Previous chap:

Orang itu dan Gusion melongo bersamaan ketika pandangan mereka bertemu. Gusion meneliti orang di depannya. Jaket sukajan hitam berbulu di pundak mengekspos kaus v-neck merah mudanya bersablon 'Go Ballistic'. Model rambut pirang spike mohawk. Ditambah choker hitam berduri melilit lehernya. Penampilannya jelas menggambarkan sosok yankee. Orang ini tampak familiar...

Lalu mereka saling menunjuk.

"Ah-kau!" seru mereka serempak.

Alucard yang mengenali orang itu sejak awal menghempas napas bosan. Oh, sial. Satu lagi pengganggu.


All Heroes in MLBB (c) Moonton

Warn!

YAOI, LEMON, OOC yang keterlaluan, BOYSXBOYS, AU, mengandung unsur-unsur Jepang biar suasana yaoi-nya ngena, hehe. /slap!

Terakhir, fic ini ditujukan untuk kaum fujoshi/danshi. Jadi kalo gak suka jangan baca, OK?


Kedua orang itu saling menghampiri lalu berpelukan melepas kerinduan. Bahkan mereka dua pasang kaki mereka ikut berjingkat-jingkat riang. Mengabaikan pandangan orang-orang yang menatap mereka aneh.

"Sion-chan~ lama tak jumpa. Pipimu makin besar, ya~ Onii-chan jadi gemas~ Eh, bibirmu kenapa~?" kedua pipi Gusion yang diapit tangan manusia tak disukai Alucard membuatnya naik darah. Ingin rasanya ia melempar papan digital yang tergantung di fondasi stasiun ke wajah orang itu.

"Chou-kun~ kemana saja kau ini~?" Gusion mengacak-ngacak rambut pirang Chou. Mengalihkan pembahasan mengenai insiden bibirnya. Alucard memanas, Gusion tak pernah melakukan hal yang sama padanya. Justru Gusion benci mereka bersentuhan. Cemburu, itu pasti.

"Maaf ya, aku tidak bermaksud merusak reuni kalian. Tapi... bisakah kalian hentikan itu? Menjijikan!" Alucard mengibas-ngibaskan tangan sambil memasang wajah geli.

"Kau sendirian, Gusion?" Chou menatap Gusion dalam-dalam. Tak ada niatan meladeni kejengkelan Alucard.

"Tadinya sih, iya." jawaban Gusion langsung mengubah kejengkelan Alucard menjadi tak berdaya.

'Kemana sikap manisnya tadi?' bayangan diri Alucard pundung di tengah keramaian. Cinta bertepuk sebelah tangan itu sangat menyakitkan.

Gusion teringat misinya. Dia tak boleh kehilangan kendali. Membuat Alucard sakit hati dengan kata-katanya sama saja menjauhkan kesempatan. Gusion memutar badan, menarik ujung baju Alucard dan membawanya ke antara mereka.

"Tsk! Manusia aneh ini lagi!" Chou mendelik tak suka pada Alucard dari atas ke bawah.

"Keh, tidak sadar diri."

Keempat bola mata itu beradu, sampai-sampai kilatan kebencian meretas dari iris mata masing-masing. Gusion menepuk dahi, pemandangan ini sudah menjadi bagian tradisi Alucard dan Chou tiap kali bertemu. Yang dia pikir mereka berdua tidak pernah dewasa. Padahal Gusion sendiri tidak tau alasan sebenarnya di balik semua kebiasaan aneh mereka.

"Duh, kalian ini tidak berubah." Gusion menjewer kuping mereka kuat-kuat. Menghentikan perang yang telah lama berlangsung.

Chou mengernyih sakit berusaha melepaskan telinga bertindiknya dari serangan Gusion. "Aku tidak mau dekat-dekat orang mesum, Sion-chan," Chou berkata dengan manja.

Alucard menggeram lalu menendang lutut Chou. Malangnya, kelakuan tidak terpuji Alucard mendatangkan mala petaka bagi dirinya sendiri. Chou seketika hilang keseimbangan menubruk Alucard di depannya hingga terjungkal ke lantai. Suara benturan yang cukup keras mengalihkan perhatian banyak orang kepada mereka. Chou mejulurkan tangan menopang badannya. Tak sadar kalau Alucard berada di tengah-tengah himpitan. Apalagi jarak wajah mereka cukup dekat.

Seandainya, Chou kurang tangkas menghadapi situasi tak terduga, kedua orang yang saling membenci itu pasti sudah berciuman. Gusion beserta orang-orang terkesiap menatap posisi tak biasa dua orang tersebut.

Chou maupun Alucard terdiam mencerna apa yang terjadi. Selang beberapa detik adu pandang, mereka terperanjat menyadari betapa buruknya situasi mereka sekarang.

"AAAAGGHHH!"

Tak lama jeritan panik itu terdengar, disusul oleh caci maki satu sama lain.


Terik matahari menyengat kulit. Menjadikan manusia-manusia yang melintas di bawah edaran cahayanya dibanjiri keringat. Seperti mereka bertiga saat ini; Gusion, Alucard dan Chou berjalan di trotoar berbekal sebotol besar air minum yang isinya tinggal setengah. Gusion mengamati Chou yang masih betah pakai jaket dari belakang. Dia tidak berpikir rasa suka Chou terhadap jaketnya hingga menggunakannya setiap saat, namun sesuatu yang lain dari diri Chou yang mana tidak bisa dia gapai dengan pemahamannya sendiri.

"Chou," seorang wanita bertato di lengan menghampiri mereka. Chou dan Alucard sedang berdebat hebat usai insiden memalukan mereka langsung berhenti bicara memandang wanita berambut hitam dan oranye itu. Gusion sadar, ada raut tak nyaman yang tersirat di wajah Chou setelah wanita itu datang.

"Kami akan menunggu." kemudian wanita itu melesat pergi. Kimono mini-nya melambai ditiup terpaan angin. Tidak salah lagi, rumor-rumor yang selama ini dia dengar benar adanya.

Gusion berpikir, tato wanita itu dan lambang di jaket Chou punya arti tertentu. Dia juga yakin, wanita itu bukan gadis biasa-biasa saja. Gusion tak menyalahkan Chou atas jalan yang ia pilih. Keadaan terdesak sering kali membuat orang-orang tak punya pilihan lain. Begitu pun Chou.

"Chou-kun, bagaimana kabar Oji-san?" Gusion buka suara, menjeda keributan Alucard dan Chou. Alucard tersentak mendengar pertanyaan Gusion, tapi sesaat ia melihat kesedihan Gusion, ia segera tau harus berbuat apa. Diam.

Chou terus berjalan menatap ke depan. Matanya sendu, namun senyuman tipis terukir di wajahnya. "Akhirnya aku bisa menepati janjiku pada Obaa-san, agar menempatkan Ojii-san di rumah sakit yang layak." Chou mengangkat dagu, matanya beralih pada kebiruan langit.

Alucard dan Gusion tau kisah hidup Chou. Sehabis Chou dilahirkan, orangtuanya tak mau mengurus dirinya. Mereka menitipkan Chou kepada kakek dan nenek di desa terpencil. Selain itu, orangtua Chou tidak pernah menemuinya lagi. Kakek dan nenek menunjukkan potret pernikahan orangtua Chou, menanggapi pertanyaan Chou kecil bagaimana rupa orangtuanya. Bertahun-tahun kemudian, Chou mendengar kabar ibunya menikah lagi dan ayahnya masuk penjara akibat kasus penyuapan. Waktu berlalu, Chou kecil menjadi dewasa. Kakek dan nenek sudah sangat tua. Suatu hari, sebelum nenek menutup usia, beliau berpesan agar Chou merawat kakek seumur hidup. Chou memegang teguh janjinya, ia berjani akan mengangkat kesulitan mereka dan merawat kakek di rumah sakit yang layak.

Sekarang, hanya ada kakek dalam hidup Chou. Chou ingin kakek cepat pulih, lalu mereka bisa kembali memancing ikan di sungai seperti dulu. Hidup damai dan tenteram. Chou pandai menyembunyikan perasaan, terbukti tak ada yang menyadari bulir-bulir airmata menetes mengaliri rahangnya.

"A... apa benar kau ikut organisasi Yakuza, Chou-kun?" Gusion gugup. Takut menyakiti perasaan Chou melalui pertanyannya. Namun, Gusion harus membuktikan sendiri kebenaran rumor-rumor yang menyebar mengenai temannya ini.

Chou berhenti berjalan. Kemudian menarik napas panjang. "Ya, itu benar." katanya.

Gusion menggigit bibir bawahnya. Meskipun dia sudah menebak jawaban Chou, tetap saja terdengar lebih menyakitkan dari bibir orang berjaket hitam itu secara langsung.

"Bagaimana kalau kau terjebak sindikat berbahaya? Apa yang akan kau lakukan? Polisi akan mengerjarmu!" suara parau Gusion menggetarkan hati Chou. Di depan mata Alucard, ia lihat sendiri bagaimana Chou mengecup kening orang yang menghuni seluruh hatinya.

Chou menutup matanya. Kecupan itu lembut, sangat lembut. Gusion terdiam di tempat. Dia tak berencana membanting Chou selayaknya dia lakukan pada Alucard. Gusion tidak tau kenapa, mungkin karena Chou yang melakukannya. Tidak seperti Alucard yang mampu membuat darahnya berdesir hebat setiap Alucard menyentuh dirinya.

Chou melepas ciumannya perlahan. Ia memandang Gusion yang tengah kebingungan. "Kau tidak usah cemas, Sion-chan. Aku akan baik-baik saja."

Kemudian Chou mengacak-acak rambut Gusion. "Aku akan menemuimu lagi. Kita pisah disini, ya. Mereka sudah menungguku." sesudah mengucapkan pamit, Chou membelakangi mereka lalu melambaikan tangan.

Lumayan jauh dari mereka berdua, Chou meraba bibirnya. Ia mengingat sensasi mendebarkan jantungnya kala kening Gusion berhasil ia renggut kehangatannya. Akan tetapi, air muka Gusion yang tak merasakan apa-apa meredupkan api cinta Chou.

Chou menggelengkan kepala sambil terkekeh. "Sudah kuduga, tidak mungkin aku."


Sementara di Osaka.

Lancelot uring-uringan menatap lembaran foto Odette. Merasa bersalah, tapi gengsi minta maaf duluan. Beratus-ratus gambar Odette disebarkannya di atas kasur. Di atas foto-foto, sebuah kotak tisu bersarang disana. Serta gumpalan tisu bekas pakai berserakan di bawah kasur. Alunan lagu patah hati berkumandang. Membuat suasana semakin dramatis.

Di kesibukannya menangisi penyesalan, lagu sedih dari HP-nya berubah jadi nada dering panggilan video. Lancelot secepat kilat menggenggam ponselnya dan berharap nama Odette terpapar disana. Namun, begitu ia membaca nama si pemanggil, Lancelot semakin ingin menangis.

Lancelot menekan tombol hijau, lalu munculnya refleksi seorang wanita yang mirip dengannya dari layar. "Khaloh... uhuk... uhuk..."

Wanita itu ternyata adik Lancelot, Guinevere. Melihat sang kakak bermata sembab serta suara tarik-ulur hingus membuatnya sebal. "Maaf, kukira kakakku. Sepertinya aku salah orang, kalau begitu-"

"Nooo, my Lovely Princess! Kau tidak salah orang! Ugh... uhok uhok uhok!" buru-buru Lancelot memotong sebelum Guinevere memutuskan panggilan. Pucuk hidung Lancelot memerah terus-terusan digosok tisu. Mukanya menyerupai warna tomat. Penampilan Lancelot ibarat badut ulang tahun di mata Guinevere saat ini.

"Oke... baiklah jika kau memang kakakku," inikah pria yang namanya dielu-elukan banyak wanita? Sebelah alis Guinevere naik.

"Uh... Guinevere, aku dan Odette dalam masalah besar," Lancelot mengadu.

"Ya ya, ceritakan pada adikmu yang cantik ini. Aku akan mendengarkan," perempuan manis berumur 21 tahun tersebut memainkan poni rata miliknya.

Lancelot berpikir sejenak, memilah kata yang tepat. "Bagaimana menurutmu, tentang laki-laki yang menyukai sesama jenis?" nada bicaranya terdengar ragu, apakah membicarakan ini pada Guinevere adalah pilihan yang benar.

Guinevere tidak paham, apa hubungannya masalah percintaan kakaknya dengan seorang laki-laki suka sesama jenis. Lancelot patut bersyukur mempunyai adik sangat kompeten. Ide brilian menyembul dari otak pintar Guinevere.

"Seumpamanya Odette itu laki-laki, apakah kau tetap jatuh cinta padanya dipandangan pertama?" Guinevere bertanya.

Lancelot tak berkutik. Gelembung-gelembung imajinasinya membayangkan Odette versi laki-laki. Memorinya berputar kejadian masa lalu, dimana ia dan Odette bertemu karena pesta meriah yang diadakan orangtua Odette. Akankah ia tetap jatuh hati pada Odette bergaun kembang, menjadi Odette bersetelan tuxedo dan dasi kupu-kupu?

"Kau ada benarnya juga," Lancelot bergumam.

"Tentu saja, aku ini terlahir berbakat!" Guinevere mengepakan rambutnya diiringi rasa bangga.

Lancelot menyeka airmata serta lelehan hingusnya. Ia kembali bersinar bak pangeran kerajaan yang siap menjemput tuan puterinya dari istana. Meski Guinevere belum paham betul isi pikiran Lancelot, ia turut berbahagia. Hal wajar dilakukan saudara.

"Terimakasih, Guin! Kau yang terbaik! Sekarang aku harus minta maaf!" Lancelot mengepalkan tangan. Semangat berapi-api.

"Ya, ya! Harus!" Guinevere meniru gaya Lancelot.

"Bye bye, my Lovely Princess!" Lancelot menutup panggilan. Menyisakan Guinevere tatkala memandang beranda ponselnya yang menampilkan gambar sepasang laki-laki dua dimensi berpelukan mesra.

"Fufufu..."


Sampailah mereka di rumah Gusion. Gusion tak ragu-ragu memutar kenop pintunya walaupun Alucard mengikutinya di belakang. Tapi kan, dia sendiri yang mengajak Alucard datang ke rumahnya. Gusion meneguhkan hati, ini semua dilakukan demi memperbaiki hubungan mereka bertiga. Leher Alucard tetap menekuk ke bawah, dan itu sangat menyebalkan Gusion. Mereka masuk ke dalam rumah, Gusion menyuruh Alucard menunggu di ruang tamu, selagi dia membawa baju kotor ke tempat cucian.

"Duduk disini dulu," Gusion mau mengambil bungkusan baju kotor dari tangan Alucard.

Sebelum Gusion menggapai benda itu, mendadak tangan Alucard menyeret Gusion dalam rengkuhan. Botol air minum jatuh terguling. Gusion akan menggerutu panjang lebar kalau Alucard melampiaskan hasrat tercelanya lagi. Sebaliknya, dia tak merasakan niatan buruk Alucard. Malahan, Gusion merasa Alucard mencoba menghapus sesuatu di dahinya menggunakan tangan.

"Ap-kau ini sedang apa, sih?!" Gusion berusaha melepaskan dirinya.

"Ssh, diamlah. Aku tidak berpikir macam-macam," Alucard mengetatkan rangkulannya. "Keningmu sedang kubersihkan."

'Jangan bilang kalau dia cemburu waktu Chou menciumku?' ingatan Gusion terhadap perasaan Alucard padanya memutar bersamaan kejadian Chou mencium keningnya.

Gusion mengizinkan Alucard melakukan kemauannya. Ia mengusap dahi Gusion berkali-kali. Dan akan berhenti apabila ia rasa sudah bersih. Gusion meninjau Alucard dari sela-sela pergelangan tangan Alucard. Roman rupawan Alucard tampak menahan kepedihan. Dia heran, mengapa Alucard mencintai dirinya, padahal banyak perempuan-perempuan menanti belas kasihnya. Tidak cuma perempuan, Alucard bisa saja menunjuk orang yang hendak ia kencani, entah laki-laki berparas cantik atau maskulin.

Bisa-bisanya seorang laki-laki biasa bermulut tajam seperti dirinya mampu mengisi hati Alucard.

Alucard menjeda kesibukannya sesaat menyadari Gusion menatapnya tanpa henti. Iris mata Alucard mengarah bekas luka di sudut bibir Gusion. Ibu jarinya mengelus pelan luka yang mulai mengering tersebut. Alucard mendekatkan wajahnya. Gusion terbawa suasana, dia menutup mata memantapkan gelora tersembunyi. Gelap menguasai pengelihatannya, namun indera perabanya reaktif pada sentuhan halus di puncak kepala.

Terkejut. Gusion membuka mata. Dia melengakan dagu ke atas. Senyum tipis terpatri pada permukaan wajah Alucard.

"Tidak ada yang boleh menyentuhmu, selain aku." Alucard menyadarkan kepalanya di bahu Gusion.

"Kenapa...?" Gusion bertanya dengan nada rendah. Hidungnya menghirup aroma wangi rambut Alucard.

Alucard diam tak menjawab. Ketika Gusion mengacak-ngacak rambut Chou, ingatan itu terus terngiang. Perasaan cemburu dirinya tak terkira.

Alucard meletakkan tangan Gusion di kepalanya. "Bisakah kau lakukan yang tadi padaku?" ia meminta.

Gusion tak butuh penjelasan. Dia paham maksud Alucard. Napas berat Alucard berderu di leher jenjangnya mengakibatkan semburat merah di wajahnya muncul.

"Kau ini memang aneh." Gusion mulai memainkan helain rambut Alucard.

Alucard menghisap kulit leher Gusion, dicecapnya beberapa kali, lalu menggigitnya. Inilah alasan Gusion benci disentuh Alucard. Dia tak bisa mengontrol kecepatan detak jantungnya.

Akal sehat Gusion tersengat keinginannya memperbaiki hubungan Alucard dan Lancelot. Satu hentakan, dia mendorong Alucard menjauh. Saat ini bukan waktunya untuk itu. Hampir saja dia kelepasan.

"Alucard, aku mengajakmu kemari bukan demi memuaskanmu," Gusion masih dalam posisi memingit Alucard.

"Aku tau," Alucard menjawab.

Gusion memandangnya sebentar. "Apa yang terjadi antara kau dan Lance-nii?"

"Tidak ada," ia menyanggah.

"Jangan bilang tidak ada! Pasti sesuatu mengenai diriku juga!" Gusion tetap memaksa.

"Aku bilang tidak ada, ya tidak ada!" suara Alucard meninggi, tapi Gusion tak akan puas sebelum mendengar apa yang ingin dia dengar.

"Astaga! Kau cuma perlu mengatakannya, walaupun aku sudah tau!"

CRASH!

Ibarat kaca pecah, Alucard memandang Gusion sinis. "Jadi kau sudah tau?" Alucard menampik tangan Gusion.

"... ya." Gusion setengah hati menjawab.

"Jadi kau tau persis perasaanku padamu, kan? Bagaimana? Bagaimana rasanya? Puas kau menertawainya?" mimik muka Alucard berubah beringas. Kakinya memotong jarak mereka berdua.

Gusion berjalan mundur sedikit demi sedikit menghindari Alucard. "Apa yang salah denganmu? Aku tidak mau melihat kau dan Lance-nii selisih paham!"

BAM!

Alucard menonjok dinding hingga terasa bergetar. Iris biru secerah langit itu mengkilap tajam. Mengintimidasi Gusion yang tersudutkan.

"Aku benci perasaanku diremehkan." kalimat pengakhir pertemuan mereka. Lalu Alucard melenggak pergi.

Gusion gemetaran. Bukan karena takut, tapi amarah. Rajaman sakit hati melengkapi kekecewaannya.


TBC


A/N: Haah. Saya gak sabar nyelesein ff ini, endingnya udah saya rencanain mateng-mateng tiap perorangan. Terutama Chou.

Silakan kritik dan sarannya!