Character: Yamato Takeru & Honjo Taka

Selamat Membaca

.

.

.

Seorang lelaki berambut perak, tinggi, sedang berjalan keluar gerbang sekolah, kepalanya menunduk, tatapannya tertuju pada buku yang ada di tangannya.

"Taka!"

Taka, nama laki-laki itu. Taka membalikkan badan, melihat teman sekelasnya Karin memanggil sembari melambaikan tangan.

"Ada apa Karin?" Taka menutup buku, lalu berjalan menghampiri Karin.

"Ini, buku pelajaranmu ketinggalan." Karin memberikan buku "Geografi" pada Taka.

"Terima kasih," Taka menerima buku dari tangan Karin. "Karin, aku duluan."

"I-iya, Taka hati-hati," ucapnya sembari menundukkan sedikit tubuhnya.

"TAKA TUNGGUUU!"

Lelaki bertubuh tinggi tegap, bersurai hitam, selalu terlihat ceria setiap saat, dijuliki sebagai Eyeshield 21 dari Notre Dame, Yamato Takeru. Dalam hidup Taka dia beroeran sebagai sahabat dekat yang selalu disamping Taka.

"Yamato, ada apa?"

"Kamu mau ke tempat kerja part time-mu?"

"Iya, emang kenapa?"

"Karena uangku kurang untuk membayar kamar apartemenku bulan depan, aku berniat untuk ikut part time."

Taka hanya terdiam, dan melanjutkan jalannya menuju tempat kerjanya seakan tidak perduli dengan pernyataan Yamato, tidak ada hubungannya juga dengan dia.

"Karin, sampai jumpa besok." Yamato pamit pada Karin.


️Sejak keluar dari gerbang sekolah Teikoku, Yamato terus mengikuti Taka dari belakang, dia melirik kiri dan kanan seperti mencari tempat Taka part time.

"Taka? Kamu part time dimana?"

"Di sebuah kafe dekat sekolah."

"Nama kafenya?"

Taka berhenti berjalan. "Sudah sampai, ini kafenya." Dia berjata dengan suara datar seraya mendorong pintu masuk.

Kafe yang mereka masuki ini bernama Kafe Kelelawar Merah.

"Inikan kafe yang cukup terkenal di sini."

"Ayo masuk."

Kling ... kling ...

"Selamat datang Taka, eh tumben kamu membawa pacar kesini." Wakana mendekat ke Taka dan menyikut pinggang Taka, jahil.

"Bukan, dia bukan pacarku."

"Seperti biasa dingin sekali, bagaimana kalau dia benar-benar suka dengamu?"

"Tidak mungkin dia menyukaiku," Taka menjawab pertanyaan tanpa pikir panjang. "dia ingin bekerja disini, part time."

Suzuna mengelilingi Yamato. "Hmm?" Suzuna melirik Yamato dari atas sampai bawah, lalu kedua tangannya terangkat ke atas. "YAY! Nama?"

"Takeru Yamato."

"Mohon kerja samanya Yamato, kamu bisa bekerja dari sekarang!" Suzuna melemparkan baju butler ke Yamato.

Mata Yamato beralih dari pakaian butlernya ke Taka yang sudah selsai berganti baju, melihat Taka sedang mengikat rambutnya membuat Yamato speechless.

"Cantik ...," gumam Yamato tanpa sadar.

Suzuna mendengar gumaman Yamato, lalu menyikut pinggang Yamato. "Yamato kamu suka dengannya?"

Pipi Yamato tiba-tiba memerah, "Tidak kok."

"Hmhm, hati-hati kalau suka dengannya."

"Emang kenapa?"

Kling ... kling ...

"YA! Selamat datang di kafe kelelawar!" sapa Suzuna penuh semangat sembari melompat di tempat.

Taka berjalan mendekat ke pelanggan. "Selamat datang, untuk berapa orang?"

"Untuk 3 orang."

"Silahkan lewat sini."

Dari kejauhan Yamato melihat Taka yang sedang mengantarkan pelanggan ke tempat duduk.

"Ya! Yamato jangan melamun terus, ayo ganti baju." Suzuna menyikut pinggang Yamato dua kali.

"Ah ... iya." Dengan berat hati Yamato menuju ke toilet.

"Fufu, mungkin akan menarik," Ekspresi senang Suzuna berubah menjadi sedih, "tetapi Taka..."

Setelah bekerja setengah hari penuh tidak terasa matahari sudah berganti bulan, bulan sudah noak waktunya Taka untuk pulang, tepatnya pada jam 7 malam.

"Ya! Taka terima kasih atas kerja samanya! Yamato juga!"

"Suzuna, kami pulang duluan."

"YA! Sampai besok!"

Kling ... kling...

"Taka, hari ini dingin ya?"

"Iya," Taka menggosokkan kedua tangannya, "dingin."

"Taka lihat, salju!" Tangan kiri Yamato terangkat, jari telunjuk menunjuk buturan es yang berjatuhan dari langit.

Tampak wajah Yamato berseri-seri, hanya melihat wajahnya saja membuat tubuh Taka menjadi hangat.

"Iya, salju." Taka tersenyum simpul.

"Salju ini putih, seperti rambutmu." Yamato mengelus rambut perak Taka.

"Rambutku itu berwarna perak bukan putih."

Yamato cemberut, aku 'kan niatnya memuji.

"Yamato jangan melamun, ayo pulang."

"Iya Taka, tunggu." Yamato berlari kecil menyusul Taka yang sudah menjauh.

Karena sudah sangat malam, Taka memutuskan untuk menginap di apartemennya Yamato yang berada beberapa meter sebelum rumah Taka, Taka juga tidak lupa memberitahu kedua orang tuanya tentang ini.

"Tidak apa-apa aku menginap?"

"Tidak apa-apa, lagipula, setiap hari disini selalu sepi, hahaha." Yamato tertawa, Taka melihatnya ikut tersenyum. "aku akan tidur di sofa, sementra kamu di kamarku saja."

"Terima kasih."

"Taka, ini untukmu coklat panas." Yamato memberikan secangkir coklat panas kepada Taka.

"Terima, kasih."

Deg, secangkir coklat panas terjatuh dari tangan Taka, Yamato melihat tubuh Taka yang perlahan jatuh reflek langsung menangkap tubuh Taka.

"Taka, mukamu pucat!"

"Aku tidak apa-apa, Yamato ... hah ... hah ..."

"Kamu tidak apa? Nafasmu terengah-engah begitu." Yamata melihat ke kiri dan kanan mencoba untuk mencari telepon rumah, tetapi kepanikannya membutakan mata Yamato, dia tidak bisa menemukan keberadaan telepon rumah maupun ponsel miliknya sendiri.

Tidak ada pilihan lagi selain membawanya ke rumah sakit, Yamato menggendong Taka, lalu berlari ke rumah sakit dekat apartemen.


️Yamato memilih untuk membawa Taka menuju rumah sakit menggunakan kedua kakinya, untungnya Taka masih sempat diperiksa dokter, keadaan Taka kembali seperti sedia kala, itulah yang Yamato dengar dari dokter, dia belum masuk untuk melihat Taka di dalam ICU.

"Teman anda terkena radang paru-paru akut, mungkin teman anda hanya bisa 2 hari lagi."

Raut senang yang biasa terlukis di wajah Yamato sekarang hilang total karena mendengar sahabatnya terkena penyakit mengerikan.

Yamato berjalan masuk ke ruang ICU untuk bertemu Taka.

"Maaf Yamato, aku tidak ngomong tentang ini, aku mengidap oenyakit ini sejak SD, dan aku menyembunyikannya darimu."

Sekarang Taka terduduk lemas di kasur rumah sakit, Yamato menggeggam kedua tangan Taka.

If were to say it honestly, it'd take long.

I'm a twisted person.

Despite that, even I wished to never have to let go of this hand.

Taka melihat raut wajah Yamato yang sedih membuat Taka ikut bersedih, "Yamato, aku tidak apa-apa kok ... sungguh." Taka mencoba mengembalikkan raut wajah senang sahabatnya itu.

"Taka, kamu tidak akan meninggalkanku 'kan?"

"Tidak akan, aku tidak akan meninggalkan sahabatku." Taka tersenyum.

"Taka, ayo pulang."

"Iya."

Sebelum keluar rumah sakit Yamato memakaikan jaket tebal dan syal di leher Taka.

Yamato menggenggam tangan Taka erat.

"Taka, mulai sekarang kamu berhenti dulu bermain american football, aku tidak mau kamu kecapean hanya karena latihan."

"Iya, tapi aku ingin membantu!"

"Untuk sementara waktu kamu istirahat saja dulu, yang terpenting sekarang adalah kesehatanmu."

Yamato menundukkan kepalanya teringat kata-kata dokter tadi, hidup Taka tinggal 2 hari lagi.

"Yamato, kau kenapa?"

"Tidak kok, aku baru saja ingat cangkir yang pecah tadi belum dibersihkan hahaha ..." Sebisa mungkin Yamato menyembunyikan rasa sedihnya itu.

Sesampainya di kamar apartemen Yamato, Taka beristirahat di kamar Yamato.

Setelah Yamato membersihkan noda coklat panas yang mengering di lantai, Yamato melihat keadaan sahabatnya itu.

Aku belum mengatakan itu, dan kau mau meninggalkanku?

Dada Yamato terasa sesak sekali, air mata Yamato turun tanpa sadar, kenapa aku harus mengucapkan selamat tinggal padamu?

"Selamat tidur, Taka," bisiknya saat melihat Taka teridur di atas kasur miliknya.


Keesokan harinya, saat Yamato mengantarkan sarapan pada Taka, Yamato melihat Taka sedang melihat keluar jendela, raut wajah Yamato berubah menjadi sedih lagi, rasa sedih yang kemarin kembali muncul dan mendominasi diri Yamato.

"Yamato, kuingin jalan-jalan keluar."

"Tidak boleh, aku tidak mau kamu pingsan lagi," Yamato menyodorkan semangkuk cereal kepada Taka, "lebih baik kamu sarapan dulu."

"Kalau aku sudah sarapan, aku ingin jalan-jalan." Raut wajah Taka berubah jadi raut wajah memelas, karena mungkin ini adalah hari terakhir bersamamu.

"Walau kamu sudah terkena penyakit begini, masih saja keras kepala, baiklah kalau begitu."

Terpaksa Yamato menyetujuinya.

Setelah Yamato menyetujuinya Taka langsung melahap sereal yang diberikan Yamato, lalu mengambil sweater, dan jaket tebal. "Sudah habis, aku sudah memakai semua pakaian yang ingin kamu pakaikan padaku, AYO KITA KELUAR!"

"Iya-iya, semangat sekali, tidak biasanya."

"Habis. .. mungkin ini hari terakhirku ...," gumam Taka.

"Tadi kamu ngomong apa Taka?"

Taka menggeleng cepat. "Ti ... tidak kok."


"Yamato, jalan lewat sini."

"Lewat taman bermain?" Yamato mengangkat alisnya.

Saat berjalan, tangan kiri Taka memegangi kepala, kepalanya terasa pening, Kenapa pandanganku menjadi buram? Tubuhku menjadi lemah ... Yamato ...

"Taka!" Yamato berlari ke arah Taka mencoba untuk menangkap Taka.

"Yamato ... terima kasih sudah menemaniku."

"Tetaplah bersamaku aku ingin tersenyum cerah dan tetap disampingmu ..."

"Tidak bisa Yamato, mungkin ini sudah takdirnya." Taka tersenyum untuk terakhir kalinya.

Sambil menahan air mata dan Yamato berkata, "Selamat tinggal, Taka, mimpi indah." Yamato tersenyum dengan air mata mengalir, kedua tangannya mendekap erat tubuh ringkih sahabatnya.

Pada akhirnya aku tidak sempat mengatakannya.