Warning story: OOC, Edgy AF, Miss-typo, AU, Monoton, semi-GORE, AT and AR.
© - Naruto belongs to Masashi Khisimoto.
And
High school DxD © to Ichiei Ishibumi.
"Dalam dunia ini, keadilan — sesuatu yang layak diperjuangkan oleh banyak orang, bukan begitu?" Naruto hanya diam tak membalas, tapi berbeda dengan postur tubuh nya yang siap menyerang kapan saja, mata biru yang tadi nya kosong tanpa kehidupan - hambar, kini ter isi dengan tatapan es beku, bagaikan samudera biru beku yang dapat melahap jiwa seseorang hanya dengan menatap nya.
"Ah, aku lupa.. Apakah kau tahu keadilan, Naruto?" dan sekali lagi, Naruto tidak menjawab melainkan mengeratkan kunai berkarat di tangan nya, sisi rambut pirang nya menutupi sebagian mata kiri nya, jangan pernah menunjukan emosi pada musuh mu? Mungkin itu yang sekarang Naruto lakukan.
"Tidak eh? Kita tahu, bahkan dunia pun tahu bahwa kau tak pantas menerima segala macam pujian. Ironi, bukan? Hidup di dunia seperti ini?"
"Diam."
Satu kata yang menghapus pasokan udara, empat huruf yang membekukan lingkungan, dan satu kata empat huruf berjuta makna, kematian, kehancuran dan hal lainnya yang dapat menewaskan seseorang.
Mendadak perubahan lingkungan disekitar berubah drastis, hanya dengan waktu singkat menjadi beku, hanya dengan satu kata dan entah itu tanah, tumbuhan, sekalipun alam itu sendiri.. Beku, berhenti bergerak, membuat nya seperti adegan pause, terbilang aneh karena melawan pondasi aturan dunia itu sendiri. Mengerikan, kekuatan yang menakutkan.
Madara mulai terkekeh lalu lambat laun menjadi tawa penuh kegilaan, rasa puas memenuhi tubuh nya, bahkan tidak sekalipun Madara memperdulikan kulit pucat nya yang semakin dingin ataupun lingkungan yang semakin tak wajar disekitar nya, karena dimana dititik ini besu pun akan hancur tidak kuasa menahan hawa dingin.
Namun, tidak untuk dua orang ini. Madara mundur satu langkah setelah tertawa bebas, ah sudah beribu ribu abad dia tidak tertawa puas seperti ini. Dan yang paling konyol hanya satu kata dan kekuatan pemuda pirang ini yang membuat nya gila. Ya, gila tertawa.
"Jika aku tidak ingin diam, maka apa yang akan kau lakukan eh?"
Keheningan adalah jawaban Madara, kali ini lingkungan disekitar mereka sudah tidak manusiawi, Naruto mengeluarkan napas lembut di mulutnya, sangat lambut dan perlahan. Satu tangan yang tadi nya memegang kunai kini terulur ke depan, kosong - tidak ada kunai karena benda itu hancur lebur, tidak menyisakan apapun. Bukan hanya kunai, namun juga sesuatu yang disekitar mereka hancur, kalah akan hawa dingin yang tidak manusiawi.
"Maka kau mati"
Tidak ada keraguan maupun arogansi dalam ucapan itu, seperti mengucapkan fakta dengan sesuatu yang benar dan lazim, lancar bahkan tidak terbata-bata, bagaikan mengatakan bahwa satu tambah satu adalah sama dengan dua.
Sekarang ini mulai menarik, atau begitulah pikiran Madara, menegakkan tubuh nya setelah membungkuk terlalu lama, Madara membuka mata nya yang sempat terpejam dan kini bukan warna hitam kelam yang ada di dua bola mata nya namun merah darah berpola yang terus berputar kencang tanpa tanda-tanda ingin berhenti membuat gerakan pola acak.
Aura ungu kini nampak di sekitar Madara, terus membesar dan membentuk kerangka tulang yang di ciptakan untuk melindungi sang Lord, Madara menatap angkuh Naruto yang bahkan tidak terpengaruh oleh kekuatannya. Tanpa sadar Madara membungkuk lagi, karena hawa dingin digantikan dengan kehangatan Susano'o membuat dia lebih santai.
"Aku tidak bisa mati." Ucapan pahit itu terdengar di gendang telinga Naruto yang kini tubuh nya di selimuti aura emas. Mata emasnya yang berbentuk salib merasakan rasa panas ketika mendengar ucapan lord Uchiha, karena dia juga tahu Madara tidak bisa mati.. Mereka diralang mati.
"Kenapa?"
Pertanyaan bodoh memang, tapi Naruto ingin tahu apa alasan Madara mengatakan hal itu. Sedangkan sosok yang tadi bersikap angkuh tidak langsung membalas melainkan tertawa, dan sungguh, Naruto tidak ingin tahu apa yang ditertawakannya.
"Aku dewa, dan kau juga nak."
"Aku bukan dew—"
"—Sungguh nak? Apakah kau bukan dewa ketika bertahan hidup selama beribu-ribu tahun dalam keadaan saling bertarung? Apakah kau memang hanya manusia biasa namun memiliki kekuatan yang dapat menyaingi alam itu sendiri?"
"Katakan padaku nak, dan lihat sekelilingmu.. Apakah kau memang bukan dewa dan hanya manusia bertitle Shinobi?"
Naruto mundur selangkah karena pertanyaan beruntun dari Madara yang membuat nya linglung, mata sannin nya melihat sekeliling, dan Naruto harus menahan diri untuk tidak mengumpat..
Kehancuran, kerusakan adalah tempat yang mereka pijak saat ini. Tidak ada seorang pun, hanya ada mereka berdua. Bahkan langit berubah warna menjadi merah gelap. Ini adalah hasil dari pertarungan mereka berdua sebelum nya, tanpa henti, tanpa jeda. Terus bertarung untuk saling membunuh satu sama lain.
Melupakan waktu yang terus berputar, dan Naruto tidak bisa tidak penasaran.. Sudah berapa lama mereka bertarung? Sepuluh tahun? Seratus atau seribu tahun? Kenapa mereka tidak menua dan mati?
Jawabannya jelas, bukan? karena mereka dewa atau begitulah menurut saingan Hashirama menanggapi sesuatu yang di luar kotak pikiran manusia. Naruto menggelengkan kepalanya pelan, ini bukan saat nya memikirkan revolusi pada tubuh nya yang tidak menua, tidak dengan situasi seperti ini.
Madara menatap datar kepada Naruto yang membalas tatapannya tak kalah datar, tapi sang Uchiha melihat bahwa dalam mata pemuda pirang itu kini sudah tidak mempunyai percikan tekad api, semakin lama Madara menatap ke dalam mata itu semakin dia sadar bahwa pemuda pirang ini telah berubah..
Bukan lagi seorang bocah ceroboh, yang mementingkan orang lain dari pada dirinya sendiri, ataupun bocah yang selalu berisik bacotannya hanya untuk membuat orang lain terhibur..
Madara memutuskan kontes saling menatap dengan berpaling ke arah lain, apa ini yang dirasakan orang-orang.. Rasa bersalah karena terus bertarung dan melakukan segala cara hanya untuk mewujudkan mimpi keji nya.
Ah, impian ya?
Bukankah impian nya, cita-cita nya sudah tidak berguna sekarang? Semua orang tewas karena nya, bahkan desa yang di dirikan oleh saingan nya kini hancur menyisakan tanah rata, tidak hanya Konohagakure, bahkan seluruh dunia Shinobi hancur, hangus, terlupakan dan melebur karena waktu.
Untuk kali ini Madara memutuskan untuk mengalah, tidak peduli sekuat apapun serangan Naruto terhadap nya, hal itu tak akan membuat nya mati.
Ironi di atas ironi eh?
"Menyerahlah, Naruto.."
Naruto menekuk kedua kaki nya menyalurkan chakra di bawah nya untuk memperkuat loncatan yang akan Naruto lakukan, kali ini dia akan membunuh Madara, tidak peduli walaupun dia harus bertarung tanpa henti.
"Jika kau ingin membuatku menyerah, maka kau harus menunggu selama nya!"
Melompat dengan kecepatan tinggi bagaikan angin yang terus naik, dampak kekuatan dari loncatan itu membuat tanah yang di pijak nya hancur menyisakan kawah yang cukup besar.. Melaju, terus maju adalah yang Naruto lalukan di atas udara..
Menuju sang Uchiha yang kini ada di dalam Susano'o nya, berbeda dengan yang tadi. Kini kerangka itu berubah wujud menjadi sosok monster besar bersayap.. Cukup besar untuk menghancurkan satu desa.
Kilatan emas yang dapat membutakan mata datang di hadapan Madara yang kini hanya berdiam diri bahkan tidak berusaha untuk menghindari serangan Naruto, sedangkan untuk sebagian Susano'o nya sudah terlebih dahulu hancur oleh dua Naruto yang lain dengan serangan yang sama yaitu Rasengan lv.2
"Mati!"
Dan saat itu juga, dunia seakan berbalik melawan Naruto dengan memberatkan gravitasi bumi sehingga keseimbangan pemuda pirang ini sedikit goyah, Rasengan nya yang beberapa meter lagi langsung lenyap..
"Maaf, mungkin kali ini aku yang menang nak."
"A-apa?!"
Dengan satu jentikan jari di udara membuat Naruto terlempar kuat menuju tanah berbatu, tapi sekali lagi pemuda pirang ini dikejutkan dengan ada nya portal dimensi yang mau tak mau membuat Naruto masuk kedalam nya, tapi sebelum Naruto masuk sepenuh nya ke dalam portal untuk kali ini dalam beribu-ribu tahun lamanya, mata emas nya melebar mendengar beberapa kata samar dari Madara.
"Naruto, aku.. Menyesal apa yang telah aku lakukan terhadap dunia Shinobi dan semoga di dunia barumu kau menemukan kebahagiaan sebenarnya."
Setelah pemuda pirang itu lenyap, kini hanya menyisakan Madara seorang diri di dunia ini. Sepi adalah deskripsi yang tepat saat ini, mata merah nya memandang kejauhan dataran tanah berbatu yang tertutupi es beku.
Kaki nya melangkah menuju satu-satu nya benda tajam yang aneh nya masih bertahan di lingkungan seperti ini, benda tajam itu adalah pedang tipis berkarat yang menancap kuat, dan hanya dengan satu tarikan pedang itu terlepas dari tempat nya. Memutar nya lalu membalik kan sisi tajam pedang itu sehingga kini posisi pedang menuju dada kiri nya.
Tepat pada jantung manusia.
"Meh, aku masih punya waktu memikirkan seribu satu cara untuk membuatku mati, dan satu dari seribu cara adalah menusuk pedang tepat pada jantung."
Dan dengan ayunan kuat pedang itu meluncur tepat pada jantung nya.
"Bahkan jika ini gagal, masih tersisa seribu cara lagi, bukan?"
TBC.
