Otonari no Tenshi-sama
Disclaimer: Masashi Kishimoto, Ichiei Ishibumi, Saeki-san
Rated: T
Genre: Slice of Life, Romance.
Peringatan keras! Serius deh! Multi-Chap, OOC, EYD Hancur, Typo(s)
Enjoy.
[…]
[…]
[…]
[…]
Prologue – Pertemuan di bawah hujan.
Ditengah hujan yang deras, terlihat seorang pemuda dengan rambut pirang jabrik tengah berjalan sendirian. Terlihat dari kantung mata pemuda tersebut yang sangat tebal dapat dipastikan pemuda tersebut sudah sangat lelah.
'Gaki, sebaiknya kau mengambil libur setelah ini, tubuhmu pasti tidak akan mampu menanggung beban yang berat ini.'
'Untuk seukuran rubah kau cukup perhatian juga ya… Kurama.'
'Jika kau mati setelah ini, jangan salahkan aku.'
'Iya-iya bola bulu, aku tau. Aku akan beristirahat setelah ini.'
Ditengah perjalanan, pemuda tersebut terlihat sedang berbicara dengan satu-satunya sahabatnya. Raut mukanya berubah-ubah mengikuti alur pembicaraan pemuda tersebut.
'Kau merasakannya?' Tanya sang rubah memastikan sesuatu pada sang host.
'Ya, entah apa yang dia lakukan ditengah hujan yang deras ini tanpa payung.' Jedanya sejenak. 'Tapi aku sangsi sih malaikat bisa sakit hanya karena hujan.' Lanjutnya kemudian berjalan mendekat kearah malaikat tersebut.
Si pemuda tersebut berjalan mendekat kearah gadis malaikat tersebut, tentu saja kata malaikat tersebut bukan hanya sekedar kiasan metafora. Nyatanya gadis tersebut memanglah seorang malaikat. Rambut lurus bergelombangnya yang berwarna kuning pucat tersebut terlihat halus dan mengkilap, meski basah diguyur air hujan. Memiliki wajah yang sangat didambakan oleh banyak kaum hawa, dapat disimpulkan bahwa malaikat tersebut sangatlah cantik.
Meski begitu, Naruto tidak berniat melalukan apapun pada gadis malaikat tersebut, dan tidak berpikir akan melakukan sesuatu kedepannya. Mereka hanyalah tetangga, dan Naruto tidak pernah punya kesempatan untuk berbicara dengannya, dan tidak pernah bermaksud terlibat dengannya.
'Lalu kenapa kau mendekatinya?' Tanya Kurama dengan nada penasaran.
'Jangan tanya aku sialan! Kaki ini bergerak dengan sendirinya.' Balas si pemuda dengan nada marah.
Hujan hari ini turun sangat deras, semua orang yang baru saja selesai dari melakukan kegiatan mereka berlarian untuk pulang ke rumah mereka masing-masing, sedangkan malaikat ini malah duduk termenung di atas ayunan taman yang sepi, karena memang hari sudah gelap dan awan tebal terlihat menutupi langit hari ini.
Naruto tak mengerti mengapa dia berada di sana tanpa payung dan membiarkan dirinya terguyur oleh air hujan. Tampaknya juga ia tak menunggu siapa pun, terlihat dari betapa basahnya badan gadis tersebut, dan dia juga tidak menolak fakta bahwa badannya sekarang sudah basah kuyup oleh air hujan.
Ketika jarak di antara kedua insan ini terkikis, gadis itu mulai mendongak, wajahnya tampak pucat seperti kekurangan pigmen. Ketika Naruto bersiap untuk menyerahkan payung yang ia bawa, ia melihat bahwa wajah gadis tersebut terlihat berkaca-kaca namun berhasil ia tutupi dengan derasnya hujan yang mengguyur gadis tersebut.
'Mungkin kau bisa menutupi tangisanmu, tapi sorot matamu tak akan bisa membohongiku.' Pikirnya dalam hati.
Ia memang tak memiliki motif tersembunyi untuk terlibat dengannya sama sekali, tapi mendiang Ibunya akan sangat marah jika membiarkan gadis malaikat di depannya memiliki tatapan sedih begitu, dan Naruto tak mau membayangkan dirinya dihajar oleh sang mendiang Ibunya itu, bahkan Kurama pun tak ingin membayangkan hal tersebut.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Naruto berbicara dengan nada berbisik, menunjukkan dia tak punya niat lain selain membantu gadis malaikat tersebut. Gadis tersebut menggeleng pelan, dan memandang kearah si pemuda tersebut. Merasa didekati oleh orang asing yang sama sekali tidak ada hubungan dengannya membuat gadis tersebut sedikit waspada, terlihat dari sorot matanya yang terlihat menyipit.
"Uzumaki-san. Apa ada yang kau inginkan dariku?"
'Ah dia masih memanggil margaku' Pikir Naruto. Padahal saat dia memperkenal diri dulu sebagai tetangga, dia sudah menyuruh gadis tersebut untuk memanggil namanya saja. Mereka memang pernah bertemu sebelumnya, tapi mereka tetap saja orang asing. Wajar saja gadis tersebut akan terlihat waspada ketika diajak bicara. Dia mungkin tidak ingin berinteraksi dengan seseorang dari lawan jenis, gadis tersebut mungkin mengira si pemuda tersebut punya motif tersembunyi.
"Bukan sesuatu yang penting, Hanya saja aku merasa khawatir melihatmu duduk sendirian di tengah hujan yang lebat begini."
"Begitu kah, tapi terima kasih atas perhatianmu Uzumaki-san. Tapi aku masih ingin tetap di sini. Tolong tinggalkan aku sendiri."
Suara gadis malaikat tersebut terdengar sangat lembut, tidak terlalu keras. Suranya yang samar jelas menunjukkan niatnya untuk tidak meminta seorang pun untuk membantu dirinya.
'Dia jelas sedang menyembunyikan sesuatu' Komen Kurama dari dalam alam bawah sadarnya.
Naruto tau dia sedang menyembunyikan sesuatu, bahkan orang bodoh pun tau gadis di depannya ini sedang berusaha memendam masalahnya tersebut sendirian. Naruto sama sekali tak keberatan dengan hal tersebut, jika mereka terus berbicara, ia mungkin akan dibenci karena mengganggu privasi orang lain.
Namun ia masih tak enak meninggalkan gadis tersebut sendirian di bawah hujan yang deras ini.
"Ambil payung ini, kau tak perlu mengembalikannya. Setidaknya benda ini dapat mencegahmu dari masuk angin."
Akhirnya dinding yang Naruto bangun untuk tidak ikut campur dengan urusan malaikat yang menjadi tetangganya ini runtuh juga. Pada akhirnya ia tetaplah orang yang suka ikut campur.
Gadis tersebut dipaksa menerima payung dari si pemuda tersebut. Sebelum gadis tersebut bisa membalas, si pemuda tersebut sudah lebih dulu berbalik dan berlari membelah hujan yang deras mengguyur seluruh tubuhnya.
Naruto bisa mendengar suara lembut yang menjadi satu dengan suara derasnya hujan. Ia tak terlalu memikirkan hal tersebut, dan dengan cepat melesat pergi dari tempat tersebut. Ia hanya berharap agar tidak masuk angin ketika ia berlari membiarkan tubuhnya basah terguyur air hujan yang deras.
'Memangnya kau bisa sakit?'
'Berisik deh!'
Naruto hanya berharap tak ada yang terjadi di antara mereka, pastinya mereka tak akan bertemu lagi. Itulah yang ada dipikirannya saat Naruto bergegas pulang ke apartemennya.
Scene Break
'Ternyata seorang Uzumaki Naruto bisa terkena masuk angin juga.' Ucap Kurama dengan nada mengejek.
'Berisik kau bola bulu.' Balas sang host dengan nada ketus.
Sejujurnya ia merasa akan pingsan kapan saja sekarang, kondisinya benar-benar tidak bagus. Kepalanya terasa berat, hidungnya tersumbat dan badannya sangat panas. Jika saja Gubernur ubanan itu tak mendadak menghubunginya untuk menjalani misi, ia mungkin tak akan berada di luar sekarang.
"Ahhh…" Wajahnya berkerut saat kedua hidungnya yang tersumbat berusaha menghirup oksigen.
Di samping itu, ia merasa lebih baik karena melihat malaikat yang kemarin ia tolong tampak baik-baik saja dan masih energik seperti biasa. Itu terdengar lucu, ketika kau melihat dirimu sendiri sakit. Tapi ia memang pantas menerima hal ini, bagaimana pun juga ia sudah tidak tidur selama beberapa minggu dan terus-terusan menjalani misi pengintaian yang diberikan oleh Azazel.
'Kurama, bisa bantu aku di sini?'
'Tidak, kau pantas mendapatkan itu.' Balas Kurama singkat. 'Lagipula kau ini bukan robot, memaksa tubuhmu bekerja keras seperti itu pasti akan membuat mu mati cepat atau lambat.' Lanjutnya kemudian.
'Entah kenapa, kau terdengar seperti Ibuku saja.'
'…'
"Yah lebih baik aku segera menyerahkan dokumen ini ke Gubernur sialan itu." Ucapnya entah kepada siapa.
Setelah mengatakan kalimat tersebut pemuda tersebut terlihat menghilang dalam sebuah kilatan kuning dan meninggal tempat tersebut.
Scene Break
"Woah, Naruto sialan. Kau mengagetkan ku saja."
Si pemuda yang dimaksud hanya tersenyum masam ketika ia tiba-tiba muncul disamping Gubernur malaikat jatuh tersebut ketika sedang asik melakukan kegiatan memancingnya.
"Ini yang kau minta." Ucapnya sembari menyerahkan sebuah amplop berwarna coklat berukuran cukup besar kearah Gubernur tersebut.
"Kau tau, seharusnya kau menjadi tangan kanan ku saja. Bahkan anak buahku butuh waktu yang lama untuk mengumpulkan ini semua." Ucapnya sembari menerima amplop yang diserahkan pemuda tersebut.
"Tidak terima kasih." Ucap pemuda tersebut dengan singkat. "Keberatan jika aku ikut duduk di sini sebentar?" Lanjutnya dengan nada bertanya.
"Silahkan, lagipula aku butuh teman mengobrol."
Naruto pun duduk disebelah Azazel setelah diberikan izin oleh Gubernur tersebut. Tidak ada yang memulai percakapan, karena niat Naruto untuk duduk di sana memang bukan untuk memulai pembicaraan, tapi hanya untuk beristirahat.
"…"
"Jadi… apa ada hal menarik yang kau temui selama ini?"
"Sebenarnya aku sudah menyimpan ini sejak lama, tapi kali ini akan mengatakannya." Jeda Naruto sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya. "Kau sengaja memberikan ku apartemen yang bersebelahan dengan malaikat itu kan. Sehingga secara tidak langsung aku bisa mengawasinya juga?" Lanjutnya dengan nada curiga.
"Ayolah Naruto, kapan lagi kau bisa menjadi tetangga dari malaikat paling cantik di Surga." Balasnya sembari menepuk punggung si pemudah tersebut. "Jika aku jadi kau, mungkin sudah kuajak Gabriel untuk berkencan kau tau?" Lanjutnya kemudian dengan nada bercanda.
"Jangankan melihat mu berkencan, ikan saja benci melihat muka mesum mu itu." Balasnya sembari melirik kearah ember yang kosong tersebut.
"Kau salah Naruto, aku bukan mesum, tapi super duper mesum. Hahahaha."
'Dia sangat mirip dia Jiraya, bukankah begitu?'
'Ya. Semua sifatnya sangat mirip dengan Ero-sennin.'
"Lebih baik aku kembali, mengobrol denganmu hanya akan membuatku ikutan tertular kemesuman mu."
Tepat setelah mengatakan salam perpisahan tersebut, dia beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan tempat tersebut. Ia terlalu lelah untuk menggunakan Hiraishin, lagipula ia juga akan singgah ke supermarket untuk membeli beberapa cup ramen serta obat-obatan.
"Hah… Seandainya aku bisa mengajaknya bergabung dengan Grigori, pekerjaan ku mungkin akan lebih mudah."
Scene Break
Keadaan Naruto semakin memburuk. Gejala masuk angin yang dideritanya semakin parah, sepulang dari tempat Azazel ia segera menuju ke apartemennya. Langkah kakinya terasa sangat berat. Meski begitu, ia masih sempat singgah ke supermarket dan berhasil sampai di depan apartemennya.
Ia biasanya tak akan bermasalah dengan efek gravitasi dari menaiki lift, tapi lain lagi sekarang ketika tubuhnya benar-benar sudah kelelahan sekarang. Sungguh sebuah penderitaan baginya.
Lift berhenti di lantai yang ia tuju, dan segera menyeret kedua kakinya menuju kedepan pintu apartemennya. Tepat sebelum ia sampai di depan pintu apartemennya, pemuda tersebut membeku di tempat.
Di depannya ada seorang gadis malaikat dengan rambut pirang pucat sedang berdiri membawa sebuah di tangan kanannya. Penampilannya sangat menggemaskan yang penuh dengan kehidupan tersebut dapat membawa kedamaian bagi siapapun yang melihatnya.
Tapi penampilan tersebut tidak berpengaruh bagi Naruto, karena pemuda tersebut sudah berada di ambang batas kemampuannya, ia tak pernah berpikir akan bertemu lagi dengan gadis ini. Tidak setelah ia memberikan payungnya kemarin.
Padahal ia sudah memberitahu untuk tak mengembalikan payung tersebut, tapi gadis tersebut tetap melakukannya.
"Sudah kubilang kemarin, padahal kau tak perlu mengembalikkannya."
"Aku tau, tapi Ayah mengajarkan ku untuk mengembalikan apa yang telah kupinjam…?"
Kata-kata yang gadis tersebut ucapkan terhenti sejenak, tepat ketika ia melihat wajah si pemuda tersebut.
"Apakah kau sakit?" Tanya gadis tersebut.
"Kau tak perlu khawatir, hanya flu biasa."
Gadis ini muncul pada waktu yang buruk, saat ini tubuh Naruto benar-benar sudah tak dapat mempertahankan dirinya, dia merutuki nasib sialnya itu. Benar apa yang dikatakan Sasuke dulu, bahwa dirinya adalah magnet masalah. Sial seharusnya dia memperhitungkan hal ini.
"Tapi itu karena aku meminjam payung…"
Belum sempat gadis tersebut menyelesaikan kalimatnya, Naruto lebih dahulu mengintrupsinya.
"Memang, tapi itu tidak ada hubungannya dengan keadaanku sekarang."
"Itu benar, jika kau tak memberikan payungmu padaku."
Sial, Naruto tak tahu jika gadis ini benar-benar keras kepala. Ia bingung harus mengatakan apa lagi. Jika ia berdebat lebih lama lagi, ia benar-benar akan pingsan di depan gadis ini dan itu adalah hal terakhir yang ia harapkan.
"Cukup, kau tak perlu memperpanjang masalah ini. Sampai jumpa."
Ia dengan cepat melewati gadis tersebut sambil membawa belanjaannya. Merogoh saku jaket yang ia kenakan, ia kemudian memasukkannya ke lubang kunci dan memutar kunci tersebut. Tepat setelah ia akan melangkah masuk ke dalam apartemennya, tubuhnya sudah tak dapat lagi ia kendalikan.
Ia tersandung dan siap mendarat di lantai apartemennya yang dingin tersebut. Sial, pikirnya, itu pasti akan menyakitkan. Tapi pikiran tersebut tiba-tiba menghilang karena ada sebuah lengan yang membantunya berdiri agar tak terjatuh menghantam lantai tersebut.
"Aku benar-benar tak bisa meninggalkan mu sekarang Uzumaki-san."
Suara lembut itu masuk ke dalam indra pendengarannya. Ia sudah tak peduli lagi apapun yang ingin dilakukan gadis tersebut, yang ia inginkan sekarang hanyalah pergi ke kamarnya dan tidur.
"Aku akan masuk, tolong maafkan aku."
Tepat setelah ia mengatakan itu, gadis tersebut masuk ke dalam apartemen Naruto dan membawa pemuda tersebut ke kamarnya, tak lupa juga mengambil kantong belanjaan yang dibawanya tadi.
Gabriel tak akan kesulitan menemukan kamar Naruto, karena pada dasarnya, desain apartemennya sama persis dengan yang Gabriel tempati, jadi ia pasti tak akan kesulitan menemukannya.
Gabriel terlihat kesulitan membawa Naruto ke dalam kamarnya, karena memang apartemen yang Naruto tempati ini benar-benar tak terawat, ada banyak sampah berserakan di ruang tamunya. Kantong sampah menumpuk di pintu depan apartemennya, dan baju kotor berserakan di lantai.
Ruang tamu hingga kamar tidurnya sangatlah berantakan. Tak perlu ditanya kenapa, Naruto terlalu malas untuk melakukan hal yang namanya bersih-bersih karena tuntutan pekerjaan. Entah kenapa ia malah menjadi seperti budak korporat begini.
Bibir cerah Gabriel menghela nafas setelah ia berhasil membawa pemuda tersebut kedalam kamar tidurnya.
"Aku akan pergi sebentar, sebaiknya kau mengganti bajumu agar kau dapat tidur dengan nyaman, seharusnya hal itu tidak susah, 'kan?"
"Tunggu… Kau akan kembali lagi?"
"Aku mungkin berbohong jika aku tidak kembali kesini, lagipula aku tak akan bisa tertidur dengan nyenyak jika meninggalkan mu dalam keadaan sakit begini sendirian."
Begitu Gabriel berjalan meninggalkan kamarnya, Naruto hanya menuruti permintaan malaikat tersebut. Ia melepas pakaiannya dan menggantinya dengan pakaian yang lebih nyaman. Tepat sebelum ia melakukan hal tersebut, ia dapat mendengar gumaman gadis tersebut. "Tempat ini sangat berantakan, bagaimana ia bisa hidup dengan keadaan seperti ini."
Naruto hanya bisa tersenyum masam mendengarkan isi hati dari gadis malaikat tersebut. Ibunya pasti akan memarahinya juga jika ia melihat keadaannya saat ini.
[…]
[…]
[…]
[…]
[…]
To Be Continued
AN: Halo semua, seperti biasa kuucapkan terima kasih banyak karena sudah mampir kemari. Tak banyak yang ingin kusampaikan di sini. Seperti yang kalian tau cerita ini terinspirasi dari mana, bisa kalian lihat dari judulnya hahahah XD. Sebenarnya cerita ini sudah lama berapa di laptopku dan belum sempat ku publish, daripada semakin lama diam, lebih baik ku publish saja dan semoga kalian suka dengan cerita ini. Kuharap kalian mau meluangkan sedikit waktu untuk mereview cerita ini sebagai timbal balik serta acuan author jika terdapat kesalahan agar dapat menjadi lebih baik lagi. Kuharap aku bisa menyelesaikan cerita ini sebelum animenya tayang XD
