Disclaimer
Sekotengs (c) Lifina
Tranquility (c) Lifina
Missing scene Tranquility antara chapter 2 dan 3. Alasan kenapa bukan Ezra yang duduk di sebelah Raka saat perjalanan menuju villa.
Terlihat 4 orang pemuda yang sedang keluar dari gedung Bandara Ngurah Rai Denpasar. Yang berambut putih sedang mencoba menelpon seseorang. Yang berambut coklat sedang menolak supir taksi yang menawarkan mengantar mereka. Yang berambut merah sedang tebar pesona(?) ke perempuan di sekitarnya. Sementara, yang berambut hitam sedang menjitak si rambut merah.
"Halo? Selamat siang Bli Made. Saya Raka, anak Ibu Renata. Sekarang posisi Bli Made ada di mana ya?" kata si rambut putih alias Raka di teleponnya.
"Saya ada di pintu keluar bandara... Ah! Sepertinya saya ada di belakang Nak Raka."
Raka pun membalikkan tubuhnya diikuti kekasihnya dan kedua temannya. Mereka melihat Bli Made sedang melambaikan tangannya. Bli Made pun menutup telepon genggamnya dan berjalan mendekati Raka dan yang lain.
"Siang, Nak Raka. Mari saya bantu bawa barang sambil saya antar ke mobil," ucap Bli Made dengan logat khas Bali.
Bli Made pun mengambil 1 koper yang berukuran paling besar dan menggeretnya ke tempat parkir mobil sambil diekori Sekotengs.
"Nah, Nak Raka, ini mobil sewaannya. Ini kunci mobilnya," kata Bli Made sambil menyerahkan kunci mobil ke Raka.
Raka hanya mengangguk pelan tanpa berkata apa pun sambil mengambil KTP-nya dari dalam dompetnya.
"Ga usah, Nak Raka. Pak Ketut sudah pesan ke saya tidak perlu KTP," tolak Bli Made.
"Oh, ya sudah," ujar Raka dengan wajah datar seperti biasanya.
"Kalau begitu, saya permisi dulu ya Nak Raka dan teman-teman."
"Iya, Bli. Hati-hati di jalan ya," ucap Sekotengs.
Raka pun membuka pintu supir dan memasukinya. Saat Ezra mau membuka pintu penumpang depan, tiba-tiba Vino mencegahnya.
"Zra, gue duduk di depan dong," kata Vino kepada Ezra.
"Loh? Kenapa?" tanya Ezra.
"Pokoknya gue kudu duduk depan, nih. Gue ga bisa duduk belakang."
Walaupun masih bingung, Ezra pun meng-iya-kan permintaan Vino.
"Asik, Thanks ya, Zra," kata Vino sambil membuka pintu penumpang depan.
Belum sempat duduk, Vino sudah merasakan tatapan menusuk dari Raka. Vino seketika langsung merinding.
"Psstt, Vin..." tiba-tiba Vino mendengan bisikan di telinganya, "mendingan lo di belakang aja, biar Ezra yang di depan. Daripada Raka ngamuk ke lo."
"Ya udah, deh..." Vino hanya menurut dengan pasrah.
Sudah setengah jam mereka berjalan. Hanya terdengar alunan musik dari radio.
"Btw," tiba-tiba Dean memecah keheningan, "tumben lo Vin, diem aja," katanya sambil melirik Vino.
WHAT IN THE NANI!?
Dean terkejut melihat wajah Vino yang benar-benar pucat.
"Vin, lo kenapa? Sakit?" tanya Dean dengan panik.
"Gue..." Vino berusaha menjawab dengan nafas tersenggal, "gue mabok darat, umph..." katanya sambil menutup mulutnya dengan tangan.
"Rak, buruan nepi! Ini si Vino mau muntah!" Kata Dean yang makin panik.
Raka pun mengintip sedikit dari kaca spion dan segera menepikan mobilnya di pinggir jalan.
Cklek.
Vino pun langsung membuka pintu mobil dan segera keluar.
"HUEEEKKK! HUEKKK! HOOEEEKKKK!" terlihat Vino mengeluarkan makan siangnya.
Dean yang memang mempunyai sifat keibuan pun mengelus-elus punggung Vino dan menawarkannya air minum. Sementara, Raka sedang menutup mata Ezra supaya tidak melihat pemandangan terkutuk ini. Kemudian, Vino dan Ezra pun bertukar tempat duduk.
