Naruto Fanfiction
Belongs To Masahi Kishimoto
The Winds of Winter
.
Saat itu adalah musim dingin paling mematikan yang pernah melanda Negara Api. Angin dari Utara bertiup dengan kencang, merobohkan bangunan paling kokoh sekalipun. Gunung-gunung bergemuruh, berusaha melepaskan monster yang tertidur di dalam perut bumi. Matahari tidak menampakkan cahayanya bertahun-tahun lamanya. Generasi melupakan hangatnya matahari. Tanaman mati dan hewan pun mati.
Musim dingin saat itu adalah musim dingin paling ekstrem yang pernah terjadi. Anak lahir dalam kondisi dingin, kelaparan dan mati di dalam dinginnya salju. Orangtua menikam anaknya hingga darahnya membeku menjadi es dan menggantung tubuh mereka. Mayat-mayat tidak membusuk dan putih dan abu-abu hanyalah warna yang diketahui.
Di dalam perut gunung, dilindungi oleh bebatuan berusia ribuan tahun, tetesan sumber air membeku menjadi kristal es yang tajam dan halus. Angin berhembus, mendinginkan seluruh dinding batu, mengkristalkan tetesan air. Lebih jauh lagi, jauh sekali, di dalam perut gunung, memang ada monster yang sedang tertidur.
Cerita-cerita rakyat itu adalah benar. Musim dingin di Utara bukanlah hanya karangan belaka. Musim dingin adalah sebuah nyanyian tidur untuk monster yang bersarang di perut gunung. Angin-angin badai adalah siulan penuh nada untuk membuat monster itu terus terlelap. Kristal-kristal es adalah para penjaga agar monster tersebut tidak pernah terbangun. Sebagai senjata yang akan melukainya. Salju utara selalu membisikkan sihirnya.
Monster itu berusia lebih tua daripada peradaban manusia yang pertama. Jauh lebih tua dari seluruh mahluk hidup yang pernah menginjakkan kakinya di tanah Utara, dan jauh lebih tua dari barisan pegunungan utara.
Siapa yang menaruh monster itu di dalam perut gunung? Siapa yang mengurungnya sedemikian rupa? Siapa yang membisikkan mantra sihir kepada seluruh salju utara untuk menenangkan monster tersebut? Siapa dan siapa? Tidak pernah ada yang tahu.
Cerita rakyat selalu berubah-ubah, tetapi bisikannya selalu sama. Orang yang menaruh monster itu di perut gunung adalah orang yang membisikkan mantra sihir kepada seluruh salju utara. Adalah orang yang sama dengan orang yang membuat badai salju dan menciptakan kristal-kristal air yang tajam dan tipis. Orang yang membentuk Utara menjadi sebuah penjara bagi monster itu sekaligus rumahnya. Orang yang menjadikan wilayah utara menjadi musim dingin abadi.
Sudah berapa lama monster itu tertidur? Apa nada dari desau angin? Apa yang dimimpikan oleh monster itu selama dia tertidur? Sampai kapan dia akan tertidur? Sampai kapan sihir itu mampu mengurung monster tersebut dalam kungkungan bumi? Sampai kapan keabadian itu akan terus abadi?
Pertanyaan terbesarnya adalah: apa yang akan terjadi jika monster itu bangkit?
.
"Musim dingin akan segera datang," ujar Uchiha Fugaku dalam rapat tahunan para Menteri dan Baginda Ratu. "Musim dingin tahun ini, diprediksi akan menjadi musim dingin terlama dan terburuk. Angin dingin berhembus lebih cepat ke arah selatan. Wilayah utara sudah terus-menerus dilanda badai salju."
Nara Shikaku menghela napas dan menyenderkan punggungnya ke punggung kursi. "Kapan musim dingin terlama yang pernah melanda negara ini?" tanyanya.
"5 tahun," jawab Hyuuga Hiashi, "Itu benar-benar bencana."
Para Menteri yang lain mengangguk setuju. 5 tahun Negara Api dilanda musim dingin, korban yang berjatuhan lebih banyak dari korban perang. Tidak ada tumbuhan yang hidup. Tidak ada hewan-hewan yang hidup. Persediaan makanan kian menipis. Negara hampir hancur karena kelaparan dan penderitaan. Kriminalitas meningkat. Orang kaya adalah orang yang memiliki persediaan makanan di rumahnya. Emas tidak berharga, tapi sepotong daging kelinci merupakan harta yang tidak tergantikan.
Uchiha Fugaku menggeleng. "100 tahun," katanya.
"Itu hanya legenda," kata Hyuuga Hiashi. "Begitu pula dengan monster yang hidup di dalamnya."
"Terlepas dari legenda, kita harus mulai memperhatikan persediaan makanan," kata Akimichi Choujirou, Menteri Pertanian dan Pangan, "Wilayah Utara sudah dilanda badai salju terus-menerus, hanya tinggal soal waktu musim dingin itu sampai ke Ibu Kota."
Baginda Ratu menghela napas. Semua mata tertuju padanya. "Aku sudah dapat surat dari Utara," katanya. Dia mengeluarkan sebuah kertas perkamen dengan lambang labirin spiral milik Klan Uzumaki. Kerutannya selalu bertambah banyak jika dia berhadapan dengan para Uzumaki. "Pegunungan bergolak. Itu bukan pertanda bagus."
Hyuuga Hiashi terbatuk. "Apa itu ada hubungannya dengan ramalan?" tanyanya.
Tsunade meletakkan perkamen itu di atas mejanya. Tulisan tangan milik Uzumaki Naruto tampak berantakan, tetapi penuh dengan informasi penting. Dia pemuda yang sulit ditebak, persis seperti Ayahnya.
"Ramalan itu sudah ada sejak 500 tahun yang lalu," ujar Nara Shikaku, "entah itu benar entah itu tidak benar."
"Tidak penting percaya ramalan sekarang," ujar Uchiha Fugaku, "tapi musim dingin akan datang. Hanya tinggal menunggu waktu sampai angin musim dingin berhembus."
Akimichi menghela napasnya. "Aku akan mulai menginstruksikan para petani untuk mulai mengumpulkan persediaan makanan. Seharusnya hasil panen tahun ini bagus."
"Cukup untuk berapa lama?" tanya Tsunade.
"Izin Yang Mulia, untuk persediaan istana, cukup untuk sekitar 3 tahun."
Napas-napas tertahan.
"Penduduk Ibu Kota?" tanya Tsunade lagi.
"Jika melihat kondisi saat ini, hanya bertahan 1 sampai 2 tahun, Yang Mulia."
Senju Tsunade mulai merasakan kepalanya kembali berdenyut-denyut. "Penduduk Utara bisa menghemat persediaan makanan 2 tahun untuk 5 tahun," katanya sambil memijat keningnya.
"Mereka terbiasa hidup di tengah-tengah barisan pegunungan salju," ujar Nara Shikaku, "tempat terlelap monster legenda."
"Tidak mungkin kau percaya hal itu," kata Akimichi.
Tapi Nara Shihaku tidak membalas kata-kata teman lamanya. Klan Uzumaki adalah Klan yang paling jarang mengirim surat laporan ke Ibu Kota. Mereka adalah penjaga dari seluruh wilayah Utara. Utara adalah wilayah terluas, terliar dan terganas. Tidak ada yang mampu menaklukan wilayah Utara dan semua misterinya. Seluruh kisah Utara tertutup rapat dalam balutan dinginnya salju. Bukan tanpa alasan Kyuubi menjadi pilar penjaga dari seluruh Utara.
Rapat hari itu ditutup dengan Senju Tsunade yang mengusir semua Menteri keluar dari ruang rapat. Perkamen milik Klan Uzumaki masih berada di depannya. Tulisan Uzumaki Naruto dibaca berulang-ulang oleh pemilik kekuasaan tertinggi di Negara Api.
Tsunade bukannya baru menjadi Sang Ratu. Meskipun wajahnya tampak sangat muda, dia telah berkuasa jauh lebih lama dari usia rata-rata penduduk Ibu Kota. Dia sudah melewati banyak fase, banyak pergantian kedudukan pemerintahan, pasang-surut perang, serta kekacauan lainnya. Dia sudah menyaksikan semua drama dan tangisan, serta perayaan. Dia menghapal seluruh keluarga bangsawan yang bersumpah setia untuknya dan untuk Negara.
Sejak Uzumaki Naruto menduduki jabatannya sebagai Kepala Keluarga, yang ada dipikiran Tsunade hanyalah, 'dia bukan Namikaze Minato'. Tentu saja bukan. Namikaze Minato adalah seorang jenius di antara semua orang jenius. Dia adalah sebuah keajaiban yang terbaik yang pernah ada di dalam jajaran kepemimpinan Negara Api. Namun, seperti orang jenius lainnya, dia meninggal dengan cepat.
Seorang dayang membawa satu botol sake dan cawan kosong. Lalu, dengan tangannya yang berhias emas dan giok, Tsunade melambaikan tangannya, mengusir dayang tersebut secara halus. Pintu ruang rapat kembali tertutup, meninggalkan Ratu tersebut sendirian tenggelam dalam pemikirannya.
Kini, dia berdiri sendirian. Satu per satu orang-orang yang dicintainya meninggal. Satu per satu orang yang dikasihinya meninggalkannya sendiri. Satu per satu, orang-orang mulai mengkhianatinya. Berdiri sendirian di puncak gunung, dengan seluruh panah mengarah padanya. Seluruh tangan berusaha menyeretnya turun.
Tsunade menyingkirkan cawan sake dan langsung meneguk sake tersebut dari botolnya. Alcohol adalah teman terbaik ketika dia penat. Dia tidak akan mabuk, tetapi merasakan minuman keras itu membuatnya rileks dan santai adalah doping yang dia butuhkan. Dia melirik lagi perkamen milik Klan Uzumaki. Dia baca lagi berulang-ulang sampai seluruh kalimatnya menjadi tidak masuk akal.
Setelah itu, dia memutuskan untuk menegak alcohol lagi. Bukan karena dia tidak peduli, tapi karena dia adalah orang yang paling tahu bahwa monster di dalam perut gunung itu nyata. Dan sekarang, monster itu akan bangkit.
.
Uzumaki Naruto berhenti berjalan. Angin pegunungan terasa sangat bergemuruh di kedua telinganya. Badai salju yang kencang memburamkan penglihatannya. Butiran-butiran salju memercik wajahnya, menempel di kepala dan jubah hangatnya. Dia berdiri di pinggir tebing, di kompleks pegunungan kokoh yang tidak pernah tertembus sebelumnya. Dia hanya berdiri sendiri, tanpa ada orang lain yang menemaninya.
Tebing itu sangat terjal, sedikit salah melangkah saja, dia bisa terjatuh ke dasar jurang. Angin musim dingin sangat menggigit dan berusaha mengoyaknya, tetapi dia tidak goyah. Dia tidak bisa dikoyak ataupun dihancurkan. Naruto meletakkan kedua tangannya yang tidak memakai sarung tangan di dinding batu. Dinginnya menusuk sampai ke tulang. Dinding batu itu terasa sangat dingin dan menyayat kulitnya. Tetapi, dia tidak bergetar.
Naruto mulai memejamkan matanya dan memfokuskan seluruh chakra-nya ke tangannya yang sedang memegang dinding batu. Perlahan-lahan, seberkas cahaya menjalari dinding batu, mengikuti sebuah jalan-jalan tipis tak kasat mata, tetapi selalu ada di sana. Sinar itu menyebar dan menyebar, semakin ke atas dan membentuk sebuah rune kuno. Rune tersebut berpendar, dan bagaikan ilusi, dinding batu itu menghilang begitu saja.
Setelah dinding batu itu menghilang, terpampang sebuah jalan sempit dan gelap yang menuju perut pegunungan. Angin badai berhembus masuk, seperti berbisik pada Kepala Keluarga Uzumaki, agar pemuda itu melangkahkan kakinya ke dalam lorong sempit dan gelap. Begitu dia melangkah masuk ke dalam lorong itu, suara gemuruh badai berhenti. Ilusi menghilang dan dia terkurung di dalam perut gunung.
Naruto hanya bisa melihat kegelapan yang sangat pekat. Tidak ada suara apapun selain detak jantung dan napasnya. Namun, dia tetap berdiri tegak, tidak tergoyahkan oleh apapun. Lalu, dinding-dinding lorong mulai berpendar. Itu adalah kristasl-kristal air yang membeku karena suhu yang dingin. Cahaya tersebut muncul begitu saja dari perut gunung, seolah sudah menantikan kedatangan Naruto.
Cahaya-cahaya tersebut berpendar lembut, tidak menyilaukan, tetapi membuka jalan. Naruto mulai berjalan selangkah demi selangkah menuju perut gunung yang paling dalam. Dia mengikuti seluruh cahaya yang menuntunnya, semakin dalam dan dalam. Hawa udara semakin lembab dan dingin. Desau angin tidak seperti biasanya. Di dalam sini, angin selalu berbisik-bisik. Membisikkan kata-kata yang selalu ingin didengar oleh pemuda tersebut. Di dalam sini, salju selalu bersenandung.
Entah sudah berapa lama dia berjalan, hingga cahaya-cahaya lembut itu berhenti berpendar. Ada sebuah ruangan besar yang terbuat dari jutaan kristal es. Naruto berjalan semakin dalam, sampai akhirnya dia sampai pada sebuah tempat tidur kaca yang terbuat dari es. Itu adalah es paling dingin, paling kokoh dan tidak akan pernah mencair. Seluruh tempat tidur itu dilapisi oleh sihir kuno, serta salju selalu berputar di sekelilingnya, membisikkan lagu-lagu tidur.
"Aku sudah menantikan kedatanganmu, Anak Manis."
Naruto berbalik, dan angin-angin musim dingin berputar dan berusaha membentuk wujud seseorang. Wujud itu tidak sempurna, terkadang terbuyarkan, terkadang menjadi padat.
"Aku selalu sendirian di dalam sini."
Suaranya dingin dan menusuk, tetapi juga tipis dan mudah pecah. Jika musim dingin bisa berbicara, maka suaranya akan seperti itu.
"Kau juga masih tampak aneh, Kaguya."
Kaguya. Ibu dari seluruh Mantra dan Sihir. Ibu dari seluruh Utara. Ibu dari para badai salju, dari para angin dingin yang menggigit, dan Ibu dari semua ketakutan. Ibu dari terror, dari kegelapan, dan kesengsaraan tanpa henti. Monster yang dikurung dalam keabadian di dalam perut gunung, kini mulai bergolak dan bangun.
"Seharusnya kau tetap tidur saja selamanya."
Suara itu bersenandung. Senandungnya pelan, seperti semilir angin. "Seperti katamu, Anak Manis. Kata selamanya memiliki arti yang sangat luas."
Angin-angin musim dingin terpencar dan terbentuk lagi, tepat di depan Naruto. Hawanya penuh dengan rasa dingin dan kematian. Keberadaannya menggambarkan betapa dia tidak sabar melepas amarahnya dan menginginkan kehancuran. Angin-angin itu mulai membentuk sesosok wajah seorang Wanita. Pucat seperti kematian, putih seperti salju pegunungan, dan hampa seperti badai salju. Matanya terpejam, tetapi Naruto tahu bahwa dia tidak pernah tidur. Raganya telah tertidur, tetapi Kaguya bukan sekedar raga. Kaguya adalah entitas. Dia menjadi apa yang dia inginkan.
"Apa kau akan menidurkanku lagi, Anak Manis?" Angin berdesis lembut. "Ayahmu juga selalu seperti itu. Jujur saja, Ayahmu jauh lebih tampan darimu."
Naruto mendengus. "Memuji Ayahku tidak akan mengubah apa-apa."
"Memang," kata Kaguya, "semua hal yang bagus-bagus selalu terenggut dari dunia."
Wajahnya terbuyarkan, lalu terbentuk lagi. Sihir Kaguya tidak begitu kuat untuk mempertahankan bentuk fisiknya terlalu lama. Naruto mengeluarkan kertas mantra dan membisikkan mantra sederhana. Kertas itu menghilang seperti ilusi.
"Aku selalu bermimpi buruk." Suara itu bergema di seluruh ruangan. "Aku tidak terlelap, tidak juga terbangun. Aku terombang-ambing di sebuah dimensi yang tidak ada."
"Kau menciptakan dimensi itu," kata Naruto. Dia melihat sekeliling. Ke langit-langit, ke sudut ruangan, ke segala tempat.
"Aku harus melakukannya, Anak Manis. Entitasku tidak boleh terpecah. Aku sudah mengalami kesengsaraan selama ribuan tahun."
Hawa dingin datang dari belakang Naruto, tetapi sebelum dia sempat berbalik, angin-angin dingin mendekapnya. Terasa seperti pelukan seorang Wanita, bedanya Naruto dipeluk oleh sihir dari Kayuga.
"Kalian manusia fana tidak akan mengerti penderitaanku." Angin berbisik dengan tajam di telinga Naruto. Naruto harus mempertahankan seluruh kesadarannya agar tidak terbuai dan hilang tujuan.
"Bagaimana rasanya hidup selamanya?" tanya Naruto.
"Mengerikan. Kadang aku iri melihat kalian, manusia fana. Kalian bisa mati kapan saja. Kalian bebas pergi ke mana saja." Dia melepaskan Naruto dari pelukannya. "Aku juga ingin seperti kalian."
"Kau sudah diberi kebebasan, tetapi kau menyalahgunakannya."
Suara tawa Kaguya bergema. "Lihat aku sekarang. Aku hanya entitas lemah yang terkurung selamanya di perut gunung. Setelah ribuan tahun berlalu, apa orang akan percaya padaku?" bisiknya di telinga Naruto. Angin berhembus kencang di seluruh ruangan. "Manusia hanya mempercayai apa yang disukainya. Membuang semua hal yang dibencinya. Menjadikan pikirannya sebagai kebenaran. Makhluk bodoh."
Naruto hanya diam. Dia jauh dari dunianya. Dia berada di perut gunung, sendirian, dan bisa mati kapan saja jika Kaguya sewaktu-waktu ingin membunuhnya. Namun, seluruh indranya terbuka dan siaga.
"Apa kau tahu apa yang akan menjadi kehancuran kalian?" tanya Kaguya.
Angin berhenti berhembus. Sosok tubuhnya mulai terbentuk tanpa kepala. "Anak Manis, aku akan memberitahumu. Manusia akan hancur karena penolakan mereka sendiri. Manusia akan semakin maju, tetapi mereka akan semakin melupakan siapa mereka. Jati diri mereka. Mereka akan melupakan siapa yang berdiri dan hidup lebih lama dari mereka."
"Apa itu ancaman?"
Angin memudar lagi, dan kembali membentuk sesosok tubuh tanpa kepala. "Aku akan bangkit, Anak Manis. Utara bukan punyamu. Bukan milik Uzumaki, ataupun Senju. Utara adalah rumahku dan Utara adalah aku. Aku akan merebut semuanya kembali."
Naruto mulai memegang pedang yang berada di pinggangnya. "Aku akan menidurkanmu lagi, Kaguya."
Suara Kaguya semakin keras. Dia mulai tertawa hingga seluruh pegunungan bergoncang. "Kau memang tidak paham apa-apa. Aku akan memberitahumu karena kau selalu berbaik hati datang ke tempat ini dan menemaniku." Angin berhembus kencang menampar wajah Naruto. "Apa kau tahu bahwa tahun ini musim dingin akan sangat buruk? Karena tahun ini tepat dimana aku dikurung di tempat ini."
"Aku adalah musim dingin, Uzumaki Naruto. Ini adalah rumahku."
Naruto menghunuskan pedangnya dan Kaguya terbuyarkan menjadi angin. Angin-angin itu menjadi pedang-pedang halus yang siap menghujam seluruh tubuh. Namun, Naruto menangkis semuanya dan pedang-pedang halus itu jatuh lemas sebagai air.
"Ada bagusnya kau dilupakan, Kaguya. Kau terlalu jahat untuk dunia." Naruto menyerang dengan kertas mantra. Tetapi, sihir itu tidak mempan. Kertas mantra itu menghilang.
"Kau manis seperti Ayahmu, tapi kau tidak lebih pintar darinya!"
Naruto segera menghindar ketika hujaman pedang es kembali mengarah ke arahnya. Naruto bisa merasakan kemarahan Kaguya dan keinginannya untuk segera bangun dari penjaranya.
Pemuda itu membisikkan sebuah mantra sederhana dan seluruh ruangan berpendar terang. Pergerakan Kaguya berhenti. "Ini sudah terlalu larut. Kau sudah seharusnya tidur."
Putaran angin melemah dan sosok Kaguya terbuyarkan. Suara desau angin tidak terdengar lagi dan Naruto menyarungkan lagi pedangnya. Dia mulai keluar dari ruangan itu dan pendar lembut cahaya rune memberinya petunjuk jalan. Di sepanjang jalan, angin berbisik-bisik padanya.
"Kau tidak akan bisa mencegahku, Anak Manis."
.
Uchiha Sasuke semakin mengeratkan mantel yang dipakainya ketika berjalan bersama dengan atasannya, Hatake Kakashi. Uchiha Fugaku mulai berpikir bahwa Sasuke mulai harus terpapar dengan tugas-tugas pemerintahan, sehingga saat ini Sasuke menjadi bagian dari ANBU, prajurit khusus untuk melindungi Baginda Ratu ataupun menjadi mata-mata jika diminta.
"Musim dingin akan segera tiba," kata Hatake Kakashi sambil menatap ke langit yang kelabu.
Musim dingin.
Selama ini, musim dingin tidak pernah berarti apa-apa bagi Sasuke. Musim dingin, layaknya musim pada umumnya, hanya datang, lalu pergi. Sasuke tidak pernah tertarik dengan musim dan semua romansanya, tetapi entah sejak kapan itu semua berubah.
Langit kelabu musim dingin mengingatkannya pada sepasang bola mata sewarna dengan langit di musim panas. Angin yang berhembus, mengingatkannya pada surai pirang acak-acakan yang sangat unik, seperti sinar matahari. Setiap butiran salju yang turun ke tanah, mengingatkan Sasuke akan rasa unik sake khas Utara, serta pemuda yang mengubah seluruh hidupnya.
Pada dasarnya, Uzumaki Naruto adalah pemuda yang melambangkan musim panas.
Beberapa tahun telah berlalu sejak mereka bertarung bersisian di Ibu Kota. Sejak saat itu, Sasuke tidak pernah lagi bertemu dengan Uzumaki Naruto. Dia tidak pernah lagi datang ke Ibu Kota. Sesekali, Naruto akan mengiriminya surat. Gagak-gagak milik Naruto sangat unik, karena mereka bisa langsung mengetahui dimana letak si penerima surat, jadi surat-surat dari Naruto bisa diterima langsung oleh Sasuke.
Masih banyak hal yang harus dipelajari sebagai seorang Uchiha, terutama sebagai Tuan dari Susanoo. Kontrol chakra, keseimbangan, hingga meditasi. Sasuke masih terus belajar, dan dia yakin bahwa di Utara sana, pemuda berambut pirang itu juga sedang menjalankan tugasnya sebagai Kepala Keluarga. Kadang Sasuke melatih kemampuan bertarungnya sebagai lawan Kakashi, kadang pula, ada satu atau dua Penjaga yang datang ke Ibu Kota, memberinya sedikit arahan.
Sejujurnya, Kakashi merupakan lawan yang menantang. Keterampilannya bagus dan mematikan. Sasuke tidak bisa tidak konsentrasi ketika sedang menjadi lawan tanding Kakashi, karena jika itu adalah pertarungan yang sesungguhnya, maka sudah dipastikan Sasuke bisa kehilangan nyawanya.
"Kenapa Yang Mulia memanggil ANBU?" tanya Sasuke sambil berjalan dengan atasannya. Di depan Ruang Kerja Yang Mulia Ratu, terdapat 6 orang lainnya. Ada Tabib Istana, Haruno Sakura, Kepala Investigator, Yamanaka Ino, anggotanya ada Nara Shikamaru dan Akimichi Chouji, dan dua anggota ANBU, yaitu Rock Lee dan Inuzuka Kiba.
"Selamat siang, Tuan Sasuke," sapa gadis bermarga Haruno itu ketika melihat Uchiha Sasuke berjalan bersama dengan Hatake Kakashi.
Di antara semua putra-putri bangsawan, Uchiha Sasuke adalah orang yang paling jarang terlihat di kompleks istana. Dia lebih memilih menghabiskan waktu berburu di hutan pinggir Ibu Kota atau melatih kemampuan berpedangnya. Namun, sejak tragedi Juubi, Sasuke mulai mengikuti kegiatan di istana dan bergabung bersama ANBU. Hal ini sedikit membuat Sakura bersemangat, karena dia bisa melihat putra kedua Uchiha lebih sering.
Sasuke hanya membalas sapaan itu dengan anggukan sopan. Dia menatap Kakashi yang berbicara dengan kedua ANBU yang menjaga pintu kerja Tsunade. Pintu mahoni itu terbuka dan Kakashi memberi kode kepada orang-orang yang berdiri bersamanya memasuki ruang kerja Tsunade.
Ruang kerja itu tidak mewah, malah terkesan berantakan. Perkamen berserakan, buku bertumpuk dan berkas-berkas tersebar di seluruh meja rapat. Di dekat jendela dengan pemandangan yang sangat indah, Senju Tsunade sedang duduk sambil menulis surat. Kedelapan orang tersebut segera bersujud dan mengucapkan salam.
Tsunade melambaikan tangannya, meminta mereka berdiri. "Tunggu sebentar," katanya sambil menyelesaikan kegiatannya tadi. Dia menulis menggunakan tinta hitam yang elegan. Tangannya bercerak lincah di atas perkamen dan tinta mengering dengan cepat. Tidak terlalu lama, akhirnya Tsunade selesai menulis di atas perkamen tersebut. Kertas itu lalu digulung, dan, dari bara api lilin yang menyala di dekat meja kerja Tsunade, api tersebut berubah wujud menjadi seekor burung gagak hitam legam dengan bola mata berwarna merah.
Sasuke hanya melihatnya sekali, tetapi perutnya kembali bergolak dalam perasaan aneh dan penuh semangat. Putra Uchiha Fugaku itu bukannya tidak pernah melihat burung gagak itu sebelumnya. Itu adalah burung gagak yang sangat khas. Berwarna hitam legam, bermata merah, dan terbentuk dari sebuah bara api hitam yang tidak bisa padam.
Itu adalah gagak milik Uzumaki Naruto.
Dengan kata lain, Ratu Senju Tsunade sedang berkomunikasi dengan Naruto saat ini. Jantung Sasuke mendadak berdebar dalam sebuah perasaan asing yang tidak bisa dia jelaskan. Apakah ini ada hubungannya dengan Naruto? Apakah dia dipanggil karena Naruto? Apa yang terjadi pada pemuda itu?
Senju Tsunade menghela napas. Seluruh perhatian di ruangan tertuju padanya. "Aku dapat surat dari Utara," kata Tsunade.
Sasuke tidak menyadarinya, tetapi napasnya tertahan untuk sejenak. Utara, sebuah tempat magis yang sangat dibanggakan oleh Uzumaki Naruto. Tanah kelahirannya, tanah kejayaannya, dan tanah kekuasaannya. Naruto selalu berkata bahwa dia akan selalu menyambut Sasuke kapanpun, tetapi sampai saat ini pun Sasuke belum berkesempatan menapaki daerah yang selalu tertutup salju.
Itachi pernah ke Utara, dulu sekali. Sasuke masih ingat cerita kakaknya, mengenai Legenda Utara. Bahwa Utara adalah dunia sihir. Angin yang berhembus selalu berbisik-bisik dan Salju yang turun memiliki sihir. Konon katanya, Utara adalah sebuah penjara, tempat sebuah monster mengerikan dikurung dan tertidur dengan lelap.
"Apa ini kasus yang tidak bisa ditangani oleh Klan Uzumaki?" tanya Kakashi. Sasuke sudah lupa sampai mana percakapan ini, dia terlalu terlarut dalam lamunannya mengenai Utara dan Uzumaki Naruto. Meksipun Naruto tampak seperti jelmaan musim panas, rupanya dia semisterius Utara.
"Utara dilanda badai salju tanpa henti selama beberapa bulan terakhir ini. Musim dingin datang lebih cepat," kata Tsunade, "jadi pergerakannya terbatas. Aku meminta kalian untuk menanganinya."
"Ada di Ibu Kota?" tanya Kakashi lagi.
Tsunade mengangguk. "Aku baru dapat laporan dari Tim Forensik," kata Tsunade lagi. "Karena itu aku memanggil kalian."
"Bagaimana dengan Tuan Uzumaki?" tanya Yamanaka Ino. Sasuke tidak sempat bertanya darimana gadis Yamanaka itu bisa memanggil Naruto dengan begitu formal dan tampak akrab. Apa mereka pernah bertemu sebelumnya? Dimana? Naruto tidak pernah datang lagi ke Ibu Kota sejak insiden Juubi. Kapan mereka bertemu? Seperti apa pertemuan mereka? Entah kenapa, Sasuke merasa terganggu dengan pemikirannya sendiri.
"Dia sedang sibuk dengan suatu hal," kata Tsunade. Sasuke dapat melihat air wajahnya berubah ketika dia menjawab.
Sesuatu telah terjadi, bisik pikiran Sasuke.
Sasuke memberanikan diri untuk bertanya. "Apa ini berhubungan dengan tugas kami?" tanyanya. Dia menatap Sang Ratu dengan kedua bola matanya yang sehitam mimpi buruk. Melihat iris Uchiha Sasuke, Tsunade selalu teringat dengan gagak-gagak hitam milik Naruto. Bagaimana mungkin dua orang yang tidak memiliki kesamaan, tetapi memantulkan cerminan satu sama lain?
"Hanya sebatas ini yang bisa kuberitahu pada kalian," kata Senju Tsunade. Sasuke tanpa sadar mengeratkan kepalan tangannya. Lagi-lagi seperti itu. Lagi-lagi, rasanya ada sebuah tembok tebal yang memisahkan Sasuke dengan semua orang. Pertama dengan Itachi, kedua dengan Naruto.
"Yamanaka akan mengantar kalian semua ke ruang pemeriksaan," kata Tsunade. Lalu, mereka semua membungkuk hormat sebelum mengikuti Yamanaka Ino. Namun, Kakashi tetap diam berada di tempatnya. Sampai Sasuke keluar dari ruang kerja Tsuande, mereka belum mengatakan apapun.
Tepat setelah pintu di tutup dan suara langkah kaki menjauh, Tsunade menatap Kakashi. "Kau harus ke Utara," katanya.
"Sepertinya Uzumaki menghadapi kasus yang lebih serius," ujar Kakashi.
Tsunade bangun dari kursinya. Dia berjalan ke sebuah lemari kaca, tempat semua sake terbaik Negara Api terkumpul di sana. Yang terbaik tetap milik Utara. Dia mengambil satu botol sake dan langsung meneguknya tanpa cawan.
"Apa kau tahu mengapa Utara tidak pernah disentuh matahari?" tanya Tsunade. Dia duduk di pinggir jendela sambil meminum sake. Kakashi mengamati pergerakannya, tetapi tetap diam ditempatnya. "Apa kau tidak pernah bertanya, mengapa ada wilayah yang sangat kejam, sangat dingin, dan sangat tertutup? Menurutmu, berapa lama waktu yang dibutuhkan Para Penjaga Awal saat menaklukan Utara?"
Kakashi tidak menjawab. Utara memang selalu penuh dengan misteri, bahkan mantan gurunya, Namikaze Minato, juga merupakan sebuah misteri. Dan putranya tumbuh dengan semua warisan misteri tersebut.
"Terror akan datang, Kakashi. Utara adalah rumah dari semua terror. Kau mungkin tidak akan percaya, tapi Utara adalah rumah Kaguya."
Lalu, hening.
Kaguya, adalah dewa yang turun dan meniupkan musim dingin di tanah Utara. Dia terbentuk dari salju dan angin, dan dia adalah seluruh badai yang menutupi wilayah utara. Dari legenda cerita, Kaguya berkuasa terlalu lama, sehingga menerror setiap makhluk hidup. Anginnya bagaikan pedang yang akan menyayat paru-paru jika terhirup dan saljunya dapat menembus kulit. Itu bukanlah wilayah yang layak untuk ditinggali oleh makhluk hidup.
Lalu, untuk menyelamatkan umat manusia dan alam, kedua anak Kaguya, Hagoromo dan Hamura, melawan kekuasaan Ibu mereka dan mereka bertarung sengit. Pertarungan itu begitu sengit dan memakan waktu selama 100 tahun. Dampak dari pertarungan itu begitu besar, badai salju tidak pernah berhenti mengamuk dan sinar matahari pun tidak mampu menolong tanah suci Utara. Di akhir pertarungan, kedua putranya berhasil mengalahkan Ibu mereka. Kaguya yang terluka, disegel di dalam sebuah perut dari pegunungan Utara. Dia akan tertidur selamanya.
"Waktu berlalu begitu cepat, sehingga Kaguya hanya menjadi legenda. Hanya menjadi dongeng pengantar tidur. Petuah-petuah pun kini menjelma menjadi adat istiadat dan cerita rakyat biasa." Kakashi menatap atasannya. "Pegunungan bergolak, Kakashi. Kaguya bangkit secara perlahan."
"Jadi itu alasan mengapa Uzumaki terus-menerus mengirimi Anda gagak belakangan ini," simpul Kakashi.
Tsunade menghela napas. "Dia mewarisi seluruh Utara dan juga kutukannya. Kebangkitan Kaguya tidak bisa dihindari, hanya bisa ditunda. Tapi itu seperti pedang bermata dua. Mantra yang digunakan untuk melemahkan Kaguya, bisa diserap olehnya menjadi sumber kekuatan. Kaguya semakin kuat setiap harinya."
"Musim dingin akan segera tiba. Jika Kaguya bangkit di musim dingin, tidak ada yang bisa menghentikannya. Karena dia adalah musim dingin itu sendiri."
Kakashi masih menatap Tsunade. "Apa yang masih mengganjal hati Anda, Yang Mulia?"
Tsunade mendengus. "Kau tajam seperti biasanya. Uzumaki mengatakan, mungkin ada pihak yang membantu Kaguya. Mempercepat kebangkitannya. Sebentar lagi di Utara akan merayakan Festival Bulan."
Kakashi mengangguk. "Siapapun pihak yang membantu Kaguya, target mereka adalah Festival Bulan," lanjut Kakashi.
"Benar," katanya. "Kau harus ke utara dan membantu Uzumaki mencegah siapapun dia untuk membangkitkan Kaguya."
Kakashi langsung berlutut. "Saya paham," katanya. "Saya akan segera melaksanakan perintah Anda."
"Kau boleh membawa anggota untuk menemanimu," ujar Tsunade. "Sedikit saja, tetapi bisa diandalkan."
Kakashi kembali mengangguk. Dia sudah punya daftar siapa yang bisa membantunya dalam ekspedisi kali ini.
.
Uchiha Sasuke bukannya anti melihat mayat, tetapi mayat yang berada di dalam ruang pemeriksaan benar-benar aneh sekali. Putih pucat, halus sekali permukaan tubuhnya, dan dibandingkan mayat manusia, tampak seperti boneka lilin.
"Bagaimana cara Tuan Uzumaki membawa mayat ini ke Ibu Kota?" tanya Ino penasaran. "Kudengar Utara sedang dilanda badai salju tanpa henti."
Nara Shikamaru mendengus. "Kata Ayahku, Uzumaki selalu punya caranya." Dia menguap. "Orang yang merepotkan."
"Kau pernah bertemu dengan Uzumaki, Shikamaru?" tanya Inuzuka Kiba.
Shikamaru mengangkat bahunya acuh tidak acuh. "Hanya beberapa kali. Tidak ada interaksi langsung juga. Dia lebih banyak menghabiskan waktu untuk rapat dengan para Menteri atau keluyuran."
"Bagaimana, Nona Haruno?" tanya Rock Lee pada tabib muda tersebut.
Haruno Sakura masih sibuk membaca laporan tim forensik dengan wajah berkerut. Akhirnya dia menggeleng. "Aku tidak mengerti," katanya. "Laporan ini aneh sekali."
"Aneh seperti apa?" tanya Sasuke. Sakura sempat tersipu sebelum menjawab.
"Dia memiliki organ tubuh seperti manusia pada umumnya, tapi dari hasil penelitian sel, tidak tampak seperti sel manusia." Sakura mencoba menjelaskan. "Selnya berubah-ubah," katanya. "Seperti hidup dalam dunia yang berbeda. Rasanya seperti tidak menyatu dengan tubuhnya."
"Terlihat," kata Shikamaru. Dia memegang jasad yang terbujur kaku di meja anyaman bamboo pemeriksaan. "Suhu tubuhnya dingin sekali, tetapi konsistensinya kenyal. Kalau melihat dari konsistensi, seharusnya mayat ini sudah membusuk dan hancur. Tapi kalau melihat dari dinginnya, seharusnya tubuh ini sekeras es. Tidak ada bau apapun, dan tubuhnya tidak mengeluarkan cairan apapun. semua tanda seperti saling bertolak belakang,"
Sakura mengangguk. Shikamaru menatap Ino. "Bagaimana dengan konstruksi wajah?" tanyanya.
Ino memandang teman perempuannya dengan tatapan bingung. "Apa mungkin konstruksi wajahnya bisa berubah-ubah setiap 30 detik sekali?" tanyanya.
Kiba menepuk tangannya. "Kalau begitu, bisa disimpulkan, ini bukan manusia," katanya bangga.
Shikamaru mendengus. "Hal seperti itu juga anak kecil sudah tahu."
Ino tampak ingin melepar sandal haknya. "Tapi apa? Makhluk apa ini?" tanyanya.
Suara keripik kentang memecah konsentrasi mereka. "Zetsu Putih."
Uchiha Sasuke hampir melupakan eksistensi Akimichi Chouji karena dia tidak berbicara dan hanya memakan di ujung ruangan. "Mereka Zetsu Putih, prajurit perang milik Dewa Kaguya."
"Kaguya?" ulang Ino skeptis. "Maksudmu, legenda monster dari Utara?" Ino mendengus. "Mereka hanya cerita rakyat."
"Kalau begitu, coba jelaskan kenapa hasil pemeriksaan mayat ini sangat aneh dan bertolak belakang?" tanya Chouji.
Sakura mengangkat bahunya. "Mungkin dia habis memakan jamur beracun. Ada beberapa jamur yang racunnya bisa mengacaukan metabolisme tubuh setelah meninggal. Jadi tubuh akan terasa dingin."
"Secara teori, ya. Tapi, di Ibu Kota tidak ada jamur seperti itu," kata Chouji.
Nara Shikamaru angkat bicara. "Zetsu Putih bukan bagian dari ilmu pengetahuan," katanya. "Kau tidak bisa menemukan informasi tentang Zetsu Putih dimanapun."
"Mereka ada di cerita rakyat saja," tambah Lee. "Mereka bagian dari legenda Utara."
Sasuke mengamati percakapan semuanya dalam diam. Dia menyerapi setiap argument dan sangkalan. Lalu, dia menatap tubuh kaku mayat misterius yang dikirim oleh Naruto dengan entah-cara-apa. Rasanya, semua yang dikatakan terasa benar.
Kalau Uchiha Sasuke tidak pernah bertemu dengan Uzumaki Naruto, maka dia akan sangat skeptis dengan ucapan Chouji, apalagi tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Dia akan berpegang teguh pada logika dan ilmu pengetahuan. Namun, Uchiha Sasuke yang sudah bertemu dengan Naruto memiliki cara pandang yang sangat berbeda.
Semua mungkin terjadi. Sihir itu nyata. Monster itu nyata. Semua legenda itu hidup dan berdetak, berdampingan dengan setiap umat manusia yang percaya maupun yang tidak percaya.
"Kita mempercayai 9 Penjaga, tetapi tidak dengan Kaguya?" retorik Sasuke. Semua mata memandangnya. "Kalau-kalau kalian lupa, beberapa tahun yang lalu, para monster bertarung, menghancurkan Ibu Kota. Semuanya tahu dan percaya para monster itu ada, tetapi tidak dengan Kaguya?" Dia mengamati satu per satu orang di ruangan itu. "Tidak terlihat bukan berarti tidak ada."
Kami ada bagi mereka yang percaya dan yang tidak percaya.
Pintu ruangan terbuka dan Kakashi memasuki ruangan. Sasuke sampai melupakan ketidakhadiran ANBU senior tersebut. "Apa kesimpulan kalian?" tanya Kakashi.
"Ada kemungkinan mayat yang dikirim ini adalah Zetsu Putih," kata Sasuke. Anehnya, Kakashi tampak tidak heran ataupun terkejut. Dia tampak tenang dan seperti memahami semuanya. Apapun yang dibicarakan Kakashi dan Baginda Ratu tadi, pasti berhubungan dengan Zetsu Putih dan juga Uzumaki Naruto. "Mereka tampak lebih jelek jika dilihat langsung," kata Kakashi, mencoba bercanda.
"Anda pernah bertemu dengan Zetsu Putih, Kapten Hatake?" tanya Chouji masih sambil mengunyah.
Kakashi tersenyum dibalik penutup hidung dan mulutnya. "Bukan aku yang bertemu."
"Apa yang Anda bicarakan dengan Yang Mulia?" tanya Sasuke tidak sabar. Entah mengapa, segala sesuatu mengenai Utara dan musim dingin, selalu mengingatkannya pada Naruto. Dan hal itu membuat sesuatu di dalam dadanya bergolak. Dia bersemangat.
"Aku baru akan menyampaikannya kepada kalian," kata Kakashi. Dia tersenyum lebar. "Kita semua akan ke Utara."
.
"Selamat Datang, Tuanku."
Dua orang dayang perempuan membantu Uzumaki Naruto melepaskan mantel kulitnya yang tebal. Begitu dilepas, dia merasa sangat ringan.
"Ada gagak dari Ibu Kota," ujar Shimura Danzo, salah satu tetua dan penasihat dari Klan Uzumaki. Danzo sudah mengabdi di Klan Uzumaki sejak Uzumaki Kushina belum lahir. Dia seorang tetua yang dihormati dan penasihat yang tidak bisa diabaikan.
"Dimana Ibuku?" tanya Naruto.
"Nyonya Kushina sedang menghangatkan diri di perapian Aula Perjamuan," ujar Danzo.
"Apa Ibu sudah makan malam?" tanya Naruto. Mereka berjalan bersama di sepanjang koridor menuju Aula Perjamuan. Dindingnya terbuat dari batu-batu yang kokoh. Terkesan dingin, tetapi Naruto menikmati dan mencintai setiap inchi bangunan kediamannya.
"Nyonya berkata akan makan malam bersama dengan Anda, Tuan."
Naruto mengangguk. "Urusan surat bisa belakangan. Aku tidak boleh membuat Ibu menunggu," katanya.
Pintu Aula Perjamuan terbuka dan gema kaki Naruto serta Danzo memantul di seluruh dinding batu. Di ujung ruangan, di dekat perapian, duduklah Wanita berambut merah sambil asyik membaca sebuah buku. Dua orang dayang perempuan berdiri setia di belakangnya.
"Apa apinya perlu dibesarkan lagi, supaya Ibu bisa merasa lebih hangat?" tanya Naruto sambil menghampiri Ibunya dan memeluknya. Namun, sebagai balasan, Kushina memukul kelapa Naruto dengan buku yang sedang dibacanya.
"Kau keluyuran kemana lagi hari ini?" tanya Kushina dengan tatapan menyelidik.
Naruto mengaduh kesakitan. "Iya, aku juga sayang Ibu," gerutunya. "Aku ini bekerja. Bekerja." Kata-katanya penuh penekanan.
"Selamat malam, Nyonya." Danzo membungkuk hormat. Kushina tersenyum sebagai balasan.
Kushina bangkit dari kursinya. Dia menyerahkan buku yang sedang dibacanya pada salah satu dayang yang berjaga dibelakangnya. Lalu, dia membenarkan mantel yang dikenakannya. "Ayo kita makan malam," ajak Kushina.
Lalu, mereka berdua berjalan bersama, dengan Danzo dan kedua dayang mengikuti mereka di belakang.
"Badai tidak akan berhenti dalam waktu dekat," ujar Naruto. Suara langkah kaki mereka bergema di sepanjang koridor dengan dinding batu. Obor diletakkan setiap jarak 2 meter untuk penerangan. Ventilasi ditutup mencegah masuknya udara yang tidak bersahabat.
"Para Tetua sudah memprediksi bahwa badai akan berlangsung lama," tambah Kushina. Dua orang penjaga membuka pintu ke ruang makan yang lebih sederhana, tetapi lebih hangat. Itu adalah ruang makan khusus keluarga Uzumaki. 10 dayang dan seorang kepala koki sudah berdiri di sekeliling ruangan menyambut tuan rumah.
Para dayang dan Koki menunduk ketika kedua Uzumaki itu masuk. "Kau juga makanlah bersama kami," tawar Naruto pada Danzo.
Pria tua itu membungkuk secara berlebihan. "Sungguh suatu kehormatan bagi saya, Nyonya dan Tuan. Namun, saya harus menolak karena tugas saya masih menunggu."
"Kau terlalu banyak bekerja," kata Kushina. "Tapi aku tidak akan menghentikanmu juga."
"Sungguh murah hati, Nyonya Kushina," ujar Danzo. Lalu, pria tua itu keluar dari ruang makan seorang diri.
Naruto dan Kushina menempati masing-masing kursi. Para dayang mulai mempersiapkan peralatan makan malam mereka dan Koki Utama menghidangkan makan malam mereka. Sup rusa dan roti, sungguh sederhana. Uap beraroma rempah-rempah dan daging rusa memanjakan penghidu Naruto. Dia mulai menyendok sup tersebut. Ibunya, Kushina, memakan makan malamnya dengan anggun.
"Kau pergi dengan Para Penjaga lagi?" tanya Kushina.
Naruto menggeleng. "Aku melihat-lihat situasi kota," jawab Naruto. "Lalu bermain-main sebentar," katanya sambil mengunyah roti gandum. Roti gandum itu keras, tetapi terasa seperti di rumah.
"Nagato pusing mencarimu seharian ini," ujar Kushina.
Naruto mendengus. "Paling dia hanya ingin membahas masalah istrinya yang sebentar lagi melahirkan," jawab Naruto, "yang menurutku sangat keliru karena aku tidak berencana punya istri dalam waktu dekat."
Kushina menendang kaki putranya sampai Naruto hampir menjatuhkan sup daging rusanya. "Aduh," keluhnya, "bisa tidak satu hari saja, aku tidak dipukul?" gerutunya.
"Ada gagak dari Ibu Kota," kata Kushina.
Naruto menghela napas. "Aku memilih makan malam bersama Ibu dibandingkan bekerja saat ini. Seharusnya Ibu lebih menikmati momen ini," ujarnya.
Ibunya memutar bola matanya. "Aku tersanjung, Putraku." Naruto menanggapinya dengan senyuman lima jari andalannya.
"Mungkin besok kita bisa jalan-jalan," tawar Naruto. "Sudah berapa lama Ibu hanya diam di rumah sambil membaca buku saja?"
"Tidak ada gunanya jalan-jalan bersamamu, kalau ditengah-tengah kau harus pergi karena ada urusan," kata Kushina.
Naruto memutar bola matanya. "Jangan seperti itu Bu. Ibu sendiri tahu kalau aku paling malas berurusan di hari keluarga."
Kushina mengelap sudut-sudut bibirnya. "Kau selesaikan saja urusanmu," kata Kushina. "Kau dipanggil juga karena suka menunda-nunda pekerjaanmu." Kushina bangkit dari kursinya. "Ibu masih bisa mencari kesibukan lain. Lagipula, Ibu sendiri pun belum sepenuhnya menjelajahi isi rumah ini."
Naruto tertawa. Kushina berjalan lebih dahulu keluar dari ruang makan diikuti oleh 2 orang dayang, meninggalkan Naruto sendirian ditemani oleh sup daging rusa yang sudah mendingin. Dia jadi tidak memiliki nafsu makan lagi.
Dia menoleh pada seorang dayang. "Tolong bawakan makan malamku ke dalam ruang kerjaku saja." Lalu, dia bangkit dan pergi keluar dari ruang makan.
.
Kapal itu besar, jauh lebih besar dari kapal yang Naruto tumpangi ketika dia pulang dari Ibu Kota. Uchiha Sasuke berdiri di dek kapal sambil menikmati angin laut yang asin dan bercampur hawa dingin. Mereka sudah berlayar selama 2 minggu, masih tersisa 2 minggu lagi sebelum sampai ke perairan Utara. Dari situ, mereka harus melanjutkan perjalanan darat selama 10 hari untuk sampai ke kediaman Uzumaki. Itu belum ditambah dengan badai salju, mungkin akan lebih lama lagi.
Sasuke memandang ke arah Samudra yang tampak tenang. Cuaca tidak begitu buruk dan ombak tidak begitu ganas. Cakrawala terlihat sangat dekat, dengan garis horizon yang tampak tidak menyatu dengan langit berwarna kelabu dan air laut yang berwarna biru tua. Sesekali, Sasuke bisa melihat kumpulan ikan berenang dalam satu formasi dan juga lumba-lumba. Mereka sedang bermigrasi ke selatan, ke tempat yang lebih hangat.
Uchiha Sasuke tidak pernah ke Utara dan dia sama sekali tidak bisa membayangkan tanah seperti apa yang akan dilihatnya nanti. Apakah benar seperti legenda, bahwa salju selalu menutupi Utara? Apakah auroranya indah, seperti cerita Naruto? Dan, apakah Uzumaki Naruto yang akan menyambutnya nanti?
Memikirkan hal itu saja membuat Sasuke berdegup dalam perasaan asing yang menyenangkan. Dia tidak bisa memungkiri bahwa ada perasaan semangat di dalam dirinya jika dia mengingat akan bertemu dengan Naruto lagi.
"Anda tidak masuk, Tuan Sasuke?" tanya Sakura. Tabib muda itu tampak manis dalam balutan yukata merah muda dan mantel yang senada dengan rambutnya.
Sasuke menggeleng. "Aku masih mau di luar," katanya.
Sakura menghampirinya dan berdiri di sebelahnya. Matanya ikut memandang ke arah horizon di kejauhan. "Apa Anda pernah ke Utara sebelumnya, Tuan?" tanya Sakura. Sebagai balasan, Sasuke menggeleng singkat. "Saya juga belum pernah," kata Sakura. Lalu, angin laut berhembus dengan kuat, sehingga Sakura merapatkan lagi mantelnya.
"Sebaiknya kau masuk ke dalam kabin," kata Sasuke, "akan merepotkan jika kau sampai jatuh sakit."
"Tuan Sasuke sendiri bagaimana?" tanya Sakura.
Sasuke menatap kejauhan lagi. Di balik cakrawala itu, seorang teman baik sedang menunggunya. "Aku masih mau disini sebentar lagi."
Sakura mengangguk. Gadis itu tidak bisa mencapai Sasuke. Setiap kali dia berusaha, rasanya Sasuke seperti memasang tembok tebal yang tidak tertembus. Sakura tidak bisa mencapai dunia Sasuke, sekuat apapun dia berusaha. Akhirnya, tabib muda itu kembali masuk ke dalam kabin, meninggalkan Sasuke sendirian.
.
Saat itu malam hari, ketika teriakan orang-orang membangunkan Sasuke. Mereka sudah berlayar selama 3 minggu. Udara sudah semakin dingin, dan di sepanjang perjalanan, gunung-gunung es menyambut mereka. Salju-salju mulai turun, kadang sampai membuat orang tidak bisa bersantai di dek.
Sasuke bangkit dari kasurnya dan langsung mengambil pedangnya. Dia mengikat yukata-nya dan langsung keluar dari kamarnya. Di koridor, orang-orang mulai berlarian dengan panik. Semuanya masih memakai baju tidur dan rambut yang berantakan. Sasuke berjalan melawan arus orang-orang yang panik.
"Apa yang terjadi?" tanya Ino sambil menguncir rambutnya yang panjang. Meskipun ini waktu tidur, wajah gadis itu tampak sempurna tanpa ada celah.
"Kita berpencar," kata Kakashi, "selidiki apa yang terjadi dan segera lapor padaku."
Semuanya mengangguk. Sasuke keluar dari koridor kamar, dan menuju aula perjamuan. Dia kehilangan kata-katanya ketika melihat betapa kacaunya aula perjauan. Meja-meja berserakan dan piring-piring pecah. Genangan darah dimana-mana, sehingga bau anyir mengudara. Orang-orang berteriak histeris, dan Sasuke hampir muntah, ketika melihat sesosok makhluk pucat sedang memakan usus dari seorang Wanita yang sudah tidak bernyawa.
"Zetsu Putih."
Sasuke menengok ke samping dan menemukan bahwa Nara Shikamaru sedang melihat apa yang dilihat oleh Sasuke.
"Jadi ini alasan kenapa kita diminta pergi ke Utara," katanya sinis.
Lalu, satu makhluk itu berlari ke arah Sasuke dan Shikamaru dengan mulut yang berlumur darah.
"Apa dia ditebas saja?" tanya Sasuke.
Shikamaru mengangkat bahunya. "Aku tidak tahu," katanya.
Jika seorang jenius Nara saja bilang dia tidak tahu, berarti cara mengalahkannya tidak diketahui. Sasuke langsung menghunus pedangnya dan menantikan makhluk itu datang. Lalu, ketika cukup dekat, Sasuke menikam dadanya, menembus jantungnya. Namun, Zetsu Putih itu tampak tidak merasakan apapun dan terus berusaha ke arah Sasuke.
"Merepotkan," gerutu Shikamaru dan dia menendang makhluk itu sampai terjatuh. Seolah tidak ada apa-apa, zetsu putih bangkit dari tempatnya dan berlari ke arah mereka. "Kita harus segera pergi dari sini," kata Shikamaru.
Sasuke setuju dan mereka berlari meninggalkan aula perjamuan.
Kondisi di tempat lain juga tidak bagus. Zetsu putih dimana-mana, orang-orang berteriak-teriak seperti orang gila. Sasuke menemukan Kakashi sedang membantu seorang Ibu dan anaknya yang terkepung oleh kumpulan Zetsu Putih.
"Apa bantuan akan datang?" tanya Sasuke.
Kakashi menggeleng. "Ini Samudra Utara, kalaupun mengirim sinyal, mungkin besok atau lusa baru bisa datang," kata Kakashi.
"Aku akan coba mengirim sinyal terdekat," kata Sasuke. Dia berlari ke arah dek dan mengambil kertas mantra. Kontrolnya tidak sebagus milik Naruto, tetapi untuk sinyal darurat, dia bisa melakukannya. Kertas itu berpendar dan melejit ke atas. Lalu, meledak di angkasa yang hitam. Sinarnya terang untuk beberapa lama, setelah itu redup kembali.
Sasuke mengharapkan kehadiran seseorang, tetapi dia tahu kecil kemungkinannya. Beberapa Zetsu Putih berlari ke arahnya, sambil memperlihatkan gigi mereka yang sangat runcing dan bercampur dengan darah. Bahkan Sasuke bisa melihat selipan otot-otot manusia di sela-sela giginya. Sasuke segera berlari dan melompat ke arah dek lantai atas.
Seorang anak kecil menangis ketakukan di depan mayat Ibunya yang isi perutnya sudah dimakan habis. Sasuke berjalan terus. Seorang gadis dikepung oleh beberapa Zetsu Putih, mereka berebut untuk memakannya hidup-hidup. jeritannya melengking, tetapi tidak ada satupun orang yang mau menolongnya. Semua orang berebut sekoci penyelamat.
Dua Zetsu Putih berlari ke arah Sasuke, dari arah belakangnya, ada tiga Zetsu Putih. Sasuke mengeratkan pedangnya dan bersiap menebas mereka. Shikamaru tidak tahu apa yang bisa membunuh mereka, tapi tidak apa-apa. Sasuke akan menebas semuanya sampai mereka tidak bisa datang lagi.
Zetsu pertama berlari lebih dulu dan Sasuke menebas perutnya. Namun, seperti lilin, perut itu kembali menyatu. Sasuke menebas kakinya lagi, tetapi kembali menyatu juga. Ke empat Zetsu lainnya semakin dekat dan Sasuke semakin erat memegang pedangnya.
Dia menarik napas dan membuangnya.
"Mereka tidak bisa dibunuh kecuali kepalanya dihancurkan."
Sebuah anak panah melesat melewati pipi Sasuke dan menancap di dahi Zetsu Putih yang pertama. Lalu, makhluk itu seperti membeku dan jatuh terbujur kaku seperti mayat. Zetsu yang kedua datang dan Sasuke langsung menebas kepalanya. Sama seperti yang lain, dia jatuh lemas.
Ketika Sasuke berbalik, ketiga Zetsu putih lainnya sudah dikalahkan. Sasuke menatap ke arah orang yang berbicara. Dia berambut merah panjang sebahu, dan sebagian poninya menutupi matanya. Wajahnya tirus tanpa semangat hidup. Yukata-nya tipis, tetapi Sasuke tidak merasa dia kedinginan. Dia menatap Sasuke dengan tatapan bosan.
"Selamat datang di Utara," katanya, "Namaku Uzumaki Nagato dan aku akan mengantarkan para tamu dari Ibu Kota menemui Penguasa Utara."
.
Nagato membawa Sasuke ke aula perjamuan kelas satu di dalam kapal. Di sana, semua korban selamat dikumpulkan. Tim-tim medis berjalan hilir mudik, dan Sasuke bisa melihat Sakura serta Ino membantu mereka. Nara dan Chouji melambai padanya. Sasuke balas mengangguk, tetapi dia mencari orang lain. Kakashi tidak ada dan orang yang ingin ditemuinya juga tidak ada.
Beberapa prajurit milik Uzumaki berpatroli di sekitar aula perjamuan, membunuh Zetsu Putih yang masih hidup. Beberapa di antaranya lagi membantu mengangkat korban-korban. Salah seorang prajurit menghampiri Nagato dan Sasuke. Dia menyerahkan sebuah jubah hangat yang tampak mewah untuk Sasuke.
"Tuan Uzumaki berkata mungkin Anda akan kedinginan," jelas prajurit itu, sebelum Sasuke sempat bertanya.
"Dimana dia? Dimana Naruto?" tanya Sasuke.
Prajurit itu sedikit berjengit ketika Sasuke memanggil nama Tuannya tanpa lambang kehormatan. Satu-satunya yang bisa memanggil Naruto seperti itu hanya Kushina, Ibunya. Seumur-umur dia melayani keluarga Uzumaki, dia tidak pernah mendengar ada orang lain yang memanggil nama Naruto dengan santai seperti ini.
"Tuan kami sedang berbicara secara privasi dengan Kapten kalian," ujar prajurit itu. Lalu, dia membungkuk hormat pada Nagato dan Sasuke dan setelah itu dia pergi.
"Dimana mereka berbicara?" tanya Sasuke pada Nagato.
Nagato mendesah. "Itu hal yang tidak bisa saya katakan," jawabnya. "Saya akan mengantarkan Anda ke Utara dengan selamat."
Sasuke mendesis sinis. "Tentu saja," katanya, "ini hanya mimpi buruk belaka."
"Semua yang sedang terjadi sedang didiskusikan antara Tuan Naruto dan Kapten Hatake," jelas Nagato.
"Kenapa hanya mereka berdua?" tanya Sasuke.
"Itu juga hal yang tidak bisa saya katakan."
Sasuke merasa kesal sampai ke ubun-ubun. Dia tidak terima diperlakukan seperti ini. Dia tidak suka jika dia dilarang bertemu dengan Naruto. Namun, kini Sasuke sadar bahwa Uzumaki Naruto adalah salah satu orang paling penting di Negara Api. Naruto mengusai seluruh wilayah Utara, wilayah terluas, terganas dan paling misterius.
Selama ini Naruto tidak terlihat seperti orang penting, karena dia terbiasa bekerja sendiri. Dia berbaur dengan orang-orang biasa di Ibu Kota, seenaknya mendatangi Sasuke dan seenaknya juga pergi. Namun, ketika Sasuke ingin menemuinya sangat sulit. Dia merasa status sosial mereka sangat berbeda jauh, seolah ada sebuah tembok tebal yang tidak kasat mata yang menghalanginya. Padahal dia sejengkal saja jauhnya dari Naruto, tetapi pria itu terlalu jauh.
"Kapal penyelamat akan datang sebentar lagi," kata Nagato, "dan kalian semua akan segera kami kawal menuju Kediaman Uzumaki."
"Kenapa bisa ada Zetsu Putih di dalam kapal ini?" tanya Sasuke lagi. Dia tidak peduli jika Nagato tidak akan menjawab pertanyaannya. Dia sudah terlalu penasaran. Mungkin jika yang menyambutnya adalah Naruto, dia bisa mendapatkan semua jawabannya, meskipun kadang Naruto malah memberinya teka-teki baru.
"Itu juga bukan ranah saya untuk menjelaskan."
Jawaban yang sudah Sasuke duga.
Tak berselang lama, sebuah bunyi nyaring kapal penyelamat datang. Sasuke bergegas keluar dari aula perjamuan untuk melihat kapal tersebut datang. Sasuke tidak bertanya bagaimana caranya kapal tersebut datang dengan cepat, tetapi pandangan Sasuke terkunci pada seseorang.
Uzumaki Naruto sedang membelakangi Sasuke, dia juga mungkin tidak sadar bahwa Sasuke sedang menatapnya. Di sampingnya berdiri Kakashi. Mereka berdua sibuk berdiskusi sambil sesekali memberikan instruksi. Dari kejauhan saja Sasuke bisa tahu bahwa mereka sedang berdiskusi dengan serius. Sasuke tidak pernah melihat ekspresi Naruto serius seperti itu. Kalau dipikir-pikir lagi, dia memang tidak pernah melihat Naruto bekerja sebelumnya.
Para prajurit mulai mengarahkan para korban selamat untuk mulai mengungsi, tetapi Sasuke terpaku ditempatnya. Bukan karena dia takut, tapi di saat yang bersamaan, Naruto membalikkan badannya ke arah Sasuke dan pandangan mereka bertemu di dalam suatu garis lurus.
Itu sebuah momen yang sangat berkesan bagi Sasuke, karena ini kali pertama lagi bagi Sasuke untuk melihat wajah Naruto dalam kurun waktu beberapa tahun. Secara keseluruhan, wajahnya tampak lebih tua dari terakhir kali mereka berpisah di Ibu Kota. Rambutnya lebih pendek dari waktu itu dan bola matanya masih cerah, sebiru langit musim panas. Dia melambai pada Sasuke dan tersenyum lima jari.
Sasuke merasa tubuhnya kaku karena dia melupakan caranya merespon balik sapaan Naruto. Jadi, di dalam balutan jubah hangat milik Uzumaki, berdiri di atas dek lantai atas, Sasuke hanya terdiam seperti patung, hanya melihat Naruto tanpa reaksi apapun.
Naruto berbalik lagi pada Kakashi, lalu Kakashi tampak mengangguk dan mempersilahkan Naruto untuk pergi. Tanpa menunggu lagi, Naruto meninggalkan Kakashi, mengabaikan semua sapaan hormat prajuritnya, dia melompat langsung ke lantai dek Sasuke dan berdiri di samping Sasuke. Di wajahnya masih terpampang senyum lima jari.
"Tidak begitu berkesan ya," kata Naruto. Suaranya jauh lebih berat lagi dan dewasa. Dia memakai yukata yang sederhana, tetapi tampak sangat elegan. Sasuke sampai lupa, dia sudah lama sekali tidak mendengar suara serak-serak milik Naruto. "Aku minta maaf harus menyambut kalian dalam kondisi seperti ini."
"Janganā¦" kata Sasuke, setelah dia menemukan suaranya kembali, "minta maaf."
Naruto hanya tersenyum kecut. "Ada banyak hal yang tidak bisa kukontrol, meskipun aku sudah melakukan pencegahan," katanya.
"Apa yang kau bicarakan dengan Kapten Hatake?" tanya Sasuke langsung.
"Kau tidak berubah ya, Sasuke. Selalu langsung bertanya tanpa basa-basi," kata Naruto. Dia bersandar pada railing dek. "Hal yang menjadi misi kalian ke Utara."
"Zetsu Putih," kata Sasuke, "sebenarnya apa mereka?" tanya Sasuke lagi.
Naruto mengangkat bahunya. "Seperti yang kau lihat, mereka legenda monster yang masih hidup."
"Kau tidak tampak panik," kata Sasuke, "sama seperti Kapten Kakashi."
Naruto menghela napas. "Kadang aku sampai tidak tahu harus menjawab apa. Aku tidak mempunyai semua jawaban yang kau inginkan."
Sasuke memandangnya dengan berbagai campuran perasaan. Dia kesal karena Naruto tidak mendatanginya duluan, dia kesal tidak diajak diskusi dan dia kesal melihat Naruto bersikap biasa saja. Sementara Sasuke merasa uring-uringan sendiri dengan perasaannya. Dia merasa bersemangat bisa bertemu Naruto lagi, tetapi pria itu tampaknya biasa saja. Sasuke merasa ingin meninju wajah Naruto.
"Tuan," panggil Nagato, "semua sudah pindah ke kapal penyelamat."
Naruto mengangguk. "Oke," katanya, "kami akan menyusul."
Nagato membungkuk dan pergi dari mereka berdua. "Siapa dia?" tanya Sasuke.
"Dia tidak memperkenalkan namanya padamu?" tanya Naruto bingung. "Dia Nagato, salah satu kerabat Uzumaki."
"Rambutnya berwarna merah," kata Sasuke.
Mendengarnya, Naruto tertawa. "Sejujurnya, klan Uzumaki memang berambut merah. Ibuku juga berambut merah," katanya.
"Kau tidak berambut merah," kata Sasuke.
Naruto memegang dagunya, posenya seperti orang berpikir. "Begitulah. Ayahku berambut pirang." Naruto menepuk tangannya. "Ayo kita lanjutkan diskusi kita setelah kita pindah kapal. Aku sudah tidak sabar menunjukkan Utara padamu, Sasuke."
Naruto berjalan lebih dulu, menuju kapal penyelamat. Para prajurit Uzumaki sudah menunggu Tuan mereka. Sasuke mengikutinya dari belakang. Tanpa sadar, senyumnya terkembang di wajahnya. Dia kembali berjalan beriringan dengan Naruto, dia tidak merasa tertinggal dari pemuda itu.
.
Seluruh permukaan tertutup dengan salju. Butiran-butiran salju terus-menerus turun tanpa henti. Sasuke tidak pernah melihat salju setebal ini seumur hidupnya. Tidak pernah dia melihat warna putih dan abu-abu dengan monoton seperti ini. Meksipun musim dingin, di Ibu Kota selalu berwarna-warni. Seluruh jalanan berwarna abu-abu, bahkan pohon-pohon pun tidak memiliki warna hijaunya.
Seluruh rumah penduduk terbuat dari tumpukan batu yang berwarna abu-abu gelap. Obor dinyalakan di depan rumah, tetapi itu tidak mengurangi rasa dinginnya. Angin utara dingin sekali, meskipun Sasuke memakai jubah Naruto, dia masih bisa merasakan dinginnya udara musim dingin.
"Berapa lama perjalanan lagi?" tanya Sasuke, menjajarkan kuda mereka. Yukata Naruto terlihat tipis, tetapi pria itu tidak gemetar karena dingin.
"Kau mau istirahat dulu, Sasuke?" tanya Naruto.
Sasuke menggeleng. Naruto tersenyum. "Seharusnya 5 hari perjalanan lagi, tetapi badai akan datang dalam waktu 2 hari lagi. Kalau badai sudah datang, kita tidak akan bisa melanjutkan perjalanan."
"Jadi?" tanya Sasuke tidak mengerti.
Naruto hanya memberinya senyuman. Lalu, seolah itu adalah hal yang wajar, udara terbelah dan mereka memasuki ruangan hampa. Naruto meneleportasikan semua orang. Sasuke kira dia akan mual, tetapi nyatanya dia baik-baik saja. Bahkan, seluruh prajuritnya tampak biasa saja.
Ketika mereka keluar dari ruang hampa, Kediaman megah milik Uzumaki sudah menanti. Paling depan, berdiri seorang Wanita paruh baya dengan dandanan mewah, tetapi elegan. Aura yang dikeluarkan oleh Wanita ini mengingatkan Sasuke pada Ibunya, Uchiha Mikoto. Rambutnya disanggul dan berwarna merah. Sasuke menyimpulkan bahwa ini adalah Ibu dari Uzumaki Naruto. Naruto turun dari kudanya dan kuda itu langsung digiring oleh seorang prajurit, dibawa lagi ke dalam kandang. Para tamu dari Ibu Kota turun dari kuda masing-masing.
"Kami menyambut kalian di Utara," ujar Kushina sambil memberi penghormatan dengan sangat elegan dan penuh kelembutan. Naruto harus mengakui bahwa kemampuan Kushina menghajarnya dan kesopansantuan di waktu bersamaan sangat mengagumkan.
"Kapten Hatake dan timnya sudah datang jauh-jauh dari Ibu Kota," ujar Naruto, "kita akan menjamu tamu kita terlebih dahulu." Dia menginstruksikan seorang Kepala Dayang. "Antarkan mereka ke kamar masing-masing."
"Terima kasih sudah menerima kami, Nyonya Uzumaki," kata Hatake Kakashi penuh hormat.
"Kau tampak semakin tua ya," ujar Kushina. "Sudah berapa tahun lamanya kau tidak datang berkunjung ke Utara?"
"Mohon maaf Nyonya," ujar Kakashi. "Anda masih tampak sangat cantik."
Naruto berdeham. "Percakapan bisa dilanjutkan di dalam perjamuan makan malam."
"Tidak masalah," kata Kakashi. Lalu, Kushina dan Naruto menggiring mereka masuk ke dalam Kediaman Uzumaki.
Kediaman Uzumaki tidak tampak seperti bangunan Negara Api pada umumnya. Temboknya tersusun dari batu-batu besar yang ditumpuk. Warnanya kelabu. Panji-panji lambang Uzumaki berkibar di sekeliling tembok benteng. Obor-obor dinyalakan, lidah apinya redup-redup. Semua prajurit dan dayang-dayangnya memakai pakaian dengan warna kelabu. Tanahnya becek, akibat hujan salju yang turun tanpa henti. Secara keseluruhan, Kediaman Uzumaki sesuram wilayah Utara.
Pintu besar kayu di Aula Utama di buka oleh dua orang prajurit. Aula tersebut sangat berbeda dengan aula Istana atau Aula Utama di Kediaman Uzumaki. Sasuke seperti merasa masuk ke dalam sebuah ruangan suram tanpa jalan keluar. Dinding-dinding tersusun dari batu-batu besar dan ada sekitar 5 lampu gantung di langit-langit yang tinggi. Obor menyala di sudut-sudut ruangan, dan ventilasi di sekat dengan anyaman bamboo, mencegah hawa dingin Utara masuk dan meredupkan seluruh api.
Ada 4 meja panjang berjejer dengan berbagai jenis hidangan. Lalu, di ujung aula, terdapat kursi-kursi kehormatan bagi para bangsawan dan juga tamu undangan.
"Selamat datang di Kediaman Uzumaki," sapa seorang tetua. Dia memakai yukata berwarna hitam, dengan seluruh tangannya diperban, bahkan sampai mata kanannya pun diperban. Dia berambut putih dan wajanya sudah tua dan berkeriput.
"Shimura Danzo," kata Naruto, "beliau adalah penasihat utama yang sudah melayani keluarga Uzumaki dari generasi nenekku."
Danzo membungkuk pelan. "Melayani Keluarga Uzumaki merupakan suatu kehormatan terbesar bagi saya," ujarnya.
Sasuke dan anggota timnya dibimbing oleh seorang dayang ke sebuah meja panjang di tengah aula, sementara Kakashi mengikuti Naruto dan para bangsawan Utara duduk di dalam meja yang sama. Chouji duduk di samping kanan Sasuke dan Sakura di sebelah kirinya.
"Jika Anda tidak keberatan, Tuan Sasuke," ujar gadis itu. Sasuke hanya mengangguk, mempersilahkannya duduk.
Setelah semua para tamu undangan duduk dan berkumpul, Naruto berdiri dari kursinya. Semua mata memandangnya. Naruto tampak lebih berwibawa. Pembawaannya tenang dan ekspresinya professional. "Malam ini kita menyambut para tamu terhormat dari Ibu Kota. Mereka sudah datang jauh-jauh dari Ibu Kota untuk membantu wilayah Utara. Seperti yang kita tahu, Zetsu Putih menyerang Kapal di Perairan Utara. Pegunungan bergolak dan Festival Bulan akan datang."
Sasuke mendengarkan pidato singkat itu dengan saksama. Dia memperhatikan sekelilingnya. Sepertinya orang-orang Utara sudah terbiasa dengan Zetsu Putih, karena mereka tidak tampak panik atau bingung. Ekspresi mereka suram, tetapi mereka memahami sepenuhnya kondisi saat ini.
"Kita akan berdoa untuk para korban Zetsu Putih dan kita akan berdoa kepada para pegunungan. Kita berdoa untuk Kaguya agar dia tetap terlelap. Kita berdoa untuk musim dingin yang telah datang."
Semua orang mengangkat cawan sake mereka, dan Sasuke mengikutinya. "Untuk musim dingin yang abadi," kata Naruto.
"Untuk musim dingin yang abadi."
Lalu, sake diminum.
Sekali sasuke mencicipnya, dia sudah familiar dengan rasanya. Ini adalah Sake Utara. Rasanya dingin dan menyegarkan, persis seperti Utara. Setelah itu, Naruto kembali duduk dan jamuan makan malam pun dimulai. Para pelayan dan dayang berjalan hilir mudik untuk memenuhi kebutuhan tamu. Para pemain musik berada di ujung ruangan, memainkan musik tanpa henti. Para tamu berjalan hilir mudik, menyapa satu sama lain.
Sasuke menatap ke arah meja para petinggi di ujung ruangan. Kushina dan Kakashi tampak berbicara santai. Tampaknya Kushina dan Kakashi mengenal satu sama lain. Sasuke tidak tahu hal itu. Lalu, dia melihat Danzo berbicara dengan seorang pria muda yang kulitnya sepucat salju. Kalau-kalau Sasuke tidak konsentrasi, dia pasti mengira bahwa itu adalah Zetsu Putih.
Sasuke melihat Pemimpin Utara, Uzumaki Naruto. Dia sedang menyapa beberapa orang yang datang ke depan mejanya, membungkuk hormat. Kebanyakan yang datang adalah seorang Wanita dengan anak perempuan mereka. Mereka membungkuk hormat di hadapan Naruto dan para anak perempuan itu tersenyum dengan manis. Sasuke tidak suka melihatnya. Namun, yang lebih tidak disukai Sasuke adalah ketika Naruto juga membalas senyuman mereka.
Lebar sekali senyuman Naruto ketika dia berinteraksi dengan para gadis!
Sasuke bahkan melihat Naruto melontarkan beberapa lelucon, sehingga para gadis itu tertawa dan tersipu. Dia harus menahan dirinya sendiri untuk tidak langsung membubarkan pertemuan singkat itu.
"Kau oke?" tanya Shikamaru yang duduk di depan Sasuke.
Sasuke tersentak dan menatap Shikamaru. Dia tampak menikmati daging rusa bakar yang dihidangkan dengan roti dan sup jagung. Sasuke mengangguk. "Aku baik. Kenapa?" tanyanya.
Shikamaru menunjuk tangan kanan Sasuke dengan dagunya. "Kau seperti akan membunuh para gadis itu dengan garpu ditanganmu," katanya. Sasuke menatap ke tangan kanannya sendiri, dan dia tidak sadar bahwa dia memegang garpu tersebut dengan sangat erat. "Kau boleh datang dan menyapa tuan rumah, kau tahu," kata Shikamaru.
Sebagai balasan, Sasuke hanya mendengus. "Aku baik-baik saja," katanya lagi.
Shikamaru mengelap ujung bibirnya dengan serbet dan bangkit. "Kau mau kemana?" tanya Kiba yang duduk di sampingnya. Mulutnya penuh dengan roti dan daging rusa.
"Aku mau bicara sebentar dengan Tuan Uzumaki," kata Shikamaru.
"Soal apa?" tanya Kiba.
Shikamaru hanya memutar bola matanya sebagai jawaban. "Kalau-kalau kau lupa soal pidatonya tadi."
Kiba menelan susah payah daging rusa tersebut. Lalu, dia meminum sake di dekatnya untuk melancarkan bolus masuk ke dalam lambungnya. Sasuke ikut bangkit, membuat Chouji dan Sakura yang duduk di sebelahnya menatapnya. "Aku ikut," kata Sasuke. Shikamaru hanya memasang ekspresi datar dan malas, tetapi di dalam hatinya dia tampak puas melihat Sasuke seperti itu.
Mereka sudah berteman lama. Sebagai sesama anak Menteri dan bangsawan Ibu Kota, Shikamaru tidak punya banyak pilihan teman. Shikamaru sudah kenal dengan Sasuke dan juga mendiang kakaknya, Itachi. Shikamaru tahu, bahwa Sasuke tidak pernah berminat pada apapun atau siapapun, selain kakaknya. Lalu, setelah kematian kakaknya, Sasuke lebih pendiam dan tertutup.
Shikamaru sadar perubahan yang terjadi pada Uchiha muda itu sejak kejadian Juubi di Ibu Kota. Dia lebih banyak bertanya dan merasa penasaran. Lalu secara ajaib, Sasuke mengeluarkan Susanoo dan bertempur di Istana. Yang lebih mengejutkan, Sasuke tiba-tiba tertarik bekerja di birokrasi pemerintahan.
Sampai sebelum dia melihat bagaimana ekspresi Sasuke ketika Naruto menghampirinya di kapal waktu itu, Shikamaru tidak punya jawaban atas perubahan Sasuke. Kini dia tahu siapa yang mengubah Sasuke.
Shikamaru dan Sasuke menghampiri meja Naruto. Bangsawan itu sedang tertawa bersama dengan beberapa gadis. Lalu, pria itu melihat Nara Shikamaru dan Sasuke berjalan ke arahnya, dia meminta maaf dan para gadis itu membungkuk hormat dan meninggalkan Naruto.
Ketika sasuke sampai di depan meja Naruto, mereka berdua memberikan hormat. "Santai saja," kata Naruto. "Apa kalian menyukai hidangan makan malam ini?" tanyanya.
"Hidangan makan malam yang lezat," ujar Shikamaru.
Naruto tersenyum lima jari, "Tapi kurasa rasanya tidak seenak makanan Ibu Kota ya," katanya.
"Itu tidak benar," kata Shikamaru. "Mohon maaf kami telat menyapa Anda," lanjutnya.
Naruto melambaikan tangannya. "Tidak masalah," katanya, "justru akulah yang harusnya menyambut kalian." Dia menatap Sasuke, "Sasuke, apa kau menikmati jamuan malam hari ini?" tanya Naruto.
Sasuke kaget untuk sesaat bahwa dia akan ditanya seperti itu. Shikamaru melirik Sasuke dari ekor matanya dan Sasuke sendiri berusaha untuk tenang dalam menjawab. "Saya menikmatinya."
Naruto terkekeh. "Tidak perlu kaku, Sasuke. Kau bukan orang asing disini," ujar Naruto. Sasuke tidak tahu harus merespon seperti apa.
Lalu, Shikamaru baru akan membuka mulut lagi, tetapi seorang prajurit berjalan cepat ke arah Naruto dan membisikkan sesuatu di telinganya. Ekspresinya untuk sesaat menjadi kaku dan serius, tetapi dia berhasil mengontrol air wajahnya dengan baik.
"Nikmatilah jamuan makan malam ini," katanya sambil bangkit. Kushina dan Kakashi menatap Tuan dari seluruh Utara itu bangkit. "Kalian tinggal meminta dan kami akan melayani kalian semua. Mohon maaf saya harus pergi sebentar," katanya.
Sasuke menahan dirinya untuk tidak bertanya kemana dia akan pergi. Urusan apa yang sedang menunggunya? Apa itu ada hubungannya dengan Zetsu Putih? Sasuke menahan semua yang ada di ujung lidahnya. Jadi, dia hanya terpaku di tempatnya sambil melihat Naruto pergi ke luar aula lewat pintu lainnya. Pintu kayu itu tertutup dan sosok Naruto tidak terlihat lagi.
.
Uzumaki Naruto benar-benar harus menahan dirinya untuk bersikap professional. Sejak sinyal darurat ditangkapnya dari wilayah Samudra, dia langsung bergegas. Dia mendapat kabar bahwa Ibu Kota mengirimkan beberapa orang ke Utara untuk membantunya, tetapi dia tidak menyangka bahwa salah satu orang tersebut adalah Sasuke.
Sejujurnya, hal pertama yang ingin Naruto lakukan saat itu adalah menemui Sasuke dan bertanya mengenai keadaannya. Namun, Hatake Kakashi datang menemuinya dan dia tidak bisa menolak Kapten tersebut. Naruto ingat bahwa Kakashi adalah salah satu ANBU yang ikut membantunya melawan Juubi beberapa tahun yang lalu di Ibu Kota.
Dan ternyata percakapan mereka lama sekali, sehingga akhirnya Naruto harus mengintruksikan salah satu prajuritnya untuk memberikan jubah hangat pada Sasuke. Lalu, akhirnya ketika ada kesempatan untuk bertemu, Naruto tidak menunda-nunda lagi. Dia sangat bersyukur melihat Sasuke tampak baik-baik saja dan jubah milik Uzumaki itu tampak pas membalut tubuh Sasuke.
Namun, dia tidak bisa berlama-lama. Posisinya adalah seorang Kepala Pemerintahan di Utara dan dia tidak bisa menunjukkan favoritisme pada salah satu orang. Jadi, Naruto menahan dirinya sebisa mungkin untuk tidak langsung menarik tangan Sasuke dan mengajaknya keliling Utara detik itu juga. Sasuke bersikap kaku dan professional, jadi Naruto juga harus melakukan hal yang sama.
Dia menghela napas lagi di sepanjang koridor. Dia baru saja mendapat kabar dari tim pengintai bahwa rune-rune kembali berpendar. Dan sekarang dia harus membantu para tim perbatasan wilayah untuk memperkuat sihir agar Zetsu Putih tidak meneror rakyatnya.
Nagato telah menunggunya di wilayah perbatasan. Angin kencang sampai memekakan telinganya. Gunung-gunung semakin tidak bersahabat. Mereka terpecah, menuruti Tuan mereka, Kaguya, atau tetap menidurkan Dewa tersebut.
"Ada yang membawa Zetsu Putih ke dalam kapal," kata Nagato. Para tim perbatasan membuat segel di udara dan udara berpendar.
"Harusnya kau di jamuan pesta saja," kata Naruto. "Kau tidak kasihan membuat Konan sendirian?" tanyanya.
Nagato mendengus. "Dia lebih kasihan padamu daripada suaminya."
Naruto tertawa. "Konan tahu mana yang harus diprioritaskan."
"Apa aku harus memakai Rinnengan?" tanya Nagato.
Naruto menggeleng. "Aku bisa mengatasinya." Naruto berkonsentrasi dan chakra Kyuubi keluar dari tubuhnya. Chakra itu mulai berwujud seperti rubah berekor sembilan sebesar gunung dan mulai mengitari kompleks pegunungan. Lalu, chakra-chakra unik milik Uzumaki berupa rantai emas merantai seluruh kompleks gunung. Rune gunung berpendar dengan sangat terang dan akhirnya menghilang. Chakra Kyuubi juga menghilang.
Naruto hampir saja jatuh terjerembab ke bawah, jika 2 orang prajurit tidak memegangnya. "Terima kasih," katanya lemah.
"Dasar sombong," dengus Nagato, "sudah tahu itu memakan banyak tenaga, tapi Anda selalu memaksakan diri."
Naruto hanya tertawa hambar. "Aku akan baik-baik saja sebentar lagi,
katanya. "Disini kekuatanku bisa pulih dengan cepat." Dia duduk bersandar pada pohon.
"Kau kembalilah," kata Naruto pada Nagato. "Temani Konan dan layani para tamu kita sementara aku tidak ada."
Nagato tampak keberatan. "Seharusnya saya yang berada di sini dan Anda yang menjamu tamu kita."
Naruto menggeleng. "Kau juga Uzumaki. Utara juga rumahmu. Gantikan aku untuk sementara, oke?"
Nagato tampak ingin berdebat, tetapi jika dia berdebat, Naruto akan meneleportasikannya dengan paksa. Iya, Tuan Uzumaki memang orang semenyebalkan itu! Akhirnya, dia membungkuk pamit dan pergi dari wilayah perbatasan.
Sepeninggalnya Nagato, Naruto melihat ke salah satu prajuritnya. "Ada sake?" tanyanya.
.
Pagi hari tidak membuat keadaan lebih baik. Naruto bergadang semalaman, memantau seluruh perbatasan, lalu kembali ke ruang kerjanya dan menulis laporan semalaman. Waktu tidur 2 jamnya terganggu oleh ketukan seorang pelayan yang mengatakan Kakashi dan timnya hendak menemui Naruto.
Naruto mengusap wajahnya dan menyisir rambutnya agar tidak tampak kusut, baru mempersilahkan tamunya masuk. Kakashi masuk pertama, diikuti oleh timnya. Ada Uchiha Sasuke, Nara Shikamaru, Akimichi Chouji, Inuzuka Kiba, Haruno Sakura, Yamanaka Ino dan Rock Lee. "Maaf karena kemarin saya tidak bisa menyapa kalian satu per satu," ujar Naruto. "Ada hal yang harus saya urus secara mendadak kemarin malam."
"Sepertinya Anda sudah mengenal semua anggota tim ini," kata Kakashi. Naruto mengangguk.
"Kalau begitu langsung saja," kata Naruto. "Peristiwa Zetsu Putih yang terjadi di dalam kapal." Naruto mengamati semua orang. Tatapannya agak lama pada Sasuke, tetapi lagi-lagi dia menekankan diri bahwa dia harus bersikap professional. "Kaguya akan bangkit. Aku butuh bantuan kalian untuk menghentikan kebangkitannya."
Kiba mengangkat tangannya. "Bukankah Kaguya sudah disegel ribuan tahun yang lalu? Bisakah dia bangkit setelah takdirnya adalah tidur?" tanyanya bingung.
Naruto mengangkat bahunya. "Aku yakin kita tidak mau hal itu terjadi untuk membuktikan teori itu." Dia menghela napas. "Tapi ada masalah penting lainnya."
"Zetsu Putih," kata Kakashi.
Naruto mengangguk. "Benar, Zetsu Putih. Itu lebih meresahkan. Mereka semakin menjadi-jadi semenjak Kaguya bergolak."
"Semakin menjadi-jadi?" ulang Sakura. "Maksud Anda, Zetsu Putih sudah ada sedari dulu di wilayah ini?" tanyanya penuh penekanan.
Naruto hanya menatap perempuan itu tanpa langsung menjawab. "Anda tabib istana," katanya pada Sakura. "NenekāYang Mulia sempat mengatakan bahwa Beliau mengangkat seorang murid. Jadi itu kau."
Sakura membungkuk hormat. "Benar, saya adalah salah satu murid Baginda Ratu. Saya tidak menyangka bahwa Baginda menceritakan soal saya kepada Anda, Tuan."
Naruto melambaikan tangannya. "Yang Mulia tidak menyebutkan namamu, tapi aku tahu dari jenis chakra-mu. Kau akan menjadi tabib yang hebat," katanya sambil tersenyum. Sakura balas tersenyum sopan. Lagi-lagi, Sasuke menahan seluruh dirinya untuk tidak mendengus muak karena Naruto tebar pesona.
"Jadi apa perintah Anda, Tuan Uzumaki?" tanya Sasuke. Nadanya dingin dan ketus. Shikamaru sampai menyenggol sikunya karena Sasuke tampak tidak berhasil dengan baik menyembunyikan kekesalannya. Dari mulai kemarin jamuan makan malam, suasana hati Sasuke tampak tidak baik.
Naruto mengerjap beberapa kali mendengar nada dingin Sasuke. Dia jadi bertanya-tanya apa yang menjadi kesalahannya. "Kalian akan membantu tim pengintai memburu Zetsu Putih. Cari yang mana yang mau bicara, karena aku butuh menginterogasi mereka."
"Mereka bisa bicara?" tanya Chouji.
"Kebanyakan tidak mau bicara, tapi kadang mereka bisa sangat menyerupai manusia. Karena itu, aku butuh kemampuan Klan Yamanaka untuk membantunya bicara." Dia menatap Ino. Ino mengangguk paham.
Naruto menatap Kakashi. "Kapten, Anda bisa membagi tugasnya."
Kakashi mengangguk. "Chouji dan Lee, Sakura dan Kiba, Ino dan Shikamaru, Sasuke, kau bersama aku."
"Kapten, mungkin kita bisa bicara berdua setelah ini," kata Naruto. "Untuk yang lain, Danzo atau Sai akan membimbing kalian kemana saja wilayah-wilayah yang harus kalian datangi."
Mereka semua membungkuk hormat dan pamit ke luar ruangan Naruto. Sasuke menatap Kakashi dan Naruto lebih lama dari seharusnya sebelum ikut keluar dari ruang kerja Naruto. Setelah pintu tertutup, Kakashi dipersilahkan duduk di kursi depan meja Naruto.
"Saya tidak menyangka Anda adalah murid Ayah saya," kata Naruto. "Saya jadi merasa malu."
Kakashi menggeleng. "Tidak juga," katanya, "Itu sudah terjadi lama, bahkan sebelum Guru Minato menikah dengan Nyonya Kushina." Naruto mengangguk. "Anda sangat mirip dengan Guru Minato," kata Kakashi.
"Oh ya?" tanya Naruto. Kakashi mengangguk.
"Apa Anda mau mengganti pasangan?" tanya Kakashi. Naruto menatapnya bingung. "Masih banyak hal yang harus Anda bicarakan dengan Uchiha muda itu," katanya lagi.
Ketika Naruto paham kemana arah pembicaraan ini, dia langsung terkekeh. "Kalau Anda tidak keberatan berpatroli sendirian," kata Naruto. "Kita berdua memang harus menyelesaikan banyak urusan."
Naruto mengambil sebuah kertas mantra dari laci mejanya. Lalu, dia menggigit ujung jempol kanannya sampai berdarah. Tetesan darah itu menetes di atas kertas mantra. Huruf-huruf kuno itu berpendar lembut dan kembali menghilang. Dia menyerahkan kertas mantra itu kepada Kakashi. "Aku tidak memberikan darahku pada sembarang orang," katanya.
Kakashi menatapnya. "Tunjukan ini pada prajurit yang sedang bertugas di Taman Pekuburan dan tidak akan ada yang menghalangi Anda."
Kakashi mengambil kertas mantra itu. Kertasnya tipis, tetapi tidak bisa dihancurkan, kecuali oleh chakra si pemilik. "Apa Anda pernah mengunjungi Guru Minato?" tanya Kakashi pada Tuan Rumah di depannya.
Naruto tidak tahu harus mengangguk atau menggeleng. "Ada satu keinginan yang sangat mendesak, bahwa aku ingin terus mengunjungi Ayah, tetapi di sisi lain, luka yang ditinggalkan begitu berbekas," jawabnya. Dia menatap Kakashi. "Berapa lama Anda mengenal Ayah?" tanya Naruto.
"Sejak saya di akademi," jawabnya. "Beliau seorang jenius yang sangat unik. Jika saat itu beliau tidak menikah dengan Nyonya Kushina, mungkin sekarang beliau akan menjabat sebagai seorang Menteri."
Naruto mengangguk.
Namikaze Minato memang sangat luar biasa. Dia hebat sebagai seorang pengajar, sebagai seorang petarung, hebat pula sebagai seorang suami dan seorang ayah. Dia rela menjadi bayang-bayang Kushina selama Wanita itu memimpin seluruh Utara. Dia menjadi pendukung utama dan mewarisi banyak hal kepada Naruto.
"Pergilah sebelum gelap," kata Naruto. "Malam hari di Utara sangat panjang."
Kakashi bangkit, bersamaan dengan Naruto. "Terima kasih untuk pengertian Anda," kata Kakashi sekali lagi.
"Sebagai sesama orang yang berbagi memori dari orang yang sama, hanya ini yang bisa saya lakukan."
Kakashi membuka pintu ruang kerja Naruto dan mendapati Sasuke berdiri sambil menyandar di tembok batu. "Kenapa lama sekali? Apa yang Anda bicarakan di dalam?" tanya Sasuke.
Kakashi hanya memberi senyum biasanya. "Ada pergantian rencana. Tuan Uzumaki bersedia menemanimu patrol hari ini," kata Kakashi.
Sasuke menatapnya antara tidak percaya dan bingung. "Anda bagaimana?" tanyanya.
"Aku punya misi lain." Kakashi menepuk pundak Sasuke. "Bicaralah baik-baik dengannya." Lalu, Kakashi mulai berjalan menjauh sambil melambai. "Sampai bertemu nanti malam."
Pintu kayu ruang kerja Naruto tidak tertutup dengan rapat. Sasuke baru memperhatikan bahwa lambang Uzumaki mengukir seluruh pintu tersebut. Ketika Sasuke ingin merabanya, untuk melihat apakah ukiran itu asli atau bukan, Naruto keluar dari ruang kerjanya. Dia tersenyum lima jari.
"Maaf, apa kau menunggu lama?" tanyanya santai.
Sebagai balasan, Sasuke hanya mendengus. Dia terlampau kesal dengan Naruto beberapa hari ini. Naruto mendekati Sasuke. "Tidak masalah ikut bersamaku kan?" tanya Naruto. Senyum masih terkembang di wajahnya. "Aku pernah bilang bahwa aku akan menunjukkan Utara padamu kan?"
.
Naruto tidak membawa Sasuke ke wilayah perbatasan, tetapi ke tengah kota. Suasana pasar tidak bisa dibilang ramai, tetapi menurut Naruto ini sudah ramai. "Badai salju baru saja berhenti, jadi warga juga baru bisa keluar untuk belanja," jelas Naruto. Tanah yang mereka tapak becek dan licin akibat lelehan saju. Namun, baik Naruto ataupun warga Utara tampak biasa saja. Bahkan anak-anak kecil pun berlarian.
"Apa terror Zetsu Putih selalu ada?" tanya Sasuke. Mereka berjalan di pinggir pasar. Naruto tampak menikmati perjalanan ini, dan dia tidak langsung menjawab Sasuke.
"Apa kau tidak punya pertanyaan lain, Sasuke?" tanya Naruto.
"Kenapa kau selalu mengalihkan pertanyaanku?" tanya Sasuke.
Dia kesal sekali, tanpa bisa dijelaskan apa penyebabnya. Segala hal yang dilakukan Naruto membuatnya kesal, bahkan fakta bahwa Naruto mau berbaik hati dan meluangkan waktunya pun tidak bisa meredakan kekesalannya.
Akhirnya Sasuke mendengus. "Maaf," katanya, "lupakan saja pertanyaanku. Kau pasti sibuk sekali sampai harus meninggalkanku sendirian berkali-kali." Kalimat itu jauh lebih dingin dan sinis.
Naruto menatap Sasuke. "Dan saat ini aku sedang mencoba memperbaiki hal itu, oke?" katanya. "Aku tahu kau marah, tapi kalau kau bersikap pasif agresif seperti ini, aku juga bingung. Apa yang harus kulakukan?"
Sasuke membuang wajahnya dan menatap ke arah kompleks pegunungan yang tinggi dan megah. Pegunungan itu terasa jauh sekaligus sangat dekat. Kompleks pegunungan itu adalah tembok alam yang mengurung seluruh Utara, menjadikannya musim dingin abadi.
"Lupakan saja," kata Sasuke, "seharusnya aku ikut dengan Kapten Hatake."
Sasuke berjalan lebih cepat, tetapi Naruto menahan pergerakannya. "Jangan seperti ini," kata Naruto. "Aku tidak tahu apa salahku kalau kau hanya bersikap seperti ini."
Sasuke mendengus. Dia kesal sekali dengan semua kelakuan Naruto. Namun, ada di dalam sudut hati Sasuke mengatakan bahwa Naruto juga sudah berusaha sebisa mungkin. Sasuke paham, bahwa saat ini Naruto bukan hanya pengembara yang datang ke Ibu Kota. Di sini, tempat dia berpijak sekarang, sampai ke seluruh benteng alam pegunungan, semuanya dimiliki oleh Uzumaki Naruto. Dia memimpin seluruh wilayah utara, mengendalikan semua terror dan legenda yang didalamnya.
Saat ini, Uzumaki Naruto adalah orang yang paling berkuasa di tanah dingin nan suram ini. Dan beban yang berada di pundaknya juga sangat berat. Nyawa warganya bergantung pada kepemimpinannya dan di sini Sasuke merajuk seperti anak kecil yang kesal karena tidak dibelikan mainan kesukaan. Rasanya ini tidak adil juga untuk Naruto.
Sasuke menghentikan langkahnya dan membiarkan Naruto mengikuti dan berdiri di depan Sasuke. "Apa ada hal yang harus aku lakukan?" tanya Naruto hati-hati.
Menebak isi pikiran Sasuke memang bukan tindakan yang mudah. Dia hanya menerka-nerka saja, apa yang baik dilakukan dan yang tidak. Ekspresi Sasuke selalu datar, jadi dia masih belum bisa membaca raut wajah Uchiha itu.
Sasuke menggeleng. Naruto menjadi lebih waspada lagi. Apa itu artinya penolakan lain? Kemarahan lain? Apa yang diinginkan Sasuke? Bukankah sekarang Naruto sedang mengabulkan keinginannya? "Kau tidak salah," katanya. "Jangan minta maaf."
Sekarang nada suara Sasuke lebih tenang dari sebelum-sebelumnya. Mungkin suasana hatinya sudah membaik. Naruto tersenyum tipis. Mereka lanjut berjalan. "Tidak banyak yang bisa dilihat ketika siang hari," kata Naruto. "Mungkin di malam hari, kau mau ikut aku patrol?" tawarnya.
Sasuke memandangnya antusias, meskipun wajahnya masih datar. Mereka berjalan keluar dari pasar dan berjalan melewati rumah-rumah penduduk. Penduduk Utara memiliki aura yang suram dan warna mereka monoton.
"Rumah-rumah disini terbuat dari batu," jelas Naruto. "Batu lebih bisa menghalau angin musim dingin dibandingkan dengan kayu."
"Tapi bukankah angin masih bisa masuk dari sela-sela batu?" tanya Sasuke.
Naruto menggeleng. "Kami melapisinya dengan rune sederhana. Mantra sederhana, tetapi kalau di Utara orang-orang menyebutnya rune." Dia menendang sebuah kerikil di jalanan, "Tapi memang sedikit berbeda. Rune hanya mempan di Utara saja." Dia menunjuk kompleks pegunungan yang mengelilingi Utara. Saking panjang dan besarnya, sisanya tertutup oleh kabut dan salju. "Lewat dari situ, sudah tidak bisa lagi."
"Teleportasimu semakin mengagumkan ya," kata Sasuke. "Kenapa kau tidak berteleportasi seperti itu saja untuk seterusnya?" tanyanya.
Naruto tertawa mendengarnya. "Teleportasi itu ada banyak jenisnya. Yang aku lakukan kemarin itu membutuhkan energi yang besar. Kalau aku melakukannya di luar sini, aku sudah mati kehabisan tenaga." Angin dingin berhembus lagi, sehingga Sasuke merapatkan jubahnya. Itu jubah yang sama yang diberikan oleh Naruto di kapal. Jubah itu hangat, tetapi terasa ringan juga. Mungkin Naruto menaruh mantra di dalam balutan kain tersebut.
"Berarti chakra-mu bersinkronasi dengan Utara," kata Sasuke.
Naruto mengangguk. "Chakra-ku menjadi lebih besar di sini." Dia tersenyum. "Orang akan menjadi paling kuat di rumah sendiri kan?" retoriknya.
"Tapi Kaguya juga begitu," ujar Sasuke.
Naruto mengangguk lagi. "Benar, Kaguya juga seperti itu. Jauh sebelum tanah ini menjadi milik Baginda Ratu, Kaguya adalah penguasa seluruh Utara." Begitu nama itu disebut, salju berbisik-bisik di telinganya. Naruto mengabaikannya.
"Apa dia benar-benar tertidur di perut gunung? Apa kau pernah bertemu dengannya?" tanya Sasuke.
Naruto hampir saja mendengus miris. Itu adalah pekerjaannya sehari-hari! Mengunjungi Kaguya di dasar Utara, menenangkannya, dan beberapa kali hampir menjadi target pembunuhannya. Utara sangat luas dan dahsyat, tetapi hal itu juga sebanding lurus dengan kutukan dan terror di dalamnya.
"Kau percaya Zetsu Putih itu nyata, kenapa tidak dengan Tuan mereka?" retorik Naruto lagi.
Kalimat itu membuat Sasuke kembali melihat bayangan samar dari kompleks pegunungan Utara. Kabut dari puncak pegunungan semakin tebal dan tebal, seolah berusaha menyembunyikan sesuatu yang tertidur di dalamnya. Menyembunyikan rahasia.
"Ayo," kata Naruto. Mereka masuk ke pemukiman yang lebih sepi. Rumah-rumah semakin sederhana dan angin berhembus kencang. Surai pirang milik Naruto teracak-acak sampai kusut.
"Kenapa Zetsu Putih bisa sampai ada di Kapal?" tanya Sasuke.
"Ada yang membimbing mereka, Sasuke," jawab pria pirang itu. "Ada seseorang atau sekelompok orang yang berusaha melepaskan kutukan Utara ke dunia luas. Ada yang berusaha membangkitkan Kaguya."
"Apa kau melaporkan hal ini pada Yang Mulia Ratu?" tanya Sasuke.
Naruto tidak menggeleng ataupun mengangguk. Dia malah bertanya hal lain, "kau pernah berburu sebelumnya, Sasuke?"
.
Taman Pekuburan itu indah dan diselimuti oleh salju. Putihnya salju Utara memang tidak bisa disamakan dengan salju tempat lain. Hatake Kakashi berjalan selangkah demi selangkah menuju Taman Pekuburan tersebut. Wilayah ini merupakan sebuah Taman yang luas yang digunakan untuk menguburkan jasad para Petinggi Uzumaki dari generasi ke generasi. Seharusnya Minato tidak dikuburkan di sini karena dia bukan seorang Uzumaki, tetapi karena jasanya pada Klan Uzumaki dan juga Utara, dia mendapat kehormatan untuk dimakamkan di Taman Pekuburan ini.
Namun, apakah itu menjadi persoalan besar? Tampaknya tidak. Orang yang sudah mati tidak bisa melakukan apapun lagi. Segunung penghargaan pun tidak sanggup untuk membangkitkannya.
Kakashi berhenti di sebuah makam sederhana, tetapi nisannya berlapis emas dan berlian. Tulisannya adalah Namikaze Minato. Kakashi berjongkok di depan makam gurunya. Dia terlalu takut untuk menyentuh nisan tersebut. Kuburan tersebut terlalu indah untuk disentuh, untuk didukakan. Kapten ANBU itu sendiri hampir lupa bagaimana rupa dari gurunya. Rambut pirang dan mata biru milik Uzumaki Naruto adalah satu-satunya bukti warisan dan bukti bahwa Namikaze Minato pernah ada di dunia ini dan akhirnya kembali ke dalam bumi.
"Maaf sensei," kata Kakashi, "aku tidak tahu harus memberikan apa padamu setelah kita bertemu seperti ini. Kurasa tidak ada sake yang bisa menandingi rasa sake Utara." Salju mulai kembali turun. Sebutir demi butir, hingga akhirnya menjadi hujan salju. Namun, Kakashi tetap bergeming ditempatnya.
"Putramu tumbuh menjadi sangat hebat. Aku hampir saja mengira bahwa sensei kembali dari kematian. Kalian berdua sangat mirip," cerita Kakashi, "meskipun aku berani bertaruh sifatnya lebih mirip Nyonya Kushina dibandingkan Anda." Kakashi terkekeh sendiri dalam sunyinya nisan. "Naruto sudah tumbuh menjadi pria dewasa. Dia mengagumkan. Aku tahu bahwa Anda pasti sangat bangga kepadanya. Dia tumbuh menjadi pria yang selalu Anda inginkan."
Kakashi menatap ke arah langit yang mulai menjadi kelabu, seiring hujan salju yang semakin lebat. Naruto tidak berbohong ketika mengatakan bahwa malam hari di Utara sangat panjang. Karena saat ini, matahari sudah tidak dapat terlihat lagi. Awan-awan tebal menutupi keseluruhan langit. Sangat tebal, hingga cahaya lembut matahari tidak bisa menembusnya. Angin bertiup semakin kencang. Kakashi menggigil di dalam balutan mantel.
"Aku tetap tidak akan bertanya mengapa Anda memilih menghabiskan sisa hidup Anda berada di wilayah dingin seperti ini," kata Kakashi. Dia tersenyum. "Tetapi aku tahu bahwa Anda bahagia." Dia menghela napas. Uap dingin keluar dari mulutnya. "Selamat tinggal sensei. Ada monster yang harus kami bunuh."
.
Uchiha Sasuke tidak bisa berkedip di malam hari itu. Langit sangat gelap dan tidak ada cahaya sama sekali dari daratan. Bintang-bintang tampak lebih dekat dan lebih besar, berkelap-kelip dengan cantik seperti mata dunia. Titik-titik itu membentuk sebuah jajaran titik-titik besar yang luar biasa indahnya. Tidak hanya itu, cahaya lembut aurora berdansa di atas langit. Sasuke tidak pernah melihat hal yang lebih indah dari ini. Tidak bisa dibandingkan dengan lukisan-lukisan para seniman terkenal, tidak bisa dibandingkan dengan tarian yang paling menarik di Ibu Kota, tidak bisa juga dibandingkan dengan desain istana di Ibu Kota.
Inilah pesona Utara.
"Kau menyukainya?" tanya Naruto. Sedari tadi pria itu hanya diam sambil menatap ekspresi Sasuke. Pemandangan seperti ini adalah kesehariannya, tetapi memandang Sasuke yang terpukau, itu adalah hal langka. Jadi, Naruto menyesapi dalam-dalam setiap raut wajah Sasuke saat ini.
"Pantas saja kau selalu membanggakan Utara," kata Sasuke. Naruto hanya menyengir. "Apa kau selalu melihatnya setiap hari?" tanyanya. Matanya masih terpaku pada lukisan alam Utara yang hidup dan berdetak. Pernahkah Sasuke melihat sesuatu yang begitu hidup?
"Kadang-kadang, ketika aku sedang patroli," jawab Naruto. Dia sendiri pun, masih menikmati ekspresi Sasuke.
Rambutnya yang hitam legam, senada dengan langit yang gelap di malam hari ini. Jubah dan mantel yang dipinjamkan Naruto padanya yang tampak semakin pas di tubuh Sasuke dan rasanya Naruto tidak keberatan jika Sasuke terus menerus memakai pakaiannya. Naruto mulai berpikir jika dia akan meminjamkan bajunya yang lain. Tapi dia juga masih memiliki akal sehat, jadi pemikiran itu dibuangnya jauh-jauh.
"Di Ibu Kota tidak pernah ada pemandangan seperti ini," kata Sasuke.
"Ibu Kota sudah mulai modern. Di malam hari pun, cahaya obor dan lilin pasti ada di setiap sudut kota. Cahayanya membuat bintang jadi tidak terlihat. Padahal mereka ada. Mereka selalu di langit, hanya saja terbiaskan."
"Kau selalu pandai berkata-kata," ujar Sasuke. Naruto tertawa mendengarnya.
Angin malam berhembus lembut dan desiran angin berbisik-bisik di seluruh wilayah. Naruto menatap rambut hitam Sasuke yang teracak-acak oleh angin, seolah angin pun penasaran dengan Uchiha Sasuke. Angin juga ingin membelai dan menyentuhnya. Naruto menahan godaan yang begitu kuat untuk merapikan rambutnya dan menariknya mendekat.
Jangan bodoh, makinya pada diri sendiri. Jika dia melakukan hal itu, Sasuke pasti akan langsung menebasnya dengan pedang atau lebih parah lagi dalam mode Susanoo. Naruto yakin pria di sampingnya sudah semakin berkembang dan menjadi lebih hebat lagi. Dia tidak pernah meragukan Sasuke soalnya.
"Siapa yang ingin membangkitkan Kaguya?" tanya Sasuke sambil menatap Naruto. Tampaknya dia sudah puas menatap langit malam Utara dan Naruto tidak bisa lebih lama lagi menghindari topik tersebut.
Naruto menggeleng. Sasuke tidak percaya. Naruto adalah orang yang paling penuh perhitungan yang pernah dikenal Sasuke, jadi jika suatu hal ganjil telah terjadi, artinya Naruto sudah memikirkan berbagai kemungkinan dan hipotesis. Jadi, kata tidak tahu tidak pernah ada di dalam kamus Naruto. Namun, jelas sekali malam ini dia menutup-nutupi sesuatu.
"Kenapa ada yang ingin membangkitkan Kaguya?" tanya Sasuke lagi.
"Sama seperti Juubi, ada orang yang ingin membangkitkannya," jawaban Naruto hanya berupa perbandingan. "Alasan mereka pun pasti tidak jauh berbeda."
Sasuke masih bisa menerima jawaban seperti itu, karena meskipun monster yang dibangkitkan berbeda-beda, motifnya tetap satu: kekuatan. Hanya itu alasan orang membangkitkan para monster terlarang. Sasuke yakin bahwa Naruto sangat paham mengenai hal seperti ini, tetapi Sasuke juga yakin bahwa ada hal yang masih tidak bisa diterima oleh pria Uzumaki tersebut. Sesuatu yang ditolaknya untuk diterima.
"Kita harus menghentikannya," kata Sasuke.
Uchiha itu mengamati setiap inchi wajah Naruto dan dia yakin dengan satu hal, yaitu fakta bahwa Uzumaki Naruto sedang bimbang. Mungkin itu adalah pertama kalinya Sasuke melihat orang seperti Naruto merasa bimbang. Selama ini, Naruto selalu penuh dengan kepercayaan diri. Dia selalu berkeyakinan kuat dan pantang menyerah. Namun, bimbang adalah satu ekspresi lain yang asing. Bimbang tidak cocok dengan Naruto.
Naruto lihai menyembunyikan ekspresinya, jadi dia menampilkan sebuah senyuman dan bertanya pada Sasuke, "bagaimana latihanmu? Lancar?" tanyanya. Setidaknya, mendengar keseharian Sasuke akan menjadi pengalihan perhatian yang bagus.
Sasuke memutuskan untuk mengikuti alur yang dibuat oleh Uzumaki, karena dia tahu bahwa Naruto tidak bisa didesak untuk bicara. Terkesan menyebalkan, tapi memang begitulah kondisinya sekarang. "Ayah mulai menempatkanku di pemerintahan. Aku mulai di suruh belajar. Kau benar soal Kepala Keluarga, ngomong-ngomong. Terlalu merepotkan."
Naruto mengangkat bahunya santai. "Selamat datang di kehidupanku," katanya. "Chakra-mu bagaimana? Masih memegang peringkat pendekar nomor satu di Ibu Kota?" tanyanya lagi.
Sasuke mendengus. "Apanya yang peringkat? Aku masih terus berusaha mengontrol chakra. Rupanya lebih sulit mengontrolnya daripada mengeluarkannya. Tapi menurut Kapten Kakashi aku ada kemajuan."
Naruto mengangguk. "Yah, memang tidak ada yang instan. Ayahku saja butuh 10 tahun mengajariku dasar-dasar seperti itu," kata Naruto. Dia tersenyum pada Sasuke. "Kau bisa berkembang lebih baik lagi dari ini."
Sasuke mendengus. "Bicaramu seperti kakek-kakek saja."
Pria Uzumaki itu tergelak mendengar Sasuke bicara seperti itu.
Malam sudah semakin dingin, tetapi kecantikan yang mematikan dari Utara tidak pernah pudar. Naruto betah untuk terus berada di sini bersama Sasuke, tapi jika dia tidak kembali ke Kediaman Uzumaki bersama penerus Uchiha, bisa-bisa jadi skandal nasional.
"Naruto," panggil Sasuke, "apa itu Festival Bulan?" tanya Sasuke.
Mendengar pertanyaan itu, Naruto mengurungkan niatnya untuk kembali. Dia selalu bersemangat jika ada yang membahas mengenai Festival Bulan. Itu adalah salah satu adat istiadat di Wilayah Utara. Sebuah Festival besar yang dirayakan setahun sekali, dimana bulan akan terlihat sangat besar dan sangat dekat dengan bumi.
"Yah, kalau kau mau tahu apa boleh buat. Aku akan bercerita," kata Naruto bersemangat. Kali ini dia bersemangat seperti seorang anak kecil yang akan dibelikan mainan oleh Ayahnya. Sasuke mengamati ekspresi itu baik-baik. "Kau tahu dongeng mengenai Kaguya, bukan? Bahwa dia adalah Dewa yang turun ke bumi dan menjadikan Utara ini sebagai rumahnya?" Sasuke mengangguk. "Nah, setelah dia dikalahkan oleh kedua putranya, bumi kembali damai dan mulai menghembuskan napas kehidupan. Hanya saja, kedua putra Kaguya juga merupakan Dewa sehingga tidak bisa hidup berdampingan dengan manusia. Jadi, ada suatu masa dimana mereka harus meninggalkan bumi dan tidak lagi mencampuri urusan manusia. Nasib manusia telah digariskan dalam guratan takdir, bahkan Para Dewa pun tidak boleh mengutak-atik hal tersebut."
"Saat kedua putra Kaguya meninggalkan bumi, Bulan Purnama seperti mendekat. Air laut pasang dan gelombang-gelombangnya seperti undakan anak tangga, seperti membuat sebuah jalan bagi mereka kembali ke dunia mereka. Banyak yang berkata bahwa mereka berasal dari bulan, karena itu ketika sudah waktunya Bulan datang untuk menjemput mereka. Dan sejak saat itu, ada satu masa di setiap tahun, bulan terlihat lebih dekat ke arah bumi. Air laut pasang dan kami percaya bahwa itu adalah hari sakral, karena itulah hari dimana Dewa yang menjadi penyelamat bumi meninggalkan restunya dan kembali kepada dunia."
"Apa yang biasanya kalian lakukan saat Festival Bulan?" tanya Sasuke. Suaranya memelan. Naruto yang mendongeng seperti ini juga hal baru yang ditemukan Sasuke.
"Kami melakukan banyak hal. Dulu, di jaman Ayahku, kami membuka festival dengan tarian daerah, lalu di sepanjang jalan akan ada banyak pedagang makanan. Kami juga akan mempersembahkan beberapa perlombaan. Kalau sekarang, ada beberapa yang berubah mengikuti jaman, tapi antusias masyarakat tidak memudar."
Sasuke mengangguk paham. Dia bisa melihat sekelibat kenangan dari sorot mata Naruto saat pemuda itu menceritakan hal tersebut. Sorot mata yang hangat, seperti sosok anak kecil yang polos dan tidak banyak tekanan.
"Sepertinya kau sangat dekat dengan Ayahmu," celetuk Sasuke.
Naruto menatapnya. Dia mengangguk. "Dia idolaku. Ayah juga sangat berjasa selama ini dan meneruskan perjuangannya adalah tugasku."
Ekspresinya berubah lagi menjadi Naruto yang pertama kali ditemui Sasuke. Sedih, kosong, dan kehilangan. Lalu, ditambah dengan sebuah tanggungjawab besar yang tidak bisa diabaikan. Sasuke juga ingin membantu pria itu dalam menopang tanggung jawab tersebut. Dia ingin melakukan sesuatu.
"Sasuke, maukah kau datang bersamaku ke Festival Bulan minggu depan?"
.
"Sepertinya perasaanmu sudah membaik ya? Kau sudah baikan dengan Tuan Uzumaki?"
Pertanyaan Nara Shikamaru sebenarnya sederhana, tapi Sasuke tidak bisa menjawabnya sesederhana itu. Dia mendengus sebagai jawabannya.
"Sepertinya sudah," jawab Shikamaru untuk dirinya sendiri.
Mereka sedang berkumpul di Ruang Interogasi sekaligus menunggu Kakashi dan Naruto datang. Di depan mereka ada Zetsu Putih yang berhasil di tangkap oleh Yamanaka Ino. Zetsu Putih terlihat seperti terbuat dari lilin, tapi juga sangat berbahaya.
"Di antara sekian banyak mahluk, kenapa Dewa Kaguya menciptakan mahluk jelek seperti ini?" gerutu Ino. Rambutnya yang pirang acak-acakan setelah seharian memburu mereka dan Sasuke merasa sedikit bersalah karena dia malah terbuai dengan ajakan Naruto yang mengajaknya jalan-jalan dan melihat Aurora. Namun, dia diam saja.
"Kau tahu caranya membuat mahluk ini bicara?" tanya Kiba. Selama mereka di Ruang Interogasi, Zetsu Putih benar-benar terlihat seperti patung lilin. Tidak bernapas, tidak berkedip, dan tidak menunjukkan tanda-tanda dia pernah hidup.
"Kita akan mencari tahu," kata Ino.
Kiba menatapnya bingung. "Kau yang disuruh membuatnya bicara, Nona. Kau masih mau mencari tahu?"
Ino terlihat ingin menendang Kiba jauh-jauh dari ruangan ini. Shikamaru sudah malas melihat mereka semua di sini, apalagi Utara jauh lebih merepotkan dari kelihatannya. Dia masih bingung kenapa Naruto belum juga gila karena pusing dengan banyaknya tekanan di Utara.
Sebelum Ino benar-benar menendang Kiba dan menyebabkan tragedi lainnya, pintu Ruang Interogasi dibuka oleh seorang prajurit dan masuklah dua orang lagi, Naruto dan Kakashi.
"Kerja bagus Yamanaka," puji Naruto. "Silahkan buat dia bicara sekarang," ujarnya tanpa basa-basi.
Yamanaka Ino mengangguk dan tanpa banyak bicara, dia memegang kepala Zetsu Putih dengan kedua tangannya. Matanya terpejam dan dia menggunakan kemampuan Klan Yamanaka untuk masuk ke dalam ingatan dan pikiran manusia.
"Bulan Purnama akan turun sebentar lagi.
Festival Bulan akan diwarnai darah.
Pengorbanan akan dilakukan.
Sebuah persembahan untuk Sang Penguasa Utara.
Yang tidur akan bangkit, yang bernapas akan berhenti.
Si pengkhianat akan membantu Ibu Pertiwi."
Mulut Ino berbicara dalam bahasa yang aneh, bahasa Rune Kuno. Tidak ada yang memahami maksud kalimat yang keluar dari mulut Ino, tapi Naruto paham setiap kata yang keluar. Itu bukan ramalan. Ino baru saja memasuki ingatan milik Zetsu Putih, mengulik ingatannya yang paling dasar, di saat mahluk itu diciptakan.
Ketika selesai, Ino hampir tumbang, tapi dipapah oleh Shikamaru dan Sakura. Dia tampak bingung dan linglung karena semuanya menatapnya seolah dia orang paling asing di ruangan tersebut.
"Apa Anda sudah mendapat yang Anda inginkan, Tuan Uzumaki?" tanyanya masih lemah. Kemampuannya masih belum sehebat Ayahnya, karena itu energinya masih banyak yang terkuras hanya untuk interogasi sederhana.
Naruto mengangguk. "Terima kasih Nona Yamanaka," kata Naruto.
"Kau hebat," bisik Sakura. Ino bahkan tidak sanggup untuk mengangguk. Dia didudukan di kursi.
Naruto menoleh pada seorang prajurit yang mengikutinya. "Dia sudah tidak dibutuhkan lagi," katanya.
Prajurit tersebut mengangguk dan dengan pedangnya, ditebas kepala Zetsu Putih sampai terputus. Barulah, dia benar-benar mati dan tidak akan bergerak lagi.
"Apa yang dikatakannya tadi?" tanya Sasuke.
Mungkin hanya Sasuke saja, satu-satunya orang yang berani berkomunikasi dengan Naruto tanpa rasa hormat sedikit pun. Namun, Naruto juga tidak tampak keberatan dengan hal itu. Penguasa Utara itu menghela napas pelan.
"Artinya, dia menegaskan kalau Festival Bulan nanti akan terjadi pembantaian besar-besaran."
"Sebaiknya kita mulai menyusun strategi untuk Festival Bulan yang akan datang," saran Kakashi.
Naruto mengangguk. "Aku akan mempercayakan hal itu kepada Kapten untuk sistem keamanan Festival Bulan nanti. Aku juga akan mengundang Sai, Kepala Keamanan, untuk berdiskusi bersama."
Kakashi mengangguk.
Naruto berbalik, tetapi lagi-lagi pertanyaan Sasuke menghentikannya untuk sejenak. "Kau mau kemana?" tanyanya.
"Ada berkas yang harus kuurus."
Dan entah bagaimana Sasuke tahu bahwa lelaki itu berbohong padanya.
.
Uzumaki Kushina mulai memiliki hobi baru sejak putranya mengemban tugas. Dia lebih suka menjelajahi isi perpustakaan atau berjalan-jalan santai di kebun atau taman. Suaminya sudah mempersiapkan putra mereka dengan sempurna, sehingga ketika dia meninggal, Naruto sudah cakap dan siap untuk mengemban tugas itu.
Dia memang sudah melepas semua kewajibannya dan tidak pernah menentang semua keputusan Naruto. Hanya saja, terkadang dia bisa merasakan bahwa putranya bimbang atau takut, seperti masa awal-awal dia menduduki kursi tertinggi itu.
Seperti saat ini. Entah ada angin apa, Naruto mengunjungi Ibunya di perpustakaan yang sedang santai membaca buku sendirian. Bahkan, dia hanya ditemani dengan seorang pelayan saja yang berdiri di dekat pintu. Kushina menutup bukunya ketika putranya datang dan duduk di depannya.
"Kenapa suka sekali dengan pelayan yang sedikit? Kalau terjadi sesuatu pada Ibu, aku yang stress," katanya.
Kushina hanya tersenyum lembut pada putranya. "Kau sendiri suka berkeliaran tanpa pengawal. Kenapa Ibu tidak boleh?"
"Karena itu berbeda. Kalau ada yang menyerang Ibu bagaimana?" tanya Naruto.
Kushina berdecak. "Apa kau pikir Ibu tidak seberdaya itu? Apa Ibu tampak lemah?" tanyanya tajam.
Naruto langsung menggeleng. Mana mungkin Kushina lemah? Dia adalah wanita paling tangguh yang pernah dijumpai Naruto. Kushina juga bisa menendang pantat Naruto sampai melayang ke luar dari Utara, jika dia mau.
"Tentu saja tidak! Mana ada orang lemah yang bisa membuat kepala bocor hanya dengan menjitak," kata Naruto.
"Kau mau Ibu jitak lagi?" tanya Kushina sambil mengepalkan tinjunya. Naruto langsung menggeleng kencang untuk kedua kalinya lagi. "Bagus. Diam kalau begitu."
Naruto mengambil gelas kosong dan menuang teh hangat untuk dirinya sendiri. Kushina masih mengamati putranya. "Putra Uchiha itu namanya Sasuke ya," ujar Kushina mulai memancing. Naruto mengangguk sambil menyesap teh hangat tersebut. "Adik Itachi?"
Naruto mengangguk lagi.
"Sudah lama ya, Kediaman ini tidak didatangi oleh para Uchiha," kata Kushina. "Dulu Itachi suka berkunjung dan menginap di sini. Setidaknya Ibu tidak kesepian karena Itachi adalah teman yang seru untuk berdiskusi."
"Jadi aku bukan teman yang seru?" tanya Naruto sambil menaikkan alisnya.
"Kau lebih suka bermain di Perbatasan daripada menemani Ibu. Lagipula, topik yang bisa kau bahas dulu hanya sedikit."
"Oh ya? Wah, maaf deh kalau aku tidak berwawasan luas seperti Itachi," kata Naruto.
Kushina tertawa pelan. "Sasuke tidak begitu mirip dengan kakaknya ya?"
Naruto mengangguk. "Sama sekali tidak mirip! Dia lebih dingin dan tertutup. Dan emosinya lebih tidak stabil. Selalu banyak bertanya dan kadang membuatku cemas."
Kushina hanya diam sebelum menjawab, "persis seperti kau dulu pada Itachi."
Naruto melotot. "Tidak, ah! Rasanya dari dulu aku sudah keren."
Kushina hanya mengangkat alisnya, skeptis pada kata-kata Naruto. Ada di sudut hatinya dia merindukan momen-momen seperti ini. Bercengkrama berdua dengan putranya, membahas hal-hal ringan yang terjadi di dalam hidup Naruto. Membahas siapa saja teman yang ada di dalam kehidupan putranya. Namun, dia lebih dari sekedar tahu bahwa percakapan basa-basi seperti ini bukanlah hal yang akan dilakukan oleh Uzumaki Naruto. Dia terlalu sibuk mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai Kepala Keluarga dan Penjaga Utara, jadi jika Naruto datang menemuinya pastilah dia ingin meminta pendapat. Pendapat yang tidak akan ditemukannya dari orang lain. Pendapat yang bisa dia percaya dan yakin bahwa itu tidak akan mengkhianatinya.
"Selama dunia ini masih berputar, selama manusia masih haus akan kekuasaan, pengkhianat akan selalu terlahir di dunia ini."
Naruto menatap Ibunya.
"Itu kutipan dari salah satu pendiri awal Klan Uzumaki, Mito namanya."
"Aku tidak tahu dia seorang pujangga," kata Naruto.
Kushina menggeleng. "Dia bukan pujangga. Uzumaki Mito adalah Wadah Kyuubi pertama di dunia ini. Dulu Klan Uzumaki hanya sebuah keluarga miskin yang hidup mengais tanah salju di Utara. Terpecah belah akibat perang saudara yang tidak berkesudahan. Lalu, ketika Mito berusia 16 tahun, dia mengadu nasibnya ke Ibu Kota untuk menjadi seorang prajurit. Karena dia seorang perempuan, maka dia hanya dipandang sebelah mata. Dia ditugaskan untuk menjalankan misi yang paling mustahil saat itu, yaitu Menyegel Kesembilan Monster Penjaga di setiap penjuru."
Sebelum Ibunya mendongeng lebih jauh lagi, Naruto memotongnya. "Aku tahu cerita tentang buyut kita, tapi apa poinnya?" tanyanya.
"Ketika dia menjabat dan mengangkat derajat Klan Uzumaki, dia berpidato seperti itu di seluruh Utara. Kalimat itu menjadi pengingat bahwa manusia adalah mahluk yang tidak pernah merasa puas. Bahkan setelah mendapat kekuasaan yang besar pun, manusia masih akan terus menginginkan hal lain, hal yang tidak dimilikinya. Itu merupakan sifat dasar manusia. Sifat itu bisa menyeret seseorang ke sebuah jalan gelap tanpa dasar. Yang lebih celaka, sifat seperti ini bisa membuat dunia menjadi kacau balau."
"Jadi maksud Ibu, siapapun yang melepaskan terror ini menginginkan kekuasaan? Menguasai Utara? Melengserkan aku?"
Kushina tidak mengangguk ataupun menggeleng. "Menurut ramalan, Kaguya sudah pasti akan bangkit, cepat atau lambat. Jika dia bangkit sepenuhnya, bukan hanya Utara yang akan celaka, tapi seluruh dunia akan merasakan dampak dari timbunan kemarahannya. Ayahku sudah memprediksinya dan Minato juga mengatakan hal yang sama. Minato juga kehilangan nyawanya demi mencegah hal itu terjadi. Keluarga Uzumaki sudah menjadi Penenang Kaguya selama ribuan tahun. Sistem yang kita bangun adalah yang terkuat di dunia ini. Namun, jika pegunungan sampai bergolak, maka siapapun orangnya pastilah paham dengan sistem ini."
Bicara dengan Kushina hanya menambah keyakinan Naruto bahwa siapapun penjahatnya pastilah orang dalam di Klan Uzumaki. Dia sudah tahu hal itu, hanya saja sudut hatinya masih menolak kenyataan tersebut. Naruto mengenal semua orang yang telah mengabdi pada Klan tersebut seumur hidupnya. Dia tahu semua cerita dan latar belakang mereka. Naruto mau mempercayai bahwa mereka bukan orang jahat. Bahwa ada pihak asing yang menyusup dan mengacaukan sistem.
Namun, kejadian seperti itu rasanya nyaris mustahil. Pertahanan milik Namikaze Minato merupakan tingkat pertahanan hampir sempurna dan tidak dapat ditembus. Kalau hanya orang asing saja, tidak mungkin bisa melemahkan mantra sedemikian rupa hingga menyebabkan efek domino. Lebih masuk akal kalau pelakunya adalah orang yang dikenalnya dengan baik.
Kushina mendapati ekspresi bimbang dari putranya. "Ini memang menyakitkan," katanya. "Rasa sakit yang ditimbulkan dari tusukan orang terdekat lebih dalam daripada orang asing. Karena kau tidak akan pernah menyangka bahwa mereka akan menyerang dan melukai kita."
Naruto menggeleng pelan. "Aku masih ingin percaya bahwa ada mata-mata dari luar yang merusak sistem. Namun, sama seperti kematian Ayah, semuanya sejelas musim panas."
Kushina menggenggam tangan besar milik Naruto yang tampak rapuh. Dulu, tangan itu mungil sekali dan selalu Kushina jaga supaya tidak ada yang bisa menyakitinya. Namun sekarang, semua hal berusaha menyakiti permata kecilnya. "Ibu tahu," bisiknya.
"Aku sudah bersumpah untuk melindungi semua pijakan tanah di wilayah ini. Dan aku telah bersumpah pula untuk memimpin serta melindungi Klan Uzumaki ini. Aku cinta Keluarga ini, aku cinta wilayah ini. Ini rumahku, rumah kita semua. Kenapa sekarang aku dipaksa memilih?"
Kushina tidak melepaskan genggaman tangannya. "Itulah yang namanya pemimpin, Putraku. Tidak boleh goyah ketika bimbang dan tidak boleh hancur ketika diberikan tekanan. Meskipun kau bingung, kau tidak boleh menunjukkan sisi lemah pada rakyat. Kau tidak boleh terlihat tidak berdaya di depan mereka. Kau harus bisa memimpin mereka. Termasuk menentukan pilihan yang berat dan menyakitkan."
Naruto menatap dalam-dalam kedua iris ungu milik Kushina. Tatapan itu keras dan tegas. Itu tatapan dari seorang Kepala Keluarga dan Pemimpin Utara. Kushina pernah menduduki jabatan tinggi itu. Dia pernah berdiri sendiri di puncak dunia. Namun, saat itu Kushina punya segalanya. Punya Ayah yang pengertian dan suami yang bijak. Mereka mendukungnya dari belakang.
Naruto tidak punya itu semua. Ada Kushina, tetapi topangan itu tidak cukup kuat. Dia ingin Ayahnya di sini dan dia butuh kebijaksanaan dari Minato. Dia ingin memiliki pendamping yang cakap. Hanya saja, semua orang yang diinginkan dan dibutuhkannya selalu pergi meninggalkannya. Lalu, Naruto kembali sendirian.
Dia tidak akan pernah terbiasa untuk memimpin.
Kalau boleh memilih, dia tidak ingin menjadi pemimpin. Dia tidak ingin terlahir dengan kutukan seperti ini. Hidup sederhana di pinggir pantai dengan kehidupan yang membosankan tampaknya lebih menggoda daripada menghadapi ini setiap harinya.
Namun, Naruto menyatukan lagi semua pikirannya. Ibunya benar, dia tidak boleh goyah. Jika dia goyah, seluruh warganya celaka dan Utara akan musnah. Tidak akan ada masa depan lagi untuk mereka. Dan jelas Naruto tidak menginginkan hal tersebut terjadi. Jadi, dia menegakkan tubuhnya dan menampar kedua pipinya keras dengan tangannya sendiri.
"OKE! Aku harus semangat! Aku tidak boleh goyah lagi!" serunya keras.
Kushina hanya mengamati putranya. "Apapun pilihanmu, Ibu yakin bahwa kau telah memilih yang terbaik untuk semuanya."
Naruto mengangguk. Binar irisnya masih bergetar, tetapi semangat masih ada di dalamnya. Bara apinya tidak padam.
"Akan kuselesaikan semua masalah ini sekali dan selamanya."
.
Festival Bulan sudah tinggal menghitung hari dan semua rakyat antusias menyambutnya. Tidak peduli hujan salju ataupun angin yang bertiup dengan kencang, jalanan utama selalu ramai dengan para warga yang memasang dekorasi di setiap pinggir jalan dan rumahnya. Para pedagang mulai memajang berbagai hiasan berbentuk Dewa Kaguya yang telah dikalahkan oleh kedua Putranya. Aula di Balai Kota juga berhiaskan pernak Pernik yang indah dan menggemaskan.
"Rasanya aku ingin membawa pernak pernik ini kembali ke Ibu Kota," kata Ino sambil mengagumi kreativitas rakyat.
Sakura mengangguk. "Aku tidak pernah melihat Festival Bulan sebelumnya. Kurasa aku sangat bersemangat sekali!"
Mereka berdua sedang ditugaskan untuk berpatroli keliling kota, mengamankan para warga dan juga menyeleksi apakah di antara para warga ada Zetsu Putih yang menyamar dan membuat keonaran. Sakura juga sekalian mau belanja berbagai jenis herbal untuk persiapan Festival Bulan, karena wanita muda itu diminta untuk bergabung bersama Tim Medis.
"Aku juga tidak pernah melihat langsung. Wilayah ini sangat tertutup dan aksesnya sulit. Kalau bukan karena kemampuan teleportasi Tuan Uzumaki, kita akan menghabiskan waktu lebih lama di perjalanan," ujar Ino.
Sakura hanya beberapa kali bertemu dengan Uzumaki Naruto. Dia adalah salah satu tabib istana yang merawat Naruto usai pertempuran dengan Juubi di Ibu Kota. Sakura masih ingat hari itu, dimana kondisi Naruto sudah pucat dan dingin akibat kehabisan darah. Bahkan, Senju Tsunade mengepalai tim medis yang menolong Naruto. Keberadaan lelaki itu begitu penting dan besar, tetapi namanya jarang dikenal.
"Tapi kalau memang akan ada serangan saat Festival Bulan, kenapa festival ini masih diadakan?" retorik Ino sambil menatap langit kelabu. Sudah dua hari ini rasanya dia tidak melihat matahari. Malah, udara terasa semakin dingin setiap harinya sampai dia menolak mandi untuk dua hari ini, meskipun para pelayan sudah menawarkan air panas untuk mandi.
"Mungkin seperti perayaan Hari Jadi? Karena festival ini penting dan sakral," kata Sakura.
Ino mengangkat bahunya. "Mungkin. Hanya saja, apakah itu setimpal dengan keselamatan rakyat?"
Sakura tidak membalas. Dia masih asyik mengamati lingkungan sekitar. Dia bisa melihat beberapa prajurit berdiri siaga di sudut-sudut kota, memantau pergerakan orang-orang. Tadi, Kapten Kakashi sudah pergi dengan Sai untuk membahas titik-titik mana saja yang sepertinya rentan terjadi serangan. Sejauh ini Sakura belum meninju Zetsu Putih yang iseng lewat di depan matanya.
Mereka berdua berjalan sampai kaki terasa pegal dan kembali ke Kastil milik Uzumaki. Di sana mereka bertemu dengan Shikamaru dan Lee, serta Chouji dan Kiba yang juga baru selesai patrol. Namun, Sasuke tidak terlihat.
"Mungkin dia bersama Tuan Rumah," kata Shikamaru sambil menguap ketika Sakura bertanya.
"Aku tidak tahu bahwa mereka berdua sedekat itu," kata Lee. Mereka berenam memasuki gerbang utama yang dijaga oleh dua orang prajurit. Bahkan, Klan Uzumaki pun menyambut dengan baik Festival Bulan. Ornament-ornamen di pajang di dinding-dinding batu, bersebelahan dengan panji-panji milik Uzumaki. Di lorong-lorong suram tersebut obor menyala menerangi jalan. Langkah mereka bergema di sepanjang koridor.
"Rasanya aku tidak akan pernah terbiasa tinggal di sini," kata Kiba sambil merapatkan mantelnya. Dia masih merasa kedinginan setelah melapisi tubuhnya dalam balutan tiga buah kain dan sebuah jubah yang tebal. Rune-rune yang dipasang di sekeliling dinding batu berpendar lembut, menghalau angin dingin masuk, tetapi musim dingin memiliki hawa dingin yang dapat menusuk sampai ke dalam tulang.
"Aku sudah merindukan babi panggang Ibu Kota," kata Chouji.
Naruto merupakan Tuan Rumah yang baik, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa Ibu Kota memberikan pelayanan yang terbaik. Binatang yang beraneka ragam, masakan yang bervariasi dan rempah-rempah yang berlimpah. Dan, yang paling utama adalah sinar matahari yang selalu menerangi sepanjang tahun.
Di persimpangan koridor, mereka bertemu dengan Shimura Danzo.
"Selamat siang," katanya penuh dengan kesantunan.
"Siang Tuan Danzo," ujar Ino. Mereka berenam ikut membungkuk memberi salam.
"Bagaimana menurut kalian Utara?" tanyanya basa-basi. "Memang tidak bisa dipungkiri bahwa beberapa waktu belakangan ini cuaca semakin memburuk. Badai terus datang silih berganti. Namun, sesungguhnya pesona Utara jauh lebih dari itu," katanya.
Sakura tertawa sopan. "Kami berterima kasih pada Tuan Uzumaki dan Anda yang sudah menyambut dan menyediakan semua kebutuhan kami di sini."
Danzo tersenyum. "Saya berharap kalian juga ikut menikmati Festival Bulan. Tidak hanya berpatroli, tapi juga ikut turut serta di dalamnya."
"Kami memang menantikan Festival Bulan," jawab Ino.
"Anda hendak kemana, Tuan Danzo?" tanya Lee.
"Saya hendak ke perpustakaan. Nyonya Uzumaki meminta tolong untuk beberapa perkamen," jawabnya sambil memperlihatkan 3 gulungan perkamen di tangan kanannya.
"Nyonya Uzumaki masih memegang pemerintahan?" tanya Kiba. Shikamaru langsung menyenggol lengan temannya yang bertanya tanpa berpikir. Sayangnya, yang disenggol tidak peka.
Danzo menjawab dengan tenang. "Pemerintahan sepenuhnya dipimpin oleh Tuan Uzumaki Naruto. Nyonya Uzumaki hanya membantu sedikit-sedikit." Dia mengamati satu per satu wajah para pemuda pemudi dari Ibu Kota. "Kalian hendak kemana?" tanyanya.
"Sejujurnya kami belum tahu. Kami baru selesai berpatroli," ujar Ino.
"Kalau begitu, apa kalian mau saya ajak berkeliling Kediaman Klan Uzumaki ini?" tawarnya ramah.
Anggukan dari kelima orang itu terjadi serempak, kecuali Shikamaru yang menahan kuapan dan rasa malasnya.
"Terima kasih banyak Tuan Danzo!" seru Rock Lee bersemangat.
"Tidak masalah," katanya. "Mari."
Danzo berjalan lebih dulu dan diikuti oleh keenam orang. Mereka menyusuri lorong-lorong panjang yang gelap serta langkah kaki mereka bergema. Lalu, mereka menaiki undakan tangga yang terbuat dari batu juga untuk sampai ke perpustakaan di sayap kanan bangunan.
"Sebenarnya, Rune itu apa?" tanya Chouji penasaran. Sepanjang dia berjalan, rune-rune berpendar lembut.
"Sejenis mantra. Orang lain menyebutnya Chakra, tapi di Utara kami memakai Rune," jawab Danzo.
"Apa bedanya dengan chakra pada umumnya?" tanya Shikamaru.
"Rune dibentuk dari sihir Utara dan hanya bisa digunakan di Utara. Sihir itu dulu digunakan oleh Dewa Hagamoro dan Dewa Haruma untuk menyegel Ibu mereka, Dewa Kaguya di dasar pegunungan. Sihir itu adalah restu mereka berdua pada Utara. Agar manusia bisa mempertahankan diri masing-masing."
Pintu perpustakaan terbuka dan ruangan yang penuh dengan berbagai jenis buku menghampiri indra penglihatan mereka. Shikamaru sampai menganga melihat 4 lantai perpustakaan yang berisikan berbagai jenis buku.
"Besar sekali," kata Lee sambil menatap kagum ke setiap sudut ruangan. Obor-obor diletakkan di beberapa tempat yang jauh dari kertas-kertas ataupun benda yang mudah terbakar. Beberapa pelayan sibuk membersihkan rak-rak buku dan menyusun kembali buku-buku yang baru selesai di baca.
"Perpustakaan ini menyimpan berbagai jenis buku dari seluruh dunia. Sudah ada sejak Uzumaki Mito mendirikan Klan Uzumaki ini," jelas Danzo.
"Hebat. Kurasa ini lebih luas dari perpustakaan di Ibu Kota," kata Shikamaru. Membuat Shikamaru tercengang adalah hal yang sulit, dan koleksi milik Uzumaki Naruto mampu melakukannya.
"Di sini bukunya juga banyak dalam bahasa Rune Kuno," kata Danzo. Mereka mengitari perpustakaan sambil menatap buku yang beraneka ragam.
"Rune Kuno? Sama seperti bahasa yang digunakan Zetsu Putih," celetuk Kiba.
"Itu adalah Bahasa Ibu dari wilayah Utara. Sekarang sudah mulai jarang orang yang bicara bahasa tersebut, tapi masih banyak literatur yang menggunakan bahasa tersebut untuk menyampaikan sebuah cerita."
"Apa Tuan Uzumaki bisa berbahasa Rune Kuno?" tanya Lee. "Ketika Ino mengutarakan isi kepala Zetsu Putih, tampaknya Tuan Uzumaki mengerti bahasa tersebut."
Danzo tersenyum. "Menguasai Rune Kuno adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang pemimpin Utara."
"Merepotkan," dengus Shikamaru pelan. Sekarang, Naruto tampak jauh lebih keren dari sebelumnya, padahal dia sudah mencuri berbagai jenis perhatian di dunia ini.
Mereka sampai ke ujung ruangan, tempat sebuah perapian kecil dan dua buah kursi kayu. Duduklah Uzumaki Kushina di sebuah kursi kayu sambil membaca buku dengan tenang. Dia menyambut Danzo lewat sudut matanya.
"Ini perkamen yang Anda minta, Nyonya," ujar Danzo.
Kushina tersenyum. "Terima kasih," katanya. Dia memberi isyarat agar Danzo meletakkan ketiga perkamen itu di meja kayu yang berisi sebuah teko dan cangkir teh. Danzo meletakkannya di sebelah teko.
"Dimana Naruto?" tanya Kushina.
"Tuan Uzumaki sedang pergi ke pegunungan. Sepertinya berusaha memperbaiki mantra yang rusak," infonya.
Kushina mengangguk mengerti. Dia melirik lewat ekor matanya tentang keberadaan 6 orang yang berdiri agak jauh di belakang. "Lanjutkanlah aktivitasmu. Mau membawa mereka berkeliling?" tanyanya.
"Benar," ujar Danzo, "saya pamit undur diri, Nyonya."
Lalu, mereka semua keluar dari perpustakaan.
"Kita kemana setelah ini?" tanya Lee.
"Kita bisa ke arena latihan para prajurit, atau ke Menara Penjaga. Ada juga taman, tetapi saat ini sudah pasti semuanya akan tertutup salju. Namun, jika musim semi, pohon-pohonnya bisa tumbuh dengan sangat subur dan cantik."
"Di sini juga ada musim semi?" celetuk Chouji.
Danzo mengangguk. "Ada. Beberapa tahun belakangan ini kami mengalami musim semi, meskipun hanya sebentar. Namun, dulu musim semi sering datang ke wilayah Utara ini."
"Tadi Anda bilang kalau Tuan Uzumaki sedang ke pegunungan. Mantra apa yang rusak di sana?" tanya Shikamaru.
"Telingamu cakap, Anak Muda," puji Danzo.
"Apa itu ada hubungannya dengan Kaguya dan Zetsu Putih?" tanyanya lagi, mengabaikan pujian yang ditujukan untuknya.
"Saya takut bahwa itu adalah informasi yang tidak boleh diberikan bagi pendatang," kata Danzo.
"Kenapa?" tanya Shikamaru lagi.
"Karena begitulah cara Utara bekerja. Dengan sihirnya, dengan rahasianya."
Shikamaru menyipitkan matanya. "Anda tampak mencurigakan jika menjawab seperti itu."
Danzo tertawa. "Sihir berhasil karena tidak ada yang mengetahui triknya." Dia kembali memasang senyum professional. "Mari saya tunjukkan tempat lainnya."
.
"Kau bisa bersantai dulu Sasuke," kata Kakashi. Namun, Sasuke menggeleng. Dia tetap mengikuti Kakashi dan Sai untuk melihat titik-titik di Ibu Kota yang sekiranya rentan akan terjadinya serangan.
"Tidak masalah," kata Sasuke datar. Rasanya dia ingin menebus waktu yang digunakannya bersama dengan Naruto dan tidak bekerja.
"Kau harus lebih berinteraksi dengan teman-teman sebayamu," katanya, "nanti kau malah semakin tidak punya teman."
Sasuke tidak menanggapi kata-kata Kakashi. Tujuannya memang bukan untuk mencari teman, tetapi untuk mengasah kemampuannya dan menjadi lebih kuat lagi. Supaya suatu saat nanti dia bisa membantu meringankan sedikit beban yang ada di pundak Naruto. Supaya suatu saat nanti dia bisa dengan bangga berdiri sejajar bersama Penguasa Utara tersebut.
"Kata Tuan Uzumaki salah satu cara supaya kita bisa mendapat teman adalah dengan tersenyum," kata Sai.
Sasuke menatap pemuda itu. Usianya sepantaran dengan Sasuke, tapi Sai mempunyai aura yang aneh. Dia kadang bisa diam saja seperti patung dan menghilang seperti bayangan. Lalu, dia juga selalu tersenyum dengan cara yang aneh sampai membuat Sasuke tidak ingin dekat-dekat dengannya.
"Karena itu kau selalu tersenyum?" tanyanya.
"Tuan Uzumaki mengajari saya caranya tersenyum, jadi saya memakai terus ajaran dari beliau."
"Darimana asal-usulmu, Sai?" tanya Kakashi basa-basi. "Apa kau juga anggota keluarga Uzumaki?"
Sai menggeleng. "Saya dibawa ke Klan Uzumaki oleh Tuan Minato. Lalu, saya diserahkan pada Tuan Danzo untuk dididik."
"Jadi kau bawahan Danzo," kata Kakashi.
Sai tersenyum. "Saya bawahan dari Tuan Uzumaki."
Kakashi memutuskan untuk tidak melanjutkan percakapan. Dia menatap Aula Balai Kota yang sudah semakin banyak orang. Panggung dihiasi sedemikian rupa sampai tampak cantik. Ada banyak lukisan Hagamoro dan Haruma di dinding-dinding Aula. Ada pula ilustrasi pertempuran Kaguya melawan kedua Putranya. Ilustrasi yang lain menggambarkan Kaguya yang meniupkan hawa dingin dan kematian di sepenjuru Utara.
"Seberapa sering Zetsu Putih menyerang warga?" tanya Sasuke. Sasuke memutuskan mengorek informasi dari orang yang sudah pasti akan menjawab pertanyaannya dan sudah pasti juga orang itu bukan Naruto. Naruto sangat tertutup akan hal-hal seperti itu padanya, jadi dia sudah belajar untuk mencari jawabannya sendiri daripada menunggu Naruto menjelaskan.
"Tidak sering, tapi tidak jarang juga. Malah, untuk beberapa tahun belakangan ini Perburuan Zetsu Putih dijadikan ajang perlombaan setiap Festival Bulan," jelas Sai.
"Apa?" tanya Sasuke takut salah dengar.
Sai mengangguk. "Bisa dibilang memburu Zetsu Putih sebagai lambang kebebasan warga Utara dari kutukan Kaguya. Seperti Dewa Hagaromo dan Dewa Haruma ketika mereka menyegel Ibu mereka di dasar pegunungan."
Entah kenapa Sasuke merasa mual mendengarnya. Menjadikan Zetsu Putih sebagai buruan hanya untuk bersenang-senang. Namun, Zetsu Putih juga adalah mahluk yang sama yang mengoyak daging manusia tanpa pandang bulu demi kebangkitan Tuan mereka, Kaguya. Mungkin, Naruto melihatnya sebagai sesuatu yang memuaskan sehingga hal seperti itu dijadikan ajang perlombaan.
"Sejak kapan?" tanya Sasuke.
"Sejak Tuan Uzumaki menjabat sebagai Kepala Keluarga, setelah kematian dari Tuan Minato."
.
"Kau memang yang termanis."
Uzumaki Naruto duduk bersila di tengah ruangan lapis es, tempat bersemayamnya Kaguya. Hari ini adalah Festival Bulan, tetapi dibandingkan memberikan kata sambutan, ada hal yang lebih mendesak yang harus dilakukannya. Sejak mendengar informasi dari Zetsu Putih, Naruto memutuskan untuk menghadapi Kaguya langsung di perut pegunungan. Mencegah yang terburuk naik ke permukaan dan menghancurleburkan semuanya.
"Seharusnya kau tinggal saja disini bersama denganku, supaya aku tidak kesepian."
Naruto menatap tajam butiran-butiran salju yang berputar membentuk tornado kecil di hadapannya. Sudah dua hari dia tidak tidur, hanya berkonsentrasi dengan mantra-mantra. Chakra khusus Uzumaki yang berupa rantai emas menancap kuat di setiap penjuru pegunungan. Mantra yang melemah mulai ditambal satu per satu.
Chakra Kyuubi menopangnya, tetapi monster itu pun tampaknya kesulitan melawan amarah dari Dewa Kaguya. Padahal, Kyuubi sendiri merupakan kumpulan dari kebencian.
Dia terlalu kuat.
"Anak bodoh. Sihir kecilmu tidak akan mempan padaku. Aku akan bangkit ketika bulan mancapai tanah. Akan aku rebut kembali semuanya. Jangan khawatir Anak Manis, kau akan kubunuh terakhir supaya kau bisa melihat semua yang kau cintai dibantai tepat di depan matamu."
"Dan aku bertugas untuk menghentikanmu, Kaguya. Ini belum saatnya kau bangun."
"Sayang, bukan kau yang memutuskan hal tersebut."
Dan Naruto tidak pernah menyangka ketika sebuah bilah tajam menembus punggungnya hingga ujungnya tembus ke luar dadanya. Sihirnya terhenti. Chakra-nya terhambat. Naruto batuk darah, menjadikan lantai es tersebut berwarna merah.
"Hebatnya, aku sampai tidak sadar bahwa ada orang lain di sini," kata Naruto mencoba terkekeh, meskipun dadanya luar biasa sakit. "Pantas saja kau selalu mau bertukar jaga di pegunungan. Rinnengan memang sangat membantu dalam membiaskan chakra."
Uzumaki Nagato menatap dingin Sang Kepala Keluarga, sepupunya sendiri. Rinnengan-nya aktif, membuat matanya menyala.
"Kau tidak pantas duduk di kursi Kepala Keluarga," ujarnya dingin.
"Dan kau pikir kau pantas? Pecundang sepertimu? Kalau bukan karena Rinnengan, kau tidak bisa sampai di titik ini."
Dengan sisa kekuatannya, Naruto mematahkan belah pedang di dadanya dan berusaha menghentikan perdarahan di dadanya menggunakan chakra-nya.
"Aku selalu menyukai drama keluarga."
"Seharusnya aku yang menduduki jabatan itu. Dari ratusan keturunan Uzumaki, aku mewarisi Rinnegan. Kekuatanku adalah kekuatan seorang pemimpin."
Naruto mengelap bibirnya. Dia bangkit dan berhadapan dengan Nagato. Nagato tampak familiar sekaligus tampak asing. Ini adalah orang yang tumbuh besar bersama dengan Naruto, bermain bersama, berlatih bersama, dan menangis bersama. Naruto bahkan yang menikahkan Nagato bersama Konan dan menyiapkan pavilion khusus untuknya di Kastil tersebut. Dan, dia adalah orang yang sama yang melepaskan Zetsu Putih ke masyarakat, mempercepat kebangkitan Kaguya, merencanakan kehancuran dunia dan menikam Naruto dari belakang.
"Bahkan dalam mimpi pun, kau tetap tidak pantas, asal kau tahu saja."
Hal itu membuat amarah di dalam diri Nagato semakin menjadi-jadi, apalagi mereka berdua sedang di bawah wilayah kekuasaan Kaguya dan Nagato bisa merasakan emosinya yang bersinkronsasi dengan kemarahan Kaguya, sehingga dia sangat terbakar emosi melihat dan mendengar Naruto mencemooh dirinya seperti itu.
"Jujur saja, kalau kau percaya kata-kata Kaguya, berarti kau lebih dari tolol. Dia tidak peduli padamu. Dia hanya peduli pada kekuatanmu. Aku sudah pernah melihat hal seperti ini sebelumnya."
Naruto masih saja menghina dirinya.
Naruto memang selalu unggul di atasnya. Dia terlahir dari garis keturunan pewaris, tetapi Kushina menikah dengan orang luar Klan Uzumaki sehingga Naruto berdarah campuran. Dia tidak memiliki rambut merah darah seperti para Uzumaki, chakra-nya juga tidak murni. Namun, dia bisa menjadi penguasa Utara.
Namikaze Minato adalah orang luar, seorang pendatang, tetapi begitu dia datang ke Utara, dia bisa langsung menikahi Kushina. Semuanya tampak tidak adil. Nagato adalah darah murni Uzumaki, tetapi sekeras apapun dia mencoba, semurni apapun chakra-nya, dia tidak bisa mengalahkan Naruto.
"Dan kau pikir kau peduli padaku?" tanya Nagato dengan suara bergetar.
Naruto menggeleng. "Aku peduli pada Konan dan pada anak yang belum dilahirkannya. Mengetahui suaminya terbuai tipu muslihat Kaguya, dia pasti sedih."
"JANGAN UCAPKAN NAMA ISTRIKU!" raung Nagato. "Kau tidak paham apapun! Aku melakukan ini demi Konan dan anak kami! Anak kami akan lahir sebagai anak dari seorang penguasa dunia!"
"Atau dia akan tahu bahwa dia adalah anak dari seorang penjahat."
Begitu kalimat itu diucapkan, kepala Naruto hampir saja terpenggal karena Nagato menyabetkan pedangnya.
Salju berbisik-bisik dan angin berderu kencang. Naruto tahu bahwa emosi dari Nagato adalah sumber makanan paling enak untuk Kaguya. Dia menikmati semua drama keluarga di hadapannya ini sambil menunggu celah untuk bisa membunuh mereka berdua.
Naruto bukan orang naif, jadi dia tahu bahwa jika dia melemahkan pertahanannya barang sedikit, ditambah dengan kekuatan Rinnegan dari Nagato, Kaguya bisa membuka matanya dan langsung menghancurkan penjara ini serta mengubur kedua Uzumaki ini hidup-hidup.
"Kau dipermainkan oleh Kaguya, sama seperti aku. Kau pikir dengan membunuhku akan menyelesaikan masalah? Kau akan langsung dibunuh setelah dia menyerap semua kekuatan Rinnegan-mu!" seru Naruto sambil terus menghindar dari serangan pedang milik Nagato.
Dia tidak bisa asal menyerang karena chakra-nya sedang terbagi-bagi. Sebagian untuk menyegel mantra yang lemah, sebagian untuk menghentikan perdarahan, dan sebagian untuk mempertahankan dirinya sendiri. Dia juga tidak bisa sembarangan mengeluarkan Kyuubi di sini, karena sumber kekuatan sebesar itu adalah hidangan utama bagi Kaguya. Dewa itu selalu menunggu saat-saat Kyuubi keluar sehingga bisa diserap.
Saat ini posisi Naruto sedang sulit.
"Aku tidak peduli selama kau mati, Naruto! Sekarang pasukan Zetsu Putih sudah menyerang seluruh Utara. Festival Bulan Berdarah akan menjadi lambang kebangkitan Kaguya!" serunya dan Rinnengan-nya mulai bercahaya. Nagato seperti seorang monster yang kerasukan. Matanya menyala dan memancarkan kekuatan. Naruto bisa merasakan bahwa Dewa Kaguya menyerap semuanya dengan senang hati. Dia mulai berwujud perlahan-lahan dan matanya mulai terbuka sedikit demi sedikit.
"Kau sendirian di sini! Sama seperti Tuan Minato, kau akan mati di sini!" kata Nagato sambil kembali menyerang Naruto.
Naruto mengeluarkan pedangnya dan dia langsung menangkis keras serangan dari Nagato, sampai membuat pria itu mundur. Naruto memasang kuda-kuda. "Oke aku paham pesanmu. Rupanya, aku juga tidak sudi mendengar nama Ayahku disebut lewat mulut busukmu!"
Kini Naruto yang menyerang duluan. Dia menebaskan pedangnya dengan kuat sampai angin berdesing. Nagato paham betul bagaimana kemampuan berpedang Naruto, dia tidak cepat tetapi sangat bertenaga. Jika Nagato hilang fokus, maka dia sudah pasti langsung mati di tempat.
Namun, Naruto tidak berfokus pada sepupunya. Dia berfokus pada Kaguya yang mulai berwujud. Wujudnya semakin nyata, seiring dengan banyaknya energi yang diserap. Dengan kemampuannya, Naruto mengeluarkan rantai chakra dari tubuhnya yang menembus dan mengikat kaki Kaguya di lantai es. Perwujudannya melambat dan Kaguya terburai setengahnya. Partikelnya kembali menjadi butiran salju.
"JANGAN HALANGI AKU BERKUASA, UZUMAKI!" seruannya bergaung keras di sepenjuru perut gunung sampai bergetar.
Pria pirang itu belum sempat melepaskan rantai chakra yang kedua ketika pedang Nagato menyerangnya. Naruto mundur dua langkah dan memasang kuda-kuda. Nagato jelas menggunakan seluruh chakra-nya untuk menyerang Naruto, tapi dia sendiri tidak bisa mengeluarkan chakra-nya. Akhirnya, dia bertarung murni dengan tenaganya.
"Kita lihat saja, sampai mana kau bisa bertahan tanpa chakra," ujar Nagato dan dia kembali menyerang. Naruto kembali bertahan.
.
Sasuke tahu ada yang salah. Sejak kejadian di Ruang Interogasi, sejak Naruto berbohong padanya, dia tidak melihat lagi Kepala Keluarga itu di sekitar Kastil. Di Ruang Kerjanya tidak ada, di tempat-tempat biasa yang Naruto datangi juga tidak ada. Naruto juga tidak menghampirinya atau sekedar mengajaknya makan bersama.
Sasuke jadi merasa ditinggal. Namun, dia tidak mengeluhkan itu keras-keras. Hari ini adalah hari yang penting. Festival Bulan akan diadakan selama satu hari ini dari pagi hingga tengah malam, sampai bulan terlihat besar dan menyentuh permukaan bumi.
Pintu kamarnya diketuk dan Sasuke memakai jubah hangatnya sebelum membuka pintu. Rupanya Kakashi yang mengetuk. "Ayo kita rapat sekali lagi," katanya. Sasuke mengangguk dan mengikuti Kaptennya.
Mereka melewati Ruang Kerja Naruto yang selama beberapa hari ini tertutup rapat. Sasuke merasakan ada sebuah perasaan kesepian yang menghampirinya. Bukan berarti Naruto selalu ada di sisinya. Dia tidak bertemu dengan Naruto bertahun-tahun lamanya, tapi yang kali ini berbeda. Yang kali ini, Sasuke berada di rumah Naruto. Jadi, dia semakin merasa kesepian, karena disinilah seharusnya Naruto berada.
Aku harus fokus, bisik Sasuke pada dirinya sendiri. Naruto pasti punya alasan mengapa dia menghilang. Pria itu selalu punya alasan dan dia akan menjelaskannya pada Sasuke. Sasuke harus percaya hal itu.
Ruang Rapat adalah sebuah ruangan dengan meja bundar dan 10 kursi yang melingkarinya. Para teman-teman Sasuke sudah menduduki kursi masing-masing dan Kakashi serta Sasuke duduk juga. Lalu, dua orang prajurit masuk ke dalam terlebih dahulu diikuti oleh Nyonya Uzumaki Kushina, Shimura Danzo dan juga Sai. Sai memakai atribut prajuritnya. Danzo memakai kimono hitam seperti biasa dengan setengah tubuhnya yang diperban, serta Kushina tampil anggun menggunakan gaun merah gelap dan rambutnya disanggul tinggi. Ekspresinya keras dan tegas, seperti mengingatkan semua orang bahwa sebelum putranya berkuasa, dialah penguasa tunggalnya.
Kakashi, Sasuke dan teman-temannya serentak bangkit memberi hormat pada para petinggi tersebut. Kushina duduk di kursi yang paling ujung, kursi yang seharusnya di tempati oleh Kepala Keluarga yang sedang menjabat. Danzo duduk di sebelah kanannya dan Sai berdiri di belakang Kushina. Kakashi serta yang lain ikut duduk ketika Kushina sudah duduk.
"Persiapan untuk seluruh Festival sudah rampung Nyonya," ujar Danzo memberikan laporan. Dia membuka sebuah perkamen yang merupakan poin-poin yang ditulis oleh Naruto sebelum dia pergi. "Lalu, pesan dari Tuan Uzumaki adalah Perlombaan Perburuan Zetsu Putih untuk sementara dihentikan."
Kushina mengangguk. "Langkahnya tepat, tapi aku takut bahwa antusiasme warga berkurang karena hal itu."
"Namun Tuan sedang tidak ada di sini, tidak ada yang bisa menjamin keamanan Perburuan ini, apalagi dengan terror belakangan ini."
Kushina tampak berpikir. "Warga juga cemas dengan hal tersebut. Sesekali mereka butuh pengalih perhatian." Dia menatap Kakashi. "Bagaimana untuk keamanan selama Festival?" tanyanya.
"Mohon izin menjawab Nyonya Uzumaki, saya sudah membagi titik-titik rentan di sekitar Balai Kota selama acara berlangsung. Kami juga sudah mensimulasikan jika sewaktu-waktu terjadi hal yang tidak diinginkan, kami sudah membangun barikade darurat di aula Balai Kota untuk pengungsian darurat."
"Ada lantai bawah tanah di Balai Kota yang lorongnya tersambung ke Kediaman Klan Uzumaki. Jika memang akan ada pertumpahan darah, kita akan bertahan di Rumah Uzumaki ini."
Danzo mengangguk. "Lalu, Kita membahas mengenai kata sambutan. Berhubung Tuan Uzumaki tidak bisa datang menghadiri Festival Bulan, Anda yang harus membuka acara ini dan memimpin Upacara Bulan," jelas Danzo. Kushina mengangguk.
"Bagaimana dengan Tim Medis?" tanya Kushina sambil menatap Sakura.
"Mohon izin melapor Nyonya Uzumaki, dari Tim Medis sudah dilakukan persiapan untuk antisipasi kejadian selama Festival Bulan berlangsung. Jika sewaktu-waktu terjadi pertempuran, tim medis siap turun langsung membantu pertarungan."
"Tim medis harus berada di garis belakang pertempuran. Meskipun Zetsu Putih hanya onggokan daging dari Kaguya, mereka pintar menyerang. Mereka tahu siapa yang harus diserang lebih dulu. Mintalah persiapan ke Kepala Tabib Klan, dia akan membantumu mempersiapkan semuanya di Ruang Bawah Tanah."
"Baik Nyonya."
Dari rapat, Sasuke seperti merasa bahwa Klan Uzumaki sudah yakin akan terjadi pertarungan. Mereka sudah mengantisipasi banyak hal, termasuk terowongan bawah tanah. Seolah-olah mereka dipersiapkan untuk hal ini.
"Evakuasi dulu wanita, anak-anak dan orang tua. Jika kondisi tidak memungkinkan, maka para pria harus turun dan diberi pedang dan bertempur bersama," kata Kushina lagi.
Danzo mengangguk dan mencatat semuanya.
Kushina menghela napas. Dalam satu momen yang singkat, Kakashi serasa melihat Senju Tsunade di dalam dirinya. "Pertempuran ini harus dilakukan di Kediaman Uzumaki. Masalah ini harus diselesaikan sampai tuntas. Kita tidak akan membiarkan Kaguya menang. Naruto sedang melakukan yang terbaik, kita juga harus bisa menyokongnya."
Sasuke sudah sangat gatal ingin sekali menyela dan bertanya macam-macam, apa maksudnya? Dimana Naruto? Apa yang sedang dia lakukan? Namun, Kakashi memberinya tatapan untuk tetap diam, dan Sasuke merasa dia harus menurut saat ini dan tidak membantah. Jadi, dia menutup mulutnya rapat-rapat.
"Musim dingin adalah keabadian, tetapi musim semi akan menyentuh tanah ini."
Dan ditutuplah rapat pagi itu.
.
Para prajurit sibuk mengisi amunisi dan mengatur barisan. Beberapa membuat jebakan yang akan menghambat pergerakan Zetsu Putih. Para pemanah menempati tempat-tempat tertinggi dari benteng-benteng Kediaman Uzumaki dan sisanya mengasah pedang. Sasuke mengikuti Kakashi menuju pusat kota dan ke Balai Kota.
Masyarakat sudah sangat antusias dalam menyambut Festival Bulan dan ketika Sasuke mendongak menatap langit, dia bisa melihat dengan jelas bentuk bulan yang tampak sangat besar dari bentuk seharusnya. Meskipun hari masih pagi, tetapi sinar bulan lebih menerangi kota ini daripada matahari.
Banyak warga sudah berkumpul di Balai Kota, menantikan sambutan dari Pemimpin mereka dan Upacara Bulan. Bisik-bisik dan suara seketika terhenti ketika Uzumaki Kushina dengan anggun dan penuh percaya diri menaiki panggung dan memberikan kata sambutan.
Sasuke memperhatikan bagaimana banyak bisik-bisik yang mengudara dan rasa bingung. Lalu, ada juga kerinduan dari para orang tua yang pernah dipimpin oleh wanita itu. Kushina membawakan kata sambutan dengan tenang dan diikuti oleh tepukan tangan yang meriah. Lalu, Upacara Bulan di mulai. Para tetua membawa obor yang apinya berwarna hitam, yang pernah Sasuke lihat beberapa tahun yang lalu.
Kushina dipakaikan jubah yang tampaknya jauh lebih berat lagi dan dia mulai memimpin upacara tanpa ada kesalahan.
"Api Hitam yang tidak akan pernah padam baranya. Amaterasu yang selalu memberkati kita tanpa pernah meninggalkan dunia tanpa sinar mataharinya. Musim dingin yang abadi."
Sasuke tidak memahami kata-katanya karena Kushina mengatakannya dengan Bahasa Rune Kuno. Namun, rasanya warga sangat menghayati semuanya sampai terdiam. Setelah Upacara Bulan selesai, gong dibunyikan dan suara sorakan dan riuh dari warga menandakan dimulainya Festival Bulan.
Kushina duduk di lantai 2, di kursi para petinggi sambil melihat pertunjukan-pertunjukan, mulai dari tarian daerah, atraksi, hingga berbagai jenis hiburan lainnya. Pembawa acara tampak sangat bersemangat dalam membawakan acara.
Sasuke keluar dari Aula Balai Kota dan di jalanan juga penuh dengan orang serta para pedagang. Kondisi jalanan sama ramainya dengan Balai Kota. Kalau Sasuke tidak terbiasa, dia sudah pusing melihat ini semua. Dia berjalan dengan Kakashi, sementara yang lain juga berpencar untuk berpatroli.
Uchiha muda itu tidak bisa menahan dirinya lagi, sehingga akhirnya dia membuka mulutnya. "Kapten, kau tahu dimana Naruto," katanya. Itu adalah sebuah pernyataan.
Setelah jeda singkat, Kakashi mengangguk. "Iya, tapi aku tidak mau memberitahukan padamu." Sasuke melotot tidak terima, tapi Kakashi melanjutkan kalimatnya sebelum Sasuke memotong kalimatnya. "Soalnya kau pasti akan langsung menyusul Tuan Uzumaki begitu tahu dimana dia berada."
"Tentu saja!" kata Sasuke kesal.
"Dan itu juga alasan mengapa Tuan Uzumaki tidak memberitahu kemana dia pergi," ujar Kakashi lagi.
Sasuke merenggut tidak terima. Melihat ekspresi Sasuke yang seperti itu, Kakashi menghela napas. "Kemampuanmu dibutuhkan di sini. Untuk membantu pertempuran di kota ini. Tuan Uzumaki tahu, makanya dia percaya padamu untuk mengatasi masalah di sini."
"Harusnya dia yang bilang begitu padaku," kata Sasuke sinis.
"Kalau dia bilang pun, kau akan tetap ngotot ikut bersamanya."
Sasuke menyetujuinya. Dia ingin ikut kemanapun Naruto pergi. Dia ingin berada di sisinya, mendampinginya dan menyokongnya. Dia ingin membantu meringankan beban Naruto. Namun, Naruto tampaknya seperti menjauh darinya dan Sasuke tidak suka hal itu.
"Jangan berkecil hati, Sasuke. Kau penting baginya, aku bisa melihat itu. Kau harus percaya padanya," ujarnya lagi.
Sasuke masih ingin merajuk, dia masih ingin melampiaskan kekesalannya, tapi dia tahu bahwa itu hanya akan menghabiskan energinya. Dia masih berharap Naruto berteleportasi di depannya, mengucapkan kata maaf dan meminta baikan. Seperti itu lebih baik. Namun, Naruto bahkan melupakan janjinya untuk membawa Sasuke ke Festival Bulan berdua. Dia malah semakin marah dengan pria itu.
Kakashi dan Sasuke sampai ke batas kota. Warga sudah mulai berkurang di sini, dan tingginya pohon-pohon di hutan mulai terlihat lebih lebat. Barisan pegunungan tertutup kabut yang sangat tebal sehingga Sasuke tidak bisa melihat apapun kecuali awan kelabu dan kabut yang tebal. Angin musim dingin berhembus kencang, seperti mengirimkan pesan bahwa bahaya akan segera datang.
Jubah yang diberikan Naruto padanya membuat tubuhnya hangat, tetapi perasaan ini bukan hanya sekedar dingin udara. Ada sesuatu yang berbahaya yang mengintai dari balik pepohonan dan siap menyergap sewaktu-waktu. Pedang Sasuke terasa berat dan dia gatal ingin menghunus pedang serta mengecek ke arah hutan. Namun, Kakashi menahan pergerakannya.
"Aku juga merasakannya," katanya. Matanya menatap tajam ke dalam hutan yang gelap dan terselimuti oleh kabut. Seolah menyimpan sebuah monster mengerikan di dalamnya. "Pertempuran sudah semakin dekat, mungkin sebaiknya kita menghentikan Festival Bulan dan menyuruh orang mengungsi."
Kakashi mengeluarkan kertas mantra dan dibakarnya kertas itu oleh chakra-nya. Setelah kertas menghilang, dia berjalan menjauhi barisan hutan. Pesan telah diterima oleh para prajurit yang lain, sehingga ketika mereka mulai mendekati kota, pengumuman untuk semuanya memasuki Balai Kota secara tertib terdengar di seluruh penjuru.
Banyak yang berseru protes, meminta Festival dilanjutkan. Namun, para prajurit terus memerintahkan untuk semuanya masuk ke Balai Kota dan mengungsi. Alasannya karena badai yang sangat besar akan datang dan berbahaya, meskipun di rumah masing-masing.
Angin mulai bertiup semakin kencang dan para warga masih setengah hati untuk mengungsi, sampai akhirnya ada dua orang yang terjatuh ke tanah yang basah dan mulai bergumul. Sasuke lari ke arah mereka, karena mengira mereka bertengkar.
Namun, suara jeritan nyaring dan muncratan darah membuat suasana panik. Pemuda yang pertama mengoyak bahu pemuda yang terjatuh dan darah berhamburan kemana-mana. Perlahan-lahan dia mulai berubah wujud menjadi Zetsu Putih.
Semua orang ikut berteriak dan mulai dorong-dorongan masuk ke dalam Balai Kota sampai para prajurit kewalahan.
"SATU PER SATU! SATU PER SATU! WANITA DAN ANAK-ANAK TERLEBIH DAHULU!"
Namun, tidak ada yang mendengar.
"ZETSU PUTIH DI SINI! KAGUYA BANGKIT!"
Dan kekacauan semakin menjadi. Sasuke langsung mengeluarkan pedangnya dan menebas kepalanya sampai terputus dari tubuhnya.
"Cepat masuk ke Balai Kota!" serunya kencang pada orang-orang yang panik. Kakashi membantu pemuda yang digigit. Dia membebat bahu si korban menggunakan kain dan memapahnya.
"Sasuke, kembali ke Kediaman Uzumaki! Rombongan Zetsu Putih pasti sudah bergerak! Aku akan membantu evakuasi di sini!" serunya sambil memapah korban.
Namun, Sasuke melihat lebih jauh lagi dan ada segerombolan pasukan Zetsu Putih mulai mendatangi mereka. Jumlahnya ratusan dan mungkin ribuan. Mereka putih seperti salju dengan taring yang haus akan darah.
"Tidak bisa! Aku akan menahan mereka. Kapten kau bantu evakuasi!"
Sasuke menyiagakan pedangnya dan pasukan Zetsu Putih mulai berlari ke arah Sasuke. Dengan kecepatannya, dia mulai menebas kepala-kepala mereka. Dua sekaligus, menusuk tiga sekaligus, membuatnya tumbang satu per satu. Namun, Sasuke hanya sendirian. Jumlahnya terlalu banyak, sehingga dia juga kewalahan. Zetsu yang tidak ditebas oleh Sasuke berusaha meraih orang yang paling dekat untuk dimangsa. Namun, Kakashi menebas kepalanya dan mendorong warga tersebut menjauh.
"TUTUP GERBANG BALAI KOTA!" teriaknya pada prajurit terdekat. Dengan terburu-buru, pintu besi Balai Kota tertutup perlahan-lahan, menyisakan Kakashi, Sasuke dan beberapa prajurit untuk menghadapi para Zetsu Putih.
Sasuke mengeratkan pedangnya. Dia siap bertempur sampai titip darah penghabisan selama itu bisa menghalau Zetsu Putih, tetapi Sasuke tidak sendirian. Shikamaru, Lee, Chouji, Kiba, dan Ino juga bertarung bersisian.
"Kita tidak bisa bertempur di Balai Kota, warga masih dievakuasi. Kita harus pancing ke Kediaman Uzumaki untuk pertempur di sana," kata Kakashi.
Shikamaru yang paham langsung mengambil kertas mantra dan membakarnya. Bagaikan petasan, kertas itu meluncur ke atas awan dan menerangi langit yang kelabu. Memberikan sebuah tanda untuk para prajurit bahwa pertempuran sudah dimulai.
Zetsu Putih bagaikan monster yang kelaparan dan kalap. Mereka berlari terus-menerus berusaha menjangkau siapapun yang bisa dijangkau. Shikamaru menebas kepala mereka satu per satu dan Chouji mengubah tubuhnya menjadi raksasa setinggi 4 meter dan mulai menginjak-injak para Zetsu sambil terus mundur.
Kiba dan Ino juga bertahan mati-matian sambil terus memenggal semua kepala Zetsu yang bisa dipenggal. Mereka terus mundur sampai ke garis pertahanan dengan gelombang Zetsu Putih yang terus bertambah.
"PEMANAH!" seru seorang komandan. Para pemanah di barisan atas siap dengan busur dan panah yang mengarah para rombongan Zetsu.
"TEMBAK!"
Ratusan anak panah menghujani mereka. Sasuke yang lainnya mati-matian supaya tidak terkena anak panah. Mereka berlari ke arah pintu gerbang Kediaman Uzumaki yang dibuka perlahan-lahan agar mereka bisa masuk. Lalu, tepat sebelum seorang Zetsu Putih mencoba meraih Sasuke, kepalanya di panah dan dia mati di tempat.
Pintu gerbang berdebam saat kembali di tutup.
"Kalian baik-baik saja?"
Kushina datang dengan zirah perangnya. Rambutnya masih disanggul, tetapi dia memakai atribut seorang prajurit dengan pedang di tangan. Danzo dan Sai setia mendampinginya di kanan dan kirinya.
"Serangan mereka jauh lebih cepat dari yang kita perkirakan," kata Danzo sambil membantu mereka berdiri. Sasuke masih menarik napas putus-putus.
"Sekarang kita hanya bisa bertahan sampai ini selesai," kata Kushina. Dia menatap ke arah pegunungan yang tertutup kabut tebal.
"Kapan ini selesai?" tanya Sasuke.
Kushina mengeratkan pegangannya pada pedangnya. "Sampai Putraku kembali ke sini."
"Dimana dia sekarang?" tanya Sasuke.
"Sasuke!" tegur Kakashi.
Namun, Kushina menggeleng. "Dia sedang mengurus masalah lain. Akar dari semua masalah ini."
"Maaf jika saya menyela," kata Shikamaru. Dia bangkit sambil menghembuskan napas. "Kalau hipotesisku benar, Tuan Uzumaki Naruto sedang di pegunungan, menenangkan Kaguya."
Kushina tidak berkata apapun dan Danzo seperti sudah siap memenggal kepala Shikamaru, hanya tinggal menunggu perintah dari Tuannya saja. Namun, Kushina tidak kunjung memberi perintah. Dia mengangguk di akhir.
"Benar Shikamaru, Putra Shikaku. Naruto sedang berada di perut gunung, menenangkan Kaguya, karena itulah Kutukan sebenarnya Keluarga Uzumaki. Itulah tugas utama dari Klan ini. Hanya saja, sekarang Kaguya sedang bangkit perlahan dari dasar perut dan Naruto mencegahnya untuk menghancurkan dunia ini."
"Dia hanya sendirian?" tanya Sasuke.
"Hanya dia yang bisa memasuki penjara Kaguya. Dia mewarisi darah Uzumaki dan Ayahnya, sehingga dia bisa memasuki gunung dan memperbaiki mantra yang rusak."
Sasuke ingin meninju wajah Naruto saat ini juga. Hal sepenting dan seberbahaya itu tapi Naruto tidak mengatakan apapun pada Sasuke. Dia bersikap seolah itu semua normal. Namun, dia mengendalikan emosinya karena kondisi di sini tidak begitu baik juga. Para prajurit bolak balik mengisi amunisi panah karena Zetsu Putih terus berdatangan.
"MEREKA MENEMBUS TEMBOK!" Info dari seorang komandan.
"Semuanya, bersiap untuk pertempuran jarak dekat!" seru Kushina.
Tidak butuh waktu lama bagi para Zetsu memanjat dan mengambil alih tembok. Para prajurit banyak menjerit dan banyak yang terjatuh dengan kondisi dimangsa oleh Zetsu. Sasuke mulai menebas siapapun yang bisa ditebas. Ino membantu menyeret para korban yang terluka untuk masuk ke dalam kastil.
Sasuke mengeratkan pedangnya, dia memasang kuda-kuda dan mempersiapkan dirinya untuk apapun yang terjadi hari ini. Dia, bersama-sama dengan teman-teman serta prajurit Uzumaki, mempertahankan wilayah Utara mati-matian.
.
Uzumaki Naruto menyadari bahwa dia tanpa chakra dan dia dengan chakra punya perbedaan yang signifikan. Dulu Ayahnya pernah mengajarinya supaya tidak perlalu bergantung pada chakra, tapi itu lumayan tidak adil pada pertarungannya sekarang. Nagato punya chakra melimpah yang dipinjamkan si Dewa Tukang Tipu Kaguya, sementara Naruto harus berhemat dengan chakra-nya. Karena, meskipun dia tidak memakainya dalam pertarungan, dia harus menopang seluruh barisan pegunungan supaya tidak hancur lebur dan menyebabkan longsor besar-besaran yang akan menenggelamkan seluruh wilayah Utara.
"HANYA SEGITU SAJA KEMAMPUANMU, KEPALA KELUARGA? LIHAT, KAU TIDAK LAYAK!" raung Nagato semakin sinting. Setengah tubuhnya tertutup oleh kristal-kristal es dan salju dan Kaguya terus menerus terbentuk, meskipun Naruto sudah menghambatnya. Namun, energi dari Rinnengan sangat kuat sehingga melemahkan chakra Naruto.
"Kenapa menyiksa diri, Anakku? Kau diberkahi dengan chakra luar biasa. Kyuubi yang bersemayam di dalam tubuhmu tidak harus dikurung."
Suara Kaguya sangat persuasif, apalagi ditambah Naruto sangat lelah setelah dua hari tidak beristirahat.
"Apa lagi yang kau pertahankan? Semuanya sudah mati. Keluargamu, teman-temanmu, dan juga Uchiha yang manis itu. Seperti janjiku, kau akan kubunuh terakhir."
Naruto mempertahankan kakinya yang seperti jeli mati-matian. "Kau terlalu meremehkan kemampuan Utara, Nenek Tua! Manusia berevolusi. Kami beradaptasi. Uzumaki tidak selemah itu dan Sasuke akan membantai semua antek-antekmu."
Setelah mengatakan hal keren seperti itu, dia batuk darah lagi. Matanya berkunang-kunang dan tubuhnya sangat berat, seperti menopang seluruh langit. Dia ingin sekali tidur dan melupakan semuanya, tetapi kalau dia melakukan itu, dia tidak bisa melindungi siapapun. Dia tidak boleh gagal. Perjuangan Ayahnya, pengorbanan Ayahnya dalam menyegel Kaguya harus dia selesaikan.
Ayah, tolong beri aku kekuatan. Jika aku selamat, aku akan langsung mengunjungi makam Ayah, batinnya di dalam hati.
Dia mengingat Ibunya yang sudah pasti akan maju di pertarungan garis depan. Ada Kakashi, murid Ayahnya. Dia belum sempat berbincang-bincang dengan Kakashi, membicarakan Minato. Lalu, ada Sasuke. Dia bisa membayangkan kalau Sasuke sudah sangat marah dengan Naruto yang menghilang tiba-tiba dan dia juga bisa membayangkan bahwa Sasuke sudah tahu semuanya. Dia rela mendengar Sasuke memarahinya jika dia selamat dari ini semua. Dia sangat ingin menemui Sasuke saat ini. Dia juga belum menepati janjinya.
Inti dari semuanya, Naruto tidak boleh mati di sini. Dia harus kembali ke Ibunya, kembali ke rumahnya, dan kembali pada Sasuke.
"Rupanya kau masih punya semangat," cemooh Nagato. Dia sudah setengah kehilangan akal sehatnya. Kebencian dan manipulasi Kaguya merasukinya, menyerap semua kekuatannya. Nagato bertambah tua dengan cepat, dan Naruto harus memutus rantai makanan di depannya. Jika Kaguya selesai menyerap semua kekuatan Rinnengan, sudah tidak ada lagi yang bisa diselamatkan oleh Naruto.
"Kalau kau membiarkan Kaguya menyerap semua kekuatanmu, kau tidak bisa pulang pada Konan dan calon anak kalian," kata Naruto.
Ditengah kesadarannya yang semakin menipis, Nagato berlari ke arah Naruto seperti sebuah boneka yang dikendalikan oleh Kaguya dan menebas angin. Naruto menendang Nagato sampai dia tersungkur. Dia harus memikirkan cara untuk memutuskan antara Kaguya dan Nagato.
Lalu, angin menampar Naruto sampai dia membentur dinding. Rasa ngilu menjalar sepanjang tulang punggungnya. Kekuatan Kaguya semakin bertambah. Tubuhnya sudah hampir tebentuk sempurna. Ketika tubuh itu terbentuk, matanya akan terbuka dan Kaguya akan terjaga sepenuhnya.
Naruto bangkit susah payah. Dia sendirian, sementara lawannya adalah Dewa Abadi yang menyimpan sejuta kemarahan dan kepedihan di dalam hatinya. Dia tidak bisa menyentuh Nagato untuk menghancurkan ikatan mereka karena Kaguya tahu apa yang akan dilakukannya. Naruto kehabisan ide.
Dia jatuh terguling lagi dan tidak sanggup berdiri, hanya terdengar erangan menyedihkan dan seluruh tubuhnya sakit. Mungkin ada beberapa rusuknya yang memar dan patah, dia tidak tahu.
"Sial," gerutunya.
Dia masih memegang pedangnya, tetapi tidak sanggup mengangkatnya. Kaguya berada di puncak kemenangan dan Nagato semakin sekarat karena energinya habis diserap. Namun, mata Rinnengan itu masih menyala dengan terang.
Tiba-tiba, Naruto mendapatkan sebuah ide gila.
Sebuah tindakan yang presentasi keberhasilannya hanya sekitar 10% tapi layak untuk dicoba karena dia sudah kehabisan ide. Akhirnya dia menghela napas panjang.
"Kau tahu Nagato, sejujurnya aku iri denganmu. Kau punya segalanya, kau tahu. Orangtua yang lengkap, seorang istri yang mendampingimu, dan calon anak." Dia menoleh ke arah Nagato yang masih berdiri sempoyongan dan sekarat. "Coba lihat aku. Aku sudah kehilangan semuanya. Kau mungkin berpikir bahwa menduduki jabatan ini sangat menyenangkan, tapi nyatanya posisi ini membuatku kesepian. Ayahku telah tiada, sahabatku telah tiada, dan aku tidak punya pendamping sepertimu."
Naruto menarik napas. "Ayahku mati di sini dan sekarang aku juga akan bernasib sama dengannya. Ini kehidupan yang kau inginkan, Saudaraku?"
Naruto bangkit dan melepaskan pedangnya begitu saja. Dengan tangan terbuka, dia mendatangi Kaguya dengan susah payah.
"Trik apa lagi yang kau mainkan, Putra Minato?"
Naruto menggeleng. "Tidak ada. Aku baru menyadari kau benar. Tidak mungkin mereka semua bertahan. Kau terlalu agung untuk dilawan. Jadi, aku hanya ingin bunuh diri dan bertemu dengan orang-orang yang kusayangi saja. Kau mau Kyuubi, ambillah."
"Naruto, Anakku yang manis. Kau tidak akan pernah menyesali hal ini."
Dan saat itulah Naruto mempersiapkan dirinya untuk merasa sakit ketika perutnya ditembus oleh kristal es milik Kaguya. Dia bisa merasakan Kaguya menyerap chakra Kyuubi dengan brutal. Dia berkonsentrasi dengan rasa sakitnya dan setelah chakra-nya terlepas, dia menyentuh Kaguya. "SHIKI FUJIN!"
Segel dengan Rune Kuno mulai terbentuk cepat dan langsung melapisi Kaguya.
"SIALAN! ANAK SIALAN! KAU PIKIR SUDAH MENANG HAH! AKU PUNYA RINNENGAN!" raung Kaguya. Namun, Naruto terus berkonsentrasi menekan kembali chakra Kaguya sampai dia tidak bisa kabur dari jaring-jaring Rune Kuno.
"NAGATO, BUNUH DIA!" perintah Kaguya.
Nagato yang sudah sepenuhnya dikendalikan oleh Kaguya mengangkat pedangnya untuk menghunus Naruto. Namun, Pria Uzumaki itu menangkisnya dengan tangan kosong dan dengan pecahan kristal, dia menusuk mata Rinnengan Nagato sampai dalam dan darah muncrat kemana-mana.
Nagato jatuh terjerebap, tapi Naruto tidak melepaskan tusukannya. Dia menusuknya semakin dalam sampai dia yakin bahwa Rinnengan itu sudah hancur. Nagato menjerit dengan kencang sampai seluruh dinding bergetar dan Naruto merasa gendang telinganya akan pecah, tapi dia tidak melepaskan tusukan itu.
Air mata bercampur keringat menetes dan Naruto tidak tahu perasaan apa yang lebih dominan. Dia mengingat lagi masa-masa lalu yang dihabiskannya bersama Nagato, sepupunya yang baik hati dan selalu membantunya. Air matanya semakin keluar dengan deras, karena seorang Uzumaki lagi-lagi harus meninggal di perut gunung karena Dewa Kaguya.
Naruto menangis karena kutukan ini harus ditanggungnya. Dia menangis karena tidak ada yang bisa dilakukannya terhadap takdirnya. Dia menangis karena lelah. Dia menangis karena pada akhirnya, lagi-lagi dia sendirian.
Nagato berhenti memberontak ketika kedua Rinenggan di matanya sudah hancur. Begitu pula dengan jiwanya. Barulah Naruto melepaskan kristal es tersebut dari mata Nagato. Dia menatap Kaguya yang semakin terburai karena segel Shiki Fujin. Kekuatannya melemah karena terserap segel dan Rinnengan sudah dihancurkan oleh Naruto. Dia menatap Dewa itu tanpa emosi.
"Kau telah dikutuk untuk terus tidur selamanya. Seharusnya kau tidur saja tanpa berusaha untuk bangun." Naruto berucap menggunakan Bahasa Rune Kuno.
"Pertemuan selanjutnya, kau akan aku musnahkan sampai tidak bersisa."
Lalu, rantai-rantai chakra milik Uzumaki menusuk-nusuk tubuh Kaguya di berbagai tempat. Dewa itu meraung kesakitan, tetapi dia tidak berhasil bangkit. Perut gunung terbelah dan sisa-sisa eksistensi dari Kaguya tenggelam bersamanya.
Setelah Kaguya kembali ditenangkan, Naruto jatuh lemas tanpa bisa dicegah. Dia hanya bernapas patah-patah dan menikmati semua rasa sakitnya. Dan, di samping jasad sepupunya, Naruto jatuh pingsan.
.
Sudah berapa lama mereka bertempur?
Salju semakin tebal dan angin bertiup dengan kencang. Para prajurit sudah banyak yang jatuh tergeletak dan bersimbah darah. Mode Susanoo memang menguntungkan, tapi menguras banyak energi. Chouji masih dalam bentuk raksasanya, menginjak semua Zetsu yang bisa diinjak. Kakashi menebas semua Zetsu dengan lihai. Susanoo menebas dan menginjak-injak Zetsu Putih. Kiba menggunakan chakra-nya untuk memanggil rombongan serigala hutan untuk membantu melawan Zetsu, Ino bertempur menggunakan pedang sekaligus menyeret para korban selamat, Shikamaru bertempur bersisian dengan Lee yang menggunakan tangan kosong untuk meninju Zetsu sampai kepalanya hancur.
Sakura bolak-balik merawat para prajurit yang terluka di Ruang Serbaguna di Kediaman Uzumaki, sementara Kushina, beserta Danzo dan Sai bertarung bersisian di garis depan. Kushina lihai memainkan pedangnya dan dia menebas tanpa ragu semua Zetsu. Sai menggambar dan gambar itu menjadi nyata. Danzo menjaga punggung Kushina agar tidak ada yang berani menyentuh Nyonya Besar tersebut.
"Mereka tidak ada habis-habisnya," keluh Kiba. Dia bertempur berdampingan dengan para serigala.
"Merepotkan," dengus Shikamaru. Masalahnya, pertempuran ini tidak bisa diselesaikan dengan strategi belaka. Sumber daya manusia terbatas, tapi Zetsu Putih terus berdatangan tanpa tahu kapan pertempuran ini akan selesai.
Shikamaru berlari ke arah Kakashi dan Kushina yang masih bertarung bersama. Rantai chakra Uzumaki mencuat dari punggungnya, memberikan dopping chakra bagi para prajuritnya. Rantai-rantai chakra itu begitu besar, mengelilingi seluruh wilayah, melemahkan kekuatan Zetsu. Meski begitu, Zetsu Putih juga tidak kehabisan akal. Mereka bersatu dengan sesamanya, menjadikan tubuhnya lebih besar dan lebih ganas.
"Kita tidak bisa selamanya begini," kata Shikamaru. "Para prajurit sudah tumbang, sementara mereka tidak ada habisnya."
Kakashi menyetujuinya. Mereka memang sudah semakin terdesak. "Nyonya Uzumaki!" serunya.
Kushina melirik lewat sudut matanya dan tangannya menebas 2 kepala Zetsu Putih lagi. Rantai chakra milik Kushina berpendar dengan sangat indah, menerangi gelapnya malam yang mencekam dan penuh dengan darah.
"Semuanya tegarlah!" dia berseru parau. Keringat bercucuran dari seluruh kulitnya, tetapi pedangnya masih terangkat tinggi. Dia tidak goyah dari tempatnya berdiri. "Demi Utara!"
Para prajurit bersorak-sorak dan kembali bersemangat. Kakashi bisa merasakan adanya rasa semangat yang menjalar di sepanjang tubuhnya. Dia menatap Kushina yang tampak bersinar, dikelilingi oleh chakra-nya. Uzumaki Kushina tampak seperti Dewi Perang yang turun dari langit untuk membantu mereka. Kini dia mendapat jawaban dari pertanyaannya, alasan mengapa seorang Namikaze Minato rela menghabiskan waktunya di wilayah seperti ini.
Kakashi bisa merasakan jalaran semangat dirasakan oleh semua orang yang ada di sana. Kekuatan Kushina menjalari semua orang di sana. Semangat kembali menyala pada binar-binar yang mulai meredup. Serigala melolong ganas dan mereka semua kembali berdiri tegar
Kakashi kembali membantai semua Zetsu Putih yang ada di depannya, sampai tembok dalam dari Kediaman Uzumaki meledak dan 3 kepala Zetsu Putih melayang. Dari dalam lubang, keluarlah Haruno Sakura yang masih memakai masker dan jubah medis dengan tangan kanannya membentuk kepalan. Tatapannya garang.
"Senang melihatmu bergabung!" seru Ino pada temannya. Dia menendang Zetsu Putih dan menikam kepalanya dengan belati.
Sakura telah bergabung di pertempuran hanya dengan menggunakan kedua tangan kosongnya. "Maaf, tadi aku sedikit sibuk di bawah." Sakura menghajar para Zetsu dengan tangan kosong, membuat mereka melayang dan menghancurkan kepalanya.
Pertempuran yang lebih seru terjadi di barisan paling depan. Chouji yang tubuhnya setinggi raksasa 4 meter bertarung dengan Zetsu Putih yang bergabung dengan lainnya membentuk raksasa pula. Di sampingnya ada Sasuke yang menebas pedangnya dalam mode Susanoo yang terbentuk sempurna.
Salju turun semakin deras, angin berhembus semakin kencang dan tidak ada tanda-tanda keajaiban di langit. Kabut sangat tebal sampai menutupi seluruh langit, hingga sinar bulan pun tidak sanggup menembus tebalnya kabut.
Sasuke terpukul mundur karena para Zetsu Putih mulai merangkak menaiki Susanoo seperti serangga-serangga parasit. Dari kejauhan, gelombang Zetsu Putih terus berdatangan, seperti ombak pasang yang menyambut bulan purnama. Mereka datang dalam gelombang yang besar, sampai Sasuke merasakan sebuah ketakutan di dalam hatinya.
Mereka terus merangkak menaiki Susanoo dan menyerap chakra Sasuke. Sasuke berusaha mengusir mereka, tetapi bagaikan semut yang mengitari gula, mereka tidak ada habisnya. Dia ingin minta bantuan, tetapi semua orang sedang sibuk dengan dirinya masing-masing. Jumlah Zetsu terus bertambah, dan Kediaman Uzumaki sudah terkepung dari berbagai sudut.
Dan di saat yang tidak tepat seperti ini, Sasuke kehabisan energi. Susanoo-nya melemah dan menghilang. Dia jatuh ke tanah begitu saja dan langsung menghindar ketika gigi tajam milik Zetsu akan mengoyaknya. Kini, dia berdiri dengan kakinya sendiri, memegang pedang sepanjang 90 senti dan mulai menebas kepala Zetsu satu per satu.
Tidak jauh dari tempatnya berdiri, Chouji juga sudah kehabisan energi. Tubuhnya menciut dan keringat bercucuran dan dia menjadi incaran para Zetsu. Chouji sepertinya tidak punya tenaga lagi untuk mengangkat tubuhnya, karena itu dia hanya bisa menatap pasrah saat Zetsu akan memangsanya.
Namun, sebuah anak panah menancap di kepala Zetsu ketika dia hencak menggigit Chouji. Sai berdiri tidak jauh dari belakang memegang busur dan panah yang digambarnya.
"Terima kasih Sai!" seru Chouji hampir menangis karena lega.
Lalu, rantai-rantai chakra milik Kushina melilit di tubuh Chouji, Sai dan Sasuke dan mereka terangkat melayang ke udara. Kushina menarik mereka bertiga kembali ke dalam tembok.
"Kita tidak akan bertahan," kata Kiba. Para serigala yang dikerahkannya sudah berkurang setengah, sebagian terluka, sebagian mati. Sanggul Kushina terlepas dan rambut merahnya berkibar terkena terpaan angin dingin.
Mereka semua berkumpul di tengah, di antara kepungan para Zetsu Putih. Semua pedang tersiagakan di depan. Napas saling menderu satu sama lain. Mereka tidak bisa melihat masa depan, sebagaimana kabut tebal dan ganas menyelimuti masa kini.
"Terima kasih untuk kerja keras kalian semua," ujar Kushina tegar.
Jika dia harus menemui ajalnya di sini, maka dia akan mati berdiri dengan penuh kehormatan. Dia tidak pernah takut mati, sebagaimana hidupnya ditakdirkan di dunia ini. Minato, pikirnya. Mungkin dia bisa bertemu dengan suaminya. Dia sudah menyusun daftar cerita yang akan dikatakannya ketika dia bertemu Minato nanti. Dia akan cerita tentang perkembangan Naruto, cerita tentang kepemimpinannya, cerita tentang petualangannya.
Namun, ketika memikirkan itu, dia juga jadi memikirkan Naruto, putranya yang malang. Jika dia meninggal di sini, maka Naruto akan sendirian. Dia akan berdiri sendiri lagi, tapi Naruto yang sekarang sudah cukup kuat untuk berdiri sendiri. Dia tangguh dan tidak bisa ditumbangkan. Dia percaya pada Putranya. Namun, dia juga tidak naif. Selalu ada tragedi yang melibatkan Uzumaki ketika mereka berurusan dengan Kaguya. jadi, airmata itu bisa Kushina simpan untuk nanti.
Zetsu Putih mulai menyerang secara bersamaan, dan pedang-pedang diayunkan bersamaan. Gerakan mereka semua cepat dan berirama, tetapi Zetsu terlalu banyak. Menebas satu hanya membangkitkan tiga mahluk lagi.
Pertarungan ini sia-sia.
Dan saat itulah keajaiban terjadi. Pedang Kushina terjatuh karena tangannya sudah sangat lemah, dia membiarkan dirinya terekspos begitu saja dan Zetsu Putih berusaha mengoyaknya. Namun, ketika giginya yang tajam akan mengenai leher Kushina, mahluk itu mematung. Dan, bagaikan boneka salju yang terkena sinar mentari, dia terburai menjadi butiran-butrian salju.
Kushina bangkit mendadak. Dia melihat sekelilingnya, dimana para Zetsu Putih mulai terburai menjadi butiran salju. Angin berhenti meniupkan hawa dingin. Para prajurit satu per satu mulai bangkit. Angin yang lebih hangat berhembus, mengangkat kabut gelap dan tebal yang menyelimuti kota.
Fajar telah menyingsing, bintang-bintang berkedip. Barulah kali ini bulan terlihat dengan jelas. Bentuknya bulat, permukaannya kasar dan tampak sangat besar dari tanah, seperti bisa disentuh oleh tangan manusia. Sinarnya lembut dan bersinkronsasi dengan baik dengan chakra milik Uzumaki.
"Tampaknya Tuan Uzumaki berhasil Nyonya," ujar Danzo sambil membantu Tuannya berdiri. Dia mengeluarkan kekehan lega. Kushina mengangguk. Dia tidak pernah merasa serindu ini pada sinar mentari dan sinar bulan sebelumnya.
Para prajurit bersorak-sorak. Mereka saling berpelukan. Ino dan Sakura menangis di pelukan masing-masing. Kiba merangkul Shikamaru dan bersorak bersama Lee dan Chouji. Kakashi tertawa pelan sambil menepuk-nepuk bahu Sai. Danzo menopang Kushina yang terlihat lemah karena memakai terlalu banyak chakra.
Namun, kemenangan itu tidak langsung dapat dirayakan. Sebagian rumah hancur, mayat bergelimpangan dan para prajurit yang masih hidup banyak yang menderita karena kehabisan darah. Kushina mulai memberi instruksi kepada para bawahannya untuk membantu membersihkan kekacauan.
Ino dan Sakura dengan sigap langsung merawat para prajurit yang terluka. Kiba menguburkan para serigala yang mati akibat bertarung bersama dan sisanya diberi makan oleh para prajurit. Chouji dipaksa duduk untuk beristirahat karena dia ngotot ingin membantu Kakashi dan yang lain mengangkat para korban jiwa. Sakura harus meremukkan batu dengan tangannya dulu supaya Putra Akimichi itu mau menurut.
"Kau juga istirahatlah," kata Kakashi pada Sasuke yang sedang membantunya menyingkirkan puing-puing.
Sasuke menggeleng. "Aku baik-baik saja," katanya.
"Kau mengeluarkan Susanoo seharian. Chakra-mu pasti sangat terkuras." Dia menepuk pundak Sasuke. "Kau bahkan tampak seperti mayat hidup."
"Aku tidak apa," kata Sasuke bersikeras. Namun, tak lama setelah itu dia tidak bisa menopang tubuhnya dan hampir jatuh terjerebap ke tanah. Jika Kakashi tidak memegangnya, wajahnya bisa langsung menghantam batu-batu.
"Aku bisa melihat kau baik-baik saja," sindir Kakashi. Sasuke mau melepaskan pegangan Kakashi, tapi rupanya dia terlalu lemah dan kesadarannya menghilang.
.
Mimpi Naruto terlalu aneh sampai dia merasa bingung. Mimpinya campuran antara semua masa lalunya, semua pengalamannya dan semua kesedihannya. Dia kembali ke Aula Latihan bersama Ayahnya dan Nagato. Ibunya menonton dari lantai dua, ditemani oleh Danzo. Naruto baru saja dikalahkan oleh Nagato dalam adu pedang. Dia meringis kesakitan saat pantatnya menyentuh tanah becek. Nagato berseru kegirangan.
"Sekali lagi!" kata Naruto sambil bangkit dan memegang pedang.
Namun, Minato menggeleng. "Hari ini cukup sampai di sini." Dia mengambil kedua pedang milik anak kecil tersebut. Suara Minato sangat jelas, sejelas yang diingat oleh Naruto. Mimpi itu sangat nyata, seperti Ayahnya masih ada di sini dan menemaninya berlatih.
"Aku akan menang besok!" kata Naruto sambil mengepalkan tangannya.
Minato hanya tertawa. Dia menepuk puncak kepala Nagato. "Kau hebat," pujinya. Nagato tersenyum cerah mendapat pujian dari suami Kushina tersebut.
Naruto baru ingat bahwa sepupunya pernah tersenyum seperti itu. Naruto mulai mengingat semuanya sekarang. Dia mulai mengingat lagi wajah Ayahnya, senyum Ayahnya, suara Ayahnya, dan semua tentang Ayahnya. Setelah Minato meninggal, Naruto tidak pernah satu kali pun mengunjungi makamnya. Rasanya seperti mengakui kalau Minato memang sudah tidak ada lagi di dunia ini. Namun, lebih parah lagi, Naruto mewarisi semua yang Minato tinggalkan.
Dia dipaksa kembali berulang kali ke Penjara Kaguya, menenangkan Dewa Jahat itu dan mengingat-ingat setiap hari bahwa tempat ini adalah tempat dimana Minato meninggal. Dia ingin menghancurkan pegunungan ini, ingin memusnahkan semua hal ini, tapi dia tetap melaksanakan tugasnya.
Mimpinya berubah.
Dia duduk di ruang kerjanya, tapi ternyata tubuhnya masih berupa anak berusia 12 tahun.
"Apakah nyaman?"
Naruto menoleh dan ternyata Ibunya sedang tersenyum padanya sambil memegang berkas-berkas.
"Itu akan jadi kursimu suatu hari nanti."
Lalu, kursi yang didudukinya memudar dan dia jatuh ke sebuah tanah lembab dan dia menyadari bahwa dia berdiri di tanah merah pemakaman. Tanahnya baru digembur dan dia sadar bahwa ini adalah hari dimana Minato dikuburkan setelah dinyatakan meninggal.
Tidak ada siapa-siapa di sana, tapi Naruto ingat hari itu. Kushina berdiri memakai kimono berwarna hitam dengan rambut yang disanggul rendah, menandakan seorang istri yang sedang berduka dan menjadi janda. Ekspresinya tegar dan letih, seperti dia telah menguras semua stok airmatanya sampai habis dan tak bersisa. Usia Naruto baru 15 tahun di sana, jadi Ibunya masih menjabat sebagai Kepala Keluarga.
Itu mungkin pertama dan terakhir kalinya Naruto mengunjungi makam Ayahnya.
Naruto menyentuh batu nisan yang tampak nyata di dalam mimpinya.
Setiap dia memikirkan Ayahnya, dia tidak pernah tahu mau mengatakan apa. Terlalu banyak yang berkecamuk di dalam otaknya. Terlalu banyak yang ingin disampaikan, terlalu banyak yang ingin diutarakan. Namun, semua itu tenggelam lagi karena dia tahu, Minato tidak akan pernah tahu.
"Aku sangat merindukanmu, Ayah."
Dan dia terbangun sambil berlinang air mata.
.
Wajah Kushina dan Sakura adalah wajah pertama yang dilihat Naruto ketika dia bangun di kamarnya.
"Naruto! Syukurlah!" Kushina bernapas lega.
Seluruh tubuh Naruto terasa remuk redam dan sebenarnya dia sudah yakin bahwa dia akan mati juga bersama dengan Nagato karena chakra-nya habis untuk segel Shiki Fujin.
"Hai Bu," kata Naruto sambil meringis. Dia belum bisa menggerakan tubuhnya. Kepalanya terasa sangat berat dan sakit, seperti dipukul berulang kali menggunakan palu yang berat.
"Kau memang anak badung," kata Kushina sambil mengecup sayang dahi Naruto.
Naruto hanya tertawa lemah. Tertawa saja membuat seluruh dadanya sakit. Akhirnya, dia meringis.
"Jangan banyak bergerak dulu," kata Sakura. Dia mengganti perban Naruto di kepala dan luka yang dijahit dioleskan oleh obat herbal sebelum diganti perban yang baru.
"Dimana Danzo? Aku mau laporan lengkap," kata Naruto.
Kushina menggeleng. "Kami sudah menangani semuanya. Kau hanya perlu istirahat. Kita sudah menang, Anakku."
Karena suara Kushina sangat menenangkan serta aromaterapi di kamar ini begitu memabukkan, dia merasakan matanya kembali berat. "Tidurlah lagi Sayang. Kau sudah aman di sini."
Dia baru sadar kalau dia sangat merindukan Kushina, dan bagaikan anak yang penurut, dia memejamkan matanya dan kembali tertidur.
.
Ketika dia bangun untuk kedua kalinya, dia merasa sudah lebih segar. Kali ini, Uchiha Sasuke yang dilihatnya untuk pertama kali. Senyum Naruto terkembang ketika melihat wajah itu. Rasanya sudah lebih dari 100 tahun dia tidak melihat Sasuke.
"Hai," katanya parau. Dia baru sadar bahwa dia tidak menerima cairan apapun selama tertidur. Sudah berapa lama pula dia tertidur?
Sasuke mengambil gelas yang berisi air putih dan menyerahkannya pada Naruto. Naruto meneguknya dengan rakus.
"Aku benar-benar ingin memukulmu, kau tahu." Sasuke menatapnya dengan tajam dan galak. "Tapi kau juga sudah babak belur karena Kaguya, jadi akan kusimpan pukulanku untuk lain kali."
Naruto meringis. Dia duduk di ranjangnya dan bersandar. "Terima kasih untuk kalimat penghiburannya, Sasuke."
Sasuke menatapnya semakin sengit. "Kau tahu berapa lama kau tidak sadarkan diri?"
Naruto mencoba berpikir. Berapa lama dia bermimpi? Rasanya hanya 5 menit yang lalu. "3 jam? Satu hari?" tebaknya.
"Satu minggu," jawab Sasuke datar, tapi menusuk.
Naruto jadi merasa masuk akal, mengingat tubuhnya sudah kembali terasa segar dan dia mulai berpikiran jernih. Dia mulai mengamati Sasuke perlahan-lahan. Sasuke terlihat sedikit pucat, tapi selebihnya baik-baik saja. Tidak ada luka luar yang mencolok dan itu membuat Naruto lega.
"Maaf ya, soal janjiku," kata Naruto. Dia mencoba menyentuh tangan Sasuke. Kulitnya hangat dan Naruto bersyukur karena akhirnya dia kembali ke dunia manusia hidup. Sasuke tidak menepisnya.
Sasuke menggeleng. "Tidak masalah. Aku menikmati festivalnya. Kau benar, banyak kegiatan yang seru."
"Aku tidak tahu apakah kau hanya menyindir atau benar-benar memuji."
Sasuke hanya mengangkat bahu. Lalu, dia bangkit dari kursinya. "Sudah ya. Aku hanya diberi waktu sebentar untuk melihatmu. Istirahatlah lagi."
Dan Naruto tidak bisa mencegah Sasuke supaya tinggal lebih lama lagi.
.
Berikutnya yang datang berkunjung adalah Shimura Danzo. Naruto sudah duduk dan berjalan di sekitar kamarnya. Danzo memberinya laporan terbaru.
"Jumlah korban tewas dari prajurit kita ada 358 orang, luka-luka ada 500 orang, dan sisanya masih dalam perawatan. Dari warga ada 100 orang tewas dan sisanya luka-luka serta masih diberikan perawatan. Rumah Sakit sudah penuh dan Tim Medis berencana membangun tenda medis darurat untuk menangani korban luka-luka sedang dan ringan."
Naruto mengangguk. Dia meminum teh herbal yang diracik oleh Kushina yang rasanya tidak enak. "Lalu?"
"Lalu untuk upacara pemakaman akan dilaksanakan ketika Anda sudah cukup pulih," ujar Danzo. "Kami sudah menaruh para jenazah dan merapikan seluruh tampilannya."
Naruto mengangguk lagi. "Nagato?" tanyanya. "Konan?"
Danzo menghela napas berat ketika kedua nama itu disebut. "Nona Konan masih berduka dan masih mengurung diri di dalam pavilion-nya. Untuk Tuan Nagato sendiri kami memperlakukannya sama seperti para prajurit lainnya." Danzo diam sejenak untuk mengamati ekspresi Naruto. Namun, pemuda itu tidak mengatakan apapun. Dia hanya bersandar di punggung kursi dan membiarkan Danzo bicara. "Kami sudah mencoba mengirim pelayan untuk Nona Konan, tetapi dia masih tidak mau membuka pintunya."
"Siapa saja yang tahu?" tanya Naruto.
"Anda, Nyonya Kushina dan saya," jawabnya.
"Rahasiakan sampai kau mati." Tatapan Naruto dingin, seperti badai salju di atas pegunungan. "Kita akan memberikannya upacara seperti seorang pahlawan."
Danzo mengangguk tanpa banyak bicara. "Baik Tuanku."
"Kita akan mengadakan Upacara Pemakaman besok," kata Naruto.
"Apakah Anda sudah merasa sehat, Tuan?" tanya Danzo.
Naruto mengangguk. "Aku tidak bisa selamanya tidur-tiduran. Aku sudah rindu melihat wajah rakyatku." Dia bangkit sambil membuka jendela kamarnya, membiarkan udara dingin memasuki ruangannya yang sudah dihangatkan. "Lalu, kita juga akan mengadakan Pesta Syukuran setelah melewati malam yang panjang ini."
"Baik Tuan."
"Dan beritahu nona-nona penjahit bahwa aku dan Ibuku membutuhkan baju baru. Dan siapkan hadiah serta cideramata untuk para tamu kita yang sudah berjasa."
"Baik Tuan."
.
Pagi itu kelabu. Angin bertiup kencang, tetapi salju tidak turun. Ada sekitar 100 susunan kayu bakar di sepanjang ladang yang lapang dan di atasnya ada beberapa jasad para prajurit yang gugur. Sebelum mereka akan dibakar dengan Amaterasu, para keluarga dan kerabat diperbolehkan untuk melihat jenazah dan mengucapkan salam perpisahan untuk yang terakhir kalinya.
Ada banyak raungan dan tangisan pada pagi hari itu. Naruto berdiri tegar di atas panggung. Di sampingnya ada Kushina dan Danzo. Mereka semua memakai pakaian berkabung. Di antara para prajurit, adalah jenazah Nagato yang akan dibakar bersama. Ada Konan yang harus di topang oleh dua orang pelayan agar dia tidak tumbang, apalagi usia kandungannya sudah mencapai 8 bulan.
Setelah semua mengucapkan kata-kata terakhir, semua keluarga berdiri di belakang panggung, sementara Naruto memulai pidatonya.
"Kita berdiri di sini karena jasa yang luar biasa dari para prajurit yang sudah berjuang sampai akhir. Kita masih bisa berdiri di sini karena jasa mereka. Perjuangan mereka telah berakhir, tapi kita masih akan terus melanjutkan hidup. Kita masih akan terus berjuang untuk melanjutkan tekad mereka. Tekad Negara Api akan terus ada di dalam jiwa kita."
Terdengar isakan yang semakin keras setelah Naruto selesai berpidato. Para tamu dari Ibu Kota berdiri di belakang panggung dengan pakaian berkabung yang khusus di jahit oleh Naruto.
Sasuke belum bicara lagi dengan Naruto sejak pertemuannya terakhir di kamar Uzumaki tersebut. Dia mengurus banyak hal, begitu pula dengan Naruto. Sasuke ingat bagaimana dramatisnya hari dimana Naruto kembali. Setelah Sasuke pingsan, dia di bawa oleh Kakashi untuk dirawat oleh Sakura. Setelah 5 jam tidak sadarkan diri akhirnya pemuda itu mulai sadar.
Rupanya, setelah kemenangan itu, Naruto belum kunjung kembali. Para prajurit yang tersisa diperintahkan untuk menyisir daerah pegunungan, tetapi bagaikan menolak, badai datang di pegunungan sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan pencarian. Kushina menolak untuk duduk selama lebih dari setengah jam, dia terlihat resah meskipun dia berusaha menyembunyikannya.
Lalu, ketika Sasuke sedang berjalan di sekitar area kediaman, dari kejauhan, sesosok mahluk tinggi besar tampak melayang turun. Tidak tepat jika disebut dengan melayang, karena dia seperti berlari di atas awan. Awalnya Sasuke pikir dia bermimpi, tapi rupanya semua orang melihat hal yang sama.
"Itu Kyuubi," ujar salah seorang prajurit dengan takjub.
"Panggil Nyonya Kushina!" seru yang lain. Beberapa prajurit langsung berlari, sementara Sasuke masih menatap Kyuubi dari kejauhan sambil terpaku. Dia pernah berkolaborasi dengan Kyuubi, jadi dia bisa merasakan sebuah chakra yang hangat dan tidak asing. Namun, ini pertama kalinya dia melihat bentuk Kyuubi secara langsung.
Sosoknya tidak menyeramkan seperti yang digambarkan di cerita para orang tua. Sosoknya biasa-biasa saja, hanya saja tubuhnya jauh lebih besar dari rubah pada umumnya dan ekornya ada sembilan. Matanya merah menyala dan dia memancarkan aura kekuasaan yang begitu besar. Keberadaannya mengintimidasi, sampai semua prajurit dan warga biasa bertekuk lutut ketika dia lewat.
Dia mendarat dengan mulus di halaman depan yang hancur lebur, bersamaan dengan Kushina yang berlarian ke depan diikuti para prajurit.
"Kyuubi! Mana Putraku?" seru Kushina galak. Rubah berekor sembilan itu seperti mendengus malas ketika dia melihat wajah Kushina. Sasuke tidak akan bertanya bagaimana hubungan Uzumaki senior itu dengan si monster.
Sebagai balasan, dia menurunkan dua orang yang terkulai lemas dari punggungnya. Sasuke mengenalinya, yang pertama adalah Naruto dan yang kedua adalah Nagato.
"Panggil tim medis!" seru Kushina.
Lalu, Kyuubi menoleh ke arah Sasuke seperti mengenali pria itu. Sasuke sendiri tidak berpikir ketika dia mengangkat tangannya untuk menyentuh monster legendaris tersebut. Kyuubi menyambutnya dengan baik, dia membiarkan Sasuke mengeluskan singkat, merasakan bulu lembut Kyuubi di telapak tangannya, sebelum dia melebur dan kembali kepada kerangkengnya.
Lamunan Sasuke terputus ketika Naruto menyalakan serentak api hitam Amaterasu. Api hitam membara dengan hebat, tetapi tidak ada asap dan tidak ada hawa panas. Salju mulai turun dengan pelan. Awalnya, Sasuke kira api tersebut akan padam, tetapi api terus berkobar. Setelah kayu bakar terlahap api, Naruto berbalik. Danzo, Kushina dan semua komandan prajurit mengikutinya.
.
Malamnya diadakan pesta. Pesta yang meriah, dihiasi dengan canda dan tawa, tetapi juga dengan duka. Naruto duduk di meja paling depan, bersama Kushina dan Danzo. Lalu, ada Kakashi. Kali ini, Kakashi berbincang-bincang Naruto.
Meja Sasuke dan kawan-kawan dipenuhi oleh para prajurit lain. Mereka saling bertanya dan bercanda, seperti sudah kenal akrab.
"Bagaimana caramu mengontrol chakra-mu?" tanya seorang prajurit pada Sasuke. "Apa benar itu Susanoo yang legendaris?"
Sasuke hanya mengangguk.
"Ini pertama kalinya aku melihat Susanoo secara langsung. Tapi dulu juga ada yang bisa mengeluarkannya."
"Kau anggota Uchiha?" tanya prajurit yang lain. Sasuke mengangguk. "Kau kenal Itachi?"
"Dia kakakku," jawab Sasuke.
"Kau adik Itachi?" Ekspresinya terkejut. Lalu, dia saling senggol dengan temannya. "Pantas saja aku merasa kau mirip dengan seseorang."
"Itachi juga dulu sering tinggal di sini," ujar yang lain.
Dan Sasuke menjadi lebih popular karena mereka bertanya-tanya tentang Itachi. Mereka bertanya bagaimana Ibu Kota, bagaimana Klan Uchiha, dan siapa yang meneruskan Klan setelah Itachi meninggal. Sasuke menjawab seadanya, dan ketika pertanyaan mereka sudah membuat Sasuke tidak begitu nyaman, Shikamaru menyelamatkannya.
"Sudah berapa lama kalian bekerja di sini? Sudah kenal Itachi dari dulu?" tanya Shikamaru membuka percakapan. Dia bukan tipe yang akan membuka percakapan, tetapi dia melakukan itu untuk membantu Sasuke.
Mereka mulai menceritakan macam-macam. Sasuke melirik meja lainnya. Kiba dan Chouji ada di meja lain dan asyik mengobrol dengan prajurit dan warga yang hadir datang. Lalu di meja lain ada Lee, Ino dan Sakura. Mereka asyik berbincang juga. Sakura tampak menjelaskan beberapa trik medis dan sumber kekuatannya pada para tim medis perempuan. Mereka tertawa bersama.
Sasuke menatap ke panggung, tempat Naruto dan Kakashi masih asyik mengobrol. Dia ingin tahu apa yang dibicarakan oleh kedua orang tersebut. Pembicaraan macam apa yang terlihat sangat seru sampai Naruto tampak bersemangat?
"Kau ini tidak bisa menyembunyikan perasaanmu ya," kata Shikamaru malas.
"Apa?" tanya Sasuke.
"Kau melihat Tuan Uzumaki seperti ingin menelanjanginya, kau tahu?"
Sasuke hampir tersedak ludahnya sendiri. "Apa kau tahu betapa tidak senonohnya kata-kata itu?"
Shikamaru hanya mengangkat bahunya dengan santai. "Aku hanya bilang. Kau bebas mendekati Tuan Rumah. Mengajaknya bicara dan bla bla bla."
"Apa kau akan berhenti bicara?"
Shikamaru melahap daging rusa dan mengunyahnya. "Tidak akan. Jarang-jarang aku melihatmu seperti ini."
"Tidak lucu."
"Bagiku, iya."
Sasuke mendengus, tapi tidak mengatakan apapun. dia hanya menusuk daging rusa panggangnya dengan brutal karena kesal. Dia kesal karena tidak bisa membalas kata-kata Shikamaru dan kesal karena dia memang merasa seperti itu. Jamuan ini jadi terasa tidak menyenangkan lagi. Akhirnya, dia bangkit dari kursinya.
"Mau kemana? Tidak mau membalas kalimatku?" tanya Shikamaru mengejeknya.
"Semoga kau mati membeku di tengah hutan," kata Sasuke dingin dan dia pergi keluar dari perjamuan.
Tidak banyak yang menyadari Sasuke menghilang, karena suasana Aula Perjamuan sangat ramai. Musik dimainkan dengan keras, orang menari-nari dan saling tertawa. Sasuke bisa dengan mudah menyelinap keluar.
Kini, dia menarik napas panjang ketika sudah di dunia luar. Udara dingin menusuk sel-sel di hidungnya, tetapi menghirup udara di luar jauh lebih menyenangkan dibandingkan di dalam ruangan yang sumpek.
Sasuke berjalan di sepanjang koridor sampai dia menuju Arena Latihan yang masih tampak kacau balau. Ada beberapa pekerja yang sedang membereskan sisa kekacauan akibat pertempuran beberapa minggu yang lalu. Sasuke berjalan melewatinya lagi. Kini, dia sampai ke halaman belakang Kediaman Uzumaki, dimana ada sebuah gerbang kecil yang indah dan tertutup.
Wilayah itu tampak tidak tersentuh. Rumputnya dipangkas indah, pohonnya tinggi menjulang, dan banyak bunga yang tidak layu karena musim dingin. Wilayah itu tampak seperti musim semi di tengah musim dingin yang abadi.
Sasuke sangat penasaran, meskipun dia tahu bahwa itu tidak baik. Namun, langkahnya terhenti karena sebuah suara.
"Itu wilayah keramat, Tuan Uchiha."
Sasuke berbalik dan menatap Sai.
"Kau tidak di pesta, Sai?" tanyanya.
"Pesta seperti itu bukan untukku."
Sai melangkah menuju Sasuke.
"Tempat apa itu?" tanya Sasuke.
"Selama saya bekerja di sini, tempat itu selalu tertutup. Namun, wilayah itu disebut dengan Taman Keajaiban." Dia menatap Sasuke. "Karena ada sihir yang membuatnya tidak tersentuh musim dingin."
Sasuke masih terpaku pada Taman tersebut, tapi Sai mengajaknya pergi. "Sebaiknya Anda masuk lagi, karena angin akan semakin kencang dan badai akan datang."
.
Malam harinya, Sasuke hanya tidur terlentang saja di kamarnya. Suara angin musim dingin mengetuk-ketuk jendelanya dan tidak tidak bisa tidur. Kakashi mengatakan bahwa mereka akan kembali besok pagi, karena jika terlalu lama berada di Utara, maka badai salju akan menutup akses jalan dan mereka akan tertahan lebih lama.
Sasuke berguling ke samping, menatap tembok batu-batu suram yang sudah menjadi tempat tinggalnya selama satu bulan terakhir. Dia memikirkan bahwa ini adalah pemandangan yang selalu dilihat Naruto setiap hari. Dinding batu suram, suara angin yang mengetuk jendela, dan badai yang datang silih berganti.
Kamarnya dingin dan Sasuke menarik selimutnya sampai hampir menutupi seluruh tubuhnya. Jika dia kembali ke Ibu Kota, dia akan sangat merindukan semua hal ini. Matanya sudah mencoba untuk terpejam, ketika sebuah suara ketukan kembut dari pintu membuatnya bangkit.
Dia merapikan jubah tidurnya dan membuka pintu. Wajah yang ditunggunya selama beberapa hari ini muncul didepannya.
"Naruto," katanya, hampir melompat saking senangnya.
"Hai. Mau jalan-jalan denganku?" tawarnya.
Dan Sasuke tidak peduli betapa dinginnya malam itu atau pun betapa dia lelah. Yang pasti, dia bisa bersama Naruto saat ini.
Naruto mengajaknya menuju bagian dari rumahnya yang sepi. Dia diam di sepanjang perjalanan dan Sasuke juga menutup mulutnya. Pemuda pirang itu masih tampak lelah dari semua yang terjadi, sehingga Sasuke tidak mau membebaninya dengan pertanyaannya yang menuntut banyak jawaban.
"Kau diam sekali malam ini," kata Naruto memulai percakapan.
Sasuke mendengus. "Biasanya jika aku banyak bertanya kau tidak mau menjawab juga."
Naruto terkekeh. "Bukannya tidak mau menjawab. Ada yang sulit dijawab, ada juga yang tidak bisa kujawab."
"Kalau begitu, pertanyaan ini harusnya bisa kau jawab dengan mudah," kata Sasuke. Naruto menatapnya. "Apa kau baik-baik saja?" tanyanya pelan, hampir berbisik.
Dan Naruto memalingkan wajahnya. Dia mendengus miris. "Lihat, lagi-lagi pertanyaan yang sulit untuk kujawab." Suaranya parau dan Sasuke merasa Naruto sedang sangat-sangat lelah. Dia sedang kesakitan. Dia sedang menderita dan dia kehilangan lagi.
Mereka duduk di sebuah bangku taman yang sepi. Sinar rembulan yang lembut menerangi malam hari ini. Sasuke menunggu.
"Maaf aku tidak bisa menepati janjiku." Kata Naruto. "Semua yang terjadi disini⦠entahlah."
Sasuke memegang pundaknya. "Tidak apa. Masih ada lain kesempatan."
Naruto menatapnya. "Kau mau datang ke sini lagi, Sasuke?" tanyanya.
Sasuke mengangkat bahunya santai. "Kenapa tidak? Apa kau tidak mau menerimaku lagi jika aku datang berkunjung?" tanyanya tajam.
"Aku akan menyambutmu dengan senang hati. Utara selalu terbuka untukmu. Buat seperti rumahmu sendiri," katanya.
Sasuke mengangguk puas. "Bagus, kalau begitu Festival Bulan selanjutnya, kau harus mengajak aku."
Naruto menaikkan alisnya dengan cara yang lucu dan jenaka. "Apa itu tawaran kencan?"
Sasuke melotot sinis. "Kau tahu betapa banyaknya kesalahanmu padaku, Uzumaki? Kau harus menebus semuanya!" katanya dingin.
Naruto meringis. "Kenapa kau jadi galak begini? Kau tidak bisa lebih manis sedikit ya?" gerutu Naruto.
Sasuke tidak peduli. Dia suka interaksinya dengan Naruto yang seperti ini. Dia menyukai semua kebersamaan mereka.
"Terima kasih sudah mempertahankan wilayah ini. Terima kasih sudah berjuang bersama kami di sini," kata Naruto tulus. Dia menatap Sasuke dengan senyuman yang lembut dan tulus, membuat Sasuke malu sampai memalingkan wajahnya.
"Tidak masalah. Kau membantuku menyelamatkan Ibu Kota, setidaknya hal ini yang bisa kulakukan," kata Sasuke.
Naruto mengangguk setuju. "Namun, aku mau pertemuan kita selanjutnya tidak hanya karena takdir pertempuran."
Sasuke menatap langit malam yang berhiaskan bintang-bintang di langit. Dia juga ingin bertemu dengan Naruto sesering mungkin. Dia ingin berjalan bersama, bertarung bersama, atau sekedar bercanda dan minum bersama. Namun, dunia mereka terpisah dalam rentang jarak yang begitu jauh, sehingga perpisahan adalah sebuah kepastian di antara mereka.
"Biarkan takdir yang menuntun kita."
.
Kushina memeluk Kakashi dengan akrab. "Terima kasih untuk semua bantuan kalian. Datang-datanglah berkunjung ke Utara. Klan Uzumaki selalu membuka lebar pintu ini untuk kalian."
"Terima kasih banyak untuk sambutan dan jamuan selama ini," kata Kakashi.
Ada 8 buah kuda yang disiapkan untuk menuju Pelabuhan. Teleportasi ruang hampa telah disiapkan Naruto untuk menyingkat waktu perjalanan menuju dermaga. Kali ini, Naruto tidak ikut mengantar sampai dermaga. Dia masih harus tinggal di kota ini karena masih banyak urusan yang harus diselesaikannya.
Masing-masing menaiki kuda mereka. Untuk terakhir kalinya, Sasuke bertatapan lagi dengan Naruto. Kali ini, Naruto lah yang akan melihatnya pergi. Dialah yang akan melihat punggung Sasuke menjauh. Sasuke mengangguk padanya dengan kaku. Namun, Naruto dengan santai melangkah menuju pemuda itu dan mengambil tangan kanan Sasuke.
"Sampai berjumpa lagi, Uchiha Sasuke."
Dan dia mengecup singkat punggung tangan Sasuke.
Sasuke bersumpah dia bisa melihat seringai jahil dari wajah Naruto ketika dia selesai melakukan aksi tersebut.
Dan, Sasuke tidak akan pernah bisa mendiamkan Shikamaru yang akan selalu mengungkit hal ini sampai mereka di Ibu Kota. Sasuke juga tidak akan pernah bisa membuat wajahnya jauh lebih merah lagi dari saat ini, karena aksi itu dilihat oleh seluruh Klan Uzumaki, prajuritnya serta warga Utara.
Naruto memang menyebalkan!
.
SELESAI
A/N: Jujur ini panjang banget dan pengerjaannya berlarut-larut. Cerita ini memang cerita lanjutan dari GUARDIANS, karena setelah menyelesaikan cerita itu, saya merasa petualangan mereka berdua tidak bisa selesai sampai di sana. Konsep awal cerita ini saya pinjam dari The Long Night, episode 3 S8 Game of Thrones, dan judulnya merupakan soundtrack dari ending S6 Game of Thrones.
Semoga cerita ini bisa menghibur para pembaca. Kritik, saran, dan komentar terbuka tanpa ada syarat dan ketentuan
Salam,
Sigung-chan
