Otonari no Tenshi-sama

Disclaimer: Masashi Kishimoto, Ichiei Ishibumi

Rated: T

Genre: Slice of Life, Romance.

Peringatan keras! Serius deh! Multi-Chap, OOC, EYD Hancur, Typo(s)

Enjoy.

[…]

[…]

[…]

[…]

Chapter 9 - Gosip.


Libur musim panas telah berakhir.

Para siswa terlihat mulai kembali ke sekolah untuk mengikuti pembelajaran setelah liburan musim panas mereka berakhir. Beberapa dari mereka ada yang dengan antusias bercerita tentang bagaimana mereka menghabiskan liburan musim panas.

Semua orang menghabiskan liburan musim panas seperti yang mereka inginkan, tidak ada perubahan drastis yang terjadi menurut pandangan Gabriel. Setidaknya ia harus membuang semua pemikiran itu ketika ia akan masuk ke dalam kelas.

"Hei, kudengar Gabriel-sensei punya pacar."

"Hehh, dari mana kau mendengarnya?"

Beberapa gadis mulai berkerumun bersama, sedang bergosip, membicarakan sebuah topik yang sedang hangat sekarang. Gabriel yang mendengar itu dari balik pintu terdiam dan memilih mendengarkan apa yang akan mereka katakan selanjutnya.

"Temanku dari kelas sebelah melihatnya kemarin di festival, ia terlihat tengah bergandengan tangan dengan seseorang."

"Itu wajar saja sih, bagaimanapun juga Gabriel-sensei itu cantik. Aku bahkan ragu jika ia tak memiliki pacar."

"Tapi pacarnya juga sangat tampan. Katanya, pacar Gabriel-sensei itu orang Eropa."

Entah kenapa ketika mendengar hal tersebut ia merasa hatinya sedang dicubit oleh seseorang. Apakah ia cemburu?

BRAKK*

Tanpa sadar malaikat itu menggeser pintu dengan kasar dan berjalan masuk dengan langkah terburu-buru menuju ke dalam kelas. Hal tersebut tentu saja mengejutkan murid-muridnya yang tengah asik mengobrol. Aksinya tersebut sukses membuat semua muridnya berlarian kembali ke tempat duduk mereka masing-masing.

"Selamat pagi semua."

""Se-selamat pagi, sensei.""

[…]

"Kau kenapa?"

Saat ini Naruto tengah asik menikmati keripik kentang sembari menonton televisi di ruang tamu miliknya. Sejak gadis itu tiba di apartemennya, raut wajahnya masih tak berubah, entah apa yang ada di pikiran gadis tersebut hingga ia memasang wajah tegang sejak tiba tadi.

Sebenarnya ia sudah sangat lapar sekarang, tapi ia tak akan bisa menikmati makan malamnya dengan suasana yang berat seperti ini, jadi ia menyuruh gadis itu untuk duduk di sampingnya.

Sejujurnya Gabriel merasa terganggu dengan pembicaraan murid-muridnya tadi pagi, walau ia tahu jika menguping itu bukanlah kegiatan yang sopan, tapi ia tetap melakukannya.

Tampaknya Naruto tak sadar dengan rumor yang menyebar, lagi pula tak mungkin juga ia mengetahuinya jika Gabriel tak memberi tahu dirinya. Tapi tetap saja ia merasa kesal karena ada yang membicarakan pemuda ini di belakangnya.

Jadi pada hari ini ia terlihat sangat berbeda dari dirinya yang biasanya.

"Jika terlalu berat, kau tak perlu menceritakannya." Ucap Naruto kembali karena tak kunjung mendapatkan balasan dari gadis ini. "Apa kita perlu memesan makanan untuk malam ini?"

"Tidak. Kau tak perlu melakukan itu." Balasnya sembari menuju ke arah dapur.

Naruto merasa sedikit khawatir sekarang, jadi ia memutuskan untuk berjaga-jaga dan memesan makanan tanpa sepengetahuan Gabriel, sembari mengawasi gadis tersebut dari ruang tamu.

"Ahhh!"

Benar saja, firasatnya tadi menjadi kenyataan. Ia kemudian segera berlari ke arah dapur tanpa pikir panjang.

"Kau baik-baik saja?" Pemuda itu bertanya dengan nada khawatir

"Iya, aku baik-baik saja. Maafkan aku karena membuatmu khawatir."

Gabriel berniat melanjutkan kegiatan memasaknya sebelum tangannya dihentikan oleh pemuda itu.

"Sebaiknya kau duduk dan tenangkan dirimu, biar aku yang membersihkan semua ini."

"Ta-tapi…"

"Tak apa, duduklah. Kau tak perlu memaksakan dirimu untuk memasak malam ini."

Ia tak membalas dan memilih untuk mengikuti saran dari pemuda tersebut.

'Menurutmu apa yang sedang terjadi di sini?'

'Gadis itu melamun, sehingga masakannya menjadi gosong.'

'Kalau itu aku juga tahu, Kurama.'

'Lalu, kenapa tidak kau tanyakan langsung kepada orangnya?'

'Sudah kulakukan dari tadi sialan!'

'Kenapa tidak kau lakukan lagi?'

'Hahhh, berdebat denganmu tak ada habisnya memang.'

Kurama hanya menyeringai sebagai balasan.

[…]

"Hahh…" Gabriel menghela nafas lelah.

Sejujurnya ia merasa bingung sekarang. Ia memang sering mendengar orang lain membicarakan dirinya, tapi ini semua berbeda ketika menyangkut pemuda itu. Entah kenapa, hatinya seperti merasa tak rela.

Apakah ia cemburu?

Tidak, tidak. Seharusnya seorang malaikat seperti dirinya tak boleh merasakan perasaan seperti ini, tapi ia juga tak bisa melupakan kejadian tadi pagi dengan begitu mudahnya.

"Silahkan." Ujar singkat pemuda tersebut, sembari menyerahkan secangkir teh herbal kepadanya.

"Teh?"

"Teh herbal lebih tepatnya. Itu terbuat dari bunga chamomile. Setidaknya itu bisa merilekskan pikiranmu."

Gabriel memilih untuk tak banyak bertanya dan meminum teh tersebut.

Menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan yang mudah. Di sekolah ia juga sering melakukan konseling jika ada murid ataupun rekan kerjanya yang memiliki masalah. Tapi cara yang ia lakukan ketika memberikan saran kepada mereka sangatlah berbeda dengan yang dilakukan pemuda ini.

Pemuda ini tak memaksakan kehendak miliknya ketika berbicara dengan seseorang, ia lebih memilih untuk menenangkan lawan bicaranya, ketimbang memaksa mereka untuk berbicara, dan karena itulah ia merasa nyaman ketika berada di dekatnya.

Ia merasa sangat egois sekarang, ketika ada orang yang membicarakan pemuda ini, ia merasa cemburu. Tapi di satu sisi, ia juga tak rela jika Naruto memberikan perhatiannya kepada orang lain.

Ia tau hal ini memang memalukan untuk diungkapkan, tapi ia tetap akan bercerita pada Naruto tentang masalahnya hari ini. Lagi pula ia merasa bersalah jika terus-menerus menyimpan ini sendirian.

"Aa-ano… Naru-"

DING-DONG*

"Permisi!" Ucap seseorang dari balik pintu apartemennya

"Tunggu di sini." Ucap Naruto sembari beranjak dari tempat duduknya dan hanya dibalas anggukan oleh gadis itu.

Tak berselang lama, pemuda itu datang dari arah pintu masuk sembari membawa sesuatu ke arah ruang tamu.

"Kau tak akan bisa berpikir dengan jernih jika perutmu kosong, jadi makanlah."

Sejujurnya itu hanyalah bualan Naruto semata, yang sebenarnya lapar adalah dirinya sendiri.

Makan malam yang ia pesan adalah pizza dengan dua rasa berbeda di dalamnya. Naruto yang melihat Gabriel kesulitan dalam menentukan rasa yang harus ia pilih hanya bisa tertawa dalam hatinya.

'Sifat polosnya itu memang benar-benar sebuah anugerah.'

Gabriel kemudian mengambil pizza tersebut dan mengunyahnya dengan gigitan kecil, sepertinya ia terlihat sedikit kesulitan. Dia memegangnya menggunakan kedua tangan miliknya dan terlihat panik ketika untaian keju mozzarella tersebut terlihat membentang tak mau putus.

Biasanya gadis ini akan terlihat begitu dewasa dan berperilaku begitu anggun, tapi saat ini ia terlihat seperti gadis sekolah menengah yang tengah malu-malu.

Tanpa sadar, tangan miliknya bergerak ke arah Gabriel, berusaha untuk mengelus kepala milik gadis tersebut.

'Sepertinya ia tak menyadarinya.'

"Kenapa kau berhenti?"

"Maaf, kukira kau tak menyukainya, jadi aku menghentikannya."

"Aku akan marah jika orang lain yang melakukan itu padaku."

Entah kenapa, Gadis ini terlihat memiliki dua kepribadian berbeda. Ketika berada di luar ia akan menjadi Gabriel yang anggun dan dewasa, yang menurut Naruto sangat sulit untuk diraih. Sangat berbeda dengan Gabriel yang sedang bersamanya sekarang, yang terlihat begitu polos.

"Maaf sebelumnya, tapi kau terlihat begitu lucu dengan wajah marahmu." Ujar pemuda tersebut sembari menyeka air matanya miliknya karena menahan tawa ketika melihat wajah gadis itu.

"Tolong jangan menatapku sekarang." Balasnya sembari memalingkan wajahnya ke arah lain. "Apakah kau pernah merasa kesulitan ketika berbicara denganku?"

"Aku lebih terbiasa dengan dirimu yang seperti ini dibanding dengan dirimu ketika berada di luar."

Sebenarnya interaksi mereka berdua di luar apartemen sangatlah sedikit, jadi Naruto hanya menilai Gabriel dari sudut pandang orang lain ketika ia berinteraksi dengan para muridnya ataupun sesama rekan kerjanya.

Ini mungkin adalah sosok asli dari Gabriel yang sesungguhnya, yang begitu polos, suka ikut campur urusan orang lain, dan rasa ingin tau yang begitu besar. Sedangkan Gabriel yang sering ia lihat adalah sosok lain yang ia gunakan ketika bertemu dengan orang lain.

"Jika aku boleh jujur, dirimu yang sekarang jauh lebih mudah untuk diraih dibandingkan dengan dirimu saat pertama kita bertemu." Jelas Naruto dengan panjang lebar. "Jika aku boleh tau, kenapa kau bertanya hal seperti itu kepada orang asing sepertiku?"

"Kau bukan orang asing, Naruto-kun!" Balas Gabriel menunjukkan wajah tak suka.

Naruto refleks langsung menoleh ke arah gadis tersebut, ketika ia mendengar pernyataan tegas milik Gabriel. Gadis itu terlihat marah ketika Naruto mengatakan hal tersebut.

"Kau terlalu merendahkan dirimu sendiri, Naruto-kun. Kau adalah orang yang luar biasa. Lagi pula, jika kau adalah orang asing, mana mungkin aku akan datang ke apartemen milikmu setiap malam hanya untuk memasak makan malam."

Naruto tak mampu lagi untuk berkata-kata, gadis ini mengalahkannya.

"Jadi tolong… jangan merendahkan dirimu lagi."

"B-baik."

Naruto merasa bodoh sekarang, seharusnya ia yang menghibur gadis ini. Kenapa malah dirinya yang dihibur olehnya.

"Entah kenapa aku merasa seperti orang bodoh. Tadinya aku ingin menghiburmu, karena kau terlihat murung, tapi kenapa malah aku yang dihibur."

Ah, itu mengingatkan Gabriel tentang niat awalnya tadi.

"Maukah kau berjanji, jika kau tak akan tertawa ketika mendengar ceritaku?"

Naruto tak seketika membalas ucapan Gabriel, ia mengarahkan jari kelingking miliknya sebagai bukti dari ucapannya

"Siapapun yang melanggar, harus menelan seribu jarum."

Gabriel kemudian menautkan kelingkingnya dengan pemuda tersebut. Ia percaya bahwa Naruto tak akan mengingkari janji miliknya.

[…]

[…]

[…]

[…]

[…]

[…]

[…]

[…]

[…]

[…]

To Be Continued


AN: Halo semua, sebelumnya saya mau minta maaf karena updatenya agak lama, dan juga jika saya minta maaf jika chapter ini kurang memuaskan karena kurang panjang, karena kemampuan saya hanya sampai disini. Jika saya paksakan takutnya akan merusak alurnya hahaha XD. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kalian semua karena sudah mendukung cerita ini sampai sekarang, semua masukan serta saran kalian benar-benar membantu saya dalam menulis cerita ini, terima kasih banyak. Sampai jumpa lagi di chapter depan, tetap jaga kesehatan kalian. Jaa ne~


[…]

[…]

[…]

[…]

[…]

[…]

[…]

[…]

[…]

[…]

[…]

[…]

[…]

[…]

[…]

'Selamat untukmu gaki. Kau sudah berhasil membuat malaikat ini jatuh hati kepadamu.'

'Hei! Jangan menarik kesimpulan secepat itu, bola bulu.'

Setelah Gabriel menjelaskan panjang lebar tentang kejadian pagi ini, Naruto jadi mengerti kenapa gadis ini terlihat begitu murung. Sejujurnya ia tak akan menyalahkan perasaan yang dimiliki gadis ini, lagi pula ia tak memiliki hak untuk melarangnya. Tapi, apakah mereka akan baik-baik saja?

"Secara garis besar aku mengerti masalahmu, kau tak perlu khawatir tentang hal itu."

"Apakah aku terlalu egois?"

"Aku tak akan menyalahkanmu tentang hal itu, lagi pula menjadi sedikit egois kurasa tak masalah."

Ia merasa sedikit terkejut ketika mengetahui jika seorang malaikat pun bisa merasakan perasaan cemburu. Seharusnya ia sadar, bahwa sekalipun Gabriel itu seorang malaikat, tapi ia tetaplah seorang makhluk hidup.

Entah kenapa ia merasa lega, mungkin karena ia berpikir bahwa malaikat hanyalah sebuah khalayan tak berdasar dari orang yang sudah mati. Mereka digambarkan begitu sempurna tanpa sedikitpun kekurangan, jadi ketika mengetahui bahwa Gabriel adalah seorang malaikat. Ia memilih untuk menjaga jarak dengan gadis ini.

Tapi semua itu berubah ketika ia mengetahui bahwa Gabriel tak ubahnya hanyalah seorang gadis lugu yang polos, berwujud seorang malaikat yang turun dari surga. Mungkin ia sedikit bersyukur akan pertemuannya dengan gadis ini.

Lagi pula partnernya, Kurama. Tak menolak sedikitpun keberadaan gadis ini di sampingnya.

"Jadi jangan terus murung begitu, oke? Kau terlihat jelek ketika murung."

Kalimat tadi sukses membuat Gabriel merasa malu, jadi ia hanya memilih untuk menyembunyikan wajahnya di balik bantal.