Chapter 18 : The Risen Curse

.

.

.

.

.

"Jadi?" suara tegasnya memulai percakapan mereka.

"Umh… bagaimana ya Sakura-chan. Aku bingung harus mulai darimana." kata Naruto sembari menggaruk-garuk dahinya yang tidak gatal.

"Kenapa Sasuke bisa berkelahi dengan Momochi Zabuza?" ucap Sakura sesaat sebelum memasukan sesuap nasi kedalam mulutnya.

Hari ini Sakura sengaja makan siang bersama Naruto di kantin untuk menggali informasi tentang Sasuke. Ini pertama kalinya mereka berbicara seperti ini. Awalnya terasa canggung, tapi Naruto orang yang sangat ramah, bahkan ia tidak mau dipanggil senpai. Tapi jujur saja dia berisik dan menyebalkan.

"Ahhh benar. Umh… saat aku dan Sasuke selesai makan siang, kami ingin kembali ke kelas. Namun tiba-tiba aku tidak sengaja menabrak Zabuza." ucap Naruto sambil mengingat-ingat.

"Aku bilang 'ugh sorry man'. Lalu lanjut berjalan. Tapi tiba-tiba Zabuza menarik kerah bajuku dari belakang. Dia membentakku dan menyuruhku minta maaf lagi. Sasuke melepas tangan Zabuza dari kerah bajuku dengan paksa." Lanjutnya. Tapi, setelah itu Naruto berhenti, wajahnya terlihat ragu.

"Lalu?" Sakura yang sudah penasaran menaikkan alisnya.

"Umh… Zabuza bilang kalau ini masalahnya denganku. Dia menyuruh Sasuke pergi. Dan… dia bilang tidak ingin berurusan dengan keluarga Uchiha yang licik seperti ular dan… melakukan bisnis kotor." lanjut Naruto dengan nada agak marah. Ia tidak yakin dengan apa yang dikatakan Zabuza. Tapi ia tidak ingin ada orang yang merendahkan sahabatnya.

Mata Sakura terbelalak. Bisnis kotor? Tidak bisa dipungkiri bahwa semua pebisnis pasti pernah bermain kotor untuk mencapai profit dan perkembangan perusahaan. Tapi setahunya keluarga Uchiha masih berbisnis di jalan yang aman.

"Zabuza mengatakan banyak hal buruk tentang keluarga Sasuke, terutama tentang ayah dan kakeknya. Lalu… Sasuke terlihat sangat marah dan memukulnya tepat di wajah." Suara Naruto lebih kecil dari sebelumnya. Wajahnya tertunduk menatap makan siang yang belum ia sentuh sama sekali.

Sakura ikut tertunduk. Ia kehilangan seluruh nafsu makannya dalam sekejab. Terlepas dari faktanya, bukankah sangat jahat mengatakan hal buruk tentang keluarga seseorang? Sakura berusaha menenangkan pikirannya. Mungkin keluarga Momochi pernah mendapat perlakuan buruk dari keluarga Uchiha atau sejenisnya, itulah kenapa Zabuza terkesan membenci Uchiha. Mungkin…

"Sakura-chan…" Naruto mengangkat wajahnya dan menatap perempuan yang duduk disebrangnya itu.

"Kau tahu akhir-akhir ini Sasuke kenapa? Tidak biasanya Sasuke lepas kendali seperti itu…" tanya Naruto.

Sakura tersentak. Itu adalah hal yang ia ingin tanyakan juga.

"Tidak tahu. Kukira kau yang tahu dia kenapa." jawab Sakura berusaha terlihat tenang.

"Aku tidak yakin. Tapi kukira kau tahu sesuatu, kau kan tunangannya."

"Aku bukan tunangan Sasuke. Aku bahkan tidak tahu kenapa akhir-akhir ini Sasuke terlihat sering melamun dan terlihat seperti mayat hidup."

"Ya aku setuju. Sasuke terlihat semakin dingin akhir-akhir ini. Kurasa ini ada kaitannya dengan masalah kuliahnya."

"Kuliah?" Sakura tidak tahu apa-apa tentang ini.

"Aku juga tidak yakin tentang ini. Sasuke tidak pernah mengatakannya dengan jelas. Tapi kurasa ia ingin kuliah kedokteran tapi ayahnya tidak mengizinkannya. Mungkin ayahnya ingin Sasuke melanjutkan perusahaan atau sejenisnya. Mungkin."

Sakura terdiam. Ia tidak tahu apa-apa soal itu. Tiba-tiba saja perasaan sedih menyeruak dalam dirinya. Ternyata ia tidak tahu apa-apa tentang Sasuke, padahal mereka sudah saling mengenal selama 4 tahun lebih.

"Umhh jangan sedih begitu dong Sakura-chan. Aku juga tidak yakin alasannya tepat atau tidak. Tapi yang penting sekarang, kira-kira apa yang bisa kita lakukan untuk membantu Sasuke." ucap Naruto mencoba menghibur Sakura.

"Entahlah… Sasuke tidak membalas pesanku dan dia tidak ingin menemuiku."

"Hm… Sasuke juga tidak mengangkat telfonku…" Naruto mulai berusaha menggunakan otaknya untuk berpikir.

Keduanya terdiam dan merenung. Sasuke adalah orang yang penting bagi keduanya, maka sudah sepatutnya mereka berusaha membantu pemuda yang hilang kontak itu.

"Naruto, kita lanjutkan ini nanti ya. Tsunade-sensei memintaku untuk menemani anak pindahan baru setelah ini." Kata Sakura yang tiba-tiba teringat tugasnya untuk membawa anak pindahan baru keliling KSHS.

"Ohh, tugas Ketua Dewan Murid ya, eheheh. Kalau begitu, nanti kabari aku lagi ya, Sakura-chan!"

.

.

.

.

.

Sudah dua puluh menit Sakura membawa anak pindahan disebelahnya ini berkeliling KSHS. Dan selama dua puluh menit itu juga pikirannya tidak fokus sama sekali. Perempuan disampingnya ini cukup ramah dan banyak bicara, seperti Naruto. Selama mereka bersama, anak ini menanyakan berbagai macam hal dan mengajak Sakura ngobrol santai. Tapi sialnya ia tidak bisa fokus mendengarkan anak baru ini.

"Sakura-san, kau kelihatan tidak sehat." kata si anak baru.

"Eh?" Sakura agak terkejut, padahal sudah jelas terlihat bahwa Sakura sedang zoning out sejak tadi. Pikirannya tidak bisa berhenti mencari cara untuk membantu Sasuke. Dan…umh… harus diakui bahwa ia… khawatir dengan Uchiha Sasuke. Sebagai teman.

"Iya, matamu terlihat kosong. Sedang ada masalah?" tanya gadis bersurai ungu itu.

"Oh, tidak tidak. Maaf aku hanya kurang fokus. Selanjutnya kita akan ke lapangan indoor, biasanya digunakan untuk bermain tennis, gymnastic, dan badminton." ucap Sakura cepat-cepat sebelum Anko menyadarinya.

Mitarashi Anko adalah anak pindahan dari Otogakure. Ia berada di kelas yang sama dengan Sakura. Seharusnya ini adalah tugas ketua kelas, tapi karena sang Ketua Dewan Murid ada di kelas itu, maka lebih baik jika ia yang turun tangan langsung kan?

"Wah… luas sekali. PE adalah kelas kesukaanku. Sepertinya fasilitas olahraga KSHS sangat lengkap." celoteh Anko sambil menatap lapangan indoor yang luas dengan berbagai alat gymnastic.

"Sakura-san?" panggil Anko yang mendapati Sakura tengah melamun untuk yang entah ke berapa kali.

"Oh ya. Memang sangat lengkap. Dan kau bisa menggunakannya meski diluar kelas PE." ucapnya dengan memaksakan senyuman.

"Hahh… Sakura-san kau terlihat ada masalah." ucap Anko sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku punya ide!" katanya cepat.

"Pulang sekolah nanti, bagaimana kalau kita pergi ke cafe di dekat sini? Kata temanku cafe itu adalah hidden gem yang menjual wagashi dan matcha otentik yang sangat enak. Itu bagus untuk merilekskan pikiranmu, Sakura-san. Bagaimana?" ujar Anko dengan semangat.

Sebagai seorang introvert sejati, Sakura akan menolak ajakan Anko mentah-mentah. Tapi, mengingat statusnya sebagai Ketua Dewan Murid dan ia harus memperi impresi yang baik pada murid baru… astaga dia jadi bingung. Ia tidak ingin membuang waktunya untuk bersantai-santai di cafe. Lebih baik ia belajar atau… pergi menjenguk Sasuke.

"Oh… hm.. boleh. Tapi aku tidak bisa lama-lama. Ada yang harus kulakukan." ujarnya sedikit ragu.

Anko tersenyum cerah dan bersorak 'yippi!' kecil. Sakura tersenyum tipis melihat kelakuan teman barunya itu.

.

.

.

.

.

Ternyata cafe yang dimaksud Anko benar-benar hidden gem. Ini adalah cafe dengan konsep tradisional Jepang, mulai dari interior, menu, hingga musik yang diputar. Tidak ada pelanggan lain disini sehingga membuat Sakura merasa jatuh cinta pada tempat yang tenang dan sepi ini. Ia harus pergi lagi kesini dengan Tenten atau S— eh! Mikir apa sih astaga.

"Tempat ini membuatmu rileks kan, Sakura-san?" tanya Anko sembari duduk dan menunggu pesanan mereka datang.

Sakura mengangguk, "umh, kau bisa panggil aku Sakura, kita akan sekelas."

"Oke Sakura. Omong-omong, kenapa kau banyak melamun tadi? Kau ada masalah?"

"Umh… tidak juga. Hanya memikirkan tentang ujian akhir nanti." bohongnya. Tentu saja ia tidak pernah khawatir dengan ujian. Ia jenius sejak lahir dan sangat suka belajar. Jadi, belajar untuk ujian akhir adalah hal yang menyenangkan untuknya.

Sejurus kemudian pesanan mereka diantar oleh seorang wanita paruh baya yang memakai pakaian tradisional jepang. Dango, Mochi, Youkan, dan 2 gelas matcha. Sakura bisa mencium aroma matcha kental yang kuat.

"Terima kasih."

Keduanya langsung mengambil gelas matcha panas yang sudah sangat menggoda.

"Akh!" Anko menjerit kecil ketika ia tidak sengaja menumpahkan teh yang masih panas itu ke meja dan mengenai kulit tangannya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Sakura sambil mengecek tangan Anko. Sedikit memerah.

"Umh, kurasa butuh es batu agar tidak jadi luka bakar." ujar Anko pelan sembari memegang kulit telapak tangannya.

"Benar. Tunggu disini, aku akan meminta es batu, semoga mereka punya." lalu Sakura segera berjalan ke arah kasir untuk meminta es batu.

Sekitar lima menit kemudian, Sakura kembali dengan segelas es batu.

"Thanks Sakura."

Setelah Anko mengoleskan es batu ke tangannya, keduanya kembali menyeruput matcha hangat yang rasanya sedikit pahit dengan wangi teh khas matcha.

"Enak kan?" tanya Anko.

"Ya, rasanya sangat tradi—"

Drrt… drrtt… drrrtt…

"Anko, sebenar aku keluar untuk angkat telfon." ucap Sakura lalu segera bangkit dan menuju pintu keluar. Di dalam cafe sangat tenang, suaranya pasti akan terdengar kemana-mana.

Sakura melihat layar ponselnya, Naruto? Sangat random.

"Halo."

"Sakura-chan, kau dimana? Mau ke rumah Sasuke tidak?" Suara Naruto terdengar dari ujung sana.

"Oh, maaf aku sedang pergi dengan anak pindahan baru tadi. Bagaimana kalau besok?"

"Oh ya? Siapa? Apakah dia cantik? EHEHEHEHE." Tidak usah heran, ini Naruto si genit.

"Astaga Naruto. Aku tidak bisa lama-lama, Anko menungguku di dalam. Jadi bagaimana kalau besok?"

"Anko? Namanya Anko?"

"Ya, Mitarashi Anko. Dia pindahan dari Otogakure. Memangnya kau kenal?" Sakura tidak yakin Naruto mengenal Anko, paling hanya modus untuk mendekati anak itu.

"Apa rambutnya warna ungu?" tanya Naruto setelah jeda beberapa detik.

"Umh, ya, ungu gelap. Kenapa?" Sakura mulai penasaran.

Tidak ada jawaban. Naruto tidak menjawab apapun.

"Naruto?"

"Sakura, keluar dari sana. Sekarang." suara Naruto terdengar berubah 180°. Suara Naruto yang tadinya tengil dan bercanda sekarang menjadi serius. Sakura juga bisa mendengar suara mesin mobil dinyalakan.

"Naruto ini tidak lucu. Kau bicara apa sih?" Sakura mengernyitkan dahinya, tidak habis pikir jika Naruto benar-benar bercanda.

"Aku serius. Tidak ada waktu untuk menjelaskan. Kau dimana? Cepat keluar dari sana, akan kujemput." Suara Naruto berubah menjadi panik. Di titik ini, Sakura yakin Naruto tidak sedang bercanda.

"Oke, oke aku keluar sekarang. Akan kukirimkan lokasiku. Jaa!" Entah kenapa, tiba-tiba jantung Sakura berdebar lebih cepat. Ia agak panik.

Dengan cepat, ia mengirimkan live location pada Naruto.

Tapi, entah kenapa ia merasa ada sesuatu yang salah.

Dengan cepat ia juga mengirimkan live location pada Tenten. Hanya firasat.

Sakura kembali ke dalam cafe dengan berusaha terlihat tenang. Ia memandang Anko, apa yang salah dengan anak itu? Ia terlihat baik-baik saja.

"Anko, maaf ada kondisi darurat di rumahku dan aku harus segera pulang. Maaf ya." ujar Sakura sembari mengambil tasnya dan memasukan ponselnya ke saku rok.

"Yah… sayang sekali, kau bahkan belum mencoba wagashi nya." ucap Anko kecewa.

"Iya, tapi situasi di rumahku sedang darurat dan aku harus pulang. Kapan-kapan kita kesini lagi ya."

"Ya… mau bagaimana lagi. Bye Sakura!" ucap Anko sambil melambaikan tangannya.

"Bye!"

Sakura berjalan ke arah pintu keluar dengan cepat. Tiba-tiba, kepalanya terasa berat dan lututnya lemas. Pengelihatannya mulai kabur dan pendengarannya pun mulai memudar. Tak lama kemudian badannya lemas dan semuanya menjadi gelap. Seketika itu juga, Sakura jatuh tidak sadarkan diri di depan pintu masuk cafe.

Anko menyeringai di tempat duduknya.

"Oi, kalian sudah boleh keluar." ujar Anko setengah berteriak. Suaranya berubah menjadi lebih berat dan tegas. Suara aslinya.

Tidak lama kemudian, 2 orang pria bertubuh tinggi dan besar keluar dari pintu belakang cafe yang sejak awal sudah ia sewa.

Kedua pria itu menghampiri Anko yang duduk sambil menyilangkan kedua tangan di dadanya dan menatap Sakura dengan santai.

"Bawa dia ke tempat itu. Jangan bunuh dia. Tapi kalian boleh melakukan apapun sesuka kalian. Termasuk memperkosanya."

.

.

.

.

.

TBC

.

.

A/N : 10/10 Selamat ulang tahun Naruto! Sebagai orang yang ngikutin Naruto sejak kecil, rasanya kaya growing up together with Naruto sampe dia gede dan udah punya anak. Jadi agak emosional. Huhu.

Anyway, semoga kalian suka dengan chapter ini, ditunggu kelanjutannya di chapter 19!