaran sama bisik-bisik tetangga-nya antara Sougo-Gintoki? Gak ada ya? Oke, sampai jumpa di chapter selanjutnya /ditamvar. Haha bechanda.
Langsung aja scroll ke bawah. Okeh.
.
.
.
.
.
"Hei Souichirou-kun, kemarilah!" Gintoki berbicara. Sougo memandang Gintoki dengan bingung, tapi akhirnya ia mendekatkan kepalanya. Kemudian Gintoki membisikkan sesuatu padanya. Ah, ternyata mau bisik-bisik, toh.
"Biar kutebak. Kalian tadi malam bertemu lalu bertengkar, dan sekarang kau datang kemari untuk bertemu dengan Kagura, benar?" Sougo menatap Gintoki takjub. Ternyata laki-laki itu cukup peka dengan keadaannya. Shinpachi menatap mereka datar dengan kacamata buram.
"Hoo ... kau benar, Danna," sahut Sougo. Dia ingin tepuk tangan, tapi malas.
"Jadi, aku akan memeberikanmu kesempatan untuk berbicara dengan Kagura. Tentu saja setelah kau ceritakan seeeemmmuuuaaaaa masalah kalian padaku. Nantikita akan keluar dari sini sehingga hanya kau saja yang ada di dalam bersama Kagura. Tapi sebelum itu kita harus membawa Shinpachi pergi jauh dari sini, karena si cherry boy itu pasti akan khawatir kalau Kagura berduaan denganmu. Kau paham?"
"Ya ya aku paham." Sougo membenarkan kata Gintoki dalam hati. Memang benar. Kalau Shinpachi tahu dia akan berduaan, si megane itu akan luar biasa cemas. Takut anaknya diapa-apakan.
Sougo dan Gintoki memutuskan untuk mengungsikannya ke … Yoshiwara.
-oOo-
A/n:
Btw, pas upload ini aku lagi di perjalanan ke Jakarta. Doain selamat sampe tujuan yaaa. Dan makasih karena udah ngikutin cerita Ai no Shiken sampe chapter 8. Hiks, ga nyangka. Makasih udah baca, reviuw, favo dan follow ceritaku ini.
Yap, kritik dan saran sangat dibutuhkan.
Sampai jumpa di chapter lainnya~~~
Hana Kumiko ^^
