Sepasang manik coklat menerawang langit biru. Pikirannya kini penuh dengan pertanyaan. Tak mengerti apa yang diinginkan semesta sampai harus merasakan kehilangan sahabat dekatnya begitu cepat.
Sudah satu tahun lewat, musim salju kembali datang, musim yang dibenci Yamato.
Datang.
Yamato menertawakan dirinya sendiri, membenci musim dengan alasan sepele, tapi untuknya kehilangan seseorang itu bukanlah alasan sepele.
Perasaan itu masihlah belum hilang, karena perasaan itu masih ada di dalam diri Yamato, itu menjadi lubang hitam yang menyerap semua pikiran positifnya. Kesehariannya seperti sudah tak berwarna lagi.
Yamato merasa kosong, hatinya terus meratap, ada yang hilang.
Di dalam kehidupannya.
Langkah berat menyusuri trotoar bersalju, meninggalkan jejak kaki, kedua tangan yang dingin dihangatkan dengan tiupan kecil dari mulutnya. Dinginnya musim dingin sungguh akan membuat orang-orang memilih untuk diam di rumah, menghangatkan diri dengan kotatsu.
"Yamato!"
Yamato segera berbalik badan kala mendengar suara memanggilnya, ternyata yang memanggilnya itu Karin, Yamato menyapa Karin dengan senyum, seperti biasa senyuman secerah matahari meski langit sedang mendung.
"Ah, Karin lama tak jumpa."
"Yamato, apakah kamu sibuk?"
"Tidak juga, selama liburan musim dingin ini aku selalu kosong kok."
Selalu kosong? kata itu terngiang dalam benak Karin, biasanya Yamato selalu menjawabnya dengan ceria dan jawabannya itu tidak jauh dari "aku latihan american football setiap hari di Teikoku".
Aura di sekeliling Yamato sedikit berbeda, kemungkinan Yamato masih memikirkan hal itu, Karin juga merasa tertohok dengan meninggalnya Taka, jika diingat lagi dada Karin terasa sakit. Bukan hanya Yamato yang merasa kehilangan dirinya, Achilles, Heracles juga, tetapi tidak ada yang bisa mereka lakukan selain berdoa untuknya, telah tenang disana, dia sudah tak lagi tersiksa dengan penyakit yang dideritanya.
"Begitu ya ..." Karin berusaha untuk berakting biasa saja walaupun dia tahu Yamato masih merasakan sedih yang mendalam. Tangan kanannya meremas syal, dia ingin menyemangati Yamato tetapi suaranya tersendat di tenggorokan, seperti tubuhnya menolak mengucapkan itu, karena ucapan itu tidak bisa merubah Yamato sekejap menjadi pribadi yang dulu.
"Oh iya, Karin bagaimana dengan komikmu?"
"Eh?!" Karin terperanjat kaget. "Kata editorku lebih baik membuat komik sesuai pengalamanku."
Tangan kanan Yamato menepuk pundak, senyum penuh percaya diri itu kembali. "Jangan cemas Karin, jika kamu membutuhkan inspirasi aku dengan senang membantumu."
"Ahahaha ... terima kasih Yamato."
"Hei Karin, kamu sibuk?"
"Engga kok, aku kebetulan lewat saja dan melihat Yamato tak sengaja."
"Kalau begitu, maukah kamu menemaniku sebentar?"
"Kemana?"
Senyum tipis menghiasi wajah Yamato. "Keliling Osaka saja ... sebentar dan aku akan ke Teikoku."
"Teikoku? Latihan?"
Yamato menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan membersihkan salju yang menempel di helai rambutnya. "Bisa dibilang begitu, tidak ada gunanya juga terus menerus bersedih." Ucapannya dengan suara ringan diselingi tawa.
"Iya, tenang saja Yamato, Taka pasti selalu bersamamu."
"Terima kasih Karin."
"Jadi ... masih mau ditemani jalan-jalan denganku?"
"Tentu saja Karin, sudah lama juga aku menghabiskan waktuku dengan ace quarterback Teikoku dengan Floral shoot-nya."
Karin menengok ke kiri-kanan dengan cepat, seketika panik melanda dirinya, suara Yamato cukup keras pasti akan terdengar oleh orang sekitar yang lewat, apalagi saat musim salju begini suasana nampak sepi dan tidak terlalu ramai dibandingkan suasana musim lainnya, dan sesuai dugaan Karin beberapa orang melihat ke arah mereka berdua, Karin menutup wajahnya menggunakan map berbentuk tas warna hitam yang selalu dibawanya.
"Yamato sudahlah, jangan berbicara begitu keras-keras ...," desis Karin, wajahnya merah padam, sifat gugupnya muncul lagi.
"Kenapa kamu malu Karin, harusnya kamu bangga, kamu adalah ace Teikoku, satu-satunya perempuan yang berhasil mencapai tim 1."
Setitik air mata keluar dari sudut mata kanan Karin, berhadapan dengan Yamato memang sulit, sepertinya dia adalah musuh dari sifatku yang mudah gugup ini. "Sudahlah Yamato itu memalukan."
"Haha, tingkahmu dari dulu sangat lucu Karin," lalu Yamato mengangkat kepalanya, melihat langit yang nampak mendung dan menurunkan salju-salju kecil yang dingin. "Lebih baik seperti ini, seperti ini saja."
Angin sepoi meniup rambut acak Yamato, tangan kiri Yamato terangkat setengah, butiran salju selembut kapas mendarat di telapak tangannya. Sebetulnya Yamato masih berharap untuk menyusuri Kota Osaka bersama dengan Taka lagi, termasuk berlatih american football di atas hamparan salju, sekali lagi melawan Deimon Devil Bats yang telah berhasil mengalahkan Teikoku. Sebuah senyum kembali mengembang, dia masih belum menerima kepergiaan sahabatnya, tetapi yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah melangkah maju menuju masa depan, sedih tak apa, namun semangatnya yang membara untuk terus maju tidak boleh padam.
Ingatannya bersama dengan Taka bukanlah mimpi, semuanya nyata. Kenangan yang takkan terlupakan. Kenangan itu akan menjadi semangat untuknya.
Yamato menengok ke belakang, mata coklatnya menatap Karin dengan cerah. "Sebelum ke Teikoku bagaimana kalau kita menghangatkan diri di kafe untuk minum coklat panas?"
"Baik, tapi Yamato yang traktir ya."
"Hee? Boleh saja, tapi nanti aku boleh mengintip sedikit komikmu ya?"
"... iya deh, biar impas."
"Karin, komik apa yang akan kamu buat?"
"Soal itu ... RAHASIA!"
