: : :

Tahun pertama SMA aku sempat menembak Ino di ladang kubis keluargaku. Sebuah ketidakelitan yang berujung pil pahit.

Seharusnya kupendam saja cinta monyet dari SD itu dalam-dalam.

"Aku baru saja bilang suka pada Sasuke kemarin. Aku sedang menunggu jawabannya"

Rahangku nyaris lepas. Bukan karena Ino yang menembak Si Uchiha, tapi kegilaan macam apa yang membuatnya rela menunggu kepastian dari laki-laki itu?

Seorang Ino! Bahkan aku mau bilang suka saja sampai bolak-balik toilet. Aku bukan takut ditolak tapi takut kena bogem!

Luar biasa Sasuke dengan damagenya bisa menaklukan jelmaan Oni itu.

Yah, aku patah hati sih, dan kesalnya lagi Ino nangis-nangis di hadapanku.

Iya, dia ditolak.

Dan sekarang aku harus berjibaku lagi untuk mendapatkan hati idola cowok sekolah. Semoga saja nasib baik berpihak padaku dan menyelesaikan kejombloanku.

: : :

Jika rival cintaku memang Sasuke artinya aku harus moonwalking. Gaya terkeren dalam menyerah akan percintaan.

Ah, pecundang

Oh, tunggu dulu. Mari kita mengenal lebih jauh biang keladi keminderanku itu.

Kalau kamu perempuan pasti oleng dibuatnya. Kalau kamu laki-laki menciut di dekatnya.

"Kenalkan aku Sai, ini Ino dan itu Shikamaru. Kamu baru pindahan darimana?"

"..."

"Oh, iya kami bersekolah dekat sini lho"

"..."

"Ayo bertem..."

"..."

Kesan pertama saat keluarganya pindah ke Desa Konoha adalah keluarga kaya yang bersahaja. Tapi karakter Sasuke kecil itu enggak banget deh!

"Tapi dia anak yang ganteng dan keren lho," Ino tahun 2XXX masehi.

Sejak kecil dia ditempa untuk menjadi bibit unggul. Aku pikir Sasuke sepantaran kami karena waktu itu badannya kecil.

Sialan, hormonnya meledak pas awal SMA. Sasuke jadi tinggi menjulang dan badannya gagah persis atlit yang ada di TV.

Sasuke sangat berbakat di baseball. Ia adalah pemain terbaik yang selalu menjadi kebanggaan klubnya. Saat tahun ke- duanya, Sasuke membawa sekolah kami menyabet runner up di Koshien.

Di bidang akademik Sasuke juga sering masuk 3 besar. Padahal Uchiha bungsu itu belum lulus tapi tawaran beasiswa sudah mengantri. Kehidupan SMA-nya benar-benar cemerlang. Gosipnya siswi di sekolah ada yang membuat fans club Si Uchiha itu. Sekte pantat ayam mungkin?

Sebuah kewajaran jika semuanya terjerat oleh pesona Sasuke Uchiha.

Kalau dari segi karakter seingatku tidak banyak berubah. Sasuke masih saja irit bicara dan enggak banyak tingkah. Segala kelebihannya tidak membuat harga diri laki-laki itu meroket.

Tapi mau setinggi apapun pencapaianmu, susu dibalik tetaplah tumpah.

Bila nanti di kehidupan selanjutnya aku yang jadi ibu anak itu mungkin sudah habis kuceramahi.

Dia adalah orang yang paling sembrono dalam sejarah hidupku. Sasuke yang bertalenta itu sangat payah dalam hal-hal kecil.

Ada banyak contoh yang membuat IQ-ku anjlok melihat kelakuannya.

Sasuke hampir membakar rumahnya karena kelamaan masak air. Keluarganya tidak bisa keluar rumah karena kuncinya terbawa Sasuke ke Tokyo. Di umurnya yang ke 17 dia tidak bisa naik sepeda. Sepatunya sering rusak dan gonta-ganti tiap minggu. Pernah tertidur di ladang kubisku.

Yang paling aneh dari itu semua mengapa orang-orang masih betah di dekatnya? Dia orang yang merepotkan sekaligus tidak bisa dibenci!

Kenapa sih di dunia ini ada orang sepertinya? Sangat tak adil bagiku yang hanya pintar dalam satu hal saja.

Jika saja boleh tukar nasib dengannya; Aku akan bersekolah di tempat yang elit, mencoba pergaulan yang trendi, memacari satu atau tiga gadis sekaligus, membuat pesta semalaman, liburan dengan kapal fery pribadi dan khayalan orang borju lainnya.

Sasuke pun sama anehnya. Kesempatan yang besar bagi masa depannya dianggap hal termedioker di hidupnya.

Sasuke adalah filosofi ikan salmon yang melawan arus.

Dia memegang kendali hidupnya.

Sasuke Uchiha adalah role model yang paten! Aku tidak heran Hinata nge-fans sama Pitcher Psikopat itu.

Kalau memang takdir. Mereka akan menjadi pasangan ter-ter-segala-galanya!

: : :

Berdasarkan rumor yang tersebar tentang berbagai kemajuan 'Strategi Cinta Hinata' koalisi Ino dan Sai juga mempunyai visi untuk menyuseskan kisah cintaku dengan dara Hyuuga itu.

Di lain sisi aku tidak enak dengan Hinata. Aku takut keagresifanku (terpaksa karena Sai dan Ino) membuatnya tidak nyaman dan yang paling fatal menjauhiku sampai tamat sekolah.

Apa hanya pasif saja bisa menarik hatinya?

Ditambah lagi banyak anak yang bilang Sasuke menyambut perlakuan manis Hinata dan bla bla bla.

"Di sini kau rupanya"

Tapi lucunya itu membangkitkan jiwa kompetisiku. Konsep hidup rebahanku tertunda. Aku terpancing, tergerak untuk mengerahkan seluruh usaha terakhirku.

Tanpa sadar kehadiran Hinata membuatku berpikir irasional. Hanya dia yang berhasil membuatku lupa ada hal yang lebih menakjubkan selain kelompok awan.

Dan di sinilah aku. Masuk ke klub bisbol a.ka singgahsana Sasuke yang bersinar.

Ah, kalau tidak salah Hinata sering memberikan bento ke Sasuke ya? Tapi kenapa anggota klub yang comot duluan? Malangnya gadis ini, malah banyak lagi bentonya.

Sementara itu Sasuke malah sibuk membersihkan sepatu olahraganya. Entah harus berapa banyak gadis yang ia 'kacangi'.

Aku yang mesti repot mencari alasan untuk datang ke klub, tak berhenti memandang Hinata yang berdiri di dekat Sasuke. Gadis itu menunduk seperti seorang terdakwa.

Dasar Sasuke! Apa yang dia pikirkan? Apakah dia tidak tersentuh dengan kebaikan Sang Bidadari sekolah?

Mendingan bentonya buatku saja!

"Hei, Sasuke. Ini bukan lagi soal selera, paling tidak hargailah ketulusannya"

Aku masih ingat Sasuke memberikan reaksi tak terduga. Kegiatannya terhenti sesaat. Dia kelihatan kaget dan... tidak suka? Sekejap ruangan klub menjadi hening.

Dengan segala hormat, aku menyambar tangan atletisnya dan menghadiahinya sekotak bento ala Chef Hinata.

"Ayo, Hinata! Kau dipanggil Kakashi sensei"

Keberanian yang berasal dari antah berantah menuntunku untuk menggandeng tangan Hinata yang berkeringat.

Hatiku sangat kacau. Hangat, bergetar, dan kuat.

Merepotkan! Aku tidak bisa melepas Hinata begitu saja. Aku terlanjur menyukainya walau hatinya bukan untukku.

Ternyata alibi 'dipanggil guru' brilian juga ya.

: : :

Apalah dayaku. Ternyata Hinata bukanlah cewek yang gampang terhanyut. Setelah adegan heroik ku di klub bisbol, Hinata jadi menjaga jarak.

Sudah dipastikan ini akan sulit! Aku tak mau dia membenciku atau memandangku sebagai cowok hopeless romance.

Apa sudah waktunya aku menyerah?

Sudah seminggu ini Hinata terlihat sengaja menyibukkan diri alih-alih menyapaku dengan senyuman angelic-nya.

Kepalaku bertambah pening kena terik matahari musim panas. Aku jadi teringat sesuatu. Biasanya Ino dan Sai mengajakku berenang di sungai atau makan semangka di depan minimarket keluargaku.

Ada kalanya juga aku main ke rumah Sasuke untuk melihat koleksi musik terbarunya. Bisa dibilang dia penggemar berat aliran alternative, punk/rock dan dia kolektor yang bermodal.

Terakhir waktu aku ulang tahun dia membelikanku sebuah piringan hitam Led Zeppelin dan replika pedang Aragorn! Dia benar-benar teman yang royal!

Dan sekarang laki-laki itu berdiri di depanku.

Dia tak berbicara apa pun selain mengangkat tangannya. Untuk sesaat aku nge-freeze sebelum belanjaan ini berpindah ke Sasuke.

Dia... terlihat baik-baik saja, seolah kejadian tempo lalu tak berarti untuknya. Atau aku yang nethink?

Tapi kami terlihat seperti orang marahan kalau begini. Bahkan tak ada sepatah kata pun saat dia membayar belanjaannya. Benar-benar dengan uang pas.

"Sasuke, ada rencana untuk musim panas?," tanyaku senormal mungkin.

"Tidak tahu. Mungkin aku akan sering di Tokyo"

Ketus sekali nada bicaranya. Apa dia tersinggung dengan tindakanku waktu itu? Oh, iya dia memang cetakannya begini kan. Aku tidak harus kaget.

Dan sejak kapan aku baru sadar kalau Hinata dan Sasuke tetanggaan! Lihatlah cuman beda dua rumah!

Kenapa semesta alam seolah mendukung mereka heh!? Apa sudah saatnya dukun bertindak?

: : :

Dasar pembohong ulung. Pengin dianggap manusia super sibuk gitu? Argh! Kenapa pula aku misuh-misuh tentang Sasuke?

Masa bodoh deh!

Yang terpenting sekarang memikirkan teknik bagaimana menggaet Hinata.

Kau tahu, butuh kesabaran tingkat Dewa untuk menyaksikan keberadaan Hinata dan Sasuke sekaligus.

Ngomong-ngomong, kami sedang mengadakan barbeque di pinggir sungai yang disponsori oleh Itachi Uchiha kakak Sasuke yang fantastis. Dia membawa 5 kilo tomahawk dan truffle yang nilainya setara dengan uang jajanku 2 semester!

Sementara peranku di sini cuman mengawasi daging sambil bermonolog. Sisanya membuat api unggun, minus Itachi dengan keintimannya dengan saus gravy.

Ino dan Sai kelihatannya menggeser ego mereka untuk bergabung dengan Sasuke. Apakah itu bisa disebut baikan?

"Nara, apa dagingnya sudah matang? Kupikir yang di tengah beda sendiri"

Bak kentut, Sasuke muncul entah darimana. Sasuke pun cuek dan tidak berkomentar apa pun. Dia tidak keberatan melahap daging yang gosong di tengah tadi.

Seharusnya anak ini sedang latihan di Tokyo sekarang kan?

Kenapa aku terus memedulikannya?

Sebentar... gaya rambutnya agak berbeda. Bagian mananya ya? Kalau diperhatikan style Si Bontot beberapa bulan ini berubah. Dia yang berpakaian sekenanya jadi tampil rapih dan kasual.

Astaga! Dagingnya sisa dua potong! Rupanya dia sekalian makan di sini ya!?

"Kau kelihatan kesal ?"

Heh! Bisa-bisanya aku terjebak di situasi garing ini bersamanya.

Sedari tadi aku juga bergeming sambil membolak-balik daging. Kalau ada opsi lain untuk memulai percakapan tentunya dengan tidak 'menyenggol' Hinata karena itu seakan kentara bahwa aku sedang demam cinta. Jika Sasuke tahu yang sebenarnya, kelak titel jenius ku dicopot olehnya.

Akhirnya dagingnya matang tanpa satu pun yang membantuku. Mereka menikmati daging bakaranku sambil terkagum akan kabar cabang baru gastronomi milik Itachi dan aku sudah kenyang bau asap.

Sekilas aku mencuri pandang pada Hinata. Bagaimana seseorang tampak 1000 kali lipat lebih menawan saat makan!?

Ada kebanggaan tersendiri. Hm! Ketika aku sudah menghasilkan uang, Hinata akan puas dengan berkilo-kilo barbeque buatanku! Tapi kapan ya?

Sementara itu Itachi menyuruh Sai joget sombrero untuk memanggil beruang laut karena kalah one shot bir. Tapi kan kita di sungai.

"Hinata-chan temani aku ya!"

Tangan tak beradab Sai menarik Hinata dan memaksanya menari. Bagian terbaik dari pertunjukan ini bukan di gerakan kocaknya. Tapi tingkah Hinata yang malu-malu, membuat jiwaku terkapar oleh visualnya. Hatiku berdesir hebat.

Aku terpana dengan wajah manisnya, gestur acaknya, dia penari balet yang ternistakan oleh Sai.

Dari banyak pasang mata yang terhibur, anak laki-laki di ujung sana paling gembira. Dia menampilkan senyuman seolah menang kejuaraan.

Bukankah koshien sudah lewat? Apakah euforianya masih tertinggal?

"Sasuke-kun! Kelihatannya kau senang sekali!"

Sebuah gelombang familiar menjemputku. Penolakan Ino tidak ada apa-apanya dibandingkan perasaan ini. Rasanya mau minggat dari acara konyol ini.

Segala kegembiraan bertabrakan dengan suasana hatiku yang mendadak diterpa badai.

Ah, sialan! Ada seorang yang menangkap kenaasanku. Pria itu mengarah kepadaku, seulas senyum muncul di bibirnya.

"Hinata itu... mudah disukai kan?"

Itachi menepuk bahuku, jejaknya meninggalkan perasaan terbakar serta kepedihan yang dikawinkan.

Malam ini aku akui kalah telak bahkan sebelum memulainya.

: : :

Dalam hitungan hari aku bertranformasi menjadi 'Shikamaru menyebalkan' jilid dua. Semua nampak salah di mataku. Aku dua kali lipat lebih pendiam, sensitif, dan sinis.

Mengetahui dua lovebird yang saling suka itu di acara barbeque telah mempengaruhi emosiku.

Dua timsesku ikut prihatin melihat nasibku. Tidak ada yang bisa mereka lakukan. Aku yang masih belum menerima kegagalan, menjadikan Hinata sebagai objek kekesalanku.

Pokoknya aku mau dia enyah saja. Saking muaknya aku malah bersedia jadi pangeran di pentas drama sekolah atas permohonan Hinata. Tanpa pikir panjang. Soalnya dia memelas dan itu membuat hatiku lemas.

Tak masalah walau dia bukan putrinya. Toh, sekarang drama kami sukses dan menyedot banyak penonton.

Satu hal yang membuatku ngeri setelah peran itu adalah rombongan cewek menggerebek backstage dan meneriakki namaku. Ternyata populer itu sungguh merepotkan! Apa ini yang dirasakan Sasuke ya?

T-tapi kalau konteksnya Hinata aku rela diteriakki pake mic sekolah. Andai saja dia ikut menyelamatiku.

"Mencari Hinata, Wahai Pujangga?,"

Sai mengejekku rupanya. Lirikkannya tidak lepas dari gunungan bunga di tanganku.

"Aku lihat Ino pergi bersamanya. Sepertinya sedang antusias"

Antusias? Siapa yang antusias?

Sebelum menerka-nerka Ino pun datang. Aku tak pernah lupa wajahnya yang kalut melihatku dan perkataannya setelah ini.

"Hinata mau mengutarakan perasaannya. Tapi dia enggak pd meskipun sudah lama berlatih. Cewek itu nampak menyiapkan semuanya. Maaf Shikamaru... dia tadi meminta saranku itu saja"

Persetan dengan saran. Mengapa Ino membantunya? Mengapa Ino tak mencegahnya? Dan Sai kenapa baru bilang padaku? A-aku...

"Pegang ini"

"Shikamaru bunganya!"

: : :

Kenapa aku berlari? Apa ada alasan lagi untuk mengejarnya? Kenapa aku tak bisa kehilangannya?

Bermacam penolakkan telah kualami. Aku bersahabat dengan cinta tak terbalas. Akan tetapi mengapa hatiku tidak mengizinkan untuk abai pada perasaan ini?

Harapan terakhirku; membuat Hinata berpaling dan melihat ketulusanku.

Aku mengitari sekolah berharap Hinata masih dalam penglihatanku. Aku sangat tahu siapa yang bakalan menerima pengakuan cintanya.

Semua orang bebas memilih siapa yang disukai. Jadi bagaimanapun hasilnya nanti bukanlah suatu penyesalan karena tidak pernah mengutarakannya.

Aku melihatnya di deretan loker lantai 3. Energiku hampir habis untuk mencarinya, tapi tak apa. Hinata layak diperjuangkan.

Cih, mendoukusai. Di saat genting ini bayangan Sasuke melintas ketika selangkah lebih dekat dengan Hinata.

Gadis berambut panjang itu menoleh ke arahku. Air mukanya panik dan keheranan.

Dengan melihatnya saja kepalaku sudah penuh dengan berbagai skenario. Astaga, aku tidak punya persiapan. Apa yang harus kukatakan?

"Aku sedang mencari seseorang," ucapku spontan.

Hinata dengan penuh keraguan bertanya, "S-siapa?"

"Kamu"

Matanya membulat. Maniknya tampak berkilauan tersorot cahaya bulan. Bagaimana bisa aku berhadapan dengan manusia setengah Dewi ini?

"A-ah baiklah, tapi maaf aku sedang terburu-buru. Shikamaru-kun p-perlu a-apa?"

Hinata yang salah tingkah membuatku gagal fokus. Bukan dirinya, tapi benda yang ada dibalik punggungnya.

Aku yakin itu sebuah 'persembahan' nantinya. Cokelat, huh?

"Aku perlu bantuanmu. Apa kau pendengar yang baik?"

"Apa maksud..."

"Jawab saja"

"K-kuharap iya"

"Nice"

Aku mendikte otakku agar kinerjanya bagus. Tak akan kusia-siakan kesempatan langka ini. Babak akhir kisah cintaku sebentar lagi tiba.

Keringat dingin meluncur di keningku. Tanganku tiba-tiba kesemutan. Telingaku berdengung. Jantungku seperti pindah ke kanan. Perutku mulas. Dalam sekejap banyak sekali yang kuderita.

"Ini terdengar bodoh. Tapi kujamin lebih rumit meski nilai fisikamu kejar-kejaran denganku"

Hinata mengangguk walau kuyakin isi kepalanya mempertanyakan kewarasanku.

Aku bukan seorang religius, tapi aku berdoa agar pesan ini tersampaikan jauh ke dalam lubuk hatinya.

Hinata Hyuuga aku mencintaimu dengan segenap jiwaku. Tolong dengarkanlah.

"Apakaubeneranmaumenembakseseorang?"

"..."

Bangsyat!

Demi Dewa apakah aku mengacaukannya?

Apa aku harus pakai kode morse? Kenapa lidahku terkepang? Bahasa apa yang kukeluarkan tadi?

Hah, aku ada dimana ini? Aku nge-blank. Tolong!

"Shikamaru-kun, mungkin lain kali bisa kita lanjutkan lagi. A-aku ditunggu seseorang"

Sudah mau pergi? Hah, tidak! Dia belum mendengarkan pernyataanku.

"Aku juga mendadak lupa mau bicara apa. Maaf mengganggumu"

Mengapa lidahku berkhianat? Aku tidak ke sini untuk mempermalukan diriku sendiri.

"Jaa, Shikamaru-kun"

Hinata meninggalkanku begitu saja untuk menjemput jodohnya.

Shikamaru kau yang paling buruk!Dipecundangi oleh ketakutan yang mengerdilkan tekadmu!

Apa karena Sasuke selalu menghantuiku? Apakah hatiku memang lemah?

Aku tak beranjak dan merasakan memori Hinata menoyor kepalaku. Ah, iya. Dia melabuhkan hatinya kepada sahabatku dan mereka memiliki perasaan yang sama.

Aku yang invisible tak berarti apa-apa sekalipun usaha mati-matian. Sedangkan Sasuke yang effortless seperti center of the world.

Tapi apa Sasuke pernah memikirkanku juga ya? Soal Ino, kurasa dulu dia tahu kalau aku juga menyukai cewek itu. Untuk sekali saja, apa dia pernah gelisah tentang perasaanku?

Aku mengenalnya jauh dari Ino, Sai, ataupun Hinata. Bagiku kita adalah sebuah pertemanan yang mengesankan. Dan akan selalu begitu, walau kami tahu selalu ada perbedaan jalan di depan, atau pilihan hati yang sama. Aku tidak mau ikatan kami terputus dimakan oleh waktu ataupun keegoisan.


: : :

False Memories

- Bersambung -

: : :