Previous chap:
Alucard menghimpit Gusion ke kasur. Ciuman itu semakin liar hingga Gusion tidak tau lagi apa yang akan terjadi. Dia menutup matanya. Dia tidak pernah tau ciuman Alucard bisa memabukkan.
"Gusion, aku tau ini pertama kalinya untukmu. Tapi... maukah kau memberikannya padaku?" Alucard mengecup punggung tangan Gusion.
'Oh, tidak, tidak, tid-'
"Ya..." bibir Gusion bergerak sendiri. Seketika dia sadar apa yang telah diucapkannya. Alucard menyeringai.
'Oh... tidak ..'
All Heroes in MLBB Moonton
Warn!
YAOI, LEMON, OOC yang keterlaluan, BOYSXBOYS, AU, mengandung unsur-unsur Jepang biar suasana yaoi-nya ngena, hehe. /slap!
Terakhir, fic ini ditujukan untuk kaum fujoshi/danshi. Jadi kalo gak suka jangan baca, OK?
Alucard mengecup pelan bibir Gusion dengan lembut. Lalu dilepaskan, kemudian dikecup lagi, dilepas lagi. Begitu seterusnya. Ia tidak ingin terburu-buru. Terlebih lagi, ini pertama kalinya untuk Gusion.
Ia tidak ingin Gusion merekam detik-detik ini bahwa 'keperawanannya' dirampas Alucard dengan paksa dalam memorinya. Ia ingin Gusion mengingat setiap sentuhan yang diberikannya adalah cinta.
Gusion menutup matanya rapat-rapat. Dia tidak ingin melihat yang ada di depannya. Mentalnya belum siap. Jantungnya berdegup terlalu kencang hingga dia sulit mengatur napasnya.
"Uhh..." Gusion merasakan sesuatu yang hangat dan basah menyapu leher jenjangnya.
Alucard meraba setiap inci tengkuk Gusion dengan lidahnya dari atas ke bawah dan sebaliknya secara berulang. Matanya mendelik ke wajah Gusion.
Wajah Gusion merah padam. Ia merasa puas dengan reaksi Gusion. Terdengar suara desahan yang lirih dari bibir seksi itu. Yang artinya Gusion selalu merespon setiap sentuhan Alucard padanya.
Alucard Junior sudah berdiri dengan kokoh, siap untuk membawa Alucard dan Gusion pada kenikmatan yang luar bisa. Tapi tidak, tunggu. Alucard masih ingin menjelajahi tubuh Gusion yang selalu menjadi material masturbasinya itu.
Alucard mulai menghisap kecil leher Gusion, dan menjilatnya lagi. Bagian menonjol di leher yang dimiliki setiap pria juga tak luput dari sentuhannya. Alucard menghisap jakunnya.
"Ah... ngh... mmh..." Gusion menutup mulutnya dengan punggung tangannya, tapi suara itu tetap keluar.
Ini terasa memalukan, tapi dia tidak bisa berpikir jernih lagi. Harus dia akui, Alucard lah yang muncul saat pertama kali dia mimpi basah. Bahkan ketika hasratnya muncul, nama Alucard yang terucap di bibirnya.
Yang mana disituasi ini dia juga menginginkannya. Hanya saja dia tidak ingin mengakuinya.
"Ahh... ahh... ahh..." Gusion tersentak tidak bisa membendung suaranya lagi saat merasakan sesuatu di dadanya.
Alucard beralih pada puting miliknya dan memilin puting itu dengan tangannya. Lidahnya masih fokus pada leher Gusion. Alucard mencubit puting Gusion dan sesekali menarik-nariknya.
"Ooh! Oohh! Berhen-Alu!" Gusion mendorong tubuh Alucard menjauh. Dia sedikit membuka matanya dan menatap Alucard.
BADUMP!
Dia menyadari wajah Alucard sama merahnya dengan dirinya. Mata Alucard sayu. Gusion bisa mendengar napas berat Alucard. Sepasang mata Gusion perlahan terbuka sempurna. Alucard menatap wajahnya.
"Ada apa?" tanya Alucard dengan lembut.
Gusion mendadak kehilangan akalnya. Bibirnya bungkam seribu bahasa. Yang terdengar di antara mereka hanya deru nafas yang saling beradu.
Alucard mengelus dahi Gusion.
"Aku akan melakukannya dengan pelan, jadi jangan khawatir," lalu ia mencium kening Gusion.
Gusion melemaskan otot-ototnya-pasrah. Alucard mulai mendekatkan wajahnya pada Gusion. Mereka saling berpandangan dengan tatapan yang dalam. Yang pasti, bagi Gusion, kali ini terasa lebih sensual.
Alucard pelan-pelan menghampiri bibir Gusion dengan bibirnya. Saat permukaan kedua bibir itu tersentuh, Alucard sedikit demi sedikit menekan bibirnya pada bibir Gusion.
Alucard tidak menutup matanya, ia ingin memandang bulu mata Gusion yang lentik saat kedua matanya tertutup.
Ia memperdalam ciuman diantara mereka, dengan sangat hati-hati, ia memasukkan lidahnya ke rongga mulut Gusion.
Gusion tidak ingin ketinggalan. Dia menyambut lidah Alucard yang mengabsen setiap gigi miliknya. Sensasi geli dan nikmat bercampur menjadi satu.
Kenyataan bahwa Alucard telah mengambil ciuman pertamanya sedikit tidak adil kalau dibanding Alucard yang sudah banyak pengalamanan.
Tapi jauh di lubuk hatinya, rasa senang ketika Alucard menjamahnya tidak bisa ditutupi. Dia merasa bangga telah menyimpan 'keperawanannya' untuk Alucard.
"Mmh..." Gusion sedikit mengernyitkan dahinya saat lidah dihisap Alucard.
Tangannya meremas ujung bantal di bawah kepalanya. Alucard terus-terus menyerangnya dengan rasa nikmat. Gusion merasa celananya semakin sempit.
Dia tau, di bawah sana, sesuatu ingin dikeluarkan dari sarangnya. Tangannya perlahan menuju ke selangkangannya, dia ingin menyentuh miliknya sendiri.
Gusion merasakan kedutan di antara selangkangannya yang membuat sedikit cairan keluar membasahi celananya.
Grab!
Alucard langsung menahan tangan Gusion ketika tangannya hampir menggapai juniornya.
"Kau hanya perlu mengatakannya padaku. Biarkan aku yang mengurusnya."
Alucard menyingkirkan tangan Gusion dari sesuatu yang telah lama diincarnya. Gantian tangannya yang ingin meremas-remas kejantanan Gusion.
Gusion tersentak, "Ahhh! Jangan-ahhh... ahh... mmh... kumohon berhenti-uuhhh..." Gusion menggenggam tangan Alucard yang meremas-remas juniornya.
Alucard langsung mengunci kedua tangan Gusion dengan satu tangan dan meletaknya di atas kepala Gusion agar keinginannya tidak terganggu.
Tubuh Gusion mengelinjang, dia menutup matanya diwaktu Alucard menggodanya dengan elusan-elusan lembut pada juniornya.
Alucard menjilat kuping Gusion dengan lidahnya yang lentur. Sudah jelas untuk Gusion, temannya ini sangat berpengalaman.
Dia agak iri saat pikiran tentang para mantan Alucard yang telah disetubuhi muncul.
Apakah mereka juga merasa senikmat ini?
Gusion kehilangan kendali. Dengan tidak sadar pinggulnya bergerak naik-turun sendiri setiap Alucard mengatur gerakan tangannya.
Alucard memiringkan wajah.
Tampang penuh kemenangan terpapar disana. Sekarang ia jadi tau, tubuh Gusion lebih jujur daripada orangnya sendiri.
Suasana semakin memanas. Suara desahan Gusion menjadi melodi dalam 'permainannya'. Alucard membuka pakaiannya dan tampaklah perutnya yang dibentuk otot rectus abdominis.
Lalu Alucard mencoba membuka pakaian Gusion.
"A-apa yang... kau lakukan-mmh!" Alucard membungkam mulut Gusion dengan ciumannya yang tiba-tiba.
Setelah berhasil melepaskan pakaian Gusion penuh paksaan, Alucard melemparkannya ke lantai. Matanya tidak berkedip ketika melihat tubuh bagian atas Gusion tersebut.
Pinggang Gusion sangat ramping untuk ukuran laki-laki. Samar-samar betuk kotak-kotak di perutnya terlihat meskipun halus.
Ia belum pernah melihat tubuh Gusion sejak mereka masuk SMA. Bahkan saat Alucard mengajaknya ke onsen atau ke sauna, Gusion selalu menolak dengan berbagai alasan.
Tapi kali ini, ia akan mendapatkan jackpot atas kesabarannya selama ini.
Gusion hanya bisa menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia tidak tau ekspresi apa yang dia tunjukkan pada Alucard.
Alucard menarik tangan Gusion yang menghalangi wajahnya, lalu kembali melumat bibirnya, kali ini lebih kasar. Lidahnya meraba langit rongga mulutnya, lalu menautkan lidahnya dengan Gusion.
Ia tidak bisa sabar lagi.
'Tubuhku terasa aneh... aku ingin ini cepat berakhir, tapi di sisi lain aku... menyukainya.' Gusion membatin di antara ciumannya dengan Alucard.
Mata Gusion terbelalak menyadari tangan Alucard sedang menerobos ke dalam celananya. Alucard akan menyadari kalau dari tadi junior miliknya terbangun dari tidurnya. Itu sama saja Gusion menunjukkan 'rasa senangnya' pada Alucard.
Dia tidak ingin itu terjadi.
Gusion langsung meronta-ronta minta dilepaskan. Namun dia tidak bisa teriak karena Alucard memblokir bibirnya dengan ciuman.
Matanya menatap horor ke arah bawah.
DEG! DEG! DEG!
Irama jantungnya semakin cepat. Alucard menyentuh bagian pribadi itu. Gusion merinding dan matanya berkaca-kaca.
'Ah... selamat tinggal, keperjakaanku...' ratapnya dalam hati.
Alucard menggenggam benda yang mengeras itu. Setipis raut wajah terkejut menghias wajah tampannya. Ia tidak menyangka, apa yang dirasakan Gusion saat ini sama seperti yang ia rasakan.
Alucard melepaskan ciumannya dan mengalihkan pandangannya pada sesuatu yang di tangannya.
"Jangan lihat!" Gusion meraih bingkai wajah Alucard dan memaksanya untuk menatap wajahnya kembali.
'I-imutnya...' kata itu terucap dalam benak Alucard ketika Gusion memasang wajah memelas.
Keadaan Gusion sekarang ini benar-benar membuatnya semakin 'lapar'. Mata mereka bertemu dalam satu pandangan. Setetes airmata mengalir dari ujung mata Gusion yang runcing.
"Kumohon, jangan lihat..." isaknya pada Alucard.
Alucard menjilati bulir air mata yang mengalir dari sepasang mata favoritnya itu.
"Maaf Gusion, aku tidak bisa. Aku sudah mencapai batasku," dengan gerakan perlahan Alucard mulai menggerakkan tangannya naik-turun.
"Aahh... jangan... ahhh... mmmhhh..." Gusion menggigit pergelangan tangannya sendiri untuk menahan suaranya.
Alucard menghempas tangan Gusion.
"Jangan tahan suaramu, lepaskan saja." titahnya pada Gusion, namun diabaikan olehnya.
"Mmhh... mmhh... mmmhhh... mmh..." Gusion mengatupkan bibirnya rapat-rapat agar tetap menahan suaranya.
Alucard berdecak. Ia kesal dengan Gusion yang tetap menyembunyikan 'suara indah' itu darinya.
Gusion tidak pernah tau seberapa kuat hasratnya untuk mendengar desahan itu selama ini.
Sekelebat ide muncul dalam pikiran yang dipenuhi nafsu.
Ia merendahkan tubuhnya sebatas pinggang Gusion.
"Hiiiiyyaahh!" Gusion terbelalak dan badannya melonjak kaget ketika sesuatu yang basah dan hangat menyelimuti juniornya.
"Berhenti! Berhenti! Jangan! Uhh... hah... jangan..." tangannya menarik rambut pirang Alucard agar ia menjauh dari daerah vital itu.
SLURP! SLURP! SLURP!
Alucard menggerakkan kepalanya lebih cepat. Mengabaikan Gusion yang meronta dan memukul-mukul bahunya. Sisi-sisi mulutnya basah akibat saliva yang menempel di penis Gusion.
"Ahh... ahh.. ohh... uhhh..." Gusion hanya bisa meleguh pasrah membiarkan Alucard menghisap juniornya yang menegang.
Ah... rasanya seperti ada di awang-awang.
Alucard memijat-memijat kemaluannya sendiri dari luar celananya. Ia juga ingin Gusion melakukan hal yang sama, tapi ia tidak ingin memaksa di waktu pertama Gusion.
Alucard mengeluarkan kejantanan miliknya yang sudah sesak di dalam. Kemudian ia mengocok miliknya sendiri sambil menghisap milik Gusion.
Gusion mengintip dari sela-sela jari yang menutupi wajahnya. Dia tertegun melihat Alucard menutup matanya dan sedikit mengerutkan dahinya. Bibir Alucard masih pada aktifitas mengulum batang kemaluannya.
Lalu matanya berpaling pada tangan Alucard yang bergoyang. Matanya menganga histeris melihat penis Alucard yang ukuran yang tidak terbayangkan sebelumnya. Kekhawatiran muncul dalam sanubarinya.
'Sial, itu bukan ukuran normal.' batinnya ngeri.
Alucard membuka matanya. Ia menyadari Gusion yang melongo pada penisnya. Alucard melepaskan junior Gusion dari kulumannya dan menggantikan dengan tangannya. Ia tersenyum geli.
"Gusion mesum~" godanya.
Gusion terhenyak kaget.
"Si.. siapa... mmh... yang kau panggil mesum? Ahhh..." Gusion mendongakkan kepalanya-nikmat begitu Alucard menarik-narik ujung kulit yang biasanya menutupi kepala benda itu.
"Hehe, aku suara suaramu," Alucard menyerigai dengan tatapan intimidasi.
Tubuh Gusion bergetar. Kenikmatan yang dia rasakan di selangkangannya belum pernah dia rasakan, bahkan ketika dia melakukan oral seks sendiri.
Melihat Gusion yang sudah tidak ada pertahanan, Alucard menarik celama Gusion dengan cepat.
Gusion Junior langsung menegak sempurna. Tubuh ramping Gusion tanpa sehelai benang. Kalau ia meloncat kegirangan, Alucard takut jantungnya akan lepas.
"Ngh... ahh..." desahan Gusion terdengar ketika Alucard menghisap putingnya.
Fap, fap, fap.
Suara becek juga ikut terdengar dari bawah sana.
Gusion hanya bisa menghayati setiap pelayanan yang diberi Alucard. Jantungnya berdegup makin kencang. Nafasnya juga sudah terlalu berat.
Gusion menarik wajah Alucard hingga wajah mereka sejajar.
"Cepat selesaikan, aku tidak tahan lagi," kau berengsek, Alucard- katanya sambil mengumpat dalam hati.
"Kau yakin? Tapi, sebelum itu kita harus melonggarkannya," jawab Alucard dengan mimik tak berdosa.
Gusion menaikan sebelas alisnya.
"Melonggarkan? Maksudnya?" tanya Gusion yang polos.
Alucard tidak menjawab. Ia menunjukkan jari-jari tangannya ke hadapan Gusion.
Gusion langsung mengerti maksudnya.
"Apa?! Kau gi-" belum sempat lagi Gusion menyelesaikan kalimatnya, Alucard membalikkan tubuhnya dengan kuat.
Suara meringis keluar dari bibirnya begitu tubuhnya menghantam kasur dengan kasar. Lalu Alucard menarik dan meninggikan pinggulnya.
Gusion terdiam sebentar waktu tubuhnya menungging.
'Tunggu, tunggu. Ini... Doggy style?!' Gusion melotot ke belakang, pada Alucard.
Matanya membulat tidak berkedip ketika dia melihat Alucard menghisap jari-jarinya sendiri. Tapi, yang membuatnya merasa ngeri, saat jemari yang telah dibalut saliva itu mendekat ke anusnya.
"Alucard! Bajingan kau! Berengsek!" umpatnya.
Alucard memandang wajah Gusion yang menatapnya dengan marah. Namun, semburat merah menghias wajah manisnya.
Dasar, tidak jujur pada diri sendiri.
Alucard mengurungkan niatnya untuk melonggarkan liang itu dengan jarinya. Ia punya cara lain agar Gusion lebih jinak.
Gusion lega, karena dia belum tau apa yang direncanakan orang mesum itu. Dia menunduk lemas.
Tanpa diperhatikan Gusion, Alucard sudah mendapati anus Gusion tepat di wajahnya. Ia tersenyum lebar-tidak, menyeringai lebih tepat. Bahkan tidak terhitung lagi berapa kali seringai mesum itu terus bermunculan di wajahnya.
Alucard menjulurkan lidahnya.
"Eh?! Ah! Ah! Ah!" Gusion terhenyak kaget kala Alucard menyapu lubangnya dengan lidah.
"Aluu... bodoh... jangan... uuhh... itu kotor..." kata Gusion lirih.
Alucard tidak menghiraukan Gusion yang memandangnya dengan mata memelas. Ia sibuk menikmati bagian yang paling dinanti-nanti.
Slurp, slurp, slurp...
Gusion hanya bisa memeluk bantalnya dengan erat diiringin desahan yang menggoda. Kalau saja dia bisa melakukan perlawanan...
... bukan.
Dia sendiri yang tidak ingin melawan.
"Aaahhh, aaah, aaaahhhhh..." desahan Gusion menguat saat Alucard menekan-nekan lubang 'perawan'nya dengan lidah. Sekali-sekali Alucard memasukkan ujung lidahnya ke anus Gusion.
Hal itu membuat Gusion semakin dibawah pengaruh Alucard.
Alucard menghentikan aktifitasnya. Gusion mengernyitkan keningnya dan bertanya-tanya kenapa Alucard tiba-tiba berhenti.
Ia memandang lubang yang dipenuhi saliva itu, setelah Alucard rasa sudah cukup basah, ia mulai memasukkan satu jari.
"Ugh! Ahh! S... sakit... Alu... sakit," Gusion meremas sprey kasurnya hingga kain itu terlepas di ujung kasur.
Rasa ngilu di belakang tubuh membuatnya merintih sakit, airmatanya kembali mengalir. Tapi Alucard tidak merespon. Pemuda bersurai pirang itu ternyata juga kehilangan kendali.
Alucard menciumi pinggul bahkan punggung Gusion. Kulit halus yang selalu menemani imajinasinya kini ada di hadapannya. Ia ingin melakukan apapun yang selalu ia bayangkan.
Akan ia pastikan, setelah ini Gusion akan selalu ada dalam genggamannya.
"Aaaakkkhhh! Alucaaard!" Gusion memekik kuat ketika dia merasakan jari Alucard bertambah memaksa masuk ke lubangnya.
Alucard memasukkan dua jari. Kemudian ia menggerakan tangannya maju-mundur.
Gusion menggigit ujung bantalnya. Sakit-sangat sakit. Sampai-sampai suaranya berubah serak akibat terisak nangis.
Ia menyentuh tiap dinding lubang itu dengan jari-jarinya. Lalu memutar-mutar jarinya dan menekan dinding anus itu hingga masuk lebih dalam. Gusion tercekat, dia teriak tanpa suara.
Alucard menyadari Gusion yang kesakitan, langsung mengeluarkan jari-jarinya. Lalu ia mengubah posisi Gusion menjadi telentang. Gusion menutup wajahnya dengan bantal.
Isakan tangis itu terdengar pilu. Alucard menyadari perbuatannya.
"Gusion, maaf... maaf..." katanya sambil merebut bantal itu dari dekapan Gusion.
"Ugh... huhu..." dan terlihatlah wajah Gusion yang diselimuti airmata.
Alucard semakin merasa bersalah. Ia memeluk Gusion sambil mengelus rambut coklat milik kesayangannya.
"Maafkan aku. Aku... aku telah..." tenggorokannya tercekat. Bahkan ia sendiri merasa ngeri membayangkan perbuatannya.
"Hu... hu... bo-bodoh, aku bilang kan... hiks... berhenti, Alu Bodoh..." Gusion menjambak rambut Alucard dengan kuat.
"Iya, iya. Aku memang bodoh. Maaf, maaf. Jangan benci aku, kumohon," Alucard mengeratkan pelukannya.
"Aku memang selalu membencimu, bajingan," ujar Gusion di tengah-tengah tangisannya.
Alucard tertawa kecil.
"Ya sudah, aku tidak akan memaksamu," Alucard melepas pelukkannya. Ia ingin melihat wajah Gusion.
Ekspresi Gusion seperti anak kecil yang merengek minta jajan pada orangtua. Alucard menyunggingkan senyum tipis.
"Ayo, tidur." katanya sambil membaringkan tubuh mereka berdua.
"Ugh... aku tidak bisa tidur, bodoh, hiks..." Gusion membenamkan wajahnya ke dada bidang Alucard.
"... rasanya itu sakit." katanya lagi.
Alucard menarik selimut dan menyelimuti mereka.
"Kau tau cara menghilangkan sakit dengan cepat?" tanya Alucard.
"Apa?" Gusion mendongak.
"Pain, pain, go away~" Alucard menepuk-nepuk punggung Gusion dengan lembut sembari meniup-niup keningnya.
Gusion terdiam saat dia menyadari Alucard masih ingat mantra yang pernah dia katakan.
Perutnya seperti ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan. Bahagia? Pastinya. Gusion tersenyum. Dia merasa menjadi orang paling bodoh di dunia. Disakiti secara fisik oleh orang yang paling dipercayai, tapi tidak ada rasa kecewa yang melingkup di hatinya.
Dan malam itu mereka terlelap.
Gusion terbangun dengan keadaan linglung. Tubuhnya yang telanjang bulat masih terbalut selimut. Dia menatap jam digital di atas meja sebelah kasurnya dengan nanar.
Pukul 10.15 pagi.
Sudah sangat terlambat ke sekolah. Ditambah lagi, hari ini adalah pelajaran Vexana-sensei yang terkenal cerewet dan sangat anti dengan siswa yang absen. Gusion menangis dalam hati.
"Eh, kau sudah bangun?" masuklah seorang wanita paruh baya ke kamarnya sambil membawa senampan susu dan sereal.
"Kaa-san, dimana si berengsek itu?" tanyanya pada wanita itu sesudah dia menyadari tidak ada Alucard di sekelilingnya.
"Oh, Alu-kun ada di lantai bawah. Dia sedang membantu Tou-san mengangkat koper," wanita itu meletakkan nampan di meja belajar Gusion.
"Di bawah? Koper? Lalu kenapa dia masih ada disini?" Gusion bingung pertanyaan mana yang harus dia utarakan duluan.
Wanita cantik berambut hitam panjang itu duduk di sisi kasur Gusion.
"Alu-kun bilang kau tidak enak badan, jadi tidak bisa sekolah. Aku sudah menghubungi pihak sekolah kau tidak masuk hari ini," wanita itu meletakkan tangannya di dahi Gusion, mengecek suhu tubuhnya.
"Tapi, aku baik-" Gusion terdiam ketika merasakan bagian bawahnya nyut-nyutan. Dia melirik ibunya.
Sepertinya ibunya tidak sadar kalau dia tidur telanjang dengan sesama laki-laki semalaman.
"Tapi-koper? Kalian mau kemana?" Gusion mengalihkan pikirannya.
"Kadita-san, semuanya sudah selesai!" Alucard datang tiba-tiba dengan cengirannya.
Wanita yang dipanggil Kadita itu langsung bangkit dari duduknya.
"Tentu saja aku mau mengunjungi mertuaku di desa," katanya.
"Ha? Apa? Kenapa aku tidak diajak?" protes Gusion pada ibunya.
"Aku pergi selama seminggu, kau kan sibuk persiapan ujian kelulusan," Kadita melipat tangannya ke dada.
"Lagipula aku sudah minta izin pada sekolahmu kalau kalian berdua tidak bisa masuk hari ini, Alucard akan menjagamu yang sakit," Kadita melemparkan senyum pada Alucard.
'Kaa-san, orang yang membuatku sakit itu dia! Diaaa!' batin Gusion menjerit.
"Kaa-chan, ayo berangkat! Tou-chan sudah menunggu, lho!" dan muncullah lagi seorang gadis remaja yang rambutnya diikat dua.
"Layla! Tapi kenapa Layla ikut? Kenapa aku yang ditinggal?" Gusion bangkit duduk dan menunjuk pada Layla, adiknya.
Kadita menghampiri Layla.
"Kenapa, ya~? Aku juga berpikir kenapa~?" Kadita membuat senyum manis yang dibuat-dibuat dengan aura gelap di sekitarnya.
Gusion bisa melihat visual tsunami di belakang ibunya. Dia menelan ludah.
"Alu-kun, aku titip Gusion, ya. Menginaplah kalau kau mau. Dadah, kalian semua~" kata Kadita riang sambil menatap Gusion dengan tatapan kau-jaga-rumah.
Lalu menghilanglah dua sosok itu dari pandangan mereka.
Suasana canggung.
"Keluar kau, aku mau mandi," kata Gusion dengan ketus sambil menyibakkan selimutnya dan berdiri.
"Perlu bantuan?" Alucard menawarkan diri. Ia menebak kalau Gusion masih merasa sakit dibagian itu.
Gusion hanya melotot murka pada Alucard yang mana jawaban tawaran itu adalah TIDAK.
"Oh, ya. Kau tau, Lancelot-niisan mengajak kita ke taman hiburan dengan Odette-neesan. Kau mau ikut?" ujar Alucard dalam satu tarikan nafas sebelum Gusion melangkahkan kakinya ke kamar mandi.
Gusion menoleh.
Kalau dia menolak, dia merasa tidak enak pada dua orang yang sangat berjasa sejak masa kecilnya itu. Seandainya saja bukan ajakan dua orang itu.
"Ya, baiklah." jawabnya singkat.
"Tapi, bokongmu kan-"
"Agh! Jangan banyak bicara, bajingan!"
Itulah kata terakhir yang Alucard dengar sebelum Gusion membanting pintu kamar mandinya dengan keras.
Alucard memainkan HP-nya di ruang keluarga Gusion. Rumah ini sudah seperti rumah sendiri baginya. Tentu saja karena sejak kanak-kanak Gusion sering membawanya ke rumah, sama halnya dengan Alucard.
Ia membuka media sosialnya dan membaca berbagai status warga internet yang bermacam-macam.
Matanya tertuju pada sebuah link artikel yang dibagikan salah satu netizen.
FAKTA-FAKTA SIKAP TSUNDERE GEBETAN! NO. 6 BIKIN COOLDOWN-MU BUG!
Alucard menaikkan alisnya begitu membaca judul artikel yang bahasanya susah dicerna. Dan lagi, judul macam apa itu? Ide konyol apa yang terbesit pada seorang jurnalis yang bisa-bisanya dengan percaya diri mengunggah postingan itu di situs internet?
Bayangan Gusion melesat di otaknya. Gusion seorang tsundere.
"Wah, aku panasaran juga," lalu ditekannya link itu.
Tiba-tiba Alucard dibawa ke halaman baru. Logo lingkaran yang berputar dengan tulisan memuat dibawahnya berada di tengah-tengah halaman.
Kemudian tepaparlah sebuah situs warna-warni dengan hiasan lucu memenuhi satu halaman situs. Alucard mencari judul artikel yang dia cari.
'Kalian yang sedang bingung dan mencari tau kenapa gebetan kalian aneh, mungkin alasan dibawah ini adalah jawabannya:
1. Mereka takut menunjukkan perasaan yang sesungguhnya
2. Tidak percaya diri dengan sifat aslinya
3. Ingin dimengerti
4. Pemalu
5. Mereka punya hati yang tulus
6. [klik selanjutnya...]'
"Heh, apa-apaan ini? Kenapa nomor enamnya harus ke halaman baru?" Alucard menggeram.
"Tapi, aku masih penasaran," dan dipencetnya lagi link di nomor enam tersebut.
Sedang memuat...
Dengan sabar Alucard menunggu halaman selanjutnya. Ia melotot pada layar HP pintarnya. Namun, logo itu terus berjalan dan tidak menunjukkan tanda-tanda halaman terbuka.
Alucard kembali ke halaman sebelumnya dan menekan lagi nomor enam. Tetap saja, hal yang sama yang lagi.
Kemudian ia kembali lagi ke halaman awal, dan mengikuti langkah sebelumnya.
Masih sama dan belum ada perubahan.
Alucard menyesal.
"Sialan, aku tertipu situs palsu," ia merebahkan kepalanya di sandaran sofa yang ia duduki.
Dari koridor ruangan ia mendengar langkah kaki Gusion yang menuju ruangan itu.
Alucard tertegun memandang Gusion yang mengenakan hoodie merahnya dipadu dengan ripped jeans warna biru donker. Ia meneliti Gusion dari kepala hingga kaki.
Gusion bergidik ngeri. Jangan bilang kalau Alucard ingin memperkosanya lagi.
"Apa yang kau lihat?" tanya Gusion dengan ketus.
"Kau mau kemana?" tanyanya dengan wajah lugu.
Gusion tersulut api emosi.
"Kau bilang mau ke taman hiburan?!" suaranya agak meleking saat membalikan pertanyaan pada Alucard.
Alucard menoleh pada jam dinding yang tergantung di atas buffet TV. Masih pukul 10.45.
"Iya, kau benar. Itu sekitar empat jam lagi, Sion," lalu Alucard mengalihkan bola mata saphire-nya ke Gusion.
'Apa?! Si berengsek ini...' dahi Gusion berkedut dan muncul perempatan disana.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Gusion segera membalikkan tubuhnya dan hendak kembali ke kamarnya lalu segera mengunci pintunya agar makhluk nista itu tidak menyusup ke kamarnya.
"Tapi, mumpung kau sudah siap-siap, ayo kita pergi ke suatu tempat," kata Alucard yang langsung menghentikan langkah Gusion.
Gusion menoleh. Kedengarannya bagus juga. Sayang sekali dia sudah setampan ini hanya disimpan dalam kamar.
"Kemana?" tanya Gusion dengan nada rendah.
"Hem... ikut sajalah. Kau ikut aku ke rumah dulu, aku ingin ganti baju." Alucard mengangkat tubuhnya dari sofa.
Gusion hanya menaikan bahu dan menurut.
Perjalanan ke rumah Alucard tidak begitu jauh. Hanya berbeda jalan dari rumah Gusion. Mereka berjalan santai sambil membunuh waktu. Alucard cukup diam sepanjang jalan, namun itu yang membuat Gusion gugup.
Gusion melirik sekitarnya mencari sesuatu untuk menjadi subjek pembicaraan. Matanya terpaku pada kuncing belang yang sedang mengais-ngais tong sampah.
"Melihat kucing itu aku teringat peliharaan Iri-chan," kata Gusion dengan spontan.
Alucard mengikuti arah pandangan Gusion.
"Ya, tapi yang dipelihara Irithel itu harimau bukan kucing," respon Alucard.
Keadaan mulai sunyi lagi. Gusion tidak bisa memikirkan bahan obrolan lain. Dia melirik Alucard dari sudut matanya. Tidak biasa Alucard itu diam. Biasanya Alucard selalu bising dan suka melihatnya marah.
Gusion mengalihkan pandangan pada jalan aspal. Pikirannya mulai menjauh. Apa mungkin dia telah melakukan kesalahan?
Apa ini ada hubungannya dengan tadi malam?
Jangan-jangan orang yang tersakiti sebenarnya bukan dia tapi Alucard?
Macam-macam pikiran merasuki kepalanya. Dia merasa kesal sendiri karena lidahnya tidak bisa mengutarakan apa yang dia pikirkan.
Selama perjalanan yang diisi keheningan itu. akhirnya sampailah mereka di kediaman Alucard. Rumah Alucard masih tradisional berbeda dengan Gusion yang bertema modern. Mungkin terpengaruh dengan lingkungan perumahan Alucard yang masih membudayakan rumah tradisional.
Alucard membuka pagar rumahnya dan mempersilahkan Gusion masuk duluan. Sudah lama sekali dia tidak melihat tempat itu sejak terakhir Gusion berkunjung ke rumah Alucard tujuh bulan yang lalu.
"Aniki?" gadis kecil berambut pirang dengan eyepatch di mata kanan menghampiri mereka.
Gusion mengarah pada sumber suara.
"Wah, ada Sion-nii!" lalu gadis itu berlari dan melompat memeluk Gusion.
"Ruby-chan, jangan melompat. Nanti kau jatuh," kata Alucard dengan nada yang sangat lembut.
Gadis kecil bernama Ruby itu menggembungkan pipinya dan memandang Alucard tidak suka. Gusion tersenyum.
"Tidak apa-apa. Bahkan kalau dia jatuh, aku akan menangkapnya," ujar Gusion dengan wajah penuh kehangatan.
Alucard sangat menyukai ekspresi itu. Ia tidak pernah lagi mendapat kehangatan itu dari Gusion. Tapi, berada di sisi Gusion selama ini sudah cukup baginya.
Gadis itu menggenggam tangan Gusion.
"Sion-nii, ayo masuk! Aku merindukanmu! Semua juga merindukanmu!" kemudian Ruby menariknya dengan antusias.
"Baiklah, baiklah. Jangan terburu-buru, aku ada disini," ucapnya yang dibalas gelak tawa bahagia dari gadis kecil itu.
Alucard menggeser pintu shoji rumahnya dan mereka melepaskan alas kaki di genkan sebelum masuk ke washitsu rumah itu.
Gadis itu masih menarik Gusion dan membawa mereka ke ruang tengah.
"Okaa-san! Aneue! Aniki dan Sion-nii datang!" serunya dengan bahagia.
Orang-orang yang dipanggil Ruby mendatangi mereka dan merasa terkejut begitu melihat Gusion yang sudah lama tidak mereka lihat.
"Maaf mengganggu, Natalia-san dan Kimmy-nee," Gusion membungkuk hormat kepada dua orang yang lebih tua darinya.
"Hoho, santai saja Sion-kun, sudah lama juga ya." Natalia, ibu Alucard, tertawa dengan telapak tangan yang berhadapan dengan bibirnya.
Wanita itu memakai komon setiap harinya di rumah. Sedangkan Kimmy, kakak Alucard, hanya berpakaian kasual. Ia berdiri di samping ibunya dan hanya tersenyum simpul padanya.
"Ayo, kita duduk dulu di tempat biasa," Natalia mengarahkan tangannya pada halaman belakang rumah mereka.
Gusion mengangguk setuju.
"Ya sudah, aku siap-siap dulu." kata Alucard yang keberadaannya hampir terlupakan dan menuju kamarnya.
Sementara Kimmy menyiapkan minum untuk Gusion, mereka bertiga duduk di gazebo di halaman belakang rumah keluarga Alucard. Meskipun rumah Alucard bernuansa tradisional, sebenarnya ini sangat luas.
Susunan rumah Alucard berbentuk persegi. Sehingga semua ruang saling terhubung. Di tengah-tengah area rumah itu, ada halaman belakang yang sangat cantik.
Terdapat kolam ikan koi, gazebo, pohon bonsai, beberapa tanaman herbal, juga air mancur legendaris yaitu shishi odoshi ikut meramaikan halaman itu.
Mereka duduk di atas zabuton dengan gaya seiza, atau yang kita tau duduk berlutut bertumpu dengan lutut dan betis. Di antara mereka ada sebuah meja kecil tradisonal Jepang yang disebut chabudai.
Ruby, sang gadis cilik, duduk di sebelah Gusion dan bergelayut manja di lengannya. Gadis cilik itu sangat mengenal Gusion, dan ia menyukainya.
Natalia memandang anak bungsunya.
"Maaf ya, Sion-kun. Sepertinya Ruby sangat merindukanmu," katanya di tengah-tengah suara alam yang berbunyi.
"Ah, tidak masalah, Natalia-san. Lagipula aku sudah lama tidak melihat Ruby, dia tumbuh dengan cepat." Gusion menggaruk-ngaruk tengkuk dan memamerkan sederet gigi putihnya.
Natalia terkikik geli.
"Aku dengar dari ibumu, kau sedang sakit, ya? Ibumu meneleponku dan berkata dia minta izin ke pihak sekolah karena Alucard akan menjagamu," Natalia menatap Gusion dengan cemas.
Gusion tersenyum paksa. Dia tidak mungkin bilang kan, kalau penyebab sakitnya adalah anaknya sendiri.
"Iya, tiba-tiba aku merasa tidak enak badan. Beruntung, ada Alucard. Jadi sakitku mulai berkurang," kemudian dia tertawa.
"Syukurlah. Kudengar ibumu pergi ke rumah nenekmu, ya?" tanya Natalia.
Gusion mengangguk.
Terdengar suara derap langkah dari sisi samping mereka. Natalia menoleh pada anak perempuan tertuanya yang menjadi sumber suara itu.
"Maaf, aku lama," Kimmy hadir membawa teh ocha, lalu dia meletakkannya di atas chabudai.
Kimmy membagikan gelas satu persatu dan mengisinya dengan teh hijau itu.
Dalam diam, Kimmy memperhatikan Gusion. Pupil matanya membesar saat matanya memandang wajah laki-laki yang di depannya. Pipinya bersemu merah.
Usai menuangkan teh ke tiap gelas, ia ikut duduk di zabuton. Natalia dan Gusion sibuk berbincang, Kimmy memanfaatkan kesempatan itu untuk memandang Gusion lebih lama.
Hatinya seolah-olah tumbuh bunga yang mengembang, ditambah lagi jantungnya yang berderu membuat rasa itu semakin kuat.
"...mmy, kimmy," lamunan Kimmy buyar saat Natalia memanggil namanya.
"I... iya?" Kimmy buru-buru mengalihkan matanya pada Natalia sebelum Gusion menyadari Kimmy terus memperhatikannya.
"Ada apa, Kimmy?" ibunya bertanya dengan prihatin melihat anaknya melamun.
"Aku tidak apa-apa," jawab Kimmy disertai senyum sumringah.
"Kimmy-nee, bagaimana kuliahmu?" Gusion bertanya dengan antusias.
Sejenak Kimmy memandang Gusion, begitu ia sadar mata Gusion tertuju padanya, ia melemparkan pengelihatannya ke arah lain.
"Hehe, baik-baik saja," Kimmy memain-mainkan ujung rambut pendeknya-gugup.
Alucard, sedari tadi menyaksikan keseruan orang-orang dari balik pintu shoji kamarnya yang menghadap ke halaman belakang itu. Ia memfokuskan pandangannya pada kakaknya sendiri.
Sesuatu yang aneh terjadi pada Kimmy. Kimmy yang dikenal oleh keluarganya sosok perempuan yang tomboy, percaya diri dan pemberani berubah drastis ketika di hadapan Gusion.
Tapi Alucard tidak ambil pusing. Mungkin kakaknya sedang memasuki masa twist karakter. Ia membuka pintu kamarnya dan melangkah menuju mereka.
Semakin dekat ia pada mereka, apa yang dilihatnya semakin jelas. Ia belum pernah melihat apa yang dilihatnya sekarang.
Kimmy dengan wajah tersipu malu serta mata berbinar-binar sedang mencuri pandang pada Gusion yang tertawa bersama Natalia karena kelucuan Ruby.
Tubuh Alucard berhenti. Semua sel sarafnya terasa mati. Hanya ada degup jantung yang kencang dan rasa sakit yang menusuk di dadanya secara bersamaan.
Ia menyadari sesuatu.
Bahwa Kimmy menyukai Gusion.
TBC
A/N: Hehe, maaf ya adegan lemonnya kepotong. Chap ini agak susah dibuat karena harus masukin dua unsur di dalemnya, unsur lemon dan unsur jepangnya, wkwkwkwk.
Sebenarnya chap ini mau dibuat AluSion go all the way pas adegan lemonnya, tapi gak jadi karena saya mau buat Gusion itu hard-to-get.
Sekali lagi maaf kalo tiba ena-enanya kurang hawt, keamatiran ini sulit dihilangkan.
Silahkan kritik dan sarannya!
