Dalam perjalanan menuju tempat yang dituju, tidak ada satu pun percakapan yang keluar dari mulut masing masing. Nagisa terlalu tenggelam dalam pikirannya sendiri hingga melupakan keberadaaan temannya dan Isogai yang menyadari keanehan dari teman birunya hanya menatap Nagisa diam.
Hutan pada sore hari hanya mendapat sedikit penerangan dan dengan tanah yang tidak rata, tidak aneh jika seseorang jatuh jika tidak berhati hati. Namun, hal itu tidak berpengaruh pada mantan murid 3-E. Bagi mereka hutan pada gunung ini hanya tampak seperti halaman belakang rumah mereka. Jadi Nagisa dan Isogai masih dapat berlari(atau bahkan meloncat/menggelantung dari pohon ke pohon) dengan mudahnya dalam hutan.
"Sa."
"...Nagisa."
"Nagisa!!"
Panggilan keras Isogai membuyarkan pikiran Nagisa. Nagisa menghentikan langkahnya lalu menoleh kearah Isogai yang sedang menunjuk kearah bebatuan yang dipenuhi dengan tumbuhan.
"Bukankah itu yang kita cari?"
Nagisa mengangguk pelan. "u-un."
Nagisa membalikkan badannya berjalan menuju tumbuhan yang disebutkan Isogai. Keduanya mulai mengambil tumbuhan tumbuhan itu dan memasukannya ke dalam plastik. Di sela sela pekerjaan mereka, Isogai melirik kearah Nagisa.
"Hei Nagisa. Apa kau sedang ada masalah?"
"Huh?" Nagisa mengerjapkan mata. Tanpa sadar terlarut dalam pikirannya lagi.
"Bukan 'huh?' Kau pikir aku tidak akan sadar dengan sikapmu dari tadi?" Nagisa menoleh kearah Isogai yang masih sibuk mengumpulkan tanaman ke dalam plastik.
"Sekolah, kah? Asthmamu? Ah, atau tentang Karma?"
Jleb
"Apakah kalian sudah pada tahap 'itu'? Kalo ini tentang percintaan mungkin aku tidak dapat banyak membantu, tapi setidaknya aku ada untuk mendengarkan." Kali ini Isogai berbicara dengan menatap Nagisa. Senyum ikemennya terpampang menggoda seperti biasanya.
"B- bukan!"
"Aku salah ya?"
"Aku dan.. Karma.. mana mungkin kan? Haha.. kami malah lebih seperti sahabat.. lagipula ada Okuda-san.."
Isogai memasang raut heran. "Apa mereka pacaran? Kok aneh ya, kukira kau dan Karma akan jadian pada waktunya.."
Nagisa tertegun. A- apa aku dan Karma terlihat seperti itu..?
"Tidak, mereka tidak.. tapi kurasa Okuda-san ada rasa dengan Karma. Dan- aku dan Karma hanya benar benar sebatas sahabat.. aku juga tidak terlalu mengerti tentang cinta dan semacamnya.." Nagisa menundukkan kepalanya, entah kenapa kenyataan yang dia ucapkan sendiri membuat dadanya berat.
Isogai berhumming sejenak lalu menelengkan kepalanya untuk bertemu dengan wajah Nagisa. "Kalau begitu mau mencobanya denganku? Aku akan memperlakukanmu dengan baik."
Pernyataan Isogai mendapatkan kekehan dari Nagisa. "Aku tidak meragukan 'service'mu tapi kurasa kau terlalu lama berinteraksi dengan Maehara-kun, Isogai-kun. Aku dapat melihat Maehara-kun dalam aksimu, haha.."
"Ah, kau sadar? Yah terlepas dari itu, ku pikir kau perlu beberapa pelepasan, Nagisa. Menahan diri itu tidak baik. Entah itu amarah, rasa sedih atau rasa penasaran, sebaiknya kau luapkan saja semuanya. Kau punya banyak teman untuk hal itu."
Entah kenapa sosok Isogai yang sedang mencabuti tanaman terlihat sangat keren bagi Nagisa. Nagisa sekali lagi kagum dengan ke ikemenan mantan ketua kelasnya.
"Hehe.. terima kasih, Isogai-kun. Mendengar itu saja sudah cukup. ...Hanya saja, ada sesuatu yang aku sadari kalau aku sedikit menginginkannya. Tapi sesuatu itu juga sangat diinginkan oleh orang lain. Keinginan orang itu lebih kuat dari keinginanku jadi kupikir tidak apa apa untuk menyerah saja. Lagipula jika dilihat dari tingkat kecocokannya, orang itu lebih berhak dariku."
Isogai menatap diam Nagisa yang akan tenggelam dalam pikirannya lagi. Isogai merasa kalau dia sedikit mengerti apa yang dimaksud oleh gadis itu. Dalam hati ia menghela nafas akan kebimbangan gadis di depannya.
"Nagisa, kau mungkin berpikir kalau rasa keinginanmu tidak sekuat itu tapi fakta bahwa kau terus memikirkannya bahkan sampai mengganggu keseharianmu saja, bukankah itu sudah cukup untuk kau sadari kalau keinginanmu tidak 'sekecil' itu?"
Nagisa mengangkat wajahnya, matanya membulat menatap Isogai yang juga menatap lurus kearahnya.
"T- tidak, itu tidak benar! ...Ah, maaf.."
Isogai menggelengkan kepalanya, ''tidak apa. Huft- Nagisa, bukan berarti kau akan melupakannya begitu saja dengan melarikan diri. Kau harus berusaha mendapatkan apa yang kau inginkan. Lagipula, apa kau sudah tau apa yang 'sesuatu' itu inginkan?"
Nagisa dapat merasakan sesak di dadanya. Ia tidak ingin 'rasa keinginan' itu semakin membesar. Karena apa yang paling dia hargai diatas semua ini adalah pertemanan. Ia juga ingin kebahagiaan temannya, itu yang sangat ia yakini.
"Tidak.. aku tidak tau akan hal itu.."
Isogai tersenyum lembut dan melepaskan salah satu sarung tangannya. Ia menepuk pelan kepala Nagisa. "Tidak apa apa, Nagisa. Cukup pelan pelan saja. Tidak perlu mengambil keputusan terlalu cepat. Kita masih murid baru di sma. Rasa takut itu wajar, apalagi waktu mengenal cinta."
"un.. Eh? T- tunggu itu!" Nagisa menatap kaget Isogai yang mengedipkan sebelah mata kepadanya. Nagisa kembali menundukkan kepalanya, ia dapat merasakan pipinya sedikit memanas. Isogai tau.
"Te- terima kasi- hatchi! Cough! Cough!" Setelah bersin, rasa gatal tiba tiba menyerbu tenggorokan Nagisa. Isogai yang kelabakan mengira asthma Nagisa kambuh segera menggosok pelan punggung Nagisa.
"Nagisa!?"
Batuk Nagisa segera mereda, namun kali ini dada Nagisa mulai terasa memberat. "Aku tidak apa apa.. tapi dadaku terasa agak.. berat.."
Isogai langsung beralih mengambil ponselnya. "Ritsu!"
"Iya! Isogai-kun!" Layar hp Isogai menampilkan gadis cantik berambut ungu dengan mata merah.
"Tolong panggilkan Koro sense-"
"Jangan!" Isogai menoleh kearah Nagisa yang memotong perkataannya.
"I-itu.. Karma pasti masih berada di kelas, dan kalau dia tau dia pasti akan ikut datang kesini.." Nagisa masih belum siap bertemu dengan pemuda merah tersebut. Isogai menghela nafas.
"Karma sekali. Ritsu, bisa kau minta Koro-sensei untuk membawakan tas kami ke halaman kelas?"
"Iya!" Gadis virtual itu langsung menghilang dari layar.
"Yosh,"
Isogai segera mengangguk lalu mengangkat tubuh Nagisa dengan gaya bridal style. Nagisa menjerit kaget. "I-Isogai-kun??"
"Aku akan membawamu kembali. Lagipula tanaman yang tadi kita kumpulkan sudah lebih dari cukup. Hari juga sudah semakin gelap jadi kita tidak bisa lama lama di sini, Nagisa." Isogai mulai berlari dengan menggendong Nagisa dan kedua tangan memegang masing masing plastik yang berisi tanaman.
Untuk ukuran anak sma biasa, seharusnya sulit untuk berlari sambil menggendong seseorang meskipun gadis seperti Nagisa. Tapi karena berkat pelatihan selama kelas 3-E dan olahraga rutin, Isogai tidak memperlihatkan kesulitan sedikitpun.
Dalam perjalanan, Isogai sesekali menanyakan keadaan Nagisa yang Nagisa balas sejujur mungkin. Dan sampailah mereka di halaman kelas 3-E. Mereka dapat melihat Koro sensei serta Karma dan Okuda yang membawa tas mereka.
"Nyunya!? Ada apa Nagisa-san!? Di mana yang sakit!?" Koro sensei segera merebahkan Nagisa menggunakan beberapa tentakelnya sebagai penopang tubuh Nagisa. Nagisa terkekeh pelan.
"Tidak apa.. sensei.. um, botol.. oksi-" Belum Nagisa menyelesaikan kalimatnya, Karma langsung memasangkan botol oksigen ke hidung Nagisa. Nagisa dapat melihat kekhawatiran di mata emas itu.
"Isogai, apa yang terjadi?" Karma mengalihkan pandangannya kearah Isogai dengan tatapan tajam. Nagisa yang tidak ingin Karma menyalahkan Isogai sedikit menarit lengan baju Karma dengan lemas. Karma melirik Nagisa yang menggelengkan kepalanya lemas lalu menghela nafas.
Isogai hanya tersenyum maklum akan sikap Karma. "Tentang itu, awalnya Nagisa tidak apa apa bahkan setelah berlari dalam hutan. Tapi saat kami hampir selesai dengan mengumpulkan tanaman, Nagisa tiba tiba bersin dan batuk batuk. Dan setelah batuknya mereda, Nagisa merasa sedikit sesak di dada. Jadilah aku menggendongnya pulang."
Okuda yang dari tadi diam membuka suaranya. "A- apakah kau ada alergi, Nagisa-san?"
Nagisa langsung menggelengkan kepalanya. Dia tidak ingat pernah bersin atau gatal pada suatu benda secara spesifik. Setelah beberapa lama pernafasan Nagisa kembali normal lalu Nagisa melepas botol oksigen dari wajahnya.
"Aku tidak apa apa, aku pasti secara tidak sadar menghirup debu. Maaf sudah mengkhawatirkan kalian." Nagisa tersenyum tidak enak lalu mengambil tasnya dan memasukan botol oksigennya.
"Tentu saja tidak, Nagisa-san. Yang terpenting kau baik baik saja." Koro sensei menepuk kepala Nagisa sembari memeriksa denyut jantung Nagisa yang normal.
"I-itu benar, Nagisa-san!" Okuda ikut menimpali perkataan gurunya.
"Apa kau benar benar sudah baik baik saja? Mau kuantar pulang?" Tawar Isogai.
Sebelum Nagisa dapat menjawab, tas Nagisa langsung direbut oleh Karma. "Tidak, aku saja."
Nagisa menatap Karma kaget lalu menundukkan kepalanya, Ia tidak ingin melihat reaksi dari gadis berkacamata. "Tidak, tapi Okuda-san..."
"Isogai, bisa kau antar Okuda-chan? Okuda-chan juga, maaf tapi biarkan aku mengantar Nagisa." Tidak ada nada jahil dalam perkataan Karma. Orang yang belum mengenal jelas Karma mungkin akan mengira kalau Karma sedang marah, tapi Nagisa tau kalau pemuda merah ini hanya sangat khawatir tentangnya.
"Karma-kun, tolong ya."
Karma menoleh kearah gurunya lalu tersenyum santai. "Iya, sensei sekarang harus pergi ke afrika, kan? Murid sensei menunggu di sana."
Koro sensei mengangguk kecil. Setelah murid muridnya lulus dan melanjutkan ke jenjang selanjutnya, Koro sensei menjadi guru sukarelawan bagi anak anak di beberapa negara. Meski Koro sensei bisa mengantar Nagisa dengan sekejap mata, ia setidaknya peka dengan masalah duo murid berbakatnya- atau lebih tepatnya murid birunya. Kalau bukan sekarang, ia merasa kalau Nagisa akan terus menghindar dari Karma.
"Ayo, Nagisa." Karma menyelipkan tangan kanannya di bawah lutut Nagisa dan tangan kiri di punggung Nagisa. Nagisa yang familiar dengan posisi ini sontak menghentikan pergerakan Karma.
"T-tunggu!''
Karma melirik wajah Nagisa yang menatapnya panik. Semburat merah dapat dilihat di pipi putihnya. "Apa Nagisa? Aku tidak akan menerima penolakan."
Nagisa sendiri sangat tau kalau apapun yang ia katakan untuk menolak Karma tidak akan berpengaruh. "Bukan itu.. J-jangan seperti ini, tolong gendong aku dari belakang.."
Wajah Karma terlalu dekat sehingga Nagisa tidak punya pilihan lain selain menundukkan kepalanya. Sungguh, disaat seperti ini Nagisa ingin meminjam kemampuan poker face sepupu jauhnya.
Karma yang belum menyadari alasan tingkah laku Nagisa mendesah pasrah. Ia membalikkan badannya menawarkan punggungnya kearah Nagisa. "Baiklah."
Nagisa mau tak mau harus bersandar pada punggung lebar Karma. Setelah Karma yakin dengan posisi Nagisa yang sudah stabil, Karma pamit dengan guru dan dua temannya.
"Kalau begitu sensei, aku dan Nagisa pamit dulu."
"Sampai jumpa, Koro sensei."
"Iya, hati hati di jalan kalian berdua.'' Koro sensei melambaikan tentakelnya pada dua murid merah birunya.
"Isogai-kun, terima kasih. Tolong hati hati di jalan, Okuda-san juga." Nagisa menoleh kearah dua temannya yang berambut hitam. Sebisa mungkin Nagisa menghindari kontak mata dengan Okuda. Isogai membalas Nagisa dengan lambaian tangan dan Okuda menganggukan kepalanya dengan kikuk.
"Dah, kalian berdua." Ucap Karma lalu berjalan menjauh.
XxX
Saat ini jam 7 malam dan matahari sudah terbenam sepenuhnya. Karma berjalan dengan santai tanpa berkata sepatah kata pun sejak perpisahan dengan guru dan teman temannya. Nagisa sendiri merasa canggung disetiap detiknya dan dalam hati bersyukur bahwa ia tidak perlu bertatap muka dengan Karma sepanjang perjalanan. Otak Nagisa selama perjalanan pulang ini hanya terisi dengan sikap Karma yang diam dan punggung Karma yang entah kenapa terasa panas.
Di sela sela pemikiran itu, Karma akhirnya membuka mulutnya.
"Hei Nagisa, apa kau marah denganku?"
Nagisa yang terbuyarkan lamunannya tanpa aba aba, membalas seperti idiot. "H- huh?"
Barulah beberapa detik kemudian Nagisa menyadari apa maksud Karma dan itu membuat Nagisa sedikit merasa bersalah. Karena dia sendiri sadar bahwa selama ini ia selalu menghindar dari si pemuda. Nagisa menggelengkan kepalanya dan segera sadar bahwa si pemuda tidak dapat melihat wajahnya.
"Tidak, kenapa juga aku marah padamu.."
"Lalu kenapa kau menghindar?''
Nagisa sedikit menggigit bibir bawahnya tanpa sadar. Apa yang harus ku jawab?
"Aku tidak menghindar, aku hanya sedikit sibuk awal masuk sekolah ini.."
Karma menghela nafas membuat tubuh Nagisa menegang. "Jangan anggap aku bodoh, Nagisa. Kau pikir aku tidak tau jadwalmu? Aku bisa mendapatkan info dengan mudah dari teman-temanmu."
"...Tunggu, jadi kau benar benar mengancam teman temanku?'' Nagisa menatap tidak percaya Karma.
"Iya, berkat gadis yang tidak jujur di punggungku. Aku jadi harus memakai seediikitt tenaga untuk itu."
Kali ini Nagisa menatap dengan horror. Entah apa yang pemuda ini lakukan pada teman sekolahnya. Apakah itu siksaan level satu? Atau dua? Atau bahkan lima? Nagisa sontak berdoa dan meminta maaf dalam hati untuk keselamatan teman teman barunya.
"...Bukannya aku marah padamu, Karma. Hanya saja masalahnya ada padaku. Kau tidak melakukan hal yang salah."
"..."
...tunggu, bukankah mengancam teman temannya itu hal yang salah? Ehem apapun itu, untuk hal tentang perasaan Nagisa, Karma tidak ada salah dalam hal itu. Dan juga, bukan berarti Karma yang menginginkan Nagisa untuk jatuh padanya.
"Jika kau memberiku sedikit waktu, semuanya pasti akan kembali seperti biasany-"
"Tidak."
Nagisa mengerjap bingung, ''Huh?"
Karma menghentikan langkahnya lalu menoleh ke belakang punggungnya. Nagisa dapat melihat rasa jengkel dalam ekspresi Karma.
"Jika maksudmu memberimu waktu seperti untuk tidak bertemu atau berinteraksi denganmu sementara waktu maka jawabanku tidak, Nagisa. Kau pikir aku sudah menunggu berapa lama? Ini sudah hampir dua bulan. Aku sudah mencapai batasku."
Nagisa mengalihkan pandangannya dari Karma. Tentu saja ia ingin menghabiskan hari hari seperti dulu dengan Karma. Tapi semenjak Nagisa sadar akan perasaan kecilnya semua rutinitas itu jadi semakin membuatnya tidak nyaman. Apalagi setelah menyadari orang lain yang juga memiliki perasaan yang sama dengannya.
Nagisa juga ingat pernah mendengar dari sugino setelah pulang dari karya wisata ke kyoto bahwa Karma tertarik dengan Okuda. Jadi bukankah sudah sepatutnya mereka berdua bersama sama? Maka dari itu Nagisa perlahan menjauh dari Karma karena ia sendiri sadar kalau ia tetap di dekat pemuda merah ini, semuanya hanya akan jadi berantakan.
Tidak mendapat respon dari lawan bicaranya, Karma mendengus kesal. "Jika kau ingin menyelesaikan masalahmu maka selesaikan denganku."
Nagisa melebarkan matanya. Jadi kau menyuruhku untuk menyatakan perasaanku padamu?
"..Kau kejam, Karma.." gumam Nagisa kecil tapi masih bisa ditangkap oleh Karma.
"Haa?? Jelas jelas kau yang menghindariku tanpa sebab, Nagisa. Jika ada sesuatu yang membuatmu tidak nyaman, katakan padaku. Akan ku perbaiki apapun itu. Jadi biarkan aku melihatmu, Nagisa. Bicaralah denganku. Bukan dari teks di hp tapi dari bicaralah secara langsung padaku.."
Nagisa kehilangan kata kata. Ia tidak tau kalau keberadaaannya sangat berarti untuk Karma. Jika seperti ini mana mungkin Nagisa bisa menghindari Karma setelah ini. Nagisa diam diam tersenyum sendu. Kalau sudah seperti ini, mau bagaimana lagi. Mungkin jika terlalu sering menerima rasa sakit siapa tau Nagisa bisa menjadi kebal akan rasa sakit itu, kan?
Nagisa menghela nafas pasrah. Ia menyandarkan kepalanya ke bahu kiri Karma. Karma sedikit tergelitik dengan helai rambut Nagisa, namun aroma manis Nagisa membuat Karma lupa untuk berkomentar.
"Baiklah. Aku menyerah. Aku tidak akan menghindari Karma lagi."
Karma dapat merasakan nafas lembut Nagisa. Ia tersenyum senang akan respon Nagisa. Karma menelengkan kepalanya hingga menyentuh kepala Nagisa dengan lembut.
"Bagus."
Karma melanjutkan langkahnya menuju apartemen Nagisa. Suasana hatinya membaik sehingga sesekali ia berhumming. Nagisa disisi lain tenggelam dalam pikirannya. Aroma manis bercampur mint memenuhi pikiran Nagisa. Untuk sesaat Berharap bahwa Nagisa ingin mencium aroma ini bahkan dimasa depan.
Perjalanan kembali hening tetapi dengan suasana hati dua remaja yang berbeda dari awalnya. Kali ini kecanggungan tidak dirasakan dua remaja tersebut.
Yah, setidaknya aku akan menjadi sahabat untuk Karma..
Halooo ini dia chapter tiganya/ Maaf ya kalau ada salah kata atau kalimat aneh~
