KookTae / KookV
Cast :
Jeon Jeongguk
Kim Taehyung
Author : Tian Yerin a.k.a Wulan Titin
Genre : Hurt/Comfort
Disclaimer :
Cast(s) belongs to god, their entertainment, and their parents but the story line belong to me
.
.
.
"Kamu Bahagia"
HAPPY READING
.
.
.
Melihatmu bahagia, satu hal yang terindah
Anug'rah cinta yang pernah kupunya
Kau buatku percaya ketulusan cinta
Seakan kisah sempurna 'kan tiba
(Intro Sisa Rasa – Mahalini)
Seorang pria berpakaian semi casual tengah duduk bersandar di tepian jendela kaca yang cukup besar. Pasang mata hazelnya berpendar indah saat berkedip dengan tempo yang lambat. Ia memetik gitarnya satu demi satu agar menjadi kesatuan yang harmonis. Pria dengan name tag Kim Taehyung, seorang ketua BEM di kampus ternama yang bergengsi kala itu. Tak ada satu murid pun yang tak mengetahui siapa ketua perhimpunan mahasiswa satu ini. Selain dikenal memiliki paras rupawan, ia juga pandai bernyanyi dan bermain gitar, pun ia dikenal tegas serta bijak saat berhubungan dengan aktivitas di kampusnya.
Lantunan lagu itu tiba-tiba berhenti begitu saja kala ada seseorang yang menyapanya, Jeon Jeongguk. Pria dengan piercing di ujung alisnya. Ia tak heran lagi dengan keringanan aturan yang sengaja dibuat pihak kampus khusus untuk pria ini seorang. Jeongguk adalah seniman (pelukis dan penyanyi) berbakat yang kampus itu miliki. Jadi, mereka tak akan melepaskan aset berharga mereka begitu saja hanya karena mempermasalahkan tindakan anak emasnya.
Tehyung mendengkus. Ia tak berharap bertemu Jeongguk di sana. Moodnya selalu kacau acap kali bertemu pandang dengan lelaki ini. Bukan karena tak ada sebab. Tentu semua orang sudah tau mengapa Taehyung begitu tak menyukai Jeongguk. Itu karena peraturan khusus yang diberikan untuknya. Dan saat itu Taehyung membela mati-matian agar semua mahasiswa diperlakukan sama demi sebuah keadilan. Tapi apa mau dikata, pihak sekolah dan donatur menolak mentah-mentah pendapat Taehyung.
Jeongguk menarik gitar yang dipakai Taehyung dengan mudahnya dan mengambil alih petikan nada yang dimainkan Taehyung sebelumnya. Taehyung tak mau ambil pusing. Dan daripada ia memulai keributan dan tidak mencerminkan sikap seorang pemimpin, lebih baik ia pergi. Namun, belum sempat berbalik dan meloncat dari jendela itu, Jeongguk berucap, "Kim, kau pasti mau mendengarkan yang satu ini."
Meski bibir ini tak berkata
Bukan berarti ku tak merasa
Ada yang berbeda di antara kita
Dan tak mungkin ku melewatkanmu hanya karena
Diriku tak mampu untuk bicara
Bahwa aku inginkan kau ada di hidupku
(Chorus Siapkah Kau tuk Jatuh Cinta Lagi – HiVi)
Taehyung mengernyit begitu lagu berhenti dinyanyikan. Jeongguk memang sengaja menyanyikan bagian chorus-nya saja dan tanpa sadar Taehyung mendengarkannya. Biasanya ia akan segera pergi tanpa mempedulikan apa pun.
"Kau gila, Jeon. Seantero kampus, bahkan para dosen pun tahu kalau kau itu punya banyak sekali kekasih. Mereka yang dengan bodohnya mau menjadi kekasihmu dalam waktu bersamaan."
Jeongguk menurunkan gitarnya dan loncat ke dalam jendela guna mensejajarkan posisinya dengan Taehyung yang kini sudah berdiri. "Bilang saja kau iri, Kim. Yah, kau pandai juga bisa langsung tahu apa maksudku."
Taehyung merotasikan matanya, jengah. Kepalanya berpikir akan kemungkinan cara yang dilakukan Jeongguk pada semua kekasihnya ya sama seperti ini. Huh, menyebalkan.
"Bagaimana? Aku menyukai semangat pantang menyerahmu saat debat waktu itu dengan perwakilan dewan kampus. Dari situ aku tertarik padamu, tak peduli kau ini laki-laki. Tenang saja, kau akan jadi kekasih laki-laki ku satu-satunya."
Taehyung menggelengkan kepala tak habis pikir. Alasan macam apa itu? Tak lama kemudian ia berjalan meninggalkan Jeongguk yang tersenyum di belakang sambil menggenggam kepala gitar milik Taehyung.
"Hm, aku akan simpan gitar ini sampai kau yang lebih dulu datang mencariku, Kim."
.
Hari berlalu. Sudah seminggu sejak kejadian itu berlangsung, namun tak terlihat sama sekali batang hidung si pemilik marga Kim tersebut. Jeongguk sampai bosan menunggunya dan mau tidak mau ia datang menghampiri pemuda itu langsung di tempat perkumpulan para anggota BEM. Semua yang sedang berkumpul di sana menatap kehadiran Jeongguk dengan tatapan tak suka. Bagaimana bisa seorang begundal seperti itu diberikan kebebasan penampilan hanya karena seorang yang disebut aset?
"Apa-apaan kau?" murka Taehyang disertai sentakan tangannya begitu langkahnya terhenti. Ia tak suka disentuh dan Jeongguk yang tak tahu malah menarik dan membawanya begitu saja melewati para anggota BEM dan keluar menuju taman yang agaknya saat itu sepi.
Jeongguk menghela napas. "Kau tak mencari gitarmu?"
"Gitar? Oh, gitar yang kau bawa bersamamu itu?" tanya Taehyung dengan menahan segala amarahnya.
Jeongguk menoleh dan menatap Taehyung yang selalu menarik kerah turtleneck-nya ke atas. Satu dua kali ia melihat Taehyung melakukan hal itu dan lambat laun ia pun gerah sendiri melihatnya.
"Hei! Kalau turtleneck itu mengganggu, lebih baik tekuk saja." ujar Jeongguk sambil dengan lancangnya menekuk kerah leher itu dengan paksa. Tentu saja tangan kurang ajarnya langsung ditepis oleh Taehyung yang kini tampak marah, ia benar-benar marah.
"Urus saja urusanmu sendiri, Jeon. Dan jangan asal menyentuhku!"
Jeongguk terpaku. Apa-apaan itu? Ia bukan terkejut karena Taehyung marah dan berteriak padanya. Ia hanya tak tau harus bagaimana mendeskripsikan lebam biru di leher jenjang itu dan ia juga melihat beberapa kissmark di sana.
Dengan terbata dan rasa tak enak hati, Jeongguk berkata, "Ah hei, akan kukembalikan gitarmu. Bisakah kita bertemu di sini lagi besok?"
Taehyung menghentikan langkah kakinya tanpa berbalik. Pikirannya berseteru di sana. Ia khawatir pria itu melihat hal yang seharusnya tak ia lihat dan akan menjadikannya bahan ejekan. Tentu itu bukan hal bagus, karena reputasinya serta prestasi yang sudah setengah mati ia bangun bisa hancur lebur begitu saja.
"Aku tak butuh gitar itu, terserah mau kau apakan."
.
Jeongguk masih mengamati Taehyung dari jauh. Ia berusaha keras mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada lelaki tampan itu. Awalnya Jeongguk tak begitu mempedulikan Taehyung karena bagaimanapun juga mereka satu gender. Namun lama kelamaan setelah memperhatikannya dengan teliti dan saat mendengar suara rendahnya yang begitu menenangkan saat debat tahun lalu, ia menjadi menyukainya. Jeongguk merasa ada yang Taehyung sembunyikan karena Jeongguk selalu melihat Taehyung memakai turtleneck meskipun sedang musim panas.
"Siapa laki-laki itu, Kim? Menapa kau terlihat ketakutan?"
Jeongguk berbisik seperti takut akan ada orang lain yang mendengar. Ia segera membuntuti Taehyung dengan mobilnya. Sedari awal Jeongguk memang berniat menunggu jam pulang Taehyung. Sebelumnya ia sudah mengamati jam kuliah lelaki itu dan tentunya ia tak pernah melihat Taehyung pulang tanpa dijemput lelaki itu.
"Ayo kita lihat, sebenarnya kau ada masalah apa Kim?"
Tak butuh waktu lama, mobil itu berhenti di sebuah mini bar yang ada di sudut kota yang agak terisolasi dari keramaian. Ia masuk ke dalam sama dengan mengeluarkan ID Card yang menandakan bahwa ia sudah cukup umur untuk masuk ke sana. Ia terus membuntuti Taehyung hingga mereka masuk ke sebuah ruangan yang Jeongguk tentu tahu itu ruang apa. Ia bukan lelaki polos yang tak tahu mengapa ada kamar-kamar tidur di dalam mini bar tersebut.
Pikiran Jeongguk kacau. Ia ingin mendobrak pintu itu dan melihat apa yang terjadi. Benarkah seorang Taehyung yang terkenal akan kepribadiannya yang begitu mengagumkan memiliki nasib malang seperti ini? Ia berusaha tetap tenang. Dengan langkah berani ia beralih dari ruang berisi bilik tidur ke meja bar untuk memesan segelas cocktail saja. Tak luput, ia juga berbincang dengan bartender itu.
"Terimakasih."
"Ya, tak masalah. Kulihat kau masih begitu muda. Kenapa datang dan minum di sini? Kau ada masalah?"
Jeongguk menghela napas sebelum kembali berbicara. "Satu-satunya masalahku adalah kekasihku datang ke sini dan masuk ke dalam bilik di sana. Aku membuntutinya karena ia selalu dijemput seseorang saat pulang kampus."
Bartender itu mengangguk. Ia mendengarkan dengan baik dan ia jadi teringat dengan pelanggannya yang sering sekali ke sana untuk berbuat hal yang 'seperti' itu.
"Kalau yang kau maksud itu pasangan yang baru saja masuk, mereka adalah ayah dan anak. Ayah dan anak tiri lebih tepatnya."
Jeongguk tersedak di sela-sela minumnya. Ia sungguh tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Apa kau bilang? Bagaimana bisa?"
"Aku mendengar rumor, katanya ibu dari anak itu tidak bisa membayar hutang padanya dan berakhir diperistri olehnya. Ayah tirinya itu adalah gigolo dan bandar judi. Aku tak tahu apakah kehidupanya di rumah bersama sang istri berjalan bagus atau tidak. Yang jelas, anak itu sering disiksa oleh ayahnya. Aku sering mendengarnya memohon pada ayah tirinya agar tak memukilinya. Aku iba tapi tak bisa berbuat apa apa karena aku bekerja di bawah naungan anak buahnya... Anak buahnya yang juga seorang pembunuh bayaran adalah pemilik tempat ini."
Tak bisa dibiarkan. Jeongguk kesal sekali mendengar ocehan bartender itu. Ia memutar otaknya, harus dengan cara apa ia membawa Taehyung kabur agar bisa terlepas dari semua jerat kekerasan ayah tirinya?
"Kau punya data tempat tinggal pengunjung di sini kan? Apa aku boleh sedikit saja mengintipnya?"
"Kau punya rencana apa?"
.
Sudah dua bulan berlalu. Jeongguk sudah memiliki beberapa bukti yang bisa ia gunakan untuk memenjarakan ayah tiri Taehyung itu. Ia tak perlu meminta izin Taehyung untuk melakukan hal yang ia yakini benar. Ia merasa Taehyung dan ibunya akan memiliki kehidupan yang cerah setelah ini.
Jeongguk muak, tiap kali ia membuntuti Taehyung dan paman itu, maka ia akan berakhir di sebuah club atau hotel. Ya, seperti yang diceritakan bartender itu, ia mendengar jelas kalau Taehyung memohon ampun. Dan tak jarang ia mendengar suara cambukan dari dalam sana. Ia sudah berusaha menahan dirinya selama ini hanya untuk mendapatkan bukti.
Jeongguk pernah melihat dari lubang pintu mini bar dan melihat jelas Taehyung disiksa, ia diikat dengan harness dan tubuhnya dibiarkan bertelanjang dada. Ayah tirinya itu dan kerap menarik harness itu dengan kasar dan membuat Taehyung meringis kesakitan. Ia juga membuat Taehyung mengejang karena mulut biadabnya menjilati seluruh tubuh Taehyung dan mengisap lehernya dengan kuat hingga suara kecipaknya terdengar ke telinga Jeongguk. Saat itu tangannya mengepal, raut wajahnya tak bisa dikondisikan lagi. Tapi untung saja bartender itu datang di waktu yang tepat dan menggiring Jeongguk ke luar dari bar itu lewat pintu belakang.
"Kau gila! Kau hampir mengacaukan rencanamu sendiri!"
"Lalu harus bagaimana, hyung? Aku marah sekali melihat Taehyung diperlakukan sebinal itu oleh ayah tirinya sendiri!"
Rupanya Jeongguk dan bartender itu sudah begitu dekat hingga ia memanggilnya hyung. Bartender itu menghela napasnya kasar.
"Kau bukan kekasihnya, tapi kau semarah ini?"
"Aku kekasihnya."
"Dari awal aku tahu kau bohong. Taehyung tak punya kekasih. Ia beberapa kali bercerita padaku tentang beban hidupnya."
"Sekarang memang belum, tapi nanti ia akan jadi kekasihku. Aku harap kau tak bermulut besar dan memberitahukan usahaku ini. Aku akan mendapatkan hatinya dengan caraku sendiri."
Saat itu, kalau saja ia terbawa emosi, maka rencananya bisa gagal. Ia kini sudah memberikan cukup bukti untuk menggeret paman itu ke dalam jeruji besi dan memastikannya tidak akan bisa keluar selagi hidup. Tentu saja ia memberi uang makan pada para penyelidik agar semua urusannya bisa dipercepat. Dan hari ini adalah hari di mana persidangan itu di mulai. Ia menyamar demi bisa menghadiri sidang itu dan ia melihat wajah tertekan Taehyung yang sedikit lega.
"Dasar kau anak durhaka! Beraninya menyuruh seseorang untuk menyelidikiku! Awas kau, saat aku keluar nanti, kau akan mati menyusul ibumu!"
Taehyung bergetar. Ia takut sekali. Saat itu Jeongguk tak kuasa menahan emosinya. Ia menelepon seseorang dan isi perbincangan mereka kurang lebih adalah untuk membuat ayah tiri Taehyung tak berdaya selagi di dalam penjara, tidak perlu membuatnya mati dengan cepat, tapi menyiksanya hingga hari-harinya terasa begitu menyeramkan dan mati terasa seperti pilihan yang jauh lebih baik.
Psycho? Tentu tidak. Jeongguk akan melakukan apa saja guna membalas perlakuan buruk yang diberikan pada Taehyung. Sebenarnya sejak kapan ia sepeduli ini? Entahlah, ia hanya menjalani apa yang hatinya inginkan saja.
Setelah persidangan itu di tutup, ia pun pergi meninggalkan Taehyung sendiri di sana. Ia memantau dari dalam mobilnya dan melepas semua penyamaran yang tadi ia kenakan. Ia mencoba menunggu Taehyung keluar dan menghampirinya saat itu juga seolah semua adalah kebetulan. Dan benar saja, tak lama kemudian, Taehyung keluar dengan masker dan kepala yang tertutup topi. Dan saat itulah, Jeongguk keluar dari mobil dan tergesa masuk menghampirinya dengan cara tak sengaja menabrakkan bahu.
"Oh, maaf! Saya tak lih-"
"Kim?"
Taehyung langsung menunduk dan memakai kembali topinya yang sempat terjatuh tadi. Ia hapal betul suara Jeongguk. Dengan segera ia menghindar, namun sangat disayangkan karena Jeongguk berhasil menggenggam erat tangannya.
"Temani aku minum kopi sebentar. Aku sedang banyak beban pikiran."
Taehyung berhenti berontak dan mengikuti Jeongguk dari belakang. Tangan mereka masih bertautan hingga Taehyung pun lupa hal itu dan membiarkannya tetap seperti itu hingga mereka masuk ke dalam mobil Jeongguk.
"Kau mau minum kopi di dalam mobil atau kita minum di cafe?"
"Terserah kau saja, Jeon."
Jeongguk melajukan mobilnya dan berhenti di sebuah cafe dan ia memesan 2 kopi panas. Ia tak mengizinkan Taehyung keluar dan menyuruhnya tetap di dalam mobil saja kaarena ia ingin mengajak Taehyung minum di tepi danau.
"Tae, kalau boleh tahu, apa yang kau lakukan di gedung sidang itu? Ah, kalau aku tadinya ingin menghadiri sidang pencucian dana seorang temanku, tapi ternyata jadwalnya dimajukan dan berhubung aku bertemu denganmu, aku jadi ingin menemanimu."
Taehyung tak menjawab hingga mereka tiba di tujuan. Ia melepaskan seat belt nya dan keluar membawa kopinya. Saat ini mereka sudah ada di tepi danau. Hal ini tentu saja diikuti oleh Jeongguk. Ia meletakkan kopinya di atas mobil sedannya dan kembali masuk untuk mengeluarkan gitar Taehyung.
"Kalau kau tak mau cerita, tak apa. Izinkan aku bernyanyi ya. Mana tahu bisa melepaskan beban pikiran masing-masing."
Telah lama kupendam perasaan itu
Menunggu hatimu menyambut diriku
Tak mengapa bagiku
Mencintaimu pun adalah bahagia untukku, bahagia untukku
Kuingin kau tau diriku disini menanti dirimu
Meski kutunggu hingga ujung waktuku
dan berharap rasa ini kan abadi untuk selamanya
Dan ijinkan aku memeluk dirimu kali ini saja
Tuk ucapkan slamat tinggal untuk s'lamanya
Dan biarkan rasa ini bahagia untuk sekejap saja
(Verse Chorus Cinta Dalam Hati – Ungu)
"Kemarikan gitarku. Kau ini tak punya sesuatu yang menyegarkan ya untuk menghibur dirimu sendiri?"
"Hei! Kau bilang terserah aku mau lakukan apa pun dengan gitar ini. Sekarang gitar ini milikku. Kembalikan."
Taehyung mengabaikan perkataan Jeongguk dan malah memetik senar gitarnya kembali. Ia mulai berdendang dengan suara rendahnya.
Oh, secret admirer
When you're around the autumn feels like summer
How come you're always messing up the weather?
Just like you do to me..
My silly admirer
How come you never send me bouquet of flowers?
It's whole lot better than disturbing my slumber
If you keep knocking at my door
Last night in my sleep
I dreamt of you riding on my counting sheep
Oh how you're always bouncing
Oh you look so annoying. (Please!)
Dear handsome admirer
I always think that you're a very nice fellow
But suddenly you make me feel so mellow
Every time you say: "HELLO!"
And every time you look at me
I wish you vanish and disappear into the air
How come you keep on smiling?
Oh! You look so annoying. (Not again!)
My secret admirer
I never thought my heart could be so yearning
Please tell me now why try to ignore me
'Cause I do miss you so
My silly admirer ('cause I do miss you so..)
My handsome admirer ('cause I do miss you so..)
Dear secret admirer
'Cause I do miss you so
(Full Song Secret Admirer - Mocca)
"Oo, you miss me?" tanya Jeongguk dengan jahilnya. Pertanyaan ini membuat Taehyung menoleh dan memelototinya dengan gahar.
"Lupakan bait-bait soal itu. Dengarkan saja bagian yang menyebalkan itu."
Jeongguk menghela napasnya maklum. Ia tersenyum saat melibat mood Taehyung kembali naik. Ia memang tak mampu menghilangkan beban itu tapi setidaknya ia mampu meringankannya sedikit.
"Hei, Tae. Aku akan mengantarmu pulang karena langit sudah senja."
Taehyung mendongak menatap langit. "Aku sudah tak punya rumah. Ibu dan ayahku sudah ada di langit. Sekarang aku tak punya tempat untuk pulang."
"Ah, lalu selama ini kau tinggal di mana?" kulik Jeongguk. Ia sengaja bertanya agar Taehyung mau membuka sedikit kehidupannya.
"Bersama seseorang yang kubenci. Dan hari ini ia dipenjara jadi aku tak tahu harus ke mana. Mungkin kau bisa mengantarku ke gereja saja."
"Untuk apa?"
"Tidur. Aku bisa minta tolong pastur di sana untuk memberiku pekerjaan dan tempat tinggal."
"Lalu bagaimana dengan kuliahmu? Kau tahu, masalah biaya."
"Oh, aku tidak menjadi ketua BEM karena senang, Jeon. Aku mendapat beasiswa karena prestasiku dan tuntutan agar mau mengisi posisi ketua BEM."
"Wow! Dewan kampus peduli juga padamu."
Taehyung menghela napas dan masuk ke dalam mobil mendahului Jeongguk. Ia menyandarkan punggungnya dan memejamkan matanya sebentar.
"Bangunkan aku saat sudah sampai di gereja terdekat dari kampus dan tolong buat lajunya melambat. Aku ingin tidur sebentar saja."
Jeongguk mengangguk dan mulai menyalakan mobilnya. Oh, rupanya Taehyung lupa mengaitkan seat belt nya. Alhasil Jeongguk yang memasangkannya dan jarak mereka tentu terkikis menjadi sempit sekali. Di sana, saat itu, Jeongguk memastikan beberapa detik kalau deru napas Taehyung sudah beraturan. Kemudian, ia mengecup lembut kening Taehyung dan merapikan sedikit rambutnya yang berantakan karena topi. Tanpa disadarinya, Taehyung belum tertidur. Ia membuka sudut matanya saat Jeongguk sudah melajukan mobilnya. Perasaan hangat apa yang baru saja ia rasakan?
.
Sepanjang perjalanan, Jeongguk merutuki dirinya yang dengan lancang mengecup Taehyung. Kalau saja lelaki itu sadar, ia bisa saja dipukul atau hal terburuknya, yaitu harapan serta usahanya harus kandas saat itu juga.
Jeongguk sesekali melirik Taehyung yang masih nyaman dengan posisinya. Ia tampak tak terganggu sama sekali.
"Menggemaskan sekali... Kalau kau mau tahu, semua pacarku sudah memutuskanku hanya karena mereka aku abaikan akibat aku terlalu fokus padamu. Aneh, kau membuat diriku seperti bukan aku saja... Hm, untung kau tidur. Maaf, aku tidak sengaja mengecupmu. Rasanya bebanmu sangat besar, aku ingin sekali kau berbagi padaku."
Sepanjang perjalan, Taehyung pulas sekali. Baru kali itu ia bisa nyenyak tidur dengan tanpa diganggu siapapun. Beruntung ada Jeongguk. Setudaknya ia bisa memberikannya kelegaan hati walau sedikit.
Taehyung sedikit terganggu. Agaknya tusukan jari di pipinya membuatnya terbangun. Ia melenguh kecil dan menatap sebal pada Jeongguk.
"Aku sudah pernah bilang, jangan asal menyentuhku!"
"Astaga, Kim. Aku bersumpah sudah berkali-kali memanggil namamu tapi kau tak mau bangun dan sekarang kau meneriakiku? Bagus sekali."
Taehyung merasa sudah kelewatan. Ia menghela napas dan keluar dari mobil. Namun ia tergugu. Ia tak tahu berada di mana saat ini.
"Kenapa kau bengong begitu? Ayo masuk." ujar Jeongguk yang baru saja keluar dari mobilnya. Ia menghampiri Taehyung dan mengajaknya masuk.
"Ini rumahmu? Kenapa kau mengajakku ke sini?"
"Lalu aku harus menunggumu sampai bangun di depan gereja tadi? Kau saja baru bangun barusan. Sudah masuk saja, tinggal di rumahku. Orang tua ku jarang berkunjung ke sini. Jadi, aku sering sendiri. Aku akan menampungmu, tentu saja aku akan memberikanmu pekerjaan dan gaji yang layak. Kebetulan sekali aku butuh pelayan pribadi. Itu kalau kau mau."
Jeongguk bohong. Sebenarnya rumah itu ramai. Hanya saja ia tak ingin membebani pikiran Taehyung. Maka dari itu ia mengalokasikan para pembantunya ke suatu tempat untuk beberapa saat sampai kondisinya aman terkendali.
"Kau hanya sendiri di rumah besar ini? Kau pikir aku percaya?"
Jeongguk sudah menduga hal ini akan terjadi. Lantas ia berkilah, "Ada pekerja yang biasa datang seminggu sekali untuk mengatur kebun dan kolam. Sementara untuk memasak dan kebersihan dalam rumah aku mampu melakukannya sendiri."
Taehyung tergelak remeh. Ia tetap tak mempercayainya.
"Kalau kau tak percaya ya sudah. Lagi pula, mulai besok kau yang akan membersihkan rumahku."
"Kau pikir aku menyetujuinya? Menjadi pelayan pribadi itu berbeda hal dengan membersihkan rumah."
"Jadi kau mau bekerja sebagai pelayan pribadi atau hanya membersihkan rumah? Kalau hanya membersihkan kau harus 24 jam ada di sini dan tak boleh meninggalkan rumah." ucap Jeongguk dengan santainya. Ia membawa dua gelas air hangat dan duduk di sofa.
"Bilang saja kau ingin selalu dekat denganku."
"Memang benar. Ah, duduklah di sini. Kenapa berdiri terus di sana?"
Taehyung duduk dengan ragu. Ia punya kenangan buruk dengan sofa.
"Kenapa? Kau tak nyaman sepertinya. Apa kau takut padaku? Tenang saja aku tak akan memakanmu. Haha..."
Di sela tawanya, Jeongguk berpikir. Ia melihat Taehyung dilecehkan di sofa. Mungkin itu yang membuatnya tak nyaman duduk di sana.
"Hei, Tae. Kau boleh tidur duluan kalau kau mau. Aku akan di sini dan tidur setelah kau tertidur. Besok pagi akan kuantar kau mengambil barang-barangmu."
"Aku tidur di mana?"
Jeongguk menunjuk kamar di lantai atas dan berkata, "Yang pintunya berwarna coklat."
Taehyung mengangguk dan membawa dirinya naik ke atas. Ia menelusuri figura berisikan pemandangan indah. Ada satu atau dua lukisan yang familiar di matanya. Lukisan itu pernah menang dalam perlombaan bergengsi yang pada akhirnya membuat nama Jeongguk meroket. Iya, itu adalah lukisannya.
Taehyung tersenyum dan menjumpai pintu berwarna coklat. Tapi, heol! Saat iya menoleh ke kiri terdapat pintu berwarna coklat lagi dan ya, semua pintu di sana memang berwarna coklat. Jeongguk mengerjainya.
Tanpa pusing, ia membuka satu persatu pintu itu. Beberapa ruangan kosong dan lainnya berisi lemari saja. Dan pada akhirnya, di sudut lorong itu ia menemukan pintu terakhir. Hanya ada satu pintu saja di sana dan saat dibuka itu adalah kamar yang megah sekali. Kamar itu tertata rapi tanpa banyak perabotan.
"Hm, aku mengantuk lagi. Kamar ini nyaman sekali."
Tak butuh waktu lama untuk Taehyung tertidur. Saat ini ia sudah kembali pulas. Beruntung Taehyung tidur dengan benar di sisi kanan sehingga Jeongguk tak perlu mengganggu tidur lelaki itu. Benar, kamar itu adalah kamar milik Jeongguk. Ia lupa kalau di rumah besarnya hanya tersedia 1 kamar yang memilik kasur senyaman itu.
"Good night, Tae."
.
"Aaaaa!!!"
Jeongguk mengernyit mendapati suara Taehyung yang begitu memekakkan. Telinganya terasa pengang. Tak lama kemudian ia merasa ada yang salah. Raut wajah Jeongguk menjadi panik saat melihat Taehyung terbalut selimut dan menutupi kedua telinganya dengan kepalang kuat.
"Hei, ada apa, Tae? Kau kenapa?"
Taehyung trauma. Apakah kebaikan Jeongguk ia jadikan sebagai kesempatan dalam kesempitan? Ia takut sekali kala mendapati Jeongguk berada di sebelahnya dengan posisi tidur menghadap ke arahnya dan tanpa memakai atasan. Terlebih ia tak mau kalau Jeongguk harus mengetahui kondisinya saat ini.
"Baiklah. Aku keluar. Aku akan membiarkanmu di sini sendiri. Kau bisa keluar kalau kau sudah tenang tapi tolong ceritakan kepadaku kenapa kau seperti ini."
Satu jam berlalu sejak keluarnya Jeongguk dari kamarnya sendiri. Sampai tak terasa sudah berjam-jam Taehyung masih saja di kamar. Ia jadi khawatir dan memutuskan akan ke atas dan menemuinya lagi di kamar. Namun, belum sempat itu terjadi, Taehyung sudah keluar sambil meremas ujung bajunya. Ia terlihat gelisah.
"Duduklah dan minum ini, Tae."
Taehyung menatap air putih itu dalam diam. Ia tak ingin minum apa pun di rumah Jeongguk lagi.
"Tidak. Aku tak haus. Aku berubah pikiran, Jeon. Tolong antarkan aku ke gereja saja."
"Tidak." tegas Jeongguk. Ia tak mau begitu saja melihat Taehyung pergi dengan rasa gelisahnya itu.
"Katakan padaku. Apa aku membuat kesalahan? Aku tak pernah berniat jahat padamu Tae. Kalau kau pikir aku menaruh sesuatu di dalam gelas minum itu atau semalam, kau salah. Aku tak menaruh apa pun. Dan semalam pun tak terjadi apa-apa. Aku bahkan sama sekali tidak menyentuh kulitmu."
Taehyung masih diam. Ia tak tahu, ia hanya masih merasa takut saja.
"Aku tak akan berbuat aneh kalau kau sendiri tak menginginkannya, Tae. Maaf kalau semalam aku tidur di sana. Tapi, itu kamarku. Dan maaf juga karena kamar di rumahku yang bisa dipakai tidur hanya kamarku. Nanti malam aku akan tidur di sofa. Aku harap kau tidak menjauhiku hanya karena ini, Tae."
Taehyung merenung. "Tidak, Jeon. Itu kamarmu. Aku bisa tidur di mana saja asalkan bisa dikunci. Itu saja cukup."
"Kenapa kau begitu takut padaku, Tae? Kau punya kenangan buruk tentang seseorang?"
Taehyung menggelengkan kepalanya. Enggan untuk membuka diri pada orang yang belum begitu ia kenali ini. Ia takut memberikan kesempatan kedua pada orang asing lagi. Pada awalnya semua tampak baik saja, tapi lama kelamaan mereka hanya akan mengambil keuntungan saja darinya.
"Aku tahu ada sesuatu yang salah dari darimu. Kim, mungkin mempercayai orang asing sepertiku sulit bagimu. Tapi kau perlu tahu kalau aku bisa membacamu lebih baik dari siapa pun. Jadi, silahkan bercerita padaku kapan pun kau siap."
Jeongguk mengambil kunci mobilnya dan beranjak keluar, meninggalkan Taehyung yang masih mematung di sana. Tidak, ini bukan waktu yang tepat untuk itu. Jeongguk sudah mau mengerti saja sudah cukup baginya.
Ia segera mengikuti Jeongguk dari belakang dan saat lelaki itu ingin membuka pintu mobil, Taehyung bertanya, "Kita mau ke mana, Jeongguk?"
Jeongguk tersenyum mendengar panggilan untuknya sudah bukan lagi nama marganya. Saat ia ingin menggodanya, lelaki itu sudah lebih dulu mencegah ucapannya.
"Jangan salah sangka. Aku memanggilmu begitu untuk membiasakan diri dan berjaga kalau tiba-tiba ayah ibumu berkunjung. Jangan berharap yang macam-macam."
"Wah, lihat cara bicaramu yang menyebalkan, Tae. Lagipula siapa yang berpikir macam-macam?"
"Tentu saja kau! Kau barusan ingin menjahiliku kan? Mengaku saja! Terlihat jelas dari raut wajahmu."
Check mate! Dugaan Taehyung sepenuhnya benar. Jeongguk hanya bisa tertawa lepas sekarang. Sungguh, Taehyung sosok yang asik dan menyenangkan. Sangat berbeda dari perempuan-perempuan yang menyandang status kekasih darinya dulu.
Jeongguk masuk ke dalam mobil lebih dahulu. Tak kuasa rasanya mengendalikan tawa bila terus melihat ekspresi lelaki itu. Ingin sekali mengusak surai coklatnya dengan gemas, namun tak bisa.
"Tae, kau lucu sekali. Aku selalu bisa selepas ini bila ada dirimu. Apa aku boleh mengatakan sesuatu?"
Taehyung mengernyitkan dahinya. "Kenapa kali ini kau meminta izin? Memangnya kau akan mengatakan apa?"
Jeongguk menepikan mobilnya, padahal mereka baru jalan 100 meter dari posisi rumah Jeongguk. Taehyung sontak bingung dan menoleh pada Jeongguk. Mata mereka bertemu pandang dan saling mengunci.
"Aku ingin kau tahu kalau aku tulus menyukaimu, suka yang seperti ke lawan jenis. Aku bahkan melebihi rasa suka itu, aku mencintaimu. Tak pernah ada niatan untuk mempermainkan perasaanmu. Tapi aku tahu kau berat menerima keberadaanku yang terlalu tiba-tiba... Tak apa, Tae. Aku harap kau bisa membuka hatimu untukku suatu saat. Kau tak perlu membalas perasaanku karena aku hanya ingin mengungkapkannya. Dan apabila ada yang menyakitimu, aku selalu ada di depanmu. Aku akan lebih dulu menyingkirkan orang-orang yang menyakitimu itu bahkan sebelum kau menceritakannya. Aku menyayangimu, Tae. Itulah yang ingin aku katakan. Maaf aku membuatmu merasa tak nyaman. Tapi kumohon jangan menghandiriku. Lakukan seperti aku tak pernah berbicara hal ini padamu."
What the hell! Setelah ia mengucapkannya begitu lancar, sekarang ia juga yang meminta seolah tak ada apa-apa? Bagaimana bisa? Taehyung malah merasa tak enak hati. Ternyata Jeongguk ini sungguh serius mengatakan itu. Ia sama sekali tak melihat keraguan atau kelabilan dalam setiap kalimatnya.
"Harusnya kau tak mengatakan hal itu, Jeongguk. Kau membuat beban pikiranku bertambah."
"Haha, maafkan aku. Rasanya kepalaku mau meledak karena harus menyimpannya terlalu lama. Dan aku juga tak ingin kau berpikir kalau aku suka mempermainkan perasaan orang lain. Dulu mungkin iya, tapi sekarang tidak. Aku tulus menjalani perasaan ini dan aku menyukainya. Oh! Kalau kau sudah bisa menerima keberadaanku mungkin aku akan memikirkan untuk menikahimu segera. Haha..."
"Jeon Jeongguk gila!"
.
Tak terasa sudah sebulan berlalu. Hari-hari Taehyung semakin membaik. Semua tampak tak ada yang aneh. Ia kembali menjalani kehidupan yang sungguh ceria, bukan memakai topeng lagi. Tentunya Jeongguk merasa senang karena bisa melihat Taehyung seperti itu. Kini, ketua BEM itu juga membiarkan rambuatnya sedikit lebih panjang. Atas saran Jeongguk, ia mengikutinya begitu saja. Ia juga penasaran bagaimana hasilnya dan inilah rambut barunya. Semua memuji potongan rambut Taehyung. Mulletnya cocok sekali untuknya dan tentu saja menarik banyak predator mendekat. Tenang saja, seantero kampus kini tahu bahwa Taehyung berteman dengan Jeongguk, jadi mereka tak berani mendekat. Terlebih rumor kalau Jeongguk menyukai Taehyung juga sudah menyeruak di mana-mana, membuat semua kehilangan nyali di awal. Kecuali satu orang, murid pindahan yang katanya teman masa kecil Taehyung. Namanya Kim Namjoon, ia berada satu tingkat di atas mereka.
"Tae, sudah mau pulang?" sapa Jeongguk saat melihat Taehyung keluar dari kelasnya.
"Bisakah aku pulang sendiri hari ini? Aku ingin menemani temanku membeli sesuatu untuk kekasihnya karena ia membutuhkan bantuanku."
Jeongguk menaikkan alisnya. Ia sudah menduganya, Kim Namjoon itulah pasti yang meminta Taehyung menemaninya. Kurang ajar. Meskipun ia tahu pria itu memiliki kekasih, tetap saja mereka hanya pergi berdua. Rasanya Jeongguk tidak ikhlas. Tapi mau bagaimana lagi? Kalau ia mencegah, kesempatan agar Taehyung menyukainya akan berkurang.
Dengan helaan napas, Jeongguk mengangguk. "Kenapa aku melarangmu? Kalau kau mau pergi, pergi saja. Telepon aku kalau ada apa-apa atau kalau butuh aku untuk menjemputmu."
Taehyung mengangguk dan tersenyum. Ternyata Jeongguk tak buruk. Awalnya ia berpikir Jeongguk akan bersikeras menghalanginya. Tapi syukurlah, ia tidak seperti itu. Ah, daripada berterimakasih, Taehyung lebih memilih menyentuh tangan Jeongguk dan memberikan sesuatu padanya.
Sesuatu itu adalah kunci rumahnya. Jeongguk tersenyum lebar sekali. Ini sebuah kemajuan karena Taehyung menyentuhnya lebih dahulu dengan kehendaknya sendiri. Mungkin ia mulai bisa menerimanya sedikit. Dan lagi, Jeongguk yakin kalau Taehyung itu tahu kalau mereka selalu punya kunci masing-masing. Itu hanya sebuah pertanda saja. Dasar, Kim Taehyung.
Berhubung Taehyung hari ini ada janji, Jeongguk jadi tak punya kesibukan. Dan di saat itu juga salah seorang temannya mengiriminya pesan singkat untuk berkumpul di sebuah tempat yang umumnya Jeongguk kunjungi bila sedang bersama mereka. Maka dari itu, selepas ia menunggu Taehyung yang tak jadi pulang bersama, ia kini bergegas menemui temannya dengan senyum merekah.
Selagi ingin keluar dari gerbang kampus utama, Jeongguk melihat Taehyung baru saja menaiki motor besar milik teman lamanya. Kala itu Jeongguk baru mengetahui rupa dari sosok Kim Namjoon. Pria itu berpostur tinggi namun tak begitu berisi, tapi entah mengapa wibawanya memancar keluar. Terlebih saat sebelum Taehyung naik motornya, Jeongguk melihat pria itu tersenyum ramah serta mengusak sekilas rambut Taehyung.
Jeongguk menggerutu sepanjang perjalanan. Ia sedikit tak terima karena Taehyung tadi tampak senang dan baik-baik saja menerima skinship seperti itu. Sepertinya Taehyung memang tak adil dalam bersikap, pikirnya, dan Jeongguk cemburu. Terbukti dari laju mobil yang dikendarai Jeongguk begitu cepat saat melewati keberadaan Taehyung dan Namjoon hingga membuat Taehyung terkejut dan menyadari bahwa mobil yang baru saja lewat adalah mobil milik Jeongguk. Jelas sekali ia bisa mengenali mobil itu karena di belakangnya, dekat dengan plat mobilnya tertempel sticker premium yang mengilat indah berinisial JJ. Dan dari sanalah, entah kenapa, Taehyung jadi punya firasat buruk.
"Duh, jangan berpikir jelek, Tae..." bisiknya dengan pelan, namun tetap menarik minat Namjoon.
"Ada apa, Tae? Sehabis memandangi mobil itu kau menggumam sendiri. Kau kenal pemilik mobil itu? Atau jangan-jangan itu kekasihmu dan kau menemaniku tanpa izin? Wah, matilah. Kau ingin aku babak belur dipukuli ya?"
Taehyung merona. Pacar apanya? Ah, pikirannya jadi semakin kacau.
"Sudah cepat ayo ke tempat yang kau maksud. Aku masih ada urusan lagi setelah ini. Kau tak lupa kan kalau aku bilang waktuku tak banyak?"
"Oke oke, princess. Kalau begitu aku tancap gas sekarang."
"Yak! Namjoon hyung, pelan-pelan!"
.
Tibalah Jeongguk di tempat yang dimaksud sebagai tempat perkumpulan itu. Ia memandangi sekitarnya yang masih ramai pengunjung. Di sudut ruangan, ia melihat temannya sedang bermain bowling.
"Oh, Jeongguk! Lama tak jumpa dan kau kini lebih berisi."
Jeongguk tersenyum ramah padanya. Ia memilih duduk di bangku panjang itu daripada harus bermain menemaninya.
"Hei, Jeon. Kudengar ayah ibumu akan kembali ke sini nanti malam. Kau tak mau menjemput mereka? Aku bisa menemanimu karena ayahku ada bersama mereka juga haha..."
Jeongguk menggeleng, ia melihat temannya yang bertato kecil di leher dan berkata, "Tidak berminat. Sekali saja aku mau menghabiskan waktuku sendiri saat mereka pulang, Bob."
"Wohoo! Apa kau benar Jeon Jeongguk yang kukenal? Haha..."
"Apa maksudmu, Mark?" tanya Jeongguk yang masih tersenyum ramah.
"Jeongguk yang kukenal biasanya akan selalu menempel pada ayah dan ibunya apalagi saat mereka pulang begini. Ooh, apa kau sudah menemukan kekasih yang kau cari?"
"Betul! Aku penasaran akan hal itu" ujar Jinyoung ikut tertarik akan perbincangan itu. Meski ia jauh lebih tua dari Jeongguk, ia tetaplah temannya dan Jeongguk juga merasa nyaman bila berada dekat dengan Jinyoung.
"Oh, ada. Tapi belum jadi kekasih. Masih tahap pelunakkan hatinya."
Jinyoung mengangguk paham, sedangkan Bob yang sedari tadi asyik melanjutkan permainannya tiba-tiba datang menghampiri mereka bertiga. Ia mendengar sayup-sayup soal kekasih Jeongguk.
"Kalian membicarakan kekasih baru Jeongguk? Apa dia cantik seperti semua mantannya?"
Jeongguk menghela napasnya singkat. Ia mengatakan kalau orang yang disukainya tidaklah cantik. Ia hanya mengatakan kalau orang itu sempurna baginya saat ini dan ia merasa nyaman berada di dekatnya.
"Syukurlah kalu kau benar menyukai orang ini dengan serius. Kau sudah cukup banyak mempermainkan hati perempuan. Aku semakin penasaran seperti apa orang kau sukai itu."
"Benar, kalau sudah resmi, ajaklah bertemu kami, Jeon."
Jeongguk tertawa menanggapi perkataan teman-temannya. Mau bagaimana pun, ia bertekat untuk mengenalkan Taehyung nanti kalau sudah mau menikah saja. Ia tak ingin sesuatu yang tak diinginkan terjadi.
"Oh! Aku lupa, aku mengundang para gadis untuk menemani kita berempat. Aku tak tahu kau sudah punya gebetan baru, Jeon. Bagaimana ini?"
"Kalau begitu kalian saja. Aku akan langsung pulang saat kalian sudah ingin pindah tempat."
Bobby merangkul Jeongguk. Ia tak enak hati pada kawannya itu namun ia juga tak mungkin membiarkan 1 gadis nanti akan terabaikan begitu saja. "Jangan begitu, gadis itu sudah lama ingin dekat denganmu tapi baru ini kesempatan yang ia punya. Temanilah dulu sebentar selagi kami bersenang-senang dengan yang lain."
"Bob, kau tau aku dengan baik. Kalian juga tau kan? Aku tak bisa pindah ke lain hati. Meski pun kau menyuruhku hanya berbicara dengannya, rasanya aneh. Bagaimana kalau orang yang kusukai melihatku saat bersamanya? Ia saat ini juga sedang keluar bersama temannya. Bagaimana kalau kami berpapasan? Kau hanya akan mengurangi nilaiku di matanya, Bob."
Bobby melepaskan rangkulannya sambil menghela napas singkat. Sedangkan Mark hanya diam mengamati saja. Ia melihat Jinyoung bangkit dan mengambil air di ujung vending machine dan memberikannya pada ketiga temannya.
"Easy, Jeon. Bob tidak menyuruhmu pindah ke lain hati. Ia hanya memintamu menemani gadis itu sebentar. Gadis itu akan tersinggung kalau kau pergi setelah ia datang."
"Itu maksudku." balas Bobby dengan telunjuk yang ia lambaikan di udara.
"Mungkin hanya beberapa persen saja orang kau sukai itu datang ke sini. Di sini ada banyak pusat perbelanjaan dan hiburan. Bisa saja ia mengabaikan tempat ini."
"Meski sedikit, tapi tetap ada kemungkinannya hyung. Aku tak mau mengecewakannya dan menganggap pernyataanku hanyalah bualan."
"Woah! Kau sudah menyatakan perasaanmu? Keren, Jeon." seru Mark antusias.
Jinyoung berpikir. Tak lama kemudian ia bertanya pada Bob, "Jam berapa para gadis itu datang ke sini?"
Bobby melihat jam tangannya dan tak lama ia menunjuk ke arah pintu masuk dan benar saja para gadis itu sudah ada di sana. Jeongguk merutuki temannya yang asal saja mengundang gadis tanpa persetujuan darinya. Sial.
"Ah, kau temani saja sebentar dan beralasan setelah beberapa menit. Kau bisa?"
"Memangnya ada pilihan lain? Bobby pasti memberitahuku ada di sini, jadi mana bisa ia berganti alasan aku tidak ada?"
Mark terkekeh. Senang sekali rasanya melihat Jeongguk susah. Ia mendekati gadis itu dan mengajaknya berbincang singkat. Ia juga tak masalah kalau harus meninggalkan semua temannya di belakang dan pergi lebih dulu oleh gadis yang dipilihnya. Sedangkan di sana Jinyong menepuk bahu Jeongguk dua kali sebelum meninggalkannya dan Bob mengatupkan tangannya sembari memberi gestur maaf. Meski Jeongguk kesal, ia harus tetap bisa menjaga ekspresinya agar tetap tenang di hadapan gadis itu. Cantik sekali parasnya, kalau ia bertemu dengannya dulu mungkin ia sudah langsung memacarinya. Tapi untuk sekarang beda cerita.
Gadis itu tampak malu-malu. Ia lebih banyak menunduk dan menyingkap rambutnya ke belakang telibga. Gadis itu memberanikan diri menyapa Jeongguk dan tentu di balas dengan cukup ramah oleh Jeongguk.
"Kau suka kopi, Jeongguk-ah?"
"Hm, aku suka. Kau mau mengobrol di sana?"
Jeongguk menawarinya sedikit waktu berbincang. Tak masalah kan kalau hanya minum sebentar dan pergi? Kebetulan juga ia memerlukan kopi untuk menghilangkan rasa was-wasnya.
"Boleh. Aku suka latte, kau?"
"Apa saja aku suka. Kita mengobrol di sana saja. Aku pernah ke sana dan racikan kopinya pas sekali. Siapa tahu kau akan menyukainya."
Di sisi lain, Taehyung baru saja keluar dari toko pakaian bermerek bersama Namjoon. Ia menjinjing paper bag besar dan berdiri menghadap Namjoon.
"Terimakasih untuk upahku, hyung. Kau yang terbaik."
"Haha, terimakasih juga karena sudah menjadi penasihat selera pakaian bagiku, Tae. Kalau tak ada kau, aku tak tau kado apa yang akan kuberikan pada kekasihku. Ah, ia sering mengataiku ketinggalan jaman. Kalau ada kau, semua jadi beres. Baju yang kau pilihkan untukku sangat cocok dan pasti kado baju untuknya juga sangat sesuai."
Taehyung senang. Ini yang dinamakan saling menguntungkan. Namun, tak lama kesenangan itu berlangsung, ia bersitatap dengan Jeongguk yang sedang duduk berdua dengan gadis yang ia tak pernah lihat sebelumnya. Ia merasa sesak dan kesal sekaligus. Ingin sekali mulutnya berkata kasar di depan muka lelaki itu.
"Oh, hyung! Aku sudah dijemput temanku di depan. Bisa mati aku kalau terlambat. Aku akan mengerjakan tugas bersama mereka. Maaf aku baru teringat untuk memberitahumu. Kalau begitu aku duluan, tak masalah kan hyung?" tanya Taehyung dengan ekspresi terburu. Ia meremat erat tasnya dan tentu saja Namjoon bisa melihat kegelisahannya.
"Tentu, Tae. Sampaikan salamku pada temanmu ya."
"Ya, hyung. Kau juga sukses ya acaranya!"
Sekali lagi, sebelum berlari meninggalkan Namjoon, Taehyung melirik ke arah Jeongguk. Ia tak peduli lagi dengan sekelilingnya. Ia hanya ingin berlari menjauh. Padahal ia sendiri pun tak tahu alasan mengapa ia berlari dan menghindari Jeongguk sampai seperti itu.
Bukankah aku tak menyukainya? Kenapa aku berlari begini saat aku memergokinya bersama seorang gadis?
Kalut sekali pikiran Taehyung saat ini. Ia berhenti setelah keluar dari mall besar itu. Kini ia sudah berada di trotoar sepi di pinggir jalan besar. Tak banyak orang lalu lalang di sana. Ia memegang dadanya dan bersandar di salah satu pohon yang lumayan besar. Matanya masih terpejam erat seraya ia mengatur napasnya agar kembali normal.
"Larimu kencang juga, Tae."
Deg. Taehyung langsung membuka matanya saat mendengar suara yang familiar masuk ke dalam telinganya. Jeongguk. Kenapa bisa ia di sini?
Baru saja ia ingin berlari lagi, Jeongguk membuka suaranya dengan tegas. "Lari atau aku akan memacari gadis tadi saat ini juga."
Lagi-lagi Taehyung tertegun. Pilihan macam apa itu? Kalau Jeongguk ingin bersama gadis tadi, apa haknya melarang? Toh sepertinya mereka cocok. Baru saja Taehyung ingin melanjutkan ancang-ancangnya, Jeongguk kembali berucap. Kali ini suaranya semakin dekat.
"Gadis itu bukan siapa-siapa. Aku hanya menemaninya berbincang karena temanku semuanya sudah pergi dengan gadis yang lain. Kalau aku tinggalkan gadis itu, kasihan. Ia sudah dipanggil ke sini oleh temanku tanpa sepengetahuanku. Awalnya aku ingin pergi sebelum gadis itu datang, tapi terlambat, gadis itu malah sudah datang dan aku tak bisa mengelak lagi. Kau mendengarku kan, Tae?".
Taehyung berbalik dan mendapati Jeongguk sudah tepat berada di belakangnya. Taehyung gugup bukan main. Ternyata Jeongguk setampan ini bila dilihat dari dekat. Mata hitamnya sangat indah dan piercing di sudut alisnya terasa cocok sekali. Tanpa saar ia menyentuh piercing itu dan membuat Jeongguk terpukau untuk sementara waktu.
"Ah, maaf! Aku tak sengaja menyentuhnya."
Jeongguk menarik Taehyung ke gang sempit tak jauh dari sana. Ia yakin tak ada yang akan lewat sana karena itu adalah gang buntu. Ia perlu meluruskan sesuatu di sana.
Kembali, Jeongguk yang melihat Taehyung tak keberatan dengan sentuhannya, bergegas membawa tangan lembut dan dingin itu menyentuh piercingnya. Taehyung bertanya-tanya tentang apa yang diinginkan Jeongguk. Kenapa ia membiarkannya menyentuh wajahnya seperti ini?
Taehyung menurunkan tangannya. Kini ia membelai pipi Jeongguk perlahan. Sentuhan demi sentuhan yang Taehyung berikan membuat Jeongguk melayang dan berharap lebih. Kini ia kecanduan akan sentuhan itu hingga ia memejamkan matanya guna meresapi bagaimana Taehyung melakukannya.
"Taehyung, aku mencintaimu, sangat. Gadis itu tak ada hubungannya denganku. Percayalah padaku..." gumam Jeongguk sambil menggenggam jemari Taehyung yang masih berada di pipinya. Ia sungguh frustasi saat melihat Taehyung menghindar dan berlari seperti seorang yang cemburu. Ia takut hal itu akan menimbulkan prasangka buruk di pikiran Taehyung.
Taehyung terkikik geli dan tentu saja membuyarkan suasana yang sedang mendukung itu. Jeongguk menurunkan genggamannya dan menatap Taehyung bingung.
"Kau pikir kau siapa? Percaya padamu? Memangnya kau itu Tuhan?"
Taehyung menarik tangannya yang masih digenggam Jeongguk dan menghela napasnya dengan panjang. Kala itu, ia menatap Jeongguk lurus dan menyentuh tengkuk lelaki itu dengan tanpa ragu.
"Tae..."
Bukannya menjawab, Taehyung malah mengecup bibir Jeongguk. Kedua bibir mereka bertemu beberapa detik hingga Taehyung melepaskannya.
"Kau?"
"Apa? Aku tak mau banyak bicara. Cukup kan dengan tindakan?"
Taehyung berbalik dan berjalan menjauhi Jeongguk begitu saja. Namun, belum sampai keluar daru gang kecil itu, Jeongguk kembali menarik Taehyung dan memojokkannya di tembok. Ia mengurung Taehyung dan menatapnya lamat.
"Apa yang mau kau lakukan? Lep-"
Sekali lagi bibir mereka bersentuhan, namun kali ini lain. Jeongguk yang memimpin dan ciuman itu terasa manis sekali. Taehyung menyukainya. Terlihat dari bagaimana ia memeluk leher Jeongguk dan meremas sedikit rambut hitam itu.
"Haahh..."
Taehyung terengah. Jeongguk ternyata pencium yang andal. Tak heran karena ia punya banyak sekali mantan kekasih.
"Jangan pergi begitu saja dengan ketidakpastian, Tae. Kalau sudah begini kita impas. Jadi, jangan jauh-jauh lagi dariku dan jangan galak-galak."
Taehyung mengangguk dan ia membalas, "Ciumanmu terasa manis dan menyenangkan, Jeongguk."
"Benarkah? Padahal aku hanya mengikuti instingku saja. Sebelumnya aku tak pernah mencium siapapun. Aku tak membual, tapi kau memang yang pertama."
Deg. Ucapan yang seharusnya terdengar manis malah terasa panas ditelinga Taehyung. Ia langsung minder dan merasa tak pantas untuk Jeongguk. Jeongguk yang di matanya terlihat nakal malah berbanding terbalik dengannya. Pikirannya penuh ketakutan. Bagaimana kalau Jeongguk meninggalkannya bila tahu masa lalu kelamnya?
"Hei, kenapa Tae? Jangan memikirkan yang aneh-aneh. Aku tak menerima penarikan pembalasan perasaanmu ya. Mulai saat ini dan sampai kapan pun kau tetap pasanganku. Tak peduli apapun yang kau pikirkan, aku akan selalu ada."
"Benarkah? Bisakah aku mempercayaimu, Jeongguk? Aku mungkin punya rahasia besar yang masih kusimpan rapat. Aku tak tahu kapan aku bisa menceritakannya padamu. Tapi apabila saat itu terjadi, apa aku bisa memegang kata-katamu?"
Jeongguk membelai kepala Taehyung dengan sayang dan mengecup keningnya teramat lembut.
"Aku tahu apa yang tidak kau ketahui, Tae. Sekarang dan seterusnya kau hanya perlu berada di dekatku saja."
Lanjut???
