Summary: Fang mengatur siasat agar Kaizo bisa liburan ke Pulau Rintis, mengingat Kaizo tak pernah libur selama di TAPOPS. Sayangnya, Fang tak tahu seberapa kikuknya Kaizo di lingkungan normal. [Brotherhood, no pairings. Kaizo & Fang character studies. AU Canon. MC.]
.
.
.
.
Of Macchiato and Sugary Latte
.
Chapter I
Of Tea and Explosion
.
.
.
.
KAMAR KADET TAPOPS - 20.14 STG*
"Allahuakbar, Allahuakbar … "
Boboiboy bertakbir hari raya sambil menjejalkan pakaian ke dalam tas jinjing yang menganga di atas kasur. Tumpukan kaus dan pernak-pernik berhamburan di sekelilingnya, bersama Cattus yang asyik menggigiti topi kupluk Boboiboy. Di sisinya, Ochobot tengah melipat baju dan menyerahkannya pada Boboiboy, robot itu tampak sama gembiranya dengan temannya.
Terang saja mereka sesenang itu—besok Boboiboy, Ochobot, Gopal, Yaya, Ying dan Papa Zola akan pulang ke bumi untuk libur hari raya Idul Fitri. Memang Ying dan Gopal tidak merayakan Lebaran, tapi tetap saja mereka diliburkan. Mereka semua sudah menghubungi keluarga masing-masing dan esok selepas Subuh akan meminjam pesawat TAPOPS ke bumi. Perjalanan akan memakan waktu sehari penuh dengan wormhole.
Tiba-tiba, pintu kamar bergeser terbuka, memperlihatkan sosok tambun Gopal dan Fang di belakang. Gopal mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi.
"Libur telah tiba! Libur telah tiba! Hore! Hore! Kecuali Fang, ahahaha!" ledek Gopal seraya memasuki ruangan. Fang mengekor dengan wajah merengut.
"Kalau aku libur, siapa yang jaga TAPOPS?" gerutu Fang. Gopal tak menghiraukan, ia lewat sambil menampar pundak Boboiboy.
"Sudah selesai, Bob?"
"Sedikit lagi," jawab Boboiboy. Gopal kemudian memanjat ke kasur atas dan mengempaskan diri hingga bergetar tiang ranjang. Ia lalu mengambil ponsel dan mulai bermain gim dengan berisik.
Fang duduk di kursi dekat Boboiboy, ia melipat tangannya di dada.
"Berapa lama hendak di bumi?" tanyanya.
"Mungkin sekitar seminggu lebih, setelah itu balik sebentar ke TAPOPS untuk latihan hingga masuk sekolah nanti," ujar Boboiboy. Ia menekan paksa celana jinsnya ke dalam tas agar muat.
"Kau di sini saja, Fang?" tanya Ochobot, basa-basi.
Fang memutar bola matanya, sementara Cattus tiba-tiba melompat ke atas pangkuannya dan melingkarkan diri.
"Aku sudah bilang kalau aku harus berjaga," jawab Fang.
"Kenapa tak minta izin ke Komandan Koko Ci? Pasti diizinkan, mungkin?" usul Boboiboy, ia menutup resleting tasnya dengan susah payah.
Fang menghela napas. Ia mengelus kepala Cattus dengan perlahan.
"Tidak bisa."
Boboiboy mengedikkan bahu.
"Kalau kau cemas tak ada tempat menginap, di rumah Tok Aba masih ada satu kamar tamu," tawar Boboiboy. "Tok Aba takkan keberatan, tahu! Oh! Kita bisa ajak Gopal membawa gimnya nanti!"
Fang merasa agak aneh menginap di rumah Boboiboy pada hari besar. Ini adalah perayaan keluarga dan ia malah interupsi tanpa ada keluarganya sendiri. Rasanya tidak enak terus-menerus mengacau waktu Tok Aba dan Boboiboy. Fang tak ingin mereka merasa harus melibatkannya dalam perayaan agar ia tak merasa dikucilkan.
Fang mengembuskan napas kecil. Lebih baik ia sendiri saja menjamu jenuh di TAPOPS.
"Tidak, terimakasih," jawab Fang.
Boboiboy bertemu pandang dengan Ochobot—sang robot bulat hanya menggeleng kecil. Boboiboy tampak kecewa, ia lalu meringis pada Fang.
"Oke Fang, janji kami bawa oleh-oleh."
.
.
.
.
KAFETARIA - 13.20 STG
Fang terpekur pada meja bundar logam di kafetaria, nampan berisi makan siangnya hampir tak tersentuh. Ia memandangi empat kursi kosong di hadapannya.
Telah lewat delapan jam semenjak kepulangan Boboiboy, Gopal, Yaya, Ying dan Papa Zola ke bumi. Fang ingin tarik lagi kata-katanya tadi malam dan menerima tawaran menginap Boboiboy, walau ia merasa tak enak pada Tok Aba dan sahabatnya itu. Tanpa mereka semua, Fang benar-benar kesepian dan bosan.
Coba saja kakaknya itu mau diajak berlibur, Fang tidak akan luntang-lantung begini. Kalau Fang ingat lagi, Kapten Kaizo selama ini tak pernah ambil cuti. Ia selalu sibuk dengan jutaan persoalan kecuali Fang.
Rasanya, mereka semakin renggang dari hari ke hari. Fang ingin sekali bisa memperbaiki jembatan di antara mereka dan menenun lagi benang yang putus, tapi realisasinya kian lama kian menjadi fantasi.
Kapten Kaizo tak pernah mengambil inisiatif pertama untuk memperbaiki kecanggungan ini. Fang berusaha mengerti sifat kasar dan dinginnya itu, Boboiboy pernah berkata kalau orang bertabiat seperti ini ada masalah di hatinya. Apa Fang harus menunggu hingga kakaknya baik-baik saja? Sampai kapan?
Selama ini Fang selalu mengira jika orang yang lebih tua harus lebih dewasa, lebih paham dan lebih bijak … tapi tidak selalu realita sesuai idealisme. Orang dewasa pun memiliki hantu-hantu mereka sendiri dan mereka pun bisa tersandung. Usia, angka, kalender … itu hanyalah data. Mungkin ia harus merendahkan harapan tingginya pada sang kapten.
Fang rasa memang ia yang harus mulai belajar memaafkan Kapten Kaizo terlebih dahulu dan memberikan banyak-banyak kelapangan. Lagipula, kapten adalah satu-satunya keluarga Fang yang tersisa. Apa pantas dia mau membuang hal selangka dan seberharga itu, menyerah tanpa usaha?
Fang menepuk kepalanya. Nuraninya mulai terdengar seperti Boboiboy sekarang, tapi ini pertanda bagus. Seseorang mengikut tabiat kawan karibnya dan Boboiboy adalah orang baik yang menularkan kebaikan. Jika saja ia tak tertular sifat Boboiboy, mungkin sudah lama Fang tak mengakui Kapten Kaizo adalah saudaranya.
Tiba-tiba komunikator di tangan Fang mengeluarkan bunyi pelan. Ia menekan layarnya dan membaca transmisi tersebut.
[DARI: KOM. KOKO CI]
[OBJEK: HANGER, SEKARANG. PESAWAT KAP. KAIZO TELAH TIBA.]
Fang hampir tersedak membacanya. Kakaknya sudah datang?
Ini mengejutkan sekali, Fang masih ingat Komandan Koko Ci tiba-tiba membebaskan Kapten Kaizo dari penyamaran pencuci pesawat angkasa dan langsung dikirim ke planet misterius. Hampir dua tahun Kapten Kaizo tak ada kabar, Fang menduga ini misi yang sangat sensitif dan sangat penting. Sayang ia tak memiliki otorisasi membaca detailnya.
Fang cepat-cepat menjejal makan siangnya ke mulut dan langsung berlari menuju hanger pesawat. Sepanjang koridor, ia melihat banyak agen yang berseliweran sambil menarik kereta dorong. Yang lebih mengkhawatirkan adalah ia juga melihat beberapa tenaga medis berlarian mendorong brankar jingga. Siapa yang terluka?
Fang tiba di pintu masuk hanger, matanya menyapu tiap objek dan personel di sana. Ada pesawat besar berwarna gelap terbuka, di sekitarnya tampak sekumpulan tenaga medis mengenakan APD hazmat menaikkan alien-alien kurus berkulit seperti sisik ikan ke atas brankar dan mendorong mereka ke area karantina. Begitu pula alien yang masih kuat berdiri, mereka turut digiring ke tempat yang sama.
Fang tahu itu protokol standar untuk semua alien asing yang datang ke TAPOPS, mereka harus dikarantina dahulu agar tidak menyebarkan patogen berbahaya. Biasanya mereka uji darah dan cairan mukus, lalu menjalani proses sterilisasi dan karantina hingga hasil tes keluar. Prosedur ini juga diaplikasikan pada semua personel TAPOPS saat pulang dari misi.
Mungkin Kapten Kaizo sudah di sayap medis untuk karantina?
Fang memutar haknya dan berlari ke area perawatan untuk personel berpangkat lebih tinggi. Di sana, ia melihat sebuah kamar dengan lampu hijau pada panel kunci otomatis, pertanda ada yang menempati. Fang segera menekan tombol interkom pada panel tersebut.
"Saya Lans Koperal Fang, meminta izin untuk masuk."
"Tidak diizinkan. Tes Kapten Kaizo belum selesai, tunggu 15 menit."
Suara Dokter Gaga No, dari Planet Atata Tiga menjawab dengan lantang. Nadanya terdengar kesal karena diinterupsi, mungkin ia sedang sibuk menguji sampel. Fang merosot duduk, ia menunggu di sisi pintu sambil berpikir.
Entah mengapa Fang teringat lagi mengenai Kapten Kaizo selama menjadi anggota TAPOPS tak pernah cuti. Fang merasa mungkin karena kakaknya itu tak ada teman dekat dan keluarga mereka sudah tiada. Selama ini bagi Kapten dan dirinya hanya ada misi, bertarung, cedera, evaluasi, latihan, menulis laporan, riset, menyadap, mencuri, menyelundup, menyamar, menghapal briefing …
Pintu kamar pasien mengeluarkan bunyi notifikasi pelan lalu bergeser terbuka. Fang tersentak dan segera bangkit, ia memasuki ruangan.
Fang melihat Kapten Kaizo sudah bersalin baju pasien laki-laki, yaitu kaus pucat dan celana katun berwarna sama. Rambutnya tampak basah kuyup setelah proses sterilisasi, di sudut bibir Kapten Kaizo ada luka cukup mencolok seolah goresan spidol merah. Lengan kanannya ada lebam besar dan banyak luka lecet yang sudah mengering.
Sang kapten duduk pada ranjang hijau pucat sambil menelan kapsul, sementara Dokter Gaga No sedang mengetik pada tabletnya.
Fang mendekati ranjang Kapten Kaizo, ia menoleh pada sang dokter.
"Bagaimana kondisi Kapten?"
Dokter berkepala kotak itu mendelik galak pada Fang.
"Kenapa kau mau tahu? Catatan medis personel yang pangkatnya lebih tinggi darimu itu rahasia, tahu!"
"Tapi aku ahli waris Kapten!" debat Fang.
Dokter Gaga No menepuk dahinya.
"Aku lupa kalian bersaudara, tapi tetap saja aku tak bisa membocorkan detail catatan medisnya. Yang pasti Kapten Kaizo baik-baik saja."
"Sudah selesai? Aku harus pergi," kata Kapten Kaizo tak sabar. Dokter Gaga No mendecakkan lidah.
"Kapsul itu akan membuatmu tidur sekitar 10 jam," terang sang dokter. "Ya sudah, cepat pergi sana."
Kapten Kaizo segera bangkit dan meninggalkan kamar, Fang mengekorinya dari belakang. Di koridor, ia menyaksikan Kapten Kaizo tampak bergegas sekali. Fang berlari kecil menyejajarkan langkah mereka, tanpa sengaja ia melihat Kapten Kaizo menghampiri bak sampah lalu meludahkan kapsul itu ke dalamnya.
Fang tercengang kaget. Kapten Kaizo menatapnya dengan datar.
"Apa?"
Fang menutup mulutnya.
"Kapten, kenapa?"
"Masih ada kargo berharga di pesawat. Aku tak bisa tidur dulu sekarang."
Usai itu, Kapten Kaizo berlalu cepat meninggalkan sang adik. Fang heran kenapa ia masih mampu terkesiap dengan kelakuan kakaknya itu, namun yang jelas memang benar Kapten Kaizo jarang mau istirahat—dan itu benar-benar mengkhawatirkan.
Fang menggelengkan kepalanya dan segera menyusul Kapten Kaizo.
Walau ras alien mereka berumur jauh lebih panjang daripada manusia dan fisik mereka jauh lebih tahan banting, bukan bermakna tak perlu istirahat dan tidur. Suatu saat nanti jantung mereka takkan kuat lagi, atau otak mereka mulai luruh serabut sarafnya, atau hati mereka mulai rusak, atau kanker dan tumor. DNA yang terlalu lama terpapar radiasi di luar angkasa akan mengalami mutasi, bukan?
Fang menggigit bibirnya dalam cemas, anjuran kesehatan seperti ini takkan diterima oleh sang kapten—lantas bagaimana agar Kapten Kaizo bisa keluar dari lingkaran beracun ini?
Oh, hanya Laksamana Tarung dan Komandan Koko Ci yang memiliki kuasa untuk memaksa Kapten Kaizo. Sejauh ini mereka berdua tak pernah menyuruh Kapten Kaizo cuti karena yang bersangkutan tak pernah mengajukan.
Kalau begitu, biarlah aku yang membuat mereka memaksa, batin Fang sambil menatap punggung sang kakak ditelan pintu ruangan pribadinya.
Caranya?
Fang memangku dagu, ia menimbang-nimbang. Bagaimana ia bisa melibatkan dua personel paling tinggi di TAPOPS melakukan intervensi?
Tiba-tiba, Fang tersenyum lebar.
.
.
.
.
KUBAH AMAN - 16.00 STG
Hampir tiga jam Fang membantu Kapten Kaizo registrasi, menyusun, mengamankan dan menaruh semua kargo berharga dalam brankas dan kontainer. Keseluruhan ada 57 buah sfera kuasa ilegal, obat-obatan tak bernama, dokumentasi dan 46 kilogram mineral eksotis bernama rodonmium, inti dari teknologi jam kuasa dan sfera kuasa. Harga sepuluh gram rodonmium saja sudah bisa membangun total stasiun TAPOPS, sanggup menimbun 46 kilogram mineral ini benar-benar luar biasa.
Kapten Kaizo memimpin langsung semua arus kegiatan dan mengamankan rodonmium ke area penyimpanan anti radioaktif, mengingat kontak fisik dengan rodonmium tanpa pelindung bisa mengakibatkan kematian. Sementara itu, Fang dan belasan agen TAPOPS lain bertugas mengurusi dokumentasi dan mengamankan sfera kuasa.
"Ini sfera kuasa terakhir, Kapten," lapor Fang seraya menutup kaca pelindung kontainer. Tampak jajaran rapi sfera kuasa yang sudah diregistrasi tersusun dalam wadah-wadah kaca.
"Sudah ditandai pelacak?"
"Sudah, Kapten, tinggal menunggu uji lab dari divisi teknologi. Nut dan timnya tengah meneliti kelompok pertama."
"Dokumentasi?"
"Semua memory chip sudah di amankan di brankas, akan dikirim ke Satuan Militer Antariksa esok hari."
"Kerja bagus, Fang. Kau boleh pergi."
Fang mengangguk kecil, ia memberi hormat pada sang kapten. Ia beranjak pergi dari kubah dan keluar dari jalan masuk berbentuk lingkaran besar. Kubah atau vault ini adalah area teraman dan paling steril di TAPOPS, personel rendahan seperti Fang tak boleh masuk tanpa didampingi orang berpangkat kapten atau lebih tinggi lagi.
Karena itu Fang tak terkejut saat ia melihat Laksamana Tarung dan Dokter Gaga No berada di koridor terlarang ini. Wajah Laksamana Tarung tampak masam, ia terus saja melangkah besar-besar menuju kubah pengaman. Dokter Gaga No membuntuti dari belakang, berusaha mengimbangi kecepatan langkah Laksamana Tarung.
Fang menyingkir dan memberikan hormat, tapi Laksamana Tarung tidak menggubrisnya. Tampaknya sebentar lagi akan ada ledakan di sini.
Fang bergegas bersembunyi pada ceruk dekat jalan masuk, matanya tertuju pada sosok Laksamana yang sudah melintasi pintu masuk kubah disusul Dokter Gaga No.
Kapten Kaizo sedang melakukan pemeriksaan ketika ia menoleh dan menyaksikan Laksamana Tarung bersama Dokter Gaga No. Sesaat tampak keterkejutan pada wajah Kapten Kaizo, namun segera ia kuasai.
"Laksamana," sapa Kapten Kaizo segera memberikan gestur hormat. "Aku tak mengira anda akan ke sini."
Laksamana Tarung tak melepaskan tatapan menghakiminya pada Kapten Kaizo, ia hanya berkata.
"Dokter Gaga No, bagaimana status kelayakan Kapten Kaizo?"
Sang dokter hijau berkepala kotak itu hanya menyeringai dan membaca dokumen pada tabletnya.
"Kapten Kaizo memiliki ketergantungan mengonsumsi stimulan."
Air muka tenang Kapten Kaizo mulai beriak. Fang menunggu sambil menahan napas, ia beringsut mendekat.
"Stimulan seperti apa, Dokter?"
"Serbuk yutiki."
Laksamana Tarung memandang ke arah Kapten Kaizo dengan ekspresi gusar bercampur menantang. Fang melihat Kapten Kaizo diam, ia membalas pandangan Laksamana Tarung dengan sorot mata netral—namun Fang melihat kedua tangannya terkepal erat.
Laksamana Tarung melipat tangannya di dada, ia tampak sangat mengintimidasi.
"Umbi yutiki memang tidak ilegal, tapi tes darahmu menunjukkan puluhan kali lipat di atas jumlah yang aman. Ini bisa menyebabkan kematian mendadak," kata Laksamana. "Kenapa kau mengonsumsinya?"
Dari kejauhan, Fang melihat Kapten menghela napas pelan namun riak wajahnya masih tenang.
"Hanya agar bisa menjalankan misi dengan baik. Banyak makhluk yang bergantung pada keberhasilan misiku," kata Kapten Kaizo.
"Aturan bab 1 butir ke 5, diperinci pada poin a ialah melarang semua agen mengonsumsi obat berbahaya peningkat performa. Ini juga berlaku bagi obat aman namun disalahgunakan," cetus Laksamana Tarung. "Aku dan Koko Ci tak pernah memperbudak agen hingga ke tahap mengonsumsi serbuk ini dalam jumlah berbahaya. Apa aku perlu mewajibkan evaluasi kejiwaan bagi kau?"
Fang tak pernah melihat ekspresi sedikit panik, benci berbaur jijik pada wajah kakaknya itu.
"Sama sekali tidak perlu, Laksamana."
"Kalau begitu, serahkan jam kuasa dan lencanamu," sambung Laksamana Tarung. Fang terperanjat mendengarnya, begitu pun dengan sang kapten walau ia berusaha menguasai diri.
"Kenapa?"
"Kau sudah menaruh resiko besar pada misi-misi TAPOPS jika kau ketergantungan seberat ini. Kau beresiko membocorkan informasi sensitif yang ada pada dirimu, Kapten."
"Apa selama ini aku pernah gagal dan penyamaranku terbongkar?" debat Kapten Kaizo. "Aku satu-satunya agen dengan keberhasilan hingga 100% dari catatan 224 misi, dan sekarang anda berkata begini setelah tahu perkara yutiki. Apa yang terjadi dengan 224 misi tanpa evaluasi kejiwaan dan fisik? Bagaimana kalau selama ini Komandan Koko Ci tahu dan diam saja?"
Nada Kapten Kaizo begitu sinis namun masih sopan dan Fang tak suka ini. Posturnya pun dalam status defensif, seakan ia siap menyerang jika Laksamana Tarung terus menyudutkannya.
Tapi yang mengejutkan, Laksamana Tarung tidak terpancing dan hanya menjulurkan tangannya, menunggu lencana serta jam kuasa tersebut.
"Serahkan, Kapten. Ini perintah. Berhenti melawan dan aku takkan membawa ini ke ranah lebih serius."
Kapten Kaizo menatap tajam ke arah sang laksamana, ia tahu pria tua itu lebih suka menyelesaikan dalam lingkup kekeluargaan. Jika Kapten Kaizo mengikuti kemauannya, mungkin ini akan cepat selesai.
Serta-merta Kapten merenggut lencana yang terselip pada saku jaketnya dan membuka ikatan jam kuasa di dalam sarung tangannya. Dengan kasar, ia menaruh kedua objek itu pada tangan menunggu Laksamana Tarung.
"Kau diskors juga," tambah sang laksamana. Seketika itu pula amarah Kapten Kaizo meledak lagi, tak peduli dengan tangga hirarki.
"Bukankah ini sudah cukup? Skors hanya akan mengacaukan pekerjaanku pada misi di galaksi Gargantuar!" bentak sang kapten. "Masih ada pengungsi klan bawah air yang harus aku relokasi, masih ada pertanggungjawaban di Militer Antariksa, laporan, belum juga masalah tumpukan rodonmium. Apa anda mau sabotase semuanya?"
Jantung Fang kian berdebar keras, jarang-jarang kakaknya membentak personel yang berpangkat lebih tinggi. Bukan bermakna Kapten Kaizo sangat penurut dan penakut, namun ia lebih mengikuti apa yang ia rasa terbaik—kebetulan nilai-nilainya sejalan dengan visi Laksamana Tarung serta Komandan Koko Ci. Pembangkangan langsung begini tak pernah sang kapten lakukan sebelumnya.
Ini gawat, gawat sekali.
Fang melirik ke arah Laksamana Tarung untuk membaca emosinya, namun sang laksamana hanya memandang Kapten Kaizo dengan tawar seolah sudah paham tabiatnya itu.
"Kita masih ada agen TAPOPS lain untuk menyelesaikan pekerjaanmu itu," sahut sang laksamana. "Aku akan melarang kau berada di cabang stasiun TAPOPS manapun, mulai dari esok hingga dua minggu ke depan."
Roman wajah sang kapten semakin murka, matanya seakan menyala merah. Dua minggu? Ini seperti—
"Ini kekonyolan," rutuknya.
"Empat minggu, Kapten," balas Laksamana Tarung sambil tersenyum santai.
Sang laksamana melangkah pergi dari sana bersamaan dengan Dokter Gaga No, meninggalkan sang kapten dengan skors empat minggu tersebut.
Fang tak tahu harus merasa gembira atau takut, tapi ia memilih gembira saja.
.
.
.
.
KABIN KAPTEN - 18.45 STG
Fang mendengar keluhan Nut dan timnya mengenai Kapten Kaizo yang bisa menghancurkan arena latihan tanpa kuasa sama sekali itu, akibatnya mereka harus mengganti semua dummy, fasilitas dan area simulasi pertarungan. Untungnya misi Kapten Kaizo membawa rampasan 46 kilogram rodonmium, membuat TAPOPS tiba-tiba kaya-raya. Perbaikan arena latihan hanya masalah semut saja.
Jadwal makan malam tiba dan sang kapten tak terlihat di kafetaria. Biasanya personel berpangkat lebih tinggi memiliki kafetaria khusus, tapi sudah kebiasaan Kapten Kaizo memilih kafetaria agen bawahan. Gara-gara ini Fang agak cemas mengenai suasana hati kakaknya itu—namun sepanjang pengetahuannya, jika Kapten Kaizo telah puas melampiaskan amarahnya di arena, biasanya ia menjadi lebih tenang.
Belum lagi persoalan Kapten Kaizo harus angkat kaki dari TAPOPS esok hari. Fang ingin mengajaknya pergi ke Pulau Rintis, ini adalah bagian rencana terbaiknya setelah melibatkan Laksamana Tarung dan Dokter Gaga No.
Ya, ini semua salah kau, batinnya berbisik.
Tidak, Fang menolak untuk merasa bersalah. Ia tidak jahat pada kakaknya, hanya khawatir saja pada kondisi Kapten Kaizo. Tak ada yang bisa mengubah pikiran kakaknya itu, ia merasa caranya adalah yang paling benar. Satu-satunya jalan ialah melibatkan orang yang lebih berwenang daripadanya.
Lagipula, Fang sama sekali tidak melakukan hal berarti kecuali mendorong domino pertama agar jatuh dan sisanya hanyalah efek yang sudah lama menunggu terjadi. Fang hanya katalis saja, cepat atau lambat kebiasaan buruk Kapten Kaizo pasti akan terendus pula. Pertanyaannya adalah kapan? Tidak mungkin menunggu Kapten Kaizo tiba-tiba kolaps.
Seraya meyakinkan diri sendiri, Fang membawa kantung kertas berisi makan malam ke kabin kakaknya. Ia menekan tombol interkom pada panel di sebelah pintu tersebut.
"Kapten, ini Fang, meminta izin untuk masuk."
Tanpa ada jawaban, pintu terbuka otomatis. Fang cepat-cepat melangkah masuk dan menyapu pandangannya pada interior kabin. Rapi, bersih, didominasi warna putih dan biru lembut namun tanpa sentuhan personal seakan-akan tak ada ikatan emosi sama sekali. Tingkap kaca terbuka, memperlihatkan pemandangan menakjubkan kumpulan bintang dan sebuah sebaran nebula berwarna-warni. Kapten Kaizo tampak duduk di dekat kaca, di tangannya ada buku tebal. Ia bergeming dari posisinya seolah Fang tak pernah datang.
"Aku membawa makan malam, Kapten," ujar Fang sambil menaruh kantung itu di meja dekat tingkap. Ia mengeluarkan isinya dan menaruh teh panas dalam gelas kertas ke depan Kapten Kaizo.
Sang kapten bahkan tidak melirik. Fang rasa ini pertanda baik, sebab Kapten Kaizo tak pernah marah dalam diam.
"Laksamana Tarung sudah mengabarkan semua agen bersangkutan untuk menggantikan tugas," ujar Fang. "Kapten bisa lega sekarang."
Fang tak mengabarkan betapa bahagianya para agen bawahan saat tahu Kapten Kaizo kena skors, Dokter Gaga No yang menyebarkan isu ini. Mungkin dokter itu tak suka pada kapten, sebagaimana mayoritas agen lain yang kerap menjadi sasaran amukan Kapten Kaizo. Kakaknya itu selalu menekan para agen bawahan agar bekerja lebih baik, bahkan merancang latihan mengerikan.
Wajar saja mereka menyambut skors ini dengan terlalu gembira, sampai potong kue segala. Fang menjadi sedikit tersinggung melihat perayaan tak sopan itu, tapi ia hanya bungkam.
Lebih baik bicarakan liburan.
"Kapten sudah memutuskan hendak ke mana?" tanya Fang sambil duduk pada kursi di seberang tingkap.
Kapten Kaizo menutup bukunya. Fang melihat buku itu dalam bahasa alien lain, tentang struktur Dyson. Ia menaruhnya di sisi gelas teh.
"Aku hendak ke bumi," putus Kapten Kaizo. Fang hampir melonjak kegirangan namun ia tahan diri. Tenang, tenang.
"Kenapa bumi, Kapten?"
"Bumi masih primitif, probabilitas aku bertemu musuh lama lebih kecil di sana," ujar sang kapten. Ia meminum teh, matanya memandangi nebula cantik nun jauh di sana.
Fang rasa masuk akal. Kapten Kaizo sudah terlalu terkenal di banyak galaksi dan ini juga bermakna ia memiliki banyak musuh yang mendendam. Kapten Kaizo baru menjalankan misi satu kali di bumi dan itu juga tidak meninggalkan konflik apapun.
Selain itu, tanpa kuasanya, Kapten Kaizo lebih kesulitan melakukan perlawanan pada teknologi destruktif—sebab itu pula Kapten Kaizo gemar bertarung tanpa kuasa agar ia tak bergantung pada kekuatan instan.
"Bumi memang pilihan terbaik," komentar Fang. "Kebetulan aku juga mau ambil cuti. Boboiboy, Yaya, Ying dan Gopal sudah di bumi lebih dulu. Kita bisa menyusul besok."
"Mhm," gumam sang kapten di sesela tehnya.
Fang berdiri dari kursi, ia sudah tak bisa lagi menahan rasa girangnya. Ia takut Kapten Kaizo curiga melihatnya terlalu senang pada skors ini, lantas sang kapten menjadi tahu siapa dalang di balik amukan Laksamana Tarung.
"Kapten, aku permisi dahulu. Aku harus berkemas-kemas untuk esok," tutup Fang. "Selamat malam."
"Hm."
.
.
.
.
CHAT ROOM - 20.00 STG
["Oi, Bob."]
Sent 20.01
—
["Kenapa Peng?"]
Received 20.04
—
["Aku dan abang aku besok mau ke bumi."]
["WOOOO!"]
Sent 20.06
—
["Waaaaahhh! Tumben!"]
["Ada apa ini?"]
Received 20.07
—
["Abang diskors Laks. Tarung."]
["Karena tes darah yang hasilnya buruk."]
["Abang masih jengkel."]
["Semua agen tapops menggosipkan ini."]
["Beri tahu yang lain jangan bahas, ya."]
["Terutama si Gopal itu."]
Sent 20.09
—
["Nanti aku kabari yang lain."]
["Kasihan Kapten Kaizo. )": "]
["Sakitkah dia?"]
Received 20.10
—
["Bukan, hanya diminta istirahat saja."]
["Omong-omong, aku mau minta tolong."]
Sent 20.10
—
["Apa?"]
["Pasti minta Tok Aba masak sup wortel."]
Received 20.13
—
["BOLEH, BOLEH, BOLEH JUGA!"]
["YEEEEYYYSSSS!"]
["Tapi maksudku bukan itu."]
["Aku pesan sejumlah baju online."]
["Abangku tak punya baju bumi."]
["Boleh aku masukkan alamatmu sebagai penerima?"]
Sent 20.15
—
["Boleh, boleh, nanti aku simpan."]
["Hari raya mereka masih mengirim?"]
Received 20.16
—
["Aku lupa ini hari libur."]
["Mereka menyanggupi besok sampai."]
["Tapi uang kirimnya hampir tiga kali lipat."]
Sent 20.17
—
["Wah … "]
["Bukan COD kan?"]
Received 20.17
—
["COD."]
Sent. 20.28
—
["FANG! AKU FAKIR!"]
["Memang kadet digaji?"]
["Kau pesan merek mahal ya? Burberry?"]
["Chanel?"]
["BALENCIAGA?"]
Received 20.32
—
["Aku kaget kau tahu nama-nama itu, Bob."]
["Biasanya kau asal pakai baju."]
Sent 20.32
—
["Aku diedukasi Gopal, ehe."]
["Tapi, INI SERIUS FRENGKI!"]
["KASIHANI TOK ABA!"]
["MAU JUAL KEDAI ATOK? ToT"]
Received 20.33
—
["Ya iya bukan COD!"]
["Sudah lunas aku bayar."]
["Dolce & Gabbana, tahu."]
Sent 20.35
—
["Alhamdulillah TT."]
["Jam berapa mau berangkat?"]
Received 20.35
—
["Jam 8 pagi."]
["Estimasi jam 3 sore tiba."]
["Melalui wormhole yang baru."]
["Jalan pintas langsung ke belakang Venus."]
["Jadi lebih singkat."]
Sent 20.36
—
["Dan kami hampir 24 jam terkurung di toples besi."]
["Sesak-sesak bak sarden dalam kaleng."]
["Inikah privilege Kapten Kaizo?"]
Received 20.42
—
["Salty, Bob? Kan aku sudah katakan."]
["Ini wormhole baru."]
Sent 20.43
—
["Iya Peng."]
Received 20.43
—
["Dilarang iri dengki."]
["Nanti amalnya musnah."]
["Aku mengutip kau, ya."]
Sent 20.44
—
["Astaghfirullah TAT."]
["Dilarang juga bohong walau hanya bercanda."]
["Hanya mengingatkan. (:"]
Received 20.46
—
["Iya, iya maaf."]
Sent 20.47
—
.
.
.
.
Bersambung.
.
.
.
Footnote:
*STG: standardized time of galactic area atau waktu standar area galaksi. Karena perbedaan perhitungan waktu di planet-planet asing, seperti kalender dan jam, maka dicetuskan ide untuk membuat waktu standar seperti GMT untuk memudahkan urusan antar spesies alien.
Sayangnya, sempat terjadi cekcok antar delegasi alien karena masing-masing ingin zona waktu di planet mereka menjadi standar intergalaksi. Agar adil, akhirnya dipakailah zona waktu bumi saja karena bumi dianggap masih "primitif" dan netral, belum ada keberpihakan dan tidak tahu kehidupan alien sama sekali.
Hanya headcanon saya sih, mengingat BBB sedikit sekali membahas world-building dan sains. A great let-down, karena saya pecinta sains-fiksi.
Yossshhaaaaa monggo kritik/sarannya!
